Kondisi yang mensyaratkan Mandi Wajib dalam Islam yaitu kecuali

Semarang, IDN Times - Bagi sebagian orang, mandi merupakan hal yang tidak diinginkan. Bahkan malah malas untuk mandi. Namun perlu diketahui bahwa mandi sangat bermanfaat bahkan justru diwajibkan.

Pada Islam, mandi ada kalanya sifat hukumnya wajib, sunah, mubah, atau makruh. Mandi sunah seperti mandi untuk salat Jumat dan mandi di hari raya. Sedangkan mandi mubah adalah mandi yang hanya dengan tujuan untuk menyegarkan atau membersihkan badan tanpa disertai motif terkait anjuran agama.

Adapun mandi dihukumi makruh ketika dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa dengan cara menyelam. Sebab hal tersebut dikhawatirkan akan ada air yang masuk ke rongga tubuh. Nah berikut adalah hal-hal yang mengharuskan untuk mandi karena hukumnya bersifat wajib.

Dilansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama, IDN Times memberikan uraiannya agar bisa menjadi referensi bagi para millennial. Berikut ulasannya.

Keluarnya sperma (mani) mewajibkan mandi baik dari laki-laki maupun perempuan. Keluarnya sperma mewajibkan mandi secara mutlak. Sehingga dapat dipahami baik keluarnya tersebut dalam keadaan terjaga atau tertidur, disengaja atau tidak, atau ada sebab atau tidak, disertai syahwat atau tidak. Karena yang menjadi titik pokok adalah yang penting keluar sperma atau mani.

Terkait dengan keluar mani perlu dibedakan antara mani, madzi, dan wadi. Jika madzi adalah cairan putih lengket yang keluar dari seseorang ketika ada hasrat seksual yang tidak terlalu kuat.

Sedangkan wadi adalah cairan putih keruh yang keluar sehabis buang air kecil atau ketika mengangkat beban yang berat. Madzi atau wadi hukumnya najis dan tidak mewajibkan mandi. Keduanya hanya membatalkan wudhu.

Adapun mani adalah cairan yang memiliki salah satu dari tiga ciri. Di antaranya keluarnya disertai rasa nikmat (syahwat), keluar dengan tersendat-sendat (tadaffuq), atau memiliki aroma seperti adonan roti ketika masih basah dan seperti putih telur ketika sudah kering.

Ketika cairan yang keluar mengandung salah satu ciri tersebut, maka itu dianggap mani secara hukum meski tidak berwarna putih atau keluarnya tidak disertai syahwat. Mani hukumnya suci dan mewajibkan mandi.

Yang dimaksud hubungan seksual adalah masuknya hasyafah (kepala penis) ke dalam farji (lubang kemaluan), meskipun memakai kondom ataupun tidak keluar sperma. Secara umum, semua mazhab empat mewajibkan mandi. Sebab utamanya adalah masuknya hasyafah ke farji baik jalan depan (vagina) atau jalan belakang (anus), yang dimiliki wanita atau pria, yang masih hidup ataupun mayat.

Keduanya dihukumi junub sehingga wajib mandi kecuali mayat, tidak perlu untuk dimandikan kembali. Begitu juga seseorang yang menyetubuhi hewan juga wajib mandi menurut mazhab empat selain Hanafiyah. Hanafiyah juga tidak mewajibkan mandi karena menyetubuhi mayat.

Haid atau menstruasi adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan normal, minimal sehari semalam (24 jam) dan maksimal lima belas hari. Sedangkan umumnya haid keluar selama tujuh atau delapan hari.

Perempuan yang keluar darah wajib mandi setelah selesai keluarnya darah yang sudah mencapai 24 jam baik terus-menerus dalam sehari, semalam atau terputus-putus dan hendak melakukan ibadah yang membutuhkan kesucian. Seperti saalat, thawaf, membaca Alquran.

Bila keluarnya darah belum mencapai 24 jam semisal dua jam keluar darah lalu berhenti kemudian keluar darah lagi tiga jam terus berhenti lagi, hal itu belum wajib mandi karena belum bisa dipastikan akan mencapai 24 jam yang menjadi batas minimal bisa disebut haid.

Karena itu ia cukup membersihkan kemaluannya kemudian berwudhu dan masih berkewajiban melakukan shalat. Baru ketika darah sudah mencapai 24 jam, berkewajiban untuk mandi ketika darah tersebut telah berhenti keluar (mampet) dan hendak melakukan ibadah yang mensyaratkan suci.

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan. Minimal nifas adalah waktu sebentar, sedangkan maksimalnya adalah 60 hari. Umumnya nifas berlangsung selama 40 hari.

Sebagaimana haid, wanita yang mengalami nifas juga wajib mandi setelah darahnya berhenti (mampet). Hanya dalam nifas tidak perlu menunggu hingga mencapai hitungan 24 jam karena asal darah keluar setelah melahirkan sudah dapat dikategorikan nifas.

Perlu diketahui bahwa wanita yang sedang mengalami haid atau nifas tidak diperbolehkan dan tidak sah melakukan wudhu atau mandi ketika sedang keluar darah (belum mampet). Hal itu dikarenakan fungsi utama wudhu atau mandi adalah menghasilkan kesucian sedang ia sedang menjalani keluar darah yang menjadi penyebab hadas.

Maka hanya diperbolehkan melakukan mandi sunah yang fungsi utamanya menghilangkan aroma tak sedap karena hendak berkumpul dengan orang banyak. Seperti mandi sunah ketika hendak memasuki Makkah dan mandi saat dua hari raya.

