Kita tidak boleh meneladani saudara Nabi yakub yang bersifat

Keteladanan Nabi Yakub menjadi salah satu kisah nabi inspiratif untuk kehidupan umat Islam. Nabi Yakub merupakan salah satu dari 25 nabi yang wajib untuk kita imani.

Kisah nabi ini juga tertuang secara khusus dalam Al-Qur’an. Akan tetapi, kisah nabi tersebut dibersamakan dengan kisah dari kakeknya, yakni Nabi Ibrahim.

Perlu Anda ketahui bahwasanya Nabi Yaqub merupakan anak dari Nabi Ishaq. Sedangkan Nabi Ishaq sendiri merupakan putra dari Nabi Ibrahim.

Seperti nabi-nabi sebelumnya, kisah kehidupan Yakub juga menginspirasi dan bisa menjadi teladan untuk kehidupan manusia.

Salah satu hal penting yang mungkin sudah familiar adalah perjalanan Yakub tentang bagaimana menjaga kerukunan dalam keluarganya.

baca juga: Keteladanan Umar Bin Abdul Aziz Dalam Kepemimpinan, Apa Saja?

Inilah Keteladanan Nabi Yakub dalam Hidupnya

Dalam Al-Qur’an surat Shad ayat 45-47 artinya adalah “Dan ingatlah ketika hamba-hamba kami Ibrahim, Ishaq, dan Yakub yang memiliki kekuatan terbesar serta ilmu tinggi. Sungguh, kami sudah sucikan mereka dengan memberikan anugerah berupa akhlak tinggi dan selalu mengingatkan manusia untuk ingat negeri akhirat. Sesungguhnya, mereka itu berada di sisi kami dan, termasuk orang-orang pilihan yang baik”.

Ketahuilah bahwa Nabi Yakub mempunyai anak 12 laki-laki. Nabi yang satu ini juga merupakan asbath Bani Israil.

Adapun salah satu anak dari Yakub yang paling mulia, agung, serta terhormat adalah Nabi Yusuf. Sebagaimana yang kita kenal, Nabi Yusuf merupakan nabi paling rupawan.

Lebih tepatnya, keteladanan Nabi Yakub merupakan ayah yang patut untuk dijadikan contoh. Karena Yakub mampu mendidik anak-anaknya dengan mengajarkan pendidikan yang baik.

Memberikan nasihat, memaafkan, mendoakan mereka, juga memberi saran untuk menyelesaikan segala masalah yang anak-anaknya hadapi.

baca juga: Keteladanan Siti Maryam Mengajarkan Banyak Hal Kepada Wanita

Keluarga Yakub

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Nabi Yakub merupakan cucu dari Ibrahim. Saat itu usia Sarah menginjak 90 tahun, sedangkan Nabi Ibrahim 120 tahun.

Meskipun umurnya sudah tua, tetapi Allah memberikan anak kepada mereka yakni Nabi Ishaq. Keturunan selanjutnya lahirlah Yakub.

Ketika lahir, sebenarnya Yakub mempunyai kembaran yang bernama Ishu. Tetapi sesama saudara justru mereka tidak akur.

Bahkan tidak sedikit pun tercipta kerukunan. Tidak ada nuansa kedamaian serta kasih sayang meskipun mereka kembar.

Dalam kisahnya juga, kembaran Yakub malah menaruhkan sifat yang tinggi serta iri hati. Ishu menganggap bahwa ibunya pilih kasih terhadap Yakub.

Kebencian tersebut semakin hari justru kian memburuk. Yakub pun mencoba meminta saran kepada ayahnya untuk mendapatkan solusi terbaik.

Hal ini juga menjadi kisah keteladanan Nabi Yakub yang perlu kita contoh. Meskipun saudaranya sendiri membenci, tetapi ia tidak membalasnya dengan kebencian.

Justru meminta saran kepada ayahnya bagaimana cara mengatasi saudaranya sendiri yang bersikap demikian.

Setelah mendengarkan keluh kesah dari anaknya, Ishaq menganjurkan dan memberikan saran kepada Yakub untuk berhijrah ke Fadan Aram yang ada di Irak.

Karena hal tersebut sudah menjadi saran yang diminta, akhirnya Yakub pergi. Di sana ia menemui saudara ibunya yang bernama Laban.

baca juga: Keteladanan Nabi Luth, Tak Menyerah dan Percaya Ketetapan Allah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwasannya Nabi Yakub mempunyai 12 anak. Nah, dalam hal mendidik inilah tersirat keteladanan Nabi Yakub.

Jika kita juga menyimak kisah dari Nabi Yusuf, pastinya paham bagaimana Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya. Mereka tidak akur dan menganggap bahwa ayahnya, Yakub, pilih kasih dengan Yusuf.

