Kalimat yang mengandung makna memahasucikan allah subhanahu wa ta'ala adalah

Al-quddus bisa diartikan mengagungkan.

Yusufmansur.com

Bertasbih kepada Al-Quddus. Asmaul Husna

Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Al-Quddus (القدوس), (Maha Suci) adalah satu dari Asma Al Husna yang dipunyai Allah. Kata dasar dari Al Quddus adalah Qaddasa yang artinya menyucikan dan menjauhkan dari kejahatan, bisa pula diartikan membesarkan dan mengagungkan.

Baca Juga

Al Quddus  dalam Al Qur’an ada pada urutan keempat dalam urut-urutan Al Asma Al Husna setelah sebelumnya menyebut Ar Rahman, Ar Rahim dan Al Malik. Ini bisa dilihat dalam surat Al Hasyir ayat 23:

“Dialah Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Raja (Al Malik)  Yang Maha Suci (Al Quddus) Yang Maha Sejahtera Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara keselamatan Yang Maha Perkasa Yang Maha Kuasa Yang Memiliki Segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

Sedangkan penyebutan Ar Rahman dan Ar Rahim ada pada ayat sebeliumnya, Al Hasyr ayat 22: “ Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pengasih (Ar Rahman) Maha Penyayang (Ar Rahim).

Tentang kemahasucian Allah ini ditegaskan dalam tasbih pada akhir ayat Al Hasyr 23, Maha Suci Allah dari apa yang mereka perekutukan. Tentang bertasbih (memahasucikan Allah) ini juga dapat dilihat dalam surat Al Jumu’ah ayat 1:

“Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah Maha Kuasa (Raja), Yang Maha Suci Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.

Bertasbih (memahasucikan Allah) bisa dilakukan dengan lisan dengan mengucap Subhanallah, tetapi juga harus dilakukan dengan tindakan nyata agar tindakan-tindakan yang dilakukan tidak mengarah pada hal-hal yang mensekutukan Allah.

Beberapa tindakan atau ucapan yang harus dilakukan dalam bertasbih ini dapat dilihat dalam surat Al Ikhlas:

“Katakanlah (Muhammad) “Dialah Allah Yang Maha Esa” (1) Allah tempat meminta segala sesuatu (2)  (Allah) tidak beranak dan tidak diperanakkan (3). Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia (4).”

Dengan demikian tindakan yang bertentangan dengan ayat-ayat di atas merupakan tindakan yang tidak mensucikan atau memahasucikan asma Allah. Tindakan demikian tergolong tindakan mensekutukan Allah. Sedangkan mempersukutukan Allah merupakan kezaliman yang besar sebagaimana termaktub dalam surat Luqman ayat 13: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya. “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Misalnya perkataan yang mengatakan Allah mempunyai anak, ucapan sebaliknya dari ayat 3 surat Al Ikhlas. Ini digolongkan kepada tidak mensucikan asma Allah. Ini bisa dilihat di dalam surat Al Baqarah ayat 116: “Dan mereka berkata, “Allah mempunyai anak”. Maha Suci Allah, bahkan milik-Nyalah apa yang di langit dan di bumi. Semua tunduk kepada-Nya”.

Sebagai mahluk ciptaan Allah, kewajiban kita untuk  bertasbih, memuji dan mensucikian Asma Allah serta menghindari tindakan yang mempersekutukan Allah. Waallahu’alam bishowab. 

Sumber: Majalah SM Edisi 20 Tahun 2016 

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/07/02/bertasbih-kepada-al-quddus/

Kalimat yang mengandung makna memahasucikan allah subhanahu wa taala adalah

sumber : Suara Muhammadiyah

Ilustrasi mengucapkan Kalimat Thayyibah. Foto: Shutterstock

Secara sederhana kalimat thayyibah memiliki makna kalimat yang baik tentang Allah SWT. Salah satu bukti keimanan seorang Muslim dapat ditunjukkan secara lisan, karena ini mengisyaratkan bahwa seseorang selalu mengingat Allah dalam kesehariannya. Seperti ketika hendak mengerjakan sesuatu, ketika melakukan kesalahan, dan lain sebagainya.

Tujuan dari mengucapkan kalimat thayyibah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengingat kebesaran-Nya. Oleh sebab itu, umat Islam perlu mengetahui apa saja kalimat Thayyibah dan kapan harus megucapkannya.

