Di antara adab berdoa yang diajarkan pada ayat kali ini adalah berdoa dengan lemah lembut dan tidak melampaui batas. Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Ad-Da’awaaat (16. Kitab Kumpulan Doa), Bab 250. Keutamaan Doa Ayat Kedua:ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚإِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55) Penjelasan AyatTadharru’ artinya merendahkan diri dan tunduk. Inilah keadaan dalam berdoa yang pertama. Lalu khufyah, yang dimaksud adalah berdoa tidak terang-terangan.
Dalam hadits disebutkan, dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika kami menaiki lembah, kami bertahlil dan bertakbir, lalu suara kami keras. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ ‘Wahai sekalian manusia, bersikap lemah lembutlah dan pelankan suara kalian, sesungguhnya kalian bukanlah menyeru pada sesuatu yang tidak mendengar dan tidak ada. Allah itu bersama kalian. Allah itu Maha Mendengar dan Mahadekat. Mahasuci nama-Nya dan Mahatinggi kemuliaan-Nya.’” (HR. Bukhari, no. 2992 dan Muslim, no. 2704) Adapun yang dimaksud “Allah tidak menyukai yang melampaui batas” ada dua tafsiran: Tafsiran pertama: Maksudnya adalah Allah tidak menyukai yang berlebihan dalam doa. Ada tiga pendapat mengenai bentuknya:
Tafsiran kedua: Allah tidak menyukai orang yang melampaui dari apa yang diperintahkan. Demikianlah pendapat dari Az-Zujaj. Lihat bahasan di atas dalam Zaad Al-Masiir karya Ibnul Jauzi, 3:215. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa tadharru’ dan khufyah adalah berdoa dengan sirr (lirih). Hal ini disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4:44. Sedangkan maksud melampaui batas dalam doa, kata Syaikh As-Sa’di adalah:
Semoga bermanfaat. Referensi:
— Disusun Kamis sore, 27 Rabi’ul Akhir 1440 H di #darushsholihin Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com
Ratusan siswa SMKN 1 Garut saat menggelar doa bersama di halaman SMKN 1 Garut, Jalan Cimanuk, Kabupaten Garut, Jumat (22/3/2019). / Assalamu'alaikum *Riyadus salihin*
Dari Abu Musa Al-Asy'ari Ra., dia berkata, "Wahai orang-orang, rendahkanlah suara kalian! Sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Zat yang tuli dan jauh. Tetapi kalian berdoa kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat. Dia selalu beserta kalian."
Baca Juga: Pengangguran dan Kasus Covid-19 Meningkat, Perdana Menteri Israel Dituntut Mundur
(a) dianjurkan untuk tidak mengeraskan suara ketika berzikir, (b) Nabi Saw. menyayangi para sahabatnya, (c) Allah Swt. Mahadekat dengan orang-orang yang beriman, Adab Berdoa 1: Lirihkan Suara, Allah Maha Mendengar. Foto: Zaki Alfarabi/detikcom
Jakarta - Imam Al Ghazali dalam Kitab Ihya' Ulumiddin menyebut setidaknya ada 10 adab dalam berdoa. Salah satu adab itu adalah melirihkan suara. "Artinya bersuara antara keras dan tidak," tulis Imam Al Ghazali dalam Kitab Ihya' Ulumiddin seperti dikutip Tim Hikmah detikcom. Diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy'ari yang pada suatu hari dalam perjalanan pulang ke Madinah bersama rombongan Rasulullah SAW. Setelah sampai di dekat Madinah, Nabi Muhammad bertakbir yang kemudian diikuti oleh para sahabat. Bahkan para sahabat mengeraskan suara takbirnya. Melihat itu Rasulullah SAW bersabda: "Wahai para sahabat, sesungguhnya Zat yang kalian seru (Allah) tidak tuli dan tidak ghaib. Zat (Allah) yang kalian panggil ada di antara kalian dengan leher hewan tunggangan kalian."