Karena ingin menjadi sosok ayah terbaik, tentunya Nabi Yakub melakukan hal-hal baik yang kelak akan jadi keteladanan bagi anak-anaknya.

Apa yang Yakub lakukan sebenarnya tidak ada yang berat sebelah. Hanya saja, saudara Yusuf yang menganggap hal tersebut terasa berat sebelah.

Ketika Yakub mendidik anaknya, ia memberikan pendidikan yang terbaik. Selalu memberikan nasihat ketika ada masalah, selalu mendoakan untuk kehidupan mereka, serta memberikan maaf jika mereka berbuat salah.

Hal itulah yang menjadi salah satu keteladanan Nabi Yakub. Nabi Yakub juga memberikan pesan untuk anak-anaknya supaya berpegang teguh dengan ajaran Islam dan selalu beribadah hanya kepada Allah SWT.

Ia juga mendorong anaknya supaya menjunjung tinggi agama Islam yang lurus. Keteladanan Nabi Yakub ini tentu perlu diketahui oleh orang tua milenial sekarang ini. (Muhafid/R6/HR-Online)

Momen peringatan Iduladha tidak dapat kita pisahkan dari ritual dan pengorbanan yang dijalankan oleh Nabi Ibrahim. Karenanya, mari kita gunakan kesempatan baik ini untuk menadaburinya, melakukan refleksi atasnya, dan meneladaninya.

Allah berfirman:

(120) Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah), (121) dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus. (122) Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang shalih. (QS An-Nahl 16:120)

Allah menegaskan bahwa dalam diri Nabi Ibrahim terdapat teladan.  Hanya Nabi Ibrahim yang selalu kita sebut dalam shalat, selain Nabi Muhammad. Doa yang kita baca untuk Nabi Muhammad ketika tasyahud selalu disetarakan dengan doa kita ke Nabi Ibrahim.

Ya Allah berilah selawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi selawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Ya Allah berilah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim.

Nama Ibrahim disebut sebanyak 69 kali di 24 surat dalam Alquran. Nama Ibrahim juga diabadikan menjadi nama sebuah surat dalam Alquran, yaitu surat ke-14. Ibrahim adalah Bapak Para Nabi, Abulanbiya, karena sebanyak 19 keturunannya menjadi nabi, dari 25 nabi yang disebut dalam Alquran.

Predikat Nabi Ibrahim

Posisi istimewa Nabi Ibrahim juga diindikasikan dengan beragam predikat diberikan oleh Allah.

Pertama, Nabi Ibrahim sangat disayang oleh Allah dan karenanya berjuluk Kekasih Allah, Khalillulah. Pemberian predikat ini terekam pada ayat 125 Surat An-Nisa. Allah berfirman:

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kekasih(-Nya). (QS An-Nisa 4:125).

Kedua, Nabi Ibrahim adalah manusia pilihan terbaik, Al-Musthafa. Allah berfirman:

Dan sungguh, di sisi Kami mereka termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (QS Shad 38:47).

Mengapa menjadi manusia pilihan? Ayat sebelumnya menjelaskan

Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Yakub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi). (QS Shad 38:45).

Ketiga, Nabi Ibrahim juga termasuk salah satu nabi yang dijuluki Ulilazmi, karena keteguhan hati yang dimilikinya. Selain Nabi Ibrahim, nabi yang dimasukkan ke dalam kelompok Ululazmi adalah Nabi Isa, Nabi Nuh, Nabi Musa, dan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad pun diminta oleh Allah untuk meneladani ketabahan hati Ululazmi ini.

Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah mereka tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan kecuali kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah). (QS Al-Ahqaf 46:35).

Pelajaran dari Nabi Ibrahim

Beragam pelajaran bisa kita dapatkan dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim untuk kita teladani.

Pelajaran pertama. Nabi Ibrahim mengajarkan kita untuk terus memurnikan keimanan kepada Allah, termasuk dengan mengasah logika untuk meneguhkannya.

Kesadaran tauhid ini bahkan sudah dimiliki oleh Nabi Ibrahim ketika masih muda belia. QS Al-Anbiya ayat 52-54 merekam dialog antara Nabi Ibrahim dan ayahnya, Azar, yang berprofesi sebagai pembuat berhala, serta kaumnya.

