Mengapa korupsi di indonesia masih terus ada

Indonesiabaik.id - Ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih mendewakan materi maka dapat memaksa terjadinya permainan uang dan korupsi. Karena korupsi akan terus berlangsung selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, semakin besar pula kemungkinan orang melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.

Sejumlah teori korupsi dari tokoh Dunia Barat seperti Donald R Cressey dengan Fraud Triangle Theory, lalu Willingness and Opportunity to Corrupt, juga Cost-Benefit Model Theory, dan yang Jack Bologne GONE Theory, menyebutkan ada sejumlah faktor internal yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Apa sajakah itu?

Pertama dari sisi aspek perilaku individu, di mana ada sifat tamak/rakus manusia, lalu moral yang kurang kuat, hingga gaya hidup yang konsumtif.

Sementara dari aspek sosial, perilaku korup dapat terjadi karena dorongan perilaku keluarga yang mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi pribadinya. Sedangkan lingkungan malah memberikan dorongan bukan memberikan hukuman pada orang ketika seseorang menyalahkan kekuasaannya.

Pada tanggal 25 November 2020, kita semua dikejutkan dengan penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo lewat operasi tangkap tangan (OTT) olehKPK. Ironinya, OTT dilakukan sesaat setelah Edhy Prabowo, isteri dan rombongan tiba di Bandara Soekarno Hatta dari Honolulu AS yang membeli barang-barang mewah diduga menggunakan uang hasil dari korupsi.

Tidak berselang lama, rakyat Indonesia disuguhkan lagi OTT Menteri Sosial, Juliari Batubara, atas dugaan korupsi pengadaan Bansos penanganan Covid-19 tahun 2020. Juliari Batubara diduga menerima fee Rp10.000 dari setiap paket pengadaan sembako untuk rakyat miskin sebesar Rp300.000/paket.

Pada tanggal 26 Februari yang lalu, KPK kembali melakukan penangkapan terhadap Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah atas dugaan korupsi. Sebelum menjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah merupakan Bupati Bantaeng dua periode (tahun 2008-2018) yang mempunyai prestasi fenomenal. Bahkan Nurdin Abdullah disejajarkan dengan para kepala daerah yang berhasil memimpin daerahnya seperti Ridwan Kamil (walikota Bandung) dan Tri Rismaharini (Walikota Surabaya). Banyak prestasi dan penghargaan yang diperoleh antara lain dianugerahi Bung Hatta Anti-Corruption Award pada 2017.

Sejarah Panjang Korupsi

Korupsi yang berasal dari Bahasa Latin corrumpere (berarti busuk, rusak, menggoyahkan) telah ada dari sejak peradaban mesir kuno, Babilonia, Yunani, Cina serta romawi. Berdasarkan catatan peninggalan Babilonia, perilaku koruptif mencapai puncaknya sekitar tahun 1200 sebelum masehi yang melibatkan para pejabat pemerintahan. Oleh sebab itu ketika Raja Hammurabi memerintah Babilonia, membuat Code of Hammurabi untuk menghukum pejabat yang korupsi

Di Indonesia perilaku korupsi juga sudah ada dan mengalami pasang surut sejak masa kerajaan-kerajaan di Nusantara. Korupsi berlanjut terus pada masa Kolonial Belanda, Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi. Bahkan Begawan Ekonom Indonesia, Prof. Sumitro Joyohadikusumo, pada awal tahun 1980-an, menengarai 30 persen dana APBN dikorupsi.

Budaya Korupsi atau Korupsi yang Membudaya

Melihat sejarah panjang korupsi di atas, dan “massif”-nya perilaku korupsi yang terus berkembang sampai dikategorikan sebagai extraordinary crime, terbersit dalam pikiran kita, apakah korupsi merupakan budaya turun-temurun sejak dulu?

Budaya (bahasa Sansekerta yaitu Buddhaya kata jamak dari kata Buddhi ) artinya adalah segala hal yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan perilaku positif yang berasal dari akal budi manusia. Jika parameternya adalah akal budi, maka perilaku yang dihasilkan oleh budaya, mempunyai unsur kebaikan dan memberikan manfaat untuk masyarakat.

Korupsi merupakan perbuatan busuk yang mempunyai daya rusak yang sangat luar biasa antara lain mempengaruhi perekonomian nasional, meningkat kemiskinan dan ketimpangan sosial, merusak mental dan budaya bangsa, mendistorsi hukum, dan mempengaruhi kualitas layanan publik. Semakin tinggi korupsi di suatu negara, bisa dipastikan negara tersebut tidak sejahtera/maju dan layanan publiknya memprihatinkan. Sebaliknya, negara yang sangat rendah tingkat korupsinya, maka negara tersebut sejahtera/ maju, kehidupan sosial dan pelayanan publiknya baik. Oleh sebab itu, korupsi bukanlah budaya, namun kemungkinan bisa membudaya

Melihat korupsi yang ‘massif’ dan daya rusaknya, maka sudah selayaknya seluruh komponen bangsa untuk memerangi korupsi dan mencegahnya supaya tidak membudaya di Indonesia. Artinya korupsi tidak menjadi kebiasaan yang dianggap wajar.

Perilaku korupsi bisa saja dianggap perbuatan yang wajar jika masyarakat sudah bersikap permisif terhadap korupsi dan tidak membangun sikap anti korupsi. Oleh sebab itu pencegahan dan pemberantasan korupsi harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia.

Peran masyarakat dalam memberantas korupsi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. Strategi preventif, masyarakat berperan aktif mencegah terjadinya perilaku koruptif, misalnya dengan tegas menolak permintaan pungutan liar dan membiasakan melakukan pembayaran sesuai dengan aturan. Strategi detektif, masyarakat diharapkan aktif melakukan pengawasan sehingga dapat mendeteksi terjadinya perilaku koruptif sedini mungkin. Selanjutnya adalah strategi advokasi, masyarakat aktif melaporkan tindakan korupsi kepada instusi penegak hukum dan mengawasi proses penanganan perkara korupsi.

(Edward Nainggolan, Kepala Kanwil DJKN Kalbar)

Mengapa kasus korupsi di Indonesia tidak kunjung selesai?

Kasus korupsi di Indonesia tidak kunjung selesai penanganannya karena masyarakat masih banyak yang mengabaikan aturan yang ada, bahkan hukum tunduk pada politik meihat maraknya kasus korupsi dikalangan politik. Sanksi yang di berikan ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera.

Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya korupsi?

Sifat selalu merasa kurang. ... .
Moral lemah. ... .
Penghasilan kurang mencukupi. ... .
4. Kebutuhan hidup yang mendesak. ... .
Gaya hidup konsumtif. ... .
6. Malas atau tidak mau bekerja. ... .
Kurangnya sikap keteladanan pimpinan. ... .
2. Tidak ada kultur organisasi yang benar..

Mengapa korupsi sangat sulit diberantas di Indonesia brainly?

karena indonesia kurang tegas dalam memberi sanksi kepada koruptor. karena pendidikan jaman dulu yang belu mengutamakan sikap daripada pengetahuan. Buktinya sekarang kejujuran sulit didapat apalagi para pejabat-pejabat negara yang mata duitan.....

Bagaimana korupsi di Indonesia saat ini?

Kasus korupsi di Indonesia masih terus terjadi. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi 2021, Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara. Sementara itu berdasarkan survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2021, Indeks Perilaku Anti Korupsi berada di kisaran 3,88%.

Mengapa Negara kita rawan akan korupsi?

1) Faktor Internal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Juga faktor Eksternal yaitu dari lingkungan sekitar. 2) Sifat tamak atau rakus.