Hadits Riwayat Abu Musa al-Asy'ari ini statusnya Muttafaq 'alaih. Di dalam Al Qur'an surat al-Isra' ayat 110, Allah SWT berfirman yang artinya: "Janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan jangan pula merendahkannya." Aisyah Radhiyallahu 'anha dalam sebuah hadits yang statusnya muttafaq 'alaih menyebutkan maksud suara di ayat tersebut termasuk dalam hal berdoa. Terkait anjuran melirihkan suara saat berdoa selain dalam surat Al-Isra ayat 110, Allah SWT juga berfirman di Surat Al-A'raf ayat 55 yang artinya: "Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut." (erd/erd) Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah Soal :
Manakah yang lebih utama dalam berdoa? Dengan suara yang pelan (sirr) ataukah suara keras (jahr)? Dan apakah maksud dari firman Allah Ta’ala, {وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ} “Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah.” (QS. Al-Mulk: 13) Baca Juga: Bolehkah Berdoa “Rahimahullah” untuk Seorang Muslim yang Masih Hidup? Jawab : Apabila seseorang berdoa untuk dirinya sendiri dan orang lain, maka doa tersebut dibaca jahr (keras). Seperti doa imam saat qunut dibaca dengan jahr karena doa tersebut untuk dirinya dan orang lain. Dan doa tersebut dibaca dengan bentuk jamak (plural) seperti “Ya Allah berilah kami petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami keselamatan, sebagaimana orang yang telah Engkau beri keselamatan”. (Doa tersebut) tidak dibaca, “Ya Allah berilah saya petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk”. Karena apabila doa tersebut dimaksudkan untuk dirinya sendiri, sedangkan orang lain mendengar dan mengamininya, maka hal itu termasuk khianat. Hal ini karena jika doa tersebut untuk dirinya dan orang lain, maka doa tersebut bersifat kolektif. Sedangkan mengkhususkan untuk dirinya sendiri saja merupakan bentuk sifat khianat. Oleh karena itu kami katakan, jika doa tersebut bersifat kolektif untuk orang yang berdoa dan selainnya, maka dibaca dengan jahr (keras). Namun doa yang bersifat kolektif untuk orang yang berdoa dan selainnya, ini hanya sebatas pada doa-doa yang disebutkan syari’at saja (untuk dikerjakan secara berjamaah). Tidak boleh mengada-adakan doa-doa berjamaah yang tidak didasari oleh dalil syar’i. Karena mengada-adakan amalan semisal itu merupakan bid’ah yang terlarang. Adapun apabila seseorang berdoa untuk dirinya sendiri, maka ada beberapa rincian: Apabila doa tersebut di dalam shalat, maka tidak boleh mengeraskan doa tersebut, walaupun dalam shalat jamaah. Tetap tidak boleh mengeraskannya. Karena hal tersebut dapat mengacaukan orang-orang yang shalat di sekitarnya. Oleh karena itu, dijumpai sebagian makmum mengeraskan doanya kepada Allah ketika duduk di antara sujud, atau ketika sujud, atau ketika tasyahud. Hal ini tidak diperbolehkan sebagaimana telah datang penjelasan dari Nabi ﷺ kepada para sahabat. Pada suatu hari, mereka shalat dengan mengeraskan bacaan Al-Qur’an, maka Nabi ﷺ pun melarang mereka untuk mengeraskan bacaan antara satu sama lain. Adapun jika seseorang berdoa untuk dirinya sendiri (di luar shalat) dan di sekitarnya tidak terdapat orang lain, dan dia bisa merasa lebih baik untuk hatinya, maka lebih utama dibaca dengan suara pelan. Sedangkan jika dia merasa lebih baik dibaca dengan suara keras, maka dibaca dengan suara keras. Akan tetapi, tidak diperbolehkan mengeraskan bacaan doa sampai menyulitkan (membebani) dirinya sendiri. Karena Nabi ﷺ pernah mengingatkan kepada para sahabat yang mengeraskan suara mereka, أيها الناس، أربعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصم ولا غائباً، فإنكم تدعون سميعاً قريباً، وهو معكم، إن الذي تدعونه أقرب إلى أحدكم من عنق راحلته. والله سبحانه وتعالى قريب مجيب “Wahai manusia, rendahkan diri kalian. Karena sesungguhnya kamu semua tidak berdoa kepada yang tuli dan tidak juga yang ghaib. Akan tetapi, Anda berdoa kepada yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dan Dia bersama kalian. Sesungguhya yang kamu semua tuju dalam berdoa itu lebih dekat dari salah satu di antara kamu dari punuk kendaraannya. Maha suci Allah dan Maha Tinggi, dekat dan mengabulkan doa.” (HR. Bukhari no. 6384 dan Muslim no. 2704) Baca Juga: Sumber: http://iswy.co/e29ron Penerjemah: Rafif Zulfarihsan Artikel: Muslim.or.id 🔍 Doa Dzikir Setelah Sholat, Akhlak Suami Terhadap Istri, Memberi Hadiah, Puasa Nabi Daud Di Hari Jumat, Manfaat Membaca Al Quran Di Bulan Ramadhan |