(52) (Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” (53) Mereka menjawab, “Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya.” (54) Dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya kamu dan nenek moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata. (QS Alanbiya 21:51-54)

Episode debat antara Nabi Ibrahim dan kaumnya dapat mengingatkan kita untuk selalu meneguhkan keimanan kita, dengan argumen yang logis. Ayat 76-78 Surat Al-An’am merekam episode tersebut dengan sangat indah.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” (QS Al-An’am 6:76)

Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” (QS Al-An’am 6:76)

Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (QS Al-An’am 6:78)

Nabi Ibrahim meneguhkan keimanannya dengan menyatakan:

Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. (QS Al-An’am 6:79)

Keteguhan iman Nabi Ibrahim tak luntur sedikitpun bahkah ketika dihukum oleh Raja Namrud dan kaumnya dengan dibakar hidup-hidup. Allah menyelamatkannya dengan memerintahkan api menjadi dingin.

Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS Al-Anbiya 21:69)

Hubungan yang tidak baik antara Nabi Ibrahim dan ayahnya, akhirnya membuat Nabi Ibrahim diusir. Namun demikian, Nabi Ibrahim sebagai anak tetap menghormati ayahnya. Inilah pelajaran kedua.

Nabi Ibrahim mendoakan ayahnya,

… dan ampunilah ayahku, sesungguhnya dia termasuk orang yang sesat. (QS Asy-Syu’ara 26:86)

Doa Nabi Ibrahim kepada Ayahnya juga terekam dalam ayat lain.

Dia (Ibrahim) berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (QS Maryam 19:48)

Episode ini mengajarkan kepada kita, dalam kondisi apapun, sikap santun kepada orang tua tetap harus dijaga.

Dalam ayat lain, Alquran mengajarkan kepada kita untuk selalu bersikap lemah lembut kepada dan merendahkan hati kita di hadapan orang tua kita. Kita diminta oleh Allah menggunakan kata yang mulia (qaulan kariman). Kita dilarang membentak dan meremehkan mereka.

Ini adalah pelajaran penting ketika semakin banyak anak muda melupakan akhlak bagaimana bersikap dengan orang tua.

Pelajaran ketiga. Di sisi lain, sebagai ayah, Nabi Ibrahim sangat menghargai anaknya, Nabi Ismail.

Dialog Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ketika diperintah Allah untuk disembelih menggambarkan itu semua. Meski Nabi Ibrahim jelas diperintah oleh Allah, namun tidak serta merta menyembelih Nabi Ismail. Nabi Ibrahim bahkan bertanya kepada Nabi Ismail tentang pendapatnya. Sangat demokratis.

Nabi Ibrahim menganggap Nabi Ismail sebagai orang dewasa yang telah siap memilih, sebagaimana diceritakan pada QS Ash- Shaffat ayat 102:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (QS Ash- Shaffat 37: 102)

Episode ini juga memberikan pelajaran keempat, bahwa Nabi Ibrahim mencontohkan keikhlasan untuk mengorbankan anak yang dicintainya di jalan Allah. Kita bisa bayangkan tingginya rasa sayang Nabi Ibrahim kepada Nabi Ismail, yang lahir setelah penantian 86 tahun. Nabi Ishaq lahir 13 tahun setelah Nabi Ismail, ketika Nabi Ibrahim berumur 99 tahun.

Sanggup mengorbankan sesuatu yang kita cintai, seperti harta, di jalan Allah dengan ikhlas adalah salah satu sifat orang bertakwa. Hewan kurban yang kita sembelih mulai hari ini adalah satu cara kita meneladani Nabi Ibrahim.

Pelajaran kelima. Nabi Ibrahim sangat peduli dengan masa depan keturunannya, baik dari aspek keimanan maupun kesejahteraan. Doa Nabi Ibrahim berikut mengindikasikan itu.

Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim 14: 37)

Tentu masih banyak pelajaran yang dapat kita teladani dari Nabi Ibrahim. Di akhir khutbah ini, mari kita rangkum pelajaran tersebut:

  1. Sebagai hamba Allah, kita belajar untuk selalu menemurnikan dan meneguhkan imam; kita juga belajar keikhlasan dalam mengorbankan sesuatu yang kita cintai;
  2. Sebagai anak, kita belajar untuk tetap menghormati dan mendoakan orang tua, dalam kondisi apapun;
  3. Sebagai orang tua, kita belajar untuk menghargai anak dan mendengar pendapatnya;
  4. Sebagai pendahulu, kita belajar untuk peduli dengan masa dengan keturunan, tidak hanya dari sisi iman, tetapi juga kesejahteraan.

Mari, momentum Iduladha ini kita jadikan untuk memperbaiki diri. Semoga dengan pertolongan Allah, kita selalu merasa ringan dan mudah dalam mengikuti teladan yang diberikan oleh Nabi Ibrahim.

Disarikan dari khutbah Iduladha 1440 di Alun-alun Utara, Yogyakarta pada 10 Zulhijah 1440/11 Agustus 2019.