Jelaskan tujuan pengambilan keputusan berdasarkan Sistem Informasi Manajemen

BAB I

PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang

Tuntutan kebutuhan yang semakin kompleks dan serba percepatan menyebabkan adanya perubahan dan perlunya teknologi dalam lingkungan masyarakat. Hal itu dapat dilihat dengan adanya perkembangan peralatan teknologi canggih yang mampu membantu manusia memenuhi kebutuhan hidup secara lebih canggih, salah satunya antara lain melalui teknologi informasi.

Penggunaan teknologi informasi juga digunakan dalam organisasi sektor publik yang berguna untuk pengolahan data, penyimpanan dan penemuan kembali informasi organisasi. Dimana data dan dokumen yang tadinya disimpan secara manual, sekarang semuanya tersimpan secara digital dalam sebuah perangkat komputer, dengan sekali klik saja semua dokumen dan data dapat ditampilkan. Tanpa informasi, para manajer, karyawan dan anggota-anggota organisasi yang lainnya tidak dapat mengambil keputusan yang efisien dan efektif dalam mencapai tujuan organisasi. Namun sebelum adanya teknologi informasi, sistem informasi manajemen (SIM) telah digunakan oleh para pimpinan organisasi atau perusahaan termasuk manajer dalam upaya pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan saat itu masih sangat sederhana. Segala sesuatunya masih berjalan secara manual dan lamban, karena semua data masih tersimpan dalam lembaran-lembaran arsip yang beraneka macam. Manakala sang pimpinan membutuhkan berbagai informasi yang berhubungan dengan sesuatu yang harus diputuskan atau diambil kebijakan.

Sistem informasi manajemen (SIM) merupakan salah satu bentuk sistem informasi yang berfungsi untuk membantu para penggunanya dalam mengambil keputusan. Laudon dan Laudon terjemahan Sungkono (2008: 22) mengemukakan definisi sistem informasi manajemen sebagai sekumpulan komponen yang saling berhubungan, mengumpulkan (atau mendapatkan), memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk menunjang pengambilan keputusan dan pengawasan dalam organisasi. Pengambilan keputusan ini bertujuan mengatasi atau memecahkan masalah yang bersangkuatan sehingga usaha pencapaian tujuan yang dimaksud dapat dilaksanakan secara baik dan efektif. Masalah atau problem yang dimaksud dapat dibagi tiga golongan besar, yaitu masalah korektif, masalah progresif, dan masalah kreatif.

Seorang manajemen harus dapat mengatasi masalah yang dihadapi sesuai dengan karakteristinya agar dapat mencapai tujan yang ditetapkan. Setiap manajemen membutuhkan informasi yang berguna untuk mengurangi ketidakpastian yang dihadapi oleh manajemen. Namun karena karateristik masalah yang dihadapi oleh setiap manajemen berbeda maka setiap manajemen membutuhkan informasi yang sifatnya juga berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:

  1. Apa yang dilakukan manajer publik dalam menyikapi informasi?
  2. Bagaimana teknologi informasi mengubah proses manajemen publik?
  3. Bagaimana sistem informasi mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan publik?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah:

  1. Mengetahui manajer publik dalam menyikapi informasi.
  2. Menjelaskan teknologi informasi mengubah proses manajemen publik.
  3. Menjelaskan sistem informasi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan publik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 2.1 Sistem Informasi Manajemen

Menurut Alter dalam Effendy (1989:11), sistem informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang, dan teknologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi.

Menurut Wilkinson, sistem informasi adalah kerangka kerja yang mengkoordinasikan sumber daya (manusia, komputer) untuk mengubah masukan (input) menjadi keluaran (informasi), guna mencapai sasaran-sasaran perusahaan.

Sistem informasi merupakan suatu sistem terintegrasi yang mampu menyediakan informasi yang bermanfaat bagi penggunanya. Sistem informasi merupakan sebuah sistem terintegrasi atau sistem manusia-mesin, untuk menyediakan informasi untuk mendukung operasi, manajemen dalam suatu organisasi. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan perangkat lunak komputer, prosedur manual, model manajemen dan basis data.

Sistem Informasi Manajemen adalah serangkaian sub-sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi daan secara rasional terpadu yang mampu mentrasformasi data untuk meningkatkan produktivitas organisasi (Scott, 2001:100). SIM menggunakan perangkat keras, perangkat lunak komputer, prosedur/pedoman, model manajemen, dan database.

Menurut Rusdiana dan Irfan (2014:95) sistem informasi manajemen adalah suatu sistem yang dirancang untuk menyediakan informasi guna mendukung pengambilan kepuusan pada kegiatan manajemen dalam suatu organisasi. Sistem informasi melakukan pemrosesan data, kemudian mengubahnya menjadi informasi.

Sedangkan menurut Laudon dan Laudon (2008), sistem informasi manajemen adalah suatu susunan komponen-komponen yang terintegrasi dan bekerja secara bersama-sama untuk mengunpulkan, memproses, menyimpan dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi, kontrol, analisis dan visualisasi.

2.2 Manajemen Publik

       Menurut David Rosenbloom, manajemen publik adalah penerapan teori dan proses manajerial, politik dan hukum guna menjalankan mandat pemerintah legislatif, eksekutif, dan yudikatif untuk melaksanakan fungsi regulasi dan pelayanan ke masyarakat.

Menurut Keban (2004), manajemen publik menunjuk pada manajemen instansi pemerintah.

Fokus Manajemen Publik pada proses menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya non manusia sesuai perintah kebijakan publik. Menurut Ott, Hyde and Shafritzs (1990) Secara spesifik, manajemen publik memfokuskan pada bagaimana organisasi publik mengimplementasikan kebijakan publik. Perencanaan, pengorganisasian, dan pengontrolan merupakan perangkat utama yang dilakukan oleh manajer publik dalam rangka menyelenggarakan pelayanan pemerintah atau publik. Manajemen publik memfokuskan pada alat-alat manajerial, teknik-teknik, ilmu pengetahuan, dan keahlian, dan keahlian yang dapat digunakan untuk menerapkan ide-ide dalam kebijakan ke dalam program-program tindakan.

Suatu organisasi publik akan menjalankan fungsi-fungsi operasi yang harus berjalan dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan dari penyelenggaraan pelayanan itu sendiri. Fungsi-fungsi operasi dalam organisasi publik meliputi fungsi operasi dalam pelayanan. Untuk menjalankan fungsi tersebut dibutuhkan manajemen dimana sudah barang tentu fungsi manajemennya harus dapat berjalan dengan baik. Fungsi manajemen yang harus berjalan dalam menggerakkan fugsi operasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan meliputi fungsi planning, organizing, staffing, directing, evaluating, coordinating dan budgeting. Fungsi manajemen memiliki tingkat kompleksifitas yang tinggi dan tigkat relasional yang kompleks antar fungsi operasi ketika harus menjalankan fungsi operasi tersebut yang dibangun dalam manejen memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi dan tigkat relasional yang kompleks antar fungsi operasi ketika harus menjalankan fungsi operasi tersebut yang dibangun dalam organisasi publik. Ketika fungsi operasi dalam organisasi berjalan sesuai fungsi manajemen maka akan terjadi lalu lintas data dan informasi yang saling terkait dan saling membutuhkan sehingga tingkat kompleksitas relasional antar fungsi tersebut kelihatan sekali. Kompleksitas relasional  data dan informasi meliputi tahap pengumpulan data, klasifikasi data, perubahan data supaya berubah bentuk, sifat dan kegunaan menjadi informasi, interpretasi informasi, penyimpanan informasi, penyampaian informasi atau transmisi kepada pengguna dan penggunaan informasi untuk kepentingan manajemen organisasi.

Manajemen adalah suatu tim yang disusun dalam organisasi untuk menjadi pengendali organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi. Manajemen didalam organisasi biasanya dibagi kedalam tiga tingkatan. Pembagian tiga tingkatan tesebut disebabkan oleh adanya tiga macam tujuan atau sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi. Tiga tingkatan tersebut adalah manajemen tingkat atas, manajemen tingkat menengah dan manejmen tingkat bawah.

Pada tingkatan ini keputusan yang diambil oleh tim manejemen mempunyai sifat strategis, berdampak secara jangka panjang atas perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut maka majemen tingkat atas harus mampu melakukan evaluasi lingkungan luar organisasi. Pengaruh dari luar dapat berupa perubahan kesempatan pasar, perubahan teknologi, perubahan politik pemerintahan, perubahan situasi ekonomi, dan lainnya. Perubahan ini harus ditanggapi secara cerdik dalam bentuk perubahan strategi demi tecapainya visi dan misi organisasi.

  1. Manajemen tingkat menengah

Tujuan manaemen tingkat menengah adalah efektivitas, artinya setip organisasi harus mencapai tujuan yang akan ditetapkan oleh manajemen puncak organisasi. Manajemen tingkat menengah bertugas untuk membawa dan mengendalikan organisasi menuju sasaran yang sudah ditetapkan. Dalam proses pengendalian ini, terdapat tahapan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan.

Sasaran manajemen tingkat bawah adalah efisiensi. Tiap organisasi harus bekerja dengan efisien. Efisien artinya, bahwa setiap penggunaan sumber daya milik organisasi dimanfaatkan secra tepat sehingga menghasilkan hasil yang maksimal. Manajemen tingkat bawah menghadapi masalah-masalah yang bersifat terstruktur. Hampir semua masalah yang dihadapi sudah mempunyai pola tetap untuk diatasi.

Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan masing-masing tingkat manajemen membutuhkan informasi oleh karena itu karakteristik masalah yang dihadapi oleh masing-masing manajemen sifatnya juga berbeda sesuai kebutuhan. Karakteristik informasi yang diperlukan oleh masing-masing tingkat manajemen sebagai berikut :

  1. Sumber Informasi : Ekternal / Internal

Manajemen tingkat atas harus berinteraksi dengan pihak luar organisasi, baik dengan masyarakat, pemerintah, perusahaan asing maupun perusahaan suplayer dan lain sebagainya. Karena itu manajemen tingkat atas banyak memerlukan informasi tentang situasi dan kondisi yang ada di luar organisasi dan juga dari internal organisasi.

Adapun manajemen tingkat bawah lebih banyak memerlukan informasi yang berasal dari internal organisasi. Bukan berarti manajemen tingkat bawah tidak memerlukan informasi dari luar perusahaan. Adapun manajemen tingkat menengah memerlukan informasi yang bersifat tengah – tengah antara manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat bawah.

  1. Lingkup Informasi : Global / Parsial

Manajemen tingkat atas memerlukan informasi organisasi secara global yaitu informasi dari seluruh komponen organisasi. Berasal dari semua tingkat struktur organisasi, baik struktur tingkat atas, tingkat menengah maupun tingkat bawah juga dari semua departemen atau fungsi organisasi, baik departemen pemasaran, keuangan, SDM maupun juga departemen operasional.

Manajemen tingkat bawah memerlukan informasi yang bersifat lokal atau parsial yaitu informasi yang berkaitan dengan urusan departemen atau bagiannya saja. Adapun manajemen tingkat menengah memerlukan informasi yang semi global atau semi parsial. Manajemen tingkat menengah umumnya mengkoordinasi beberapa departemen dan harus bekerjasama dengan departemen lain.

  1. Kurun Waktu Informasi : Jangka Panjang atau Pendek

Manajemen tingkat atas memerlukan informasi yang mempunyai karakteristik jangka panjang. Istilah jangka panjang bersifat relatif, tergantung jenis usaha maupun besar atau kecilnya organisasi. Untuk organisasi yang berbentuk perguruan tinggi, barangkali waktu 10 tahun sudah termasuk jangka panjang. Contoh informasi jangka panjang yang dibutuhkan untuk organisasi perguruan tinggi misalnya apakah kebijakan negara dalam waktu 10 tahun mendatang. Kemudian, mendorong kemajuan teknologi atau memperbaiki karakter bangsa? Keputusan bahwa negara akan mendorong kemajuan teknologi akan berdampak dengan dibutuhkannya lulusan dari fakultas teknik dan sains. Adapun manajemen tingkat bawah misalnya kepala bagian gudang, membutuhkan informasi jangka pendek misalnya apakah minggu ini akan ada barang yang masuk? Informasi yang dibutuhkan manajemen ini biasanya adalah yang berkurun waktu minggu ini. Begitu halnya dengan manajemmen tingkat menengah, informasi yang dibutuhkan juga termasuk jenis informasi yang berkurun waktu jangka menengah.

  1. Kelengkapan Informasi : Hal – hal Pokok atau Lengkap

Laporan untuk manajemen tingkt atas biasanya adalah agregasi (singkatan) dari semua permasalahan yang ada. Manajemen tingkat atas tentu saja mempunyai keterbatasan dalam menyerap dan mengelola informasi yang diterima.laporan kepada manajemen tingkat atas cukup hanya pokok – pokok permasalahan dan pokok – pokok laporan. Sebaliknya laporan untuk manajemen tingkat rendah haruslah lengkap. Semuanya harus lengkap dan memerlukan laporan semipokok.

  1. Kerincian Informasi: Ringkas/rinci

Manajemen tingkat atas tidak membutuhkan informasi yg bersifaat rinci melainkan cukup berupa ringkasan.  Manajemen tingkat bawah memerlukan informasi yang rinci. Informasi yang dibutuhkan manajemen tingkat menengah cenderung bersifat semiringkas.