Melahirkan normal termasuk hal yang diwajibkan untuk mandi, meskipun yang dilahirkan masih berupa segumpal darah atau daging. Sedang bila proses persalinan melalui bedah cesar, maka ada perbedaan pendapat di antara ulama. Ada yang berpendapat tetap wajib mandi dan ada yang mengatakan tidak.

Baca Artikel Selengkapnya

tirto.id - Mandi janabah, dikenal pula dengan mandi junub atau mandi besar, adalah salatu bagian dari bersuci (thaharah) dalam Islam. Jika seseorang yang sudah baligh dalam keadaan memiliki hadas besar, maka dia wajib mandi junub. Konsekuensinya, sebelum mandi tersebut dilakukan maka shalatnya tidak akan diterima.

Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah riwayat:

“Allah Ta’ala tidak akan menerima shadaqah dari hasil Ghulul (korupsi dari harta rampasan perang) tidak pula menerima shalat tanpa bersuci." (HR. Abu Daud, Bab Fardhu al-Wudhu. Syaikh al-Albani berkata, “Shahih").

Penyebab mandi junub

Kondisi yang mensyaratkan Mandi Wajib dalam Islam yaitu kecuali

Dikutip dari laman Alsofwah, orang muslim diwajibkan mandi besar saat berada di dalam beberapa keadaan. Jika dia sedang mendapatinya, maka disunnahkan segera mandi junub apalagi sebelum melakukan jenis shalat apapun. Ini penyebab harus mandi junub:

    • Mengeluarkan air mani baik itu dilakukan melalui hubungan badan suami istri, mimpi basah, atau sengaja dikeluarkan dengan beronani. Khusus untuk hubungan badan, baik keluar mani atau tidak, suami istri diwajibkan untuk mandi junub jika sudah selesai melakukannya.
    • Keluarnya darah haid atau nifas. Ini khusus muslimah yang mendapatkan “datang bulan" atau usai melahirkan, jika darah kotor sudah selesai keluar dari kemaluannya maka wajib mandi besar. Setelah itu, dia bisa melakukan ibadah lagi seperti shalat atau membaca Al Quran sembari memegang mushaf Al Quran.
    • Kematian selain dari akibat mati syahid. Orang Islam yang meninggal bukan karena mati syahid, maka harus dimandikan seperti mandi junub. Setelah itu baru dikenakan kain kafan.
    • Cara memandikannya merujuk pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke ruangan kami tatkala putrinya meninggal dunia kemudian bersabda (ketika dimandikan) ,‘Basuhlah sebanyak tiga kali atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian memandang hal itu perlu dengan air dan daun bidara dan berikan di akhirnya kafur (sejenis wewangian) atau sedikit dari kafur , maka apabila telah selesai beritahu aku’. Kemudian tatkala kami telah selesai, kami memberitahukan kepadanya. Kemudian beliau memberikan kepada kami kain seraya bersabda, “Kenakanlah kepadanya." (yakni kain tersebut) (HR. al-Bukhari, Bab Ghuslul Mayit wa wudhu’uhu)
    • Orang non-Islam yang baru masuk Islam (mualaf). Mualaf juga disunnahkan mandi junub. Setelah itu dia dapat melaksanakan ibadah sesuai aturan Islam.

Bagaimana tata cara mandi wajib atau mandi junub yang benar?

Dalam mandi besar seseorang wajib melaksanakan dua rukun. Pertama, niat. Yakni kesengajaan yang diungkapkan dalam hati, berikut lafalnya sebagaimana dikutip NU Online.

Lafal niat mandi wajib

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

"Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena Allah ta'ala."

Adab dan tata cara mandi wajib/mandi besar

Imam al-Ghazali dalam Bidâyatul Hidâyah secara teknis menjelaskan adab mandi besar dengan cukup rinci mulai dari awal masuk kamar mandi hingga keluar lagi.

1. Ambilah air lalu basuhlah tangan terlebih dahulu hingga tiga kali.2. Bersihkan segala kotoran atau najis yang masih menempel di badan.

3. Berwudhu sebagaimana saat wudhu hendak shalat termasuk doa-doanya. Lalu pungkasi dengan menyiram kedua kaki.

4. Mulailah mandi besar dengan mengguyur kepala sampai tiga kali--bersamaan dengan itu berniatlah menghilangkan hadats dari janabah.

5. Guyur bagian badan sebelah kanan hingga tiga kali, kemudian bagian badan sebelah kiri juga hingga tiga kali.

Jangan lupa menggosok-gosok tubuh, depan maupun belakang, sebanyak tiga kali; juga menyela-nyela rambut dan jenggot (bila punya). Pastikan air mengalir ke lipatan-lipatan kulit dan pangkal rambut. Sebaiknya hindarkan tangan dari menyentuh kemaluan--kalaupun tersentuh, berwudhulah lagi.

Di antara seluruh praktik tersebut yang wajib hanyalah niat, membersihkan najis (bila ada), dan menyiramkan air ke seluruh badan. Selebihnya adalah sunnah muakkadah dengan keutamaan-keutamaan yang tak boleh diremehkan. Orang yang mengabaikan kesunnahan ini, kata Imam al-Ghazali, merugi karena sejatinya amalan-amalan sunnah tersebut menambal kekurangan pada amalan fardhu.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait MANDI JUNUB atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/ylk)

Penulis: Ilham Choirul Anwar Editor: Yulaika Ramadhani Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Array