Mengapa para pemimpin perlu melakukan pertemuan konferensi Inter Indonesia sebelum menghadapi KMB?

Konferensi Inter-Indonesia merupakan salah satu bentuk perundingan Indonesia-Belanda sebagai bentuk perjuangan diplomasi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang meliputi konferensi inter-indonesia, isi konferensi inter indonesia, perundingan inter indonesia, perjanjian inter indonesia.

Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara-negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat.

Mengapa para pemimpin perlu melakukan pertemuan konferensi Inter Indonesia sebelum menghadapi KMB?

Konferensi Inter Indonesia 1 dan 2

Konferensi Inter-Indonesia ini penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta.

Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta.

Konferensi Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid (Ketua BFO).

Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalahm pembentukan RIS, antara lain:

  • masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,

  • kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni.

Isi Konferensi Inter-Indonesia

Hasil positif Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.

  1. Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).

  2. Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.

  3. Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.

  4. Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.

Baca Juga : Perjanjian Saragosa : Pengertian, Latar Belakang, Tujuan, Isi Dan Dampaknya

Dalam bidang militer, Konferensi Inter-Indonesia memutuskan hal-hal berikut.

  1. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
  2. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
  3. ertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.

Mengapa para pemimpin perlu melakukan pertemuan konferensi Inter Indonesia sebelum menghadapi KMB?

Gambar: Suasana Konferensi Inter-Indonesia I di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949.

Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan.

Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian.

Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak Republik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak-menembak yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus.

Tercapainya kesepakatan tersebut memungkinkan terselenggaranya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati adalah salah satu perjanjian bersejarah antara Republik Indonesia dan Belanda, yang berlangsung di Jawa Barat, tepatnya di Desa Linggarjati, Kecamatan Cillimus, Kabubapten Kuningan, dekat dengan Gunung Ceremai. Kesepakatan yang dibuat oleh kedua pihak ditandatangani pada tanggal 15 November 1946 di Jakarta, selanjutnya secara sah 25 Maret 1947.

Selain Perjanjian Linggarjati, ada beberapa perundingan lain yang dilangsungkan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, seperti perjanjian Roem Royen tanggal 14 April sampai 7 Mei 1949, Renville tanggal 17 Januari 1948, kemudian KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Hag.

Baca Juga : Perjanjian Bongaya – Pengertian, Latar Belakang, Isi, Makna Dan Dampaknya

Perjanjian Linggarjati terpaksa harus dilakukan oleh pihak Indonesia demi penyelesaian berbagai permasalahan yang muncul akibat kedatangan pasukan AFNEI (Allign Forces Nederlands East Indies) ke Indonesia melalui NICA (Nederland Indie Civil Administratie). Diadakannya perjanjian Linggarjati bertujuan agar supaya Belanda mau mengakui kemerdekaan Indonesia.

Awalnya, baik RI maupun Belanda tidak segan mengadakan perundingan, tetapi setelah adanya mediasi dari pemerintah Inggris (Britania Raya) yang saat itu adalah penanggung jawab atas konflik di wilayah Asia, akhirnya 2 negara mau untuk duduk bersama dalam meja perjanjian.

Isi Perjanjian Linggarjati

Mengapa para pemimpin perlu melakukan pertemuan konferensi Inter Indonesia sebelum menghadapi KMB?

Sebelum berlangsungnya Perjanjian Linggarjati, pernah dilakukan pertemuan antara kedua negara dalam usaha penyelesaian masalah atas usulan dari Sir A.C. Kerr (utusan Inggris). Pada kesempatan ini Indonesia mengusulkan wilayah yang harus diakui Belanda, seperti Madura, Sumatera dan Jawa, tetapi hanya Pulau Jawa dan Madura saja yangdiakui.

Tidak menyerah begitu saja, pihak Inggris mengirim utusan lain bernama Lord Killern pada akhir bulan Agustus 1946. Ia pun berhasil membujuk kedua negara supaya melakukan pertemuan kembali. Perundingan berlangsung di Konsulat Jendral Inggris di Jakarta. Hasilnya membuat kedua negara sepakat melakukan gencatan senjata pada tanggal 14 Oktober 1946. Perjanjian dilanjutkan kembali pada tanggal 11 November 1946 di Linggarjati. Perundiangan kesepakatan inilah yang sekarang kita kenal dengan nama Perjanjian Linggarjati. Apa saja isinya?

Baca Juga : 

6 Poin Isi Perjanjian Linggarjati

Terdapat 6 poin penting hasil kesepakatan antara kedua belah pihak, berikut ini Isi Perjanjian Linggarjati, antara lain :

  • Belanda mengakui Republik Indonesia secara nyata (de facto) atas Sumatera, Jawa dan Madura.

  • Dibentuk Uni dari kedua negara, dipimpin atau diketuai Ratu Belanda.

  • Pemerintah Belanda dan Republik Indonesia sepakat mengurangi jumlah pasukan tentara.

  • Pembentukan negara federal yakni bernama RIS atau Republik Indonesia Serikat.

  • Sebelum tanggal 1 Januari 1949 sudah harus dibentuk RIS dan juga Uni Indonesia Belanda.

  • Pemerintah Republik Indonesia akan mengakui dan memulihkan serta melindungi hak asing.

Latar Belakang Perjanjian Linggarjati

Sebuah kesepakatan internasional tentu ada sebabnya, apalagi antara negara penjajah dan negara yang dijajah. Latar belakang perjanjian Linggarjati disebabkan karena masuknya militer Belanda bernama AFNEI (Allign Forces Nederlands East Indies) ke wilayah Indonesia yang notabene sudah merdeka.

