Mengapa negara ASEAN bekerja sama untuk memberantas Narkoba

Salah satu wujud dari kejahatan trasnasional yang krusial karena menyangkut masa depan generasi suatu bangsa, adalah kejahatan dibidang penyalahgunaan narkotika. Kejahatan peredaran gelap narkotika merupakan salah satu kejahatan berdimensi internasional. Bentuk kerjasama negara-negara asean dalam menanggulangi kejahatan transnasional narkotika selama ini dengan melakukan kerjasama MoU, MLA dan ekstradisi. Dalam menghadapi MEA 2015 bentuk kerjasama yang ideal dalam menanggulangi kejahatan transnasional narkotika selain melanjutkan kerjasama yang selama ini ada juga ditambah yang lebih spesifik diantaranya: Kerjasama, yang meliputi Bidang informasi intelijen dalam rangka penegakkan hukum, Operasi bersama, Pembentukan Kantor Penghubung dan Bantuan Kerjasama untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peralatan . Kemiteraan dan solidaritas negara negara mitra dialog.

The Golden Triangle ASEAN. Golden Triangle ini meliputi perbatasan Myanmar, Thailand, dan Vietnam Di Golden Triangle ini pernah menangkap 147 kg heroin yang diselundupkan dari Myanmar menuju Thailand menurut data dari UNDOC( United Nations Office on Drugs and Crime).

Drugs Traffiking merupakan kejahatan yang terorganisir dan lintas negara yang sangat menghawatirkan negara-negara terutama negara-negara di ASEAN. ASEAN dalam mengangani ini memiliki beberapa Kesepakatan antar negara dan membentuk badan ASOD(ASEAN Senior Officials on Drugs Matters) Sebagai lembaga yang mewadahi negara-negara ASEAN untuk bekerjasama dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya, ASOD memiliki peran dan tugas sebagai berikut:

a) Melaksanakan ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs,

b) Menyelaraskan pandangan, pendekatan, dan strategi dalam menanggulangi masalah narkotika dan cara memberantas peredarannya di wilayah ASEAN,

c) Mengkonsolidasikan serta memperkuat upaya bersama, terutama dalam masalah penegakan hukum, penyusunan undang-undang, upaya-upaya preventif melalui pendidikan, penerangan kepada masyarakat, perawatan dan rehabilitasi, riset dan pelatihan, kerjasama internasional, pengawasan atas penanaman narkotika serta peningkatan partisipasi organisasi-organisasi non-pemerintah,

d) Melaksanakan ASEAN Policy and Strategies on Drug Abuse Control sebagaimana telah disetujui dalam pertemuan ASEAN Drug Experts ke-4 di Jakarta tahun 1984,

e) Melaksanakan pedoman mengenai bahaya narkotika yang telah ditetapkan oleh “International Conference on Drugs on Drug Abuse and Illicit Trafficking” dimana negara-negara anggota ASEAN telah berpartisipasi secara aktif,

f) Merancang, melaksanakan, dan memonitor, serta mengevaluasi semua program penanggulangan masalah narkotika ASEAN,

g) Mendorong partisipasi dan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika dan,

h) Meningkatkan upaya ke arah tercapainya ratifikasi, aksesi, dan pelaksanaan semua ketentuan PBB yang berkaitan dengan masalah bahaya narkotika.

Indonesia memiliki upaya mencegah narkoba melalui kebijakan kementrian luar negeri

Kejahatan narkotika dan obat terlarang (narkoba) pada umumnya bersifat transnasional (cross border), sehingga tidak ada satu negara pun yang terlepas dari sasaran sindikat kejahatan narkoba internasional termasuk Indonesia. Karena sifatnya yang lintas batas tersebut, masalah narkoba tidak bisa diselesaikan sendiri.

Masyarakat internasional telah memiliki tiga Konvensi anti narkoba yaitu Single Convention on Narcotic Drugs, 1961; Convention on Psychotropic Substances, 1971; dan Convention against the Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988. Sebagai negara pihak di ketiga Konvensi PBB terkait narkotika Indonesia senantiasa aktif dalam kerja sama internasional di bidang penanggulangan tindak pidana perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang.

Pada tahun 2013, Indonesia telah terpilih sebagai salah satu dari 53 negara anggota Commission on Narcotic Drugs (CND), dan Indonesia akan menjalankan tugasnya hingga tahun 2017. Selain itu, pada tanggal 25 April 2013, pakar farmakologi dan farmakokinetis klinik Indonesia, Prof. Dr. Sri Suryawati, berhasil terpilih menjadi salah satu dari 13 Board Member INCB pada pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) PBB, di Markas Besar PBB, New York. Prof. Suryawati selanjutnya akan menjalankan tugasnya di INCB sampai dengan tahun 2017. Terpilihnya wakil dari Indonesia menunjukkan kepercayaan internasional yang tinggi terhadap Indonesia dan akan memberikan sudut pandang yang lebih seimbang dalam memajukan rezim pengawasan narkoba internasional. Pada tingkat multilateral, Indonesia terus berupaya memainkan peran aktifnya dalam memberantas peredaran dan perdagangan gelap narkoba dalam berbagai forum seperti Commission on Narcotic Drugs, Special Session of the United Nations General Assembly on the World Drug Problem yang akan diadakan pada 19-21 April 2016, Head of National Drug Law Enforcement for Asia-Pacific dan berbagai pertemuan lainnya di bawah kerangka UNODC. Indonesia akan terus mendukung setiap upaya penguatan peran lembaga-lembaga PBB, peningkatan koordinasi antar para pemangku kepentingan pada tingkat internasional dan regional, dalam upaya menanggulangi masalah narkotika secara terpadu dan komprehensif, termasuk melalui pendekatan alternative development, yang mengurangi penanaman tumbuhan mengandung zat narkotika melalui langkah-langkah pembangunan dan peningkatan penghasilan di masyarakat. (KIPS, 2016)

Drug trafficking trends & border management in. (2014, 11 19). Retrieved from UNDOC: https://www.unodc.org/documents/ungass2016/CND_Preparations/Brown_bag_lunch/Asia/2014.11.19_CND_preparation_for_UNGASS_2016_final.pdf

KIPS, D. (2016, 01 20). Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara Teroganisir. Retrieved from Kementrian Luar Negeri: https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Penanggulangan-Kejahatan-Lintas-Negara-Teroganisir.aspx