  1. Kerangka Waktu: Masa Depan/Masa Lalu

Manajemen tingkat atas membutuhkan informasi terutama tentang masa depan. Tentu saja sifatnya adalah perkiraan/peramalan. Hal ini disebabkan oleh keharusan manajemen tingkat atas membuat keputusan-keputusan untuk masa depan. Adapun manajemen tingkat bawah memerlukan informasi masa lalu (historis). Hal ini disebabkan oleh keharusan manajemen tingkat bawah membuat evaluasi dan berdasarkan evaluasi tersebut membuat keputusan jangka pendek.

  1. Saat Penyajian Informasi: Sesuai Kebutuhan/Periodik Rutin

Manajemen tingkat atas membutuhkan informasi terutama pada saat mereka akan membuat keputusan sendiri. Pada waktu itulah mereka perlu diberi informasi yang mereka butuhkan. Lain halnya dengan manajemen tingkat bawah, mereka perlu diberi informasi secara periodik, gunanya adalah melakukan evaluasi secara teratur.

2.3 Pengambilan Keputusan

Menurut George R. Terry pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.

Menurut Sondang P. Siagian pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat. Sedangkan menurut James A. F. Stoner pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pemilihan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia sehingga menghasil keluaran yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan

Gary Brewer dan Peter DeLeon menggambarkan tahap pengambilan keputusan dalam kebijakan publik sebagai Pilihan berbagai alternatif kebijakan yang selama ini dimunculkan dan dampak yang mungkin muncul dalam masalah yang diestimasi. Tahap ini adalah tahap yang paling bersifat politis ketika berbagai solusi potensial bagi suatu masalah tertentu harus dimenangkan dan hanya satu atau beberapa solusi yang dipilih dan dipakai. Jelasnya, pilihan-pilihan yang paling mungkin tidak akan direalisasikan dan memutuskan untuk tidak memasukan alur tindakan tertentu adalah suatu bagian dari seleksi ketika akhirnya sampai pada keputusan tentang yang paling baik. Kegiatan pengambilan keputusan pada prinsipnya meliputi setidaknya empat aktivitas yaitu:

  1. Kegiatan inteligensi. Kegiatan inteligensia di sini merupakan kegiatan mengamati lingkungan untuk kepentingan membuat keputusan.
  2. Kegiatan perancangan. Kegiatan menemukan, mngembangkan dan analisis berbagai kemungkinan tindakan dalam rangka pembuatan keputusan.
  3. Kegiatan pemilihan, yaitu kgiatan memilih atau menentukan tindakan tertentu dari berbagai alternatif tindakan yang dapat diambil.
  4. Kegiatan peninjauan. Tindakan yang telah dipilih kemudian dilaksanakan dan dievaluasi

Bila proses pengambilan keputusan dianalisis, maka analisis tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan analisis proses kebijakan. Ini karena komponen proses kebijakan juga merupakan komponen proses pengambilan keputusan yang meliputi masalah kebijakan, alternatif kebijakan, tindakan kebijakan, hasil kebijakan dan pola pelaksanaan kebijakan.

Tahapan setiap proses pengambilan keputusan terdiri dari:

  1. Tahap Identifikasi masalah

Untuk dapat mengidentifikasi masalah inti atau utama, perlu dipahami lebih dulu apa yang dimaksud dengan masalah. Beberapa ahli mendefinisikan masalah sebagai sebuah kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang harus diatasi.  Juga ada yang mengartikan masalah sebagai penyimpangan dari kondisi normal. Beberapa orang mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi masalah. Hal itu disebabkan karena:

  • Artinya membiarkan semua masalah bertumpuk-tumpuk jadi satu di kepala seperti benang kusut yang sulit diurai.
  • Ketidakmampuan mengendalikan diri dalam menghadapi masalah akan mempersulit penyelesaian masalah. Bahkan bisa menimbulkan masalah baru.
  • Kurang kreatif. proses pemecahan masalah sebenarnya bisa menjadi pendorong timbulnya kreativitas baru. Namun di sisi lain, ketidakreatifan seseorang dalam menghadapi masalah dapat menjadi hambatan tersendiri untuk mengidentifikasi masalah yang sesungguhnya berikut alternatif jalan keluar dari masalah.
  • Data yang tidak valid. Artinya, data awal yang tidak valid akan menyulitkan orang untuk melakukan identifikasi masalah secara tepat.
  1. Tahap pengumpulan data dan analisis

Pengumulan data dan analisis pada tahap dua ini berbeda dengan pengumpulan data pada tahap identifikasi masalah. Perbedaannya ada pada tujuan. Tujuan pengumpulan data pada tahap dua ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kemungkinan alternatif solusi yang bisa dilakukan.

  1. Tahap penentuan alternatif keputusan berikut konsekuensi-konsekuensi positif/ negatif setiap alternatif

Sama halnya dengan tahap identifikasi masalah, tahap penentuan alternatif keputusan juga memerlukan data dan informasi. Semakin lengkap data relevan yang tersedia, semakin baik alternatif-alternatif keputusan yang dapat dipilih. Brdasarkan data yang diperoleh, dicari berbagai alternatif keputusan. Beberapa cara atau metode untuk mendapatkan gagasan alternatif keputusan diantaranya adalah metode Osborn (curah pendapat) dan metode curah pendapat tertulis. Setelah alternatif-alternatif keputusan didapat, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap setiap alternatif untuk mendapatkan beberapa alternatif yang terbaik dan yang paling mungkin dilakukan.

  1. Tahap pemilihan alternatif “terbaik”

Dalam menentukan satu alternatif terbaik, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan antara lain: (i) tingkat resiko (ii) tenaga dan pikiran yang dibutuhkan (iii) jumlah dan kualitas sumberdaya manusia yang dibutuhkan, (iv) waktu (bila dua alternatif memiliki kualitas yang sama, maka dipilih alternatif yang memiliki jangkauan waktu yang lebih luas) (v)aspek ekonomi. Artinya memilih alternatif yang memiliki dampak ekonomi yang paling menguntungkan. (vi) Dapat dilaksanakan. Pemecahan masalah harus bersifat praktis, tidak terlalu spekulatif namun juga tidak takut berinovasi.

  1. Tahap pelaksanaan keputusan

Pertama-tama perlu dibedakan lebih dulu antara istilah-istilah membuat keputusan, mengambil keputusan, dan mengeluarkan keputusan. Membuat keputusan merupakan proses dari awal sampai akhir untuk mencapai sebuah hasil yang baik yaitu pemecahan masalah. Mengambil keputusan merupakan salah satu tahap dalam proses pengambilan keputusan yakni memilih alternatif terbaik. Mengeluarkan keputusan merupakan langkah yang komplit diantara langkah-langkah manajemen yang terdiri dari perencanaan, hingga pengawasan dan penilaian. Kelayakan sebuah keputusan terletak pada pelaksanaannya. Oleh karena itu, keputuan yang dikeluarkan harus terdiri dari beberapa unsur yaitu surat keputusan, orang yang menerima/ melaksanakan keputusan, perencanaan, distribusi tanggung jawab dan wewenang, skedul waktu dan anggaran belanja.

  1. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan keputusan.

Proses supervisi dan evaluasi diperlukan untuk memastikan bahwa fase pelaksanaan keputusan tetap terjaga dan penuh vitalitas. Sekaligus sebagai upaya untuk mengantisipasi adanya perubahan situasi atau hal-hal yang terjadi dan diluar perkiraan.

Komponen atau unsur-unsur pengambilan keputusan yang bersifat umum, antara lain adalah:

Setiap pengambilan keputusan selalu memiliki tujuan atau target atau hasil yang diharap dari keputusan yang diambil.

Setiap pengambilan keputusan merupakan proses mulai dari identifikasi masalah sampai pemantauan dan evaluasi keputusan.

Setiap keputusan senantiasa melibatkan penggunaan metode atau cara baik itu metode pengumpulan data dan informasi, metode identifikasi penelusuran masalah dan penyebab, metode analisis alternatif keputusan, metode pengukuran hasil dan metode monitoring-evaluasi pelaksanaan keputusan.

  • Faktor lingkungan yang tak dapat dikendalikan.

Setiap keputusan tidak pernah berada pada kondisi vakum, namun ada dalam konteks lingkungan. Dalam banyak hal, lingkungan eksternal tidak dapat dikelola atau dikendalikan secara langsung. Oleh karena keputusan bersifat futuristik. Sementara kondisi yang akan datang tidak dapat diketahui dengan pasti terlebih dalam konteks lingkungan eksternal yang bersifat tak dapat dikendalikan, maka keberhasilan keputusan yang dibuat akan sangat bergantung pada kemampuan  memprediksi kondisi di masa datang.

2.4 Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud (Leo Agustino, 2008:7).

Sedangkan menurut Wiliiam N. Dunn (2003:132), Kebijakan Publik (Public Policy) adalah Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.

Model kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang dipilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Model kebijakan merupakan penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mengurangi kompleksitas dan menjadikannya dapat dikelola oleh para analis kebijakan.

Ada beberapa model dalam mengkaji kebijakan publik, antara lain:

  1. Model Elitis (Policy as Elite Preference)

Model ini mempunyai asumsi bahwa kebijakan publik dapat dipandang sebagai nilai-nilai dan pilihan-pilihan elit yang memerintah. Thomas R. Dye dan Harmon memberikan ringkasan pemikiran mengenai model ini, yaitu:

  • Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan dan massa yang tidak mempunyai kekuasaan.
  • Kelompok kecil yang memerintah tersebut bukan tipe massa yang dipengaruhi. Para elit ini biasanya berasal dari lapisan massyarakat yang ekonominya tinggi.
  • Perpindahan dari kedudukan non-elit ke elit sangat pelan dan berkesinambungan untuk memelihara stabilitas dan menghindari revolusi.
  • Elit memberikan konsensus pada nilai dasar sistem sosial dan pemeliharaan sistem.
  • Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan massa tetapi nilai-nilai elit yang berlaku.
  • Para elit secara relatif memperoleh pengaruh langsung yang kecil dari massa yang apatis. Sebaliknya elit mempengaruhi massa yang lebih besar.

Model elit lebih memusatkan perhatian pada peranan kepemimpinan dalam pembentukan kebijakan publik. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam suatu sistem politik beberapa orang memerintah orang banyak, para elit politik yang mempengaruhi massa rakyat dan bukan sebaliknya.  Model ini dikembangkan dari teori elit yang menentang keras pandangan bahwa kekuasaan dalam masyarakat itu berdistribusi secara merata. Dengan demikian suatu kebijakan publik selalu mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari kaum elit ke massa (rakyat).

  1. Model Pluralis (Policy as Group Equilibrium)

Model ini berangkat dari suatu anggapan bahwa interaksi antar kelompok dalam masyarakat adalah pusat perhatian dari politik. Individu-individu yang memiliki latar belakang kepentingan yang sama biasanya akan bergabung baik secara formal maupun informal untuk mendesakan kepentingan-kepentingannya pada pemerintah. Dalam model ini, perilaku individu akan mempunyai makna politik kalau mereka bertindak sebagai bagian atas nama kepentingan kelompok. Kelompok dipandang sebagai jembatan yang penting antara individu dan pemerintah, karena politik pada dasarnya adalah perjuangan-perjuangan yang dilakukan kelompok untuk mempengaruhi kebijakan publik.

Model pluralis lebih menitik beratkan bahwa kebijakan publik terbentuk dari pengaruh sub-sistem yang berada dalam sistem demokrasi. Dalam model ini adalah gagasan yang sifatnya lebih parsitipatif dan berbasis komunitas dalam perumusan kebijakan atau pengambilan kebijakan.

Padangan Pluralis menurut Robert Dahl dan David Truman, menguraikan sebagai berikut :

  • Kekuasaan merupakan atribut individu dalam hubungannya dengan individu-individu yang lain dalam proses pembuatan keputusan.
  • Hubungan –hubungan kekuasaan tidak perlu tetap berlangsung, hubungan-hubungan kekuasaan lebih dibentuk untuk keputusan-keputusan khusus. Setelah keputusan tersebut dibuat maka hubungan-hubungan kekuasaan tersebut tidak akan nampak, hubungan ini akan digantikan oleh seperangkat hubungan kekuasaan yang berbeda ketika keputusan selanjutnya hendak dibuat.
  • Tidak ada pembedaan yang tetap antara elit dan massa. Individu-individu yang berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dalam suatu wakt tidak dibutuhkan oleh individu yang sama yang berpartisipasi dalam waktu yang lain.
  • Kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai mobilitas yang tinggi.
  • Terdapat banyak pusat kekuasaan diantara komunitas. Tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan untuk semua masalah kebijakan.
  • Kompetisi dapat dianggap berada diantara pemimpin. Kebijakan publik lebih lanjut dipandang merefleksikan tawar menawar atau kompromi yang dicapai diantara kompetisi pemimpin politik.
  1. Model Sistem (Policy as System output)

Model sistem menurut Paine dan Naumes menggambarkan model pembuatan kebijakan sebagai interaksi yang terjadi antara lingkungan dengan para pembuat para pembuat kebijakan, dalam suatu proses yang dinamis. Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan terjadi interaksi yang terbuka dan dinamis antara pembuat kebijakan dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam bentuk keluaran dan masukan (inputs dan outputs).

Menurut model sistem, kebijakan politik dipandang sebagai tanggapan dari suatu sistem politik terhadap tuntutan-tuntutan yang timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada di luar batas-batas politik. Kekuatan yang timbul dari lingkungan dan mempengaruhi sistem politik dipandang sebagai masukan (inputs) bagi sistem politik, sedangkan hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntutan tersebut dipandangkan sebagai keluaran (outputs) dari sistem politik. Sistem politik adalah sekumpulan struktur untuk dan proses yang saling berhubungan yang berfungsi secara otoritatif untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi suatu masyarakat. Hasil-hasil (outputs) dari sistem politik merupakan alokasi nilai secara otoritatif dari sistem dan alokasi-alokasi ini merupakan kebijakan publik.

Menurut model sistem, kebijakan publik merupakan hasil dari suatu sistem politik. Konsep “sistem” menunjuk pada seperangkat lembaga dan kegiatan yang dapat diidentifikasikan dalam masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan menjadi keputusan yang otoritatif. Konsep ini juga menunjukan adanya saling hubungan antara elemen yang membangun sistem politik serta mempunyai kemampuan dalam menanggapi kekuatan dalam lingkungannya. Masukan yang diterima oleh sistem politik dapat dalam bentuk tuntutan maupun dukungan.

Untuk mengubah tuntutan menjadi hasil-hasil kebijakan, suatu sistem harus mampu mengatur penyelesaian-penyelesaian pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian pertentangan atau konflik dan memberlakukan penyelesaian ini pada pihak yang bersangkutan.

  1. Model Rasional Komprehensif (Policy as Efficient Goal Achievement)

Model rasional komprehensif ini menekankan pada pembuatan keputusan yang rasional dengan bermodalkan pada komprehensivitas informasi dan keahlian pembuat keputusan.  Dalam model ini suatu kebijakan yang rasional adalah suatu kebijakan yang sangat efisien, dimana rasio antara nilai yang dicapai dengan nilai yang dikorbankan adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain.

Dalam model ini para pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang rasional, harus:

  • Mengetahui semua nilai-nilai utama yang ada dalam masyarakat.
  • Mengatahui semua alternatif kebijakan yang tersedia.
  • Mengetahui semua konsekuensi dari setiap alternatif kebijakan.
  • Memperhitungkan rasio antara tujuan dan nilai sosial yang dikorbankan bagi setiap alternatif kebijakan.
  • Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.

Model ini terdiri dari elemen sebagai berikut:

  • Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu. Masalah ini dapat dipisahkan dengan masalah yang lain atau paling tidak masalah tersebut dapat dipandang bermakna bila dibandingkan dengan masalah yang lain.
  • Tujuan, nilai atau sasaran yang mengarahkan pembuat keputusan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.
  • Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki.
  • Konsekunsi (biaya dan keuntungan) yang timbul dari setiap pemilihan alternatif diteliti.
  • Setiap alternatif dan konsekuensi yang menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif lain. Pembuat keputusan memiliki alternatif beserta konsekuensi yang memaksimalkan pencapaian tujuan, nilai atau sasaran yang hendak dicapai.

Keseluruhan proses tersebut akan menghasilakan suatu keputusan yang rasional, yaitu keputusan yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu.

Namun ada krikit terhadap model rasional komprehensif, yaitu:

  • Para pembuat keputusan tidak dihadapkan pada masalah-masalah yang konkrit dan jelas. Sehingga seringkali para pembuat keputusan gagal mendefinisikan masalah dengan jelas, akibatnya keputusan yang dihasilkan untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak tepat.
  • Tidak realitis dalam tuntutan yang dibuat oleh para pembuat keputusan. Menurut model ini pembuat keputusan akan mempunyai cukup informasi mengenai alternatif yang digunakan untuk menanggulangi masalah. Pada kenyataannya para pembuat keputusan seringkali dihadapkan oleh waktu yang tidak memadai karena desakan masalah yang membutuhkan penanganan sesegera mungkin.
  • Para pembuat keputusan publik biasanya dihadapkan dengan situasi konflik daripada kesepakatan nilai. Sementara nilai-nilai yang bertentangan tersebut tidak mudah diperbandingkan atau diukur bobotnya.
  • Pada kenyataannya bahwa para pembuat keputusan tidak mempunyai motivasi untuk menetapkan keputusan-keputusan berdasarkan tujuan masyarakat, sebaliknya mereka mencoba memaksimalkan ganjaran-ganjaran mereka sendiri.
  • Para pembuat keputusan mempunyai kebutuhan, hambatan dan kekurangan sehingga menyebabkan mereka tidak dapat mengambil keputusan atas dasar rasionalitas yang tinggi.
  • Investasi yang besar dalam program dan kebijakan menyebabkan pembuat keputusan tidak mempertimbangkan lagi alternatif yang telah ditetapkan oleh keputusan sebelumnya.
  • Terdapat banyak hambatan dalam mengumpulkan semua informasi yang diperlukan untuk mengetahui semua kemungkinan alternatif dan konsekuensi dari masing-masing alternatif.
  1. Model Penambahan (The Incremental Model)

Model inkremental pada dasarnya memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pemerintah pada masa lampau dengan hanya melakukan perubahan-perubahan seperlunya.

Model ini lebih bersifat deskritif dalam pengertian, model ini menggambarkan secara aktual cara-cara yang dipakai para penjabat dalam membuat keputusan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari model penambahan, yakni:

  • Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis empirik terhadap tindakan dibutuhkan.
  • Para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan beberapa alternatif untuk menanggulangi masalah yang dihadapi dan alternatif hanya berada secara marginal dengan kebijakan yang sudah ada.
  • Untuk setiap alternatif, pembuat keputusan hanya mengevaluasi beberapa konsekuensi yang dianggap penting saja.
  • Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan dibatasi kembali secara berkesinambungan.
  • Tidak ada keputusan tunggal atau penyelesaian masalah yang dianggap paling “tepat”.
  • Pembuatan keputusan secara inkremental pada dasarnya merupakan remedial dan diarahkan lebih banyak kepada perbaikan terhadap ketidaksempurnaan sosial yang nyata sekarang ini daripada mempromosikan tujuan sosial di masa depan.

Keputusan yang diambil dari model ini hasil kompromi dan kesepakatan bersama antara banyak partisipan. Dalam kondisi banyaknya partisipan, keputusan akan lebih mudah dicapai bila persoalan yang disengketakan oleh berbagai kelompok hanya merupakan perubahan  terhadap program yang sudah ada, keadaan sebaliknya jika menyangkut perubahan kebijakan besar yang menyangkut keuntungan dan kerugian besar. Pembuatan keputusan secara inkrementalisme adalah penting dalam rangka mengurangi konflik, memelihara stabilitas dan sistem politik itu sendiri.

Dalam pandangan inkrementalis, para pembuat keputusan dalam menunaikan tugasnya berada dibawah keadaan yang tidak pasti yang berhubungan dengan konsekuensi dari tindakan mereka di masa depan, maka keputusan inkrementalis dapat mengurangi risiko atau biaya ketidakpastian itu.

  1. Game Teori (Policy as Rational Choice Competitive Situations)

Menurut Thomas R. Dye, teori ini bertitik tolak pada 3 (tiga) hal pokok, yaitu:

  • Kebijakan yang akan diambil bergantung pada (setidak-tidaknya) dua pemain atau lebih.
  • Kebijakan yang dipilih ditarik dari dua atau lebih alternatif pemecahan yang diajukan oleh masing-masing pemain.
  • Pemain-pemain selalu dihadapkan pada situasi yang serba bersaing dalam pengambilan keputusan.

Menurut model ini pilihan kebijakan akan dijatuhkan pada pilihan yang saling menguntungkan, dimana pembuat kebijakan senantiasa dihadapkan pada pilihan yang saling bergantung.

  1. Policy as Institutional Activity

Model ini memandang kebijakan publik sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah. Menurut pandangan model ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan warga negara, baik yang dilakukan secara perseorangan maupun kelompok pada umumnya ditujukan pada lembaga pemerintah. Kebijakan ditetapkan, disahkan, dan dilaksanakan serta dipaksakan berlakunya oleh lembaga pemerintah. Dalam model ini yang membentuk kebijakan publik adalah interaksi antar lembaga-lembaga pemerintah, dilain pihak, betapapun kerasnya kehendak publik, namum apabila tidak mendapat perhatian dari lembaga pemerintah, kehendak tersebut tidak akan menjadi kebijakan publik.

Lembaga pemerintah memberikan karakteristik berbeda dalam kebijakan publik, yaitu pemerintah memberikan legitimasi kepada kebijakan-kebijakan serta kebijakan-kebijakan pemerintah memerlukan universalitas.

Dengan demikian keunggulan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah bahwa kebijakan tersebut dapat menuntut loyalitas dari semua warga negaranya dan mempunyai kemampuan membuat kebijakan yang mengatur seluruh masyarakat dan memonopoli penggunaan kekuasaan secara sah yang mendorong individu-individu dan kelompok membentuk pilihan-pilihan mereka dalam kebijakan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Apa yang dilakukan manajer publik dalam menyikapi informasi

Manajemen terutama dalam organisasi public berperan dan berkenaan dengan proses bagaimana kegiatan yang telah di rancang oleh organisasi publik dapat diimplementasikan secara efektif. Tentu saja, hal ini tidak terlepas dari pemimpin atau manajer. Dalam konteks ini, manajer berperan mengintegrasikan organisasi dan variable-variabel manusia ke dalam sebuah sistem sosioteknik yang efektif dan efisien. Sistem sosioteknik merupakan suatu kondisi agar para pegawai bisa bekerja dengan baik, maka selain mematuhi aturan-aturan yang berlaku, pegawai juga butuh investasi social dan intelektual/ pengetahuan dalam berorganisasi.

Menurut Malayu S. Hasibuan, Manajer adalah sumberdaya pokok serta titik sentral setiap aktivitas yang terjadi dalam suatu perusahaan. Manajer harus mengutamakan tugas, tanggungjawab, dan membina hubungan yang harmonis baik dengan atasan maupun dengan bawahan. Adapun tugas-tugas umum manajer adalah:

  1. Managerial cycle atau siklus pengambilan keputusan, membuat rencana, menyusun organisasi, pengarahan organisasi, pengendalian, penilaian dan pelaporan.
  2. Memotivasi, artinya seorang manajer harus dapat mendorong para bawahannyauntuk bekerja giat dan membina para bawahan dengan baik dan harmonis.
  3. Manajer harus berusaha memenuhi kebutuhan para bawahannya.
  4. Manajer harus dapat menciptakan kondisi yang akan membantu bawahannya mendapatkan kepuasan dalam pekerjaanya.
  5. Manajer harus berusaha agar para bawahannya bersedia memikul tanggung jawab.
  6. Manajer harus membina bawahannya agar dapat bekerja secara efektif dan efisien.
  7. Manajer harus membenahi fungsi-fungsi fundamental manajemen secara baik.
  8. Manajer harus mewakili dan membina hubungan yang harmonis dengan pihak luar.
  9. Manajer bertanggungjawab dalam mengarahkan visi serta sumber-sumber daya yang dapat menghasilkan hal-hal yang paling efektif.

Dalam organisasi publik, terdapat 3 tingkatan manajer dengan tugas yang berbeda-beda, yaitu:

  1. Manajer tingkat perencanaan stratejik (strategic planning). Merupakan manajer tingkat atas, seperti para jajaran Menteri, para eselon I, dimana tugas dari manaajer adalah membuat keputusan-keputusan yang berkenaan dengan perencanaan stratejik yang meliputi proses evaluasi lingkungan luar organisasi, penetapan tujuan organisasi, dan penentuan strategi organisasi.
  2. Manajer tingkat pengendalian manajemen (management control); yang dikenal juga dengan istilah manajer tingkat menengah, mempunyai tanggung jawab untuk menjabarkan rencana stratejik yang sudah ditetapkan ke dalam pelaksanaannya dan meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan tercapai. Termasuk dalam kelompok ini misalnya adalah Pejabat Eselon II, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Dinas, dan Eselon III, Kepala Bagian/Bidang.
  3. Manajer tingkat pengendalian operasi (operational control) merupakan manajer tingkat bawah misalnya eselon IV dan V, bertanggung jawab melaksanakan rencana yang sudah ditetapkan oleh manajer tingkat menengah, yang terwujud dalam operasi/kegiatan organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Penggolongan manajer menurut tingkatnya mempunyai pengaruh signifikan dalam mendesain sistem informasi yang berkaitan dengan sumber informasi, cara penyajian, dan jenis keputusannya. Manajer tingkat perencanaan stratejik akan lebih banyak menerima informasi yang berasal dari lingkungan luar organisasi daripada informasi intern, dan sebaliknya untuk manajer tingkat bawah. Dari segi penyajiannya, manajer tingkat atas lebih menyukai informasi dalam bentuk ringkas, bukan detil. Sebaliknya, manajer tingkat bawah lebih menekankan pada informasi detil, bukan ringkas. Sedang berdasarkan jenis keputusan yang diambil, keputusan yang dibuat oleh manajer tingkat atas lebih tidak terstruktur dibandingkan keputusan yang diambil oleh manajer tingkat yang lebih rendah. Keputusan yang terstruktur merupakan keputusan yang sifatnya berulang-ulang dan rutin sehingga unsur-unsurnya lebih mudah untuk dimengerti. Contoh dari keputusan ini misalnya adalah keputusan tentang kenaikan pangkat pegawai, kenaikan gaji berkala dan lain sebagainya. Sebaliknya untuk keputusan yang tidak terstruktur, keputusan ini tidak mudah untuk didefinisikan dan biasanya lebih banyak membutuhkan informasi dari lingkungan luar. Pengalaman dan pertimbangan manajer sangat penting dalam pengambilan keputusan yang tidak terstruktur. Keputusan terstruktur akan lebih mudah dikomputerisasikan dibandingkan dengan keputusan yang tidak terstruktur.

3.2 Teknologi Informasi dapat mengubah proses manajemen publik.

Untuk mendukung sistem informasi yang dibangun, diperlukan teknologi informasi yan g sesuai.

Manajemen tingkat bawah memerlukan sistem pemrosesan transaksi. Sistem informasi tingkat ini pada dasarnya hanya melayani satu departemen atau satu unit kerja, misalnya unit kerja pembuatan rekening listrik. Untuk mencetak rekening memang dibutuhkan beberapa komputer tetapi komputer – komputer tersebut tidak harus dihubungkan menjadi satu jaringan komputer. Komputer – komputer tersebut sebenarnya dapat dioperasikan secara terpisah atau stand alone. Misalnya dalam  proses pencetakan re kening listrik dapat dengan mudah dikelompokkan perkecamatan. Satu kecamatan dilayani oleh satu komputer. Demikian juga dalam hal perangkat lunak dapat mengunakan teknologi pengolahan berkas yang lebih sederhana dari pada teknologi basis data. Maka komputer dapat dioperasikan secara stand alone dengan teknologi berkas yang sudah mencukupi. Oleh sebab itu apabila teknologi jaringan dan teknologi data base digunakan, proses maupun hasilnya akan lebih baik.

  1. Manajemen Tingkat Menengah

Manajemen ini bertugas mengkoordinasikan unit – unit kerja dibawahnya untuk mencapai sasaran secara efektif agar organisasi tetap sinergis dan bersama – sama menuju ke arah tujuan yang sama yaitu, tujuan yang sudah ditetapkan oleh manajemen tingkat atas. Manajemen tingkat menengah membutuhkan dukungan teknologi jaringan komputer dan teknologi data base. Teknologi jaringan komputer akan menyatu berbagai macam komputer dibanyak unit kerja kedalam sebuah sistem terintegrasi. Dengan terintegrasinya sistem maka manajemen tingkat menengah akan dapat mengakses semua komputer dan data disemua unit kerja dibawahnya dengan mudah dan cepat. Teknologi data base diperlukan karena mampu menyatukan banyak data di berbagai komputer dalam unit kerja ke dalam sebuah sistem data yang terintegrasi. Teknologi data base memberikan beberapa manfaat sebagai berikut :

  1. Konsistensi data. Misalnya data pangkat seorang pegawai akan tercatat di unit kerja kepegawaian, unit kerja keuangan dan unit kerja pemasaran. Apabila unit kerja kepegawaian mengubah pangkat dari seorang pegawai karena adanya kenaikan pangkat maka dengan bantuan sistem data base semua catatan tentang pangkat pegawai tersebut disemua unit kerja akan diubah secara otomatis. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai berlangsungnya konsistensi data.
  2. Efisiensi penyipanan data

Sebuah data yang sama misalnya pangkat seorang pegawai cukup disimpan disatu tempat milik sebuah unit kerja. Apabila unit kerja lain membutuhkan tinggal membaca dicatatan unit kerja penyimpanan data tersebut.

Dengan adanya penyimpanan yang sistemtik maka pencarian terhadap suatu data akan jauh lebih mudah dan cepat.

Manajemen ini bertugas untuk mencapai visi dan misi suatu organisasi. Menejemen tingkat atas membutuhkann banyak informasi dari luar untuk membuat keputusan – keputusan. Sehubungan dengan hal tersebut akses internet menjadi sebuah keharusan, selain itu diperlukan juga perangkat lunak yang berkemampuan sebagai Decision Support System. Ada banyak perangkat lunak yang bersedia untuk DSS antara lain Outlooksoft, informationsbuilder, Knowledge Storm, dan lain – lain. Selain DSS manajemen tingkat atas juga memerlukan perangkat lunak jenis expert system yang mempunyai kemampuan lebih canggih dibanding DSS.

Tingkatan Manajemen Teknologi Informasi
Manajemen Tingkat Atas Internet Knowledge/ model base
Manajemen Tingkat Menengah Data Base Jaringan Komputer
Manajemen Tingkat Bawah File Processing Stand Alone

3.3 Sistem informasi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan publik

Dalam usaha memecahkan suatu masalah, pemecah masalah mungkin membuat banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu diikuti dalam memecahkan masalah untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif, atau untuk memanfaatkan kesempatan. Kondisi ini menjadi tidak mudah dengan semakin rumitnya aktivitas dan keterbatasan sumber daya yang tersedia. Apalagi informasi yang dibutuhkan tidak berasal langsung dari sumbernya. Untuk itu manajemen sebagai pengguna informasi membutuhkan suatu sistem pendukung (support systems) yang mampu meningkatkan pengambilan keputusannya, terutama untuk kondisi yang tidak terstruktur atau pun sistem pendukung untuk tingkatan tertentu saja.

Ada dua alasan penting mengapa manajemen membutuhkan sistem pendukung yang mampu untuk meningkatkan pengambilan keputusannya yaitu :

  1. Keputusan untuk membangun sistem informasi yang dapat memenuhi kebutuhan manajemen tingkat atas. Dengan hanya mengandalkan sistem informasi manajemen tanpa bantuan sistem pendukungnya, sulit bagi manajemen terutama di tingkat atas untuk mengambil keputusan yang strategis. Hal ini disebabkan karena umumnya pengambilan keputusan yang strategis tersebut lebih bersifat kebijakan dengan dampak luas dan/atau pada situasi yang tidak terstruktur. Sebagai contoh mengenai kelangkaan BBM dibeberapa wilayah di Indonesia telah mendorong upaya beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan penimbunan. Untuk itu manajemen di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai lembaga pengatur yang bertanggungjawab untuk memerintahkan Pertamina yang mengelola BBM harus dengan cepat mengambil keputusan yang strategis atas gejala penimbunan sehingga dapat mengatur strategi distribusi dan pemasaran dalam upaya mengatasi kelangkaan dan penimbunan.
  2. Kebutuhan untuk menciptakan pelaporan dan proses pengambilan keputusan yang memiliki arti (makna). Manajemen di sini di dorong untuk bagaimana mengembangkan pelaporan yang lebih baik lagi untuk pengukuran kinerja aktivitas yang dilaksanakannya dan menginformasikan berbagai tipe pengambilan keputusan yang baru. Dengan bantuan sistem pendukung yang disiapkan, maka hal ini akan lebih memungkinkan manajemen untuk mendapatkan pelaporan dan proses pengambilan keputusan yang lebih baik lagi.

Pengambilan keputusan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen. Kesalahan dalam mengambil keputusan dapat merugikan organisasi. Cara pengambilan keputusan akan mempengaruhi perancangan sistem informasi berdasarkan komputer yang dimaksudkan untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Pengumpulan data untuk mendapatkan informasi secara efisien dan tepat dapa dilakukan dengan menggunakan berbagai aplikasi komputer dalam pengambilan kepuusan. Sistem Informasi Manajemen yang sangat kompleks, yang membutuhkan ketelitian dalam pengambilan keputusan yang harus diambil oleh setiap lini manajemen. Baik itu level lini bawah yang melakukan pengambilan keputusan secara terstruktur/terprogram, level lini menengah yang mengambil keputusan secara semi terstruktur/semi terprogram, maupun lini level top manajemen yang mengambil keputusan secara tidak tersruktur/tidak terprogram. Oleh sebab itu, organisasi harus dapat memastikan bahwa organisasi telah memilih data, informasi dan karyawan yang tepat untuk mengontrol sistem informasi. Perusahaan ataupun organisasi menunjuk beberapa orang/karyawan yang mampu mencermati informasi. Karyawan tersebut harus profesional. Orang yang dapat menjamin kegiatan manajemen dalam SIM yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dapat berjalan dengan baik.

Salah satu pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen adalah dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. Departemen SDM membuat keputusan strategis yang berhubungan dengan lingkungan kerja, peningkatan kemampuan karyawan, dan infrastruktur SDM yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dalam sebagian besar persoalan, manajemen membutuhkan komputer untuk membantu memecahkan permasalahan. Komputer dapat digunakan dengan baik dan akurat untuk pengambilan keputusan, bila data dan informasi yang diperoleh juga bersifat baik dan akurat. Dengan menggunakan komputer dan jaringan internet, seorang manajer SDM dan manjer lini lainnya dapat memanggil semua informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan masalah rekrutmen, promosi, penggajian, atau pengembangan karyawan. Dalam masalah rekrutmen, setiap level manajer lini dan manajer SDM dapat melihat kebutuhan jumlah karyawan terhadap beban kerja dan ruang lingkup pekerjaannya. Penggunaan SIM dalam rekrutmen ini adalah dengan memperbaiki supplay dan permintaan akan SDM perusahaan sekarang dan dimasa datang sesuai dengan perkembangan perusahaan. SDM yang dibutuhkan oleh perusahaan ini harus diseleksi dengan cermat sehingga perusahaan benar-benar mendapatkan SDM yang memang sesuai dengan posisi yang akan diisi.

Dalam masalah promosi, manajer lini dan manajer SDM dapat melihat dari Database karyawan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Pada data base karyawan tersebut bisa dilihat dari lama masa kerja, jenjang pendidikan yang dimiliki, kemampuan dan keterampilan apa saja yang dimiliki, posisi apa saja yang sudah pernah dipegangnya, dan hasil penilaian kinerja karyawan yang akan dipromosikan tersebut. Manajer SDM harus selalu memperbaharui database karyawan sehingga data yang digunakan akurat.

Dalam masalah penggajian, manajer lini dan manajer SDM dapat melihat dari Database karyawan terhadap posisi/jabatan karyawan, struktur gaji perusahaan, benefit/insentif yang diterima karyawan sesuai dengan posisinya, dan hasil penilaian kinerja karyawan. Selain itu, manajer lini dan manajer SDM mencari informasi terhadap penggajian yang terjadi diluar, sehingga karyawan mendapatkan gaji yang paling tidak hampir sama dengan gaji perusahaan lain.

Dalam masalah pengembangan karyawan, Manajer lini dan manajer SDM dapat melihat dari database karyawan terhadap posisi/jabatan karyawan sekarang, kebutuhan akan pengembangan SDM, analasis pekerjaan, deskripsi pekerjaan, dan hasil penilaian kinerja karyawan. Karyawan yang sudah lama tidak mendapatkan pelatihan, akan lebih baik diikutkan pelatihan untuk menambah kinerja pekerjaannya. Akhirnya, Sistem Informasi Manajemen memainkan peran penting dalam menyediakan berbagai pilihan efisien dari para pengambil keputusan agar mampu membuat pilihan-pilihan yang mereka sukai, (Scott, 2003: 27). Scott, ini memastikan bahwa apapun pilihan yang dibuat oleh pengambil keputusan, hasilnya, lebih sering positif dari pada tidak. Sebenarnya, adalah alasan mengapa banyak pembuat keputusan cenderung lebih suka menggunakan SIM ketika menemui keputusan-keputusan yang sulit untuk diambil. Dan sebagai konsep memiliki pilihan keputusan yang layak untuk diputuskan dalam manajemen (Scott, 2003:29).

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

       Teknologi informasi digunakan dalam organisasi sektor publik yang berguna untuk pengolahan data, penyimpanan dan penemuan kembali informasi organisasi

Namun sebelum teknologi infornasi, terlebih dahulu sistem informasi berbasis manajemenlah yang digunakan untuk mengelola organisasi publik atau dengan kata lain manajemen publik. Karena setiap organisasi atau manajemen pasti mengalami suatu permasalahan dan disinilah kegunaan dari sistem informasi manajemen yaitu sebagai pengambil keputusan yang dilakukan oleh manajemen untuk mengatasi masalah yang dihadapi tersebut sesuai dengan karakteristik atau tugas manajer publik disetiap tingkatan nya agar dapat mencapai tujan yang ditetapkan.

4.2 Saran

Setelah mengetahui konsep dari sistem informasi manajemen diharapkan kita dapat menerapkan sistem informasi tersebut kedalam manajemen publik yang ada dalam suatu organisasi publik yang dijadikan sebagai suatu pengambilan keputusan yang nantinya dijalankan sebagai suatu kebijakan publik

DAFTAR PUSTAKA

https://lppm.trigunadharma.ac.id/public/modul/hpbNPEMANFAATAN%20TEKNOLOGI%20INFORMASI%20DALAM%20PROSES%20PENGAMBILAN%20KEPUTUSAN%20MANAJEMEN.pdf

https://www.researchgate.net/profile/Arna_Fariza/publication/277229860_SIG_PEMETAAN_TRANSPORTASI_DAN_PELAYANAN_UMUM_DI_KOTA_KEDIRI/links/5697116f08ae1c427903fe88/SIG-PEMETAAN-TRANSPORTASI-DAN-PELAYANAN-UMUM-DI-KOTA-KEDIRI.pdf

http://dosen.publikasistmikibbi.lppm.org/document/AMIfv94ZXW8rD6vSuefjhdmEVCy6hW7ap1KnXRJ5plfcaqp0oWpaJ-ytx1yQUvAwCvYH9NXjPLqJJmLaKl99y86-cebYfcxUMUADKBNASDrRTmfMug8QnlGFrrNiDCCX3jyBrhoZHQtYAyDqxJOEeFV9NgVXn1EQTQ

http://dispora.kotabogor.go.id