Pasukan khusus tentara Belanda masuk ke wilayah RI dengan membonceng NICA (Nederland Indie Civil Administratie). NICA adalah pemerintahan sipil Hindia Belanda. Kedatangan pasukan tersebut menimbulkan ketegangan antara Belanda dan Republik Indonesia, salah satu contoh peristiwa peristiwa besar yang terjadi yakni Pertempuran 10 November di Surabaya.

Baca Juga : Perjanjian Tuntang : Pengertian, Sejarah, Latar Belakang, Isi Dan Dampaknya

Perjanjian Roem Royen

Perjanjian Roem Royen merupakan perundingan dengan langkah diplomasi yang dilakukan antara Republik Indonesia dan pemerintah Belanda, berlangsung pada 14 April 1949, kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta, tepatnya Hotel Des Indes. Asal usul nama perjanjian Roem Royen diambil dari kedua tokoh masing-masing perwakilan, yaitu Mohammad Roem wakil dari Republik Indonesia dan Herman Van Royen dari pihak Belanda. Sebelumnya, Belanda menolak berlangsungnya perundingan ini, tetapi setelah desakan dari Amerika Serikat, akhirnya perjanjian dapat terlaksana pada 14 April 1949.

Tujuan Perjanjian Roem Royenadalah untuk menyelesaikan konflik antara Republik Indonesia dan Belanda setelah kemerdekaan Indonesia. Inisiatif membawa masalah Indonesia dengan Belanda merupakan saran dari komisi PBB untuk Indonesia bernama Merle Cochran dari Amerika Serikat. Dengan terlaksananya perjanjian Roem Royen, pihak Indonesia memiliki pendirian bahwa pengembalian Ibu Kota pemerintahan Indonesia ke kota Yogyakarta adalah langkah tepat untuk perundingan selanjutnya.

Mengapa para pemimpin perlu melakukan pertemuan konferensi Inter Indonesia sebelum menghadapi KMB?

Latar Belakang Perjanjian Roem Royen

Perjanjian Roem Royen dilatar belakangi karena terjadinya serangan dari pihak Belanda terhadap Indonesia setelah kemerdekaan. Serangan Belanda berlangsung di Yogyakarta, selain melakukan serangan, Belanda juga melakukan penahanan terhadap para pemimpin Indonesia. Selain itu, Belanda juga melakukan propaganda bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah hancur. Propaganda tersebut mendapat kecaman dari dunia Internasional. Akibat tekanan dari luar, Belanda kemudian bersedia melakukan perundingan dan perjanjian Roem Royen merupakan jalan menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag Belanda.

Baca Juga : Piagam Jakarta – Sejarah, Rumusan, Tokoh, Latar Belakang, Isi Dan Kontoversinya

Perjanjian Roem Royen yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 tidak berjalan lancar, hal ini karena seminggu setelah perundingan berlangsung, kemudian terhenti. Penyebabnya adalah Van Royen menafsirkan bahwa Belanda akan memulihkan pemerintahan setelah pemimpin-pemimpin RI memerintahkan pasukan bersenjata mereka untuk menghentikan serangan gerilya, bekerja sama dalam memulihkan perdamaian, pemeliharaan ketertiban dan keamanan, setelah itu bersedia menghadiri KMB.

Kemudian pihak Indonesia tidak melakukan hal-hal diatas karena para pemimpin-pemimpin RI terpencar-pencar, tidak ada kontak satu dengan lainnya. Perundingan Roem Royen kemudian berjalan kembali pada 1 Mei karena adanya tekanan Amerika Serikat. AS menjanjikan bantuan ekonomi sesudah penyerahan kedaulatan, tetapi kalau ditolak, Amerika tidak akan membantu apapun juga kepada Belanda.

Isi Perjanjian Roem Royen

Perjanjian Roem Royen kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta, tepatnya Hotel Des Indes. Pemimpin delegasi dari Republik Indonesia bernama Moh Roem, sementara itu dari Belanda dipimpin oleh Dr. Van Royen, kemudian pimpinan perjanjian yaitu Marle Cochran dari Amerika Serikat. Penandatanganan perjanjian merupakan hasil persetujuan dari pernyataan yang dikeluarkan oleh kedua pihak pada 23 Maret 1949 sesuai dengan resolusi dewan keamanan PBB. Berikut pernyataan dari masing-masing negara.

Pernyataan dari pemerintah Indonesia dibacakan oleh Mr. Mohammad Roem yang merupakan pemimpin delegasi RI, isinya meliputi :

  1. Pengeluaran perintah kepada pasukan bersenjata Indonesia untuk mengakhiri pasukannya yang melakukan perang gerilya.

  2. Melakukan kerjasama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.

  3. Belanda ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar, dengan tujuan mempercepat proses penyerahan kedaulatan kepada Indonesia secara tak bersyarat.

Selanjutnya pernyataan yang dibacakan oleh pemimpin delegasi Belanda Dr. Van Royen sebagai berikut :

  1. KMB akan diadakan setelah pemerintah Republik Indonesia pindah ke kota Surabaya
  2. Belanda membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia tanpa syarat yang tertangkap pada tanggal 19 Desember 1948.
  3. Belanda menyetujui Republik Indonesia sebagian dari Negara Indonesia Serikat.
  4. Belanda setuju terkait Republik Indonesia untuk leluasa dan bebas dalam pemerintahan di Karesidenan Banyumas.

Perjanjian Renville

Perjanjian Renville merupakan salah satu perundingan kesepakatan yang dilakukan antara pemerintah Belanda dan Republik Indonesia, terjadi setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Pada pembahasan kali ini kita akan kupas tuntas terkait dengan sejarah Perