Jika badan terasa gatal bagian tubuh di sekitar alat reproduksi tidak boleh digaruk karena

Wanita yang mengalami menopause bisa mengalami rasa gatal yang tak tertahankan pada area vagina. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kadar estrogen dalam tubuh bisa memicu kondisi yang disebut dengan atrofi vagina.

Atrofi vagina adalah penipisan mukosa atau selaput lendir pada vagina yang menyebabkan kekeringan berlebih. Ketika hal ini terjadi, rasa gatal dan iritasi pada vagina tak bisa dihindarkan. Kondisi ini umumnya menyerang wanita di usia 50 tahun ke atas.

Stres

Stres tak hanya membuat pikiran Anda menjadi sulit fokus tetapi juga berakibat pada kondisi fisik. Dilansir dari American Journal of Obstetrics and Gynecology, stres bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh.

Hal ini membuat Anda menjadi lebih rentan terhadap infeksi bakteri vagina, sehingga menyebabkan gatal. Oleh sebab itu, menghindari stres menjadi salah satu cara ampuh untuk menjaga kesehatan organ intim Anda.

Kanker vulva

Dalam kasus langka, kanker vulva bisa menjadi penyebab munculnya rasa gatal pada vagina. Kanker ini tepatnya berkembang di area vulva, yaitu bagian terluar dari vagina. Area luar ini termasuk bibir dalam dan luar vagina, klitoris, dan bukaan vagina.

Kanker vulva mungkin tidak selalu menyebabkan gejala. Namun, ketika gejalanya muncul, kondisi ini ditandai dengan rasa gatal pada vagina, perdarahan di luar siklus haid, dan rasa sakit di sekitar vulva.

Kondisi ini tentu saja bisa disembuhkan total asalkan didiagnosis dan diberikan perawatan sejak awal kemunculannya. Oleh sebab itu, jangan sepelekan pemeriksaan kesehatan tahunan karena prosedur ini membantu mendiagnosis penyakit secara dini untuk mencegah keparahan.

Faktor-faktor risiko

Apa yang membuat saya berisiko kena kondisi ini?

Semua wanita bisa mengalami gatal pada vagina. Namun, beberapa hal berikut bisa meningkatkan risiko vagina gatal:

  • Menggunakan produk perawatan kewanitaan yang berpewangi
  • Menggunakan celana yang lembap dalam waktu lama
  • Melakukan douching (membersihkan vagina dengan bahan kimia khusus)
  • Sedang minum antibiotik
  • Kurang mmperhatikan kebersihan vagina
  • Sering berganti pasangan seks tetapi tidak menggunakan kondom

Diagnosis & pengobatan

Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan pada dokter Anda.

Bagaimana dokter mendiagnosis kondisi ini?

Ketika Anda memeriksakan diri, dokter akan membuat diagnosis berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, dokter akan menanyakan soal gejala yang muncul termasuk seberapa parah dan berapa lama vagina gatal telah berlangsung.

Selain itu, dokter juga akan bertanya mengenai aktivitas seksual yang Anda jalani. Informasi ini sangat membantu dokter ntuk menganalisis apakah gatal yang Anda rasakan terkait dengan penyakit menular seksual atau tidak.

Jika dibutuhkan, dokter juga mungkin akan melakukan pemeriksaan panggul. Selama prosedur ini dokter akan memeriksa vulva secara visual dan menggunakan spekulum untuk melihat bagian dalam vagina. Selain itu, dokter juga akan memeriksa leher rahim dan organ reproduksi lainnya untuk mencari penyebab pastinya.

Mengambil sampel jaringan kulit dari vulva atau sampel cairan vagina juga bisa dilakukan agar hasil analisis semakin valid. Jika masih kurang, tes darah dan tes urine juga dapat dilakukan.

Apa saja pilihan pengobatan untuk vagina gatal?