Berikut ini adalah bunyi kalimat Thayyibah:

Yang dimaksud takbir adalah kalimat الله أَكْبَر atau Allahu Akbar yang artinya "Allah Maha Besar". Makna takbir adalah meyakini bahwa Allah adalah dzat yang paling besar dan berkuasa, tidak ada satupun yang lebih agung dari-Nya. Kalimat tersebut sebaiknya diucapkan dalam situasi berikut ini:

  • Merasakan keagungan Allah SWT

  • Menghadapi bahaya atau masalah

  • Malam takbiran di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

  • Wirid setelah selesai sholat Fardhu.

Kalimat tahmid alhamdulillah (الْحَمْدُ لِلَّهِ) memiliki arti "Segala puji bagi Allah." Kalimat ini diucapkan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas segala rahmat yang diterima.

Seorang Muslim sepatutnya mengucapkan tahmid ketika mendapatkan rezeki dari Allah, selesai megerjakan sesuatu, setelah makan dan minum, seusai bersin, dan masih banyak lagi.

Ilustrasi tasbih. Foto: Shutterstock

Kalimat tasbih yaitu subhanallah ( سُبْحَانَ اللَّه ) artinya "Maha Suci Allah". Fokusnya adalah memuji Allah SWT. Kalimat tasbih sebaiknya diucapkan ketika berdzikir, melihat atau mendengar keburukan atau hal tidak baik, serta ketika melakukan kesalahan di suatu majelis

Bacaan tahlil لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ artinya “Tiada Tuhan selain Allah”. Kalimat tahlil merupakan bagian dari kalimat syahadat, yang diucapkan untuk menegaskan tauhid. Tahlil juga diucapkan sebagai dzikir setelah sholat, ketika berhadapan dengan kesusahan, dan saat mentalqin orang yang sedang sakaratul maut.

Kalimat basmalah yaitu بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ (bismillahirrahman nirrahiim) memiliki arti “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.

Mengutip Keajaiban Melimpah dari Kalimat Tayyibah tulisan Ridhoul Wahidi, basmalah diucapkan ketika mengawali suatu pekerjaan. Tujuannya adalah agar pekerjaan yang dilakukan berjalan dengan baik dan mendapat berkah dari Allah SWT.

Ilustrasi memohon ampun pada Allah. Foto: Pixabay

Sebagai manusia yang tidak luput dari dosa, sebaiknya kita mengucapkan istighfar dari waktu ke waktu. Bunyi kalimat thayyibah istighfar yaitu أستغفرالله (astaghfirullah) yang artinya “Aku memohon ampun kepada Allah.” Istighfar adalah perwujudan dari keinginan untuk bertaubat dari segala dosa, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

Kalimat istirja yang berbunyi Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun artinya “Sesungguhnya kita ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kita akan kembali”.

Mengutip Musibah dan Kalimat Istirja' Perspektif Tafsir Corak Kalam dan Sufi tulisan Nisa Fathunnisa (2019), Ibn Katsir dan al-Sya’rawi berkata istirja’ diucapkan ketika seorang hamba ditimpa musibah. Tidak hanya ketika mendengar kabar duka, tetapi juga peristiwa lain yang menyakiti seorang Muslim.

Kalimat thayyibah al-Hauqalah yaitu لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ (laa haula walaa quwwata illa billaahil aliyyil adziim) memiliki arti “Tiada daya upaya dan tiada kekuatan kecuali atas kehendak Allah”.

Kalimat ini merupakan pengakuan terhadap ke-Maha Kuasaan Allah SWT. Hawqalah sebaiknya diucapkan ketika seseorang menghadapi kesulitan yang berat dan setelah mendengar muadzin mengucapkan ‘Hayya ‘alash shalaah, hayya ‘alal falaah.

Ilustrasi salam. Foto: Freepik

Kalimat thayyibah salam yaitu as-salamua’laikum ( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ ) artinya “Semoga keselamatan dan kasih sayang Allah serta kebaikan terlimpah kepada kalian.

Kalimat ini diucapkan ketika bertemu dengan sesama muslim, bertamu, memulai suatu pertemuan atau majelis, dan berpisah. Mengutip M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah (2008), ucapan yang dianjurkan bukan hanya “Assalamualaikum” saja, tetapi ditambah dengan “wa rahmatullahi wabarakatuh”. Ini untuk menunjukkan bahwa bukan hanya keselamatan yang diharapkan kepada seseorang, tetapi juga curahan rahmat dan berkah dari Allah SWT.