Dikarenakan penyebab gatal pada vagina berbeda-beda, otomatis pengobatannya pun akan berbeda. Agar tak salah langkah, berikut panduan mengenai pengobatan vagina yang gatal berdasarkan penyebabnya:

Iritasi

Vagina gatal akibat iritasi produk kimia tertentu kerap hilang sendiri tanpa perlu diobati. Anda hanya perlu menghindari penggunaan produk yang menjadi pemicu iritasi tersebut.

Untuk iritasi yang cukup mengganggu, dokter juga biasa meresepkan losion atau krim steroid untuk mengurangi peradangan dan rasa tidak nyaman yang dirasakan.

Namun, pastikan untuk tidak menggunakannya berlebihan karena krim ini bisa membuat kulit mengalami penipisan.

Penyakit kulit

Vagina gatal yang disebabkan karena penyakit kulit tertentu memiliki beragam pengobatan tergantung penyebabnya.

Jika penyebabnya eksim, dokter akan memberikan krim atau salep kortikosteroid untuk membantu mengurangi rasa gatal dan memperbaiki tampilan kulit.

Selain itu, dokter juga akan memberikan obat yang digunakan untuk melawan infeksi. Krim antibiotik biasanya akan diresepkan jika Anda memiliki infeksi bakteri, luka terbuka, atau luka retak.

Sementara untuk mengendalikan peradangan yang parah, dokter akan memberikan kortikosteroid minum, seperti prednison. Obat-obatan ini cukup efektif tetapi tidak bisa digunakan dalam jangka panjang.

Di sisi lain, jika gatal pada vagina disebabkan oleh penyakit psoriasis dokter akan memberikan jenis obat yang berbeda. Kortikosteroid oles adalah jenis obat yang paling sering diresepkan untuk mengobati psoriasis ringan hingga sedang. Obat ini mampu mengurangi peradangan dan rasa gatal.

Selain kortikosteroid oles, dokter juga sering meresepkan vitamin D, anthralin, retinoid oles, hingga inhibitor kalsineurin. Tak lupa Anda juga disarankan untuk menggunakan pelembap.

Infeksi ragi

Pada kondisi vagina gatal karena infeksi sederhana, dokter umumnya akan meresepkan krim, salep, tablet, atau supositoria. Pilihan obat antijamurnya yaitu:

Anda juga perlu rutin konsultasi ke dokter jika gejalanya muncul kembali dalam dua bulan. Untuk kasus infeksi yang parah, dokter akan memberikan rencana perawatan yang berbeda. Biasanya kondisi ini ditandai dengan gejala seperti:

  • Memiliki kemerahan parah, bengkak, dan gatal hingga menyebabkan luka sobekan di jaringan vagina
  • Telah mengalami lebih dari empat infeksi dalam setahun
  • Memiliki infeksi yang disebabkan oleh Candida selain Candida albicans
  • Sedang hamil
  • Memiliki diabetes yang tidak terkendali
  • Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah karena penyakit atau pengobatan

Untuk mengobati infeksi ragi yang parah, dokter akan memberikan perawatan seperti:

Halodoc, Jakarta - Setiap mengalami rasa gatal, siapapun tentu refleks untuk menggaruknya, bukan? Begitu pula ketika mengalami gatal biduran. Kondisi yang dalam istilah medis dikenal dengan nama urtikaria ini merupakan reaksi kulit yang ditandai dengan bilur berwarna merah atau putih yang terasa sangat gatal. Namun, tahukah kamu, bahwa kebiasaan menggaruk kulit yang mengalami bilur dan ruam akibat biduran ternyata sangat tidak disarankan, lho.

Sebelum menjawab pertanyaan mengapa gatal biduran tidak boleh digaruk, mari kita bahas sedikit tentang penyakit ini. Seperti telah disebutkan tadi, biduran atau urtikaria adalah suatu kondisi munculnya bilur berwarna merah atau putih yang terasa gatal di beberapa bagian tubuh, yang berawal di satu bagian tubuh lalu menyebar ke bagian tubuh lain. Ukuran dan bentuk bilur pun bisa berbeda-beda. Mulai dari beberapa milimeter hingga sebesar kepalan tangan. Selain rasa gatal, bilur-bilur yang muncul juga bisa terasa perih dan menyengat.

Baca juga: Biduran, Alergi atau Sakit Kulit?

Secara umum, biduran terbagi atas 2, yaitu biduran akut dan kronis. Biduran akut biasanya terjadi selama kurang dari 6 minggu, sedangkan biduran kronis biasanya terjadi dalam waktu yang cukup panjang. Bisa lebih dari 6 minggu, bahkan bersifat kambuhan selama beberapa bulan hingga tahun. Biduran kronis cukup jarang terjadi, dan biasanya merupakan gejala dari suatu penyakit lain, seperti penyakit tiroid atau lupus.  

Dapat Dipicu oleh Berbagai Hal

Munculnya bilur pada kulit ketika terjadi biduran disebabkan oleh tingginya kadar histamin dan senyawa kimia lain yang dilepaskan oleh lapisan di bawah kulit, sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan jaringan. Kondisi ini juga terkadang dapat menyebabkan bocornya cairan plasma dari pembuluh darah, dan terjadi penumpukan cairan atau angiodema. Penumpukan cairan itulah yang menyebabkan kulit menjadi bengkak dan terasa gatal.

Ada beberapa hal yang dapat memicu terjadinya biduran. Berikut di antaranya:

Perlu diketahui pula bahwa biduran merupakan kondisi yang umum dialami oleh semua orang, dalam rentang usia berapa pun. Meski kebanyakan kasus biduran lebih sering terjadi pada anak-anak dan wanita dalam rentang usia 30-60 tahun. Selain itu, orang yang memiliki riwayat alergi juga lebih berisiko untuk mengalami biduran, ketimbang mereka yang tidak.

Baca juga: Kena Ulat Bulu Bisa Sebabkan Biduran, Benarkah?

Tidak Boleh Digaruk

Meski terasa sangat gatal, kamu sebaiknya mencoba menahan diri untuk tidak menggaruk kulit ketika mengalami biduran, karena akan ada beberapa efek yang akan ditimbulkan. Efek yang paling umum dari kebiasaan menggaruk gatal biduran adalah munculnya siklus gatal-garuk. Jika bilur biduran yang muncul semakin digaruk, bahan aktif histamin dalam tubuh pun akan semakin banyak dikeluarkan, sehingga rasa gatal justru akan semakin bertambah parah pada area biduran. Bahkan, memicu munculnya area biduran baru, sesuai bentuk garukan.

Baca juga: Adakah Makanan yang Harus Dihindari Saat Biduran?

Efek lain yang mungkin terjadi jika kamu terlalu sering menggaruk gatal biduran adalah munculnya luka lecet, yang dapat menjadi jalan masuknya kuman. Bila luka lecet tersebut dimasuki kuman, akan ada infeksi sekunder yang dapat memperparah kondisi. Oleh karena itu, ketika terjadi biduran, cobalah untuk jangan menggaruknya terlampau sering, dan lakukan beberapa hal berikut:

Itulah sedikit penjelasan tentang gatal biduran yang perlu diketahui. Jika kamu membutuhkan informasi lebih lanjut soal hal ini atau gangguan kesehatan lainnya, jangan ragu untuk mendiskusikannya dengan dokter pada aplikasi Halodoc, lewat fitur Contact Doctor, ya. Mudah kok, diskusi dengan dokter spesialis yang kamu inginkan pun dapat dilakukan melalui Chat atau Voice/Video Call. Dapatkan juga kemudahan membeli obat menggunakan aplikasi Halodoc, kapan dan di mana saja, obatmu akan langsung diantar ke rumah dalam waktu satu jam. Yuk, download sekarang di Apps Store atau Google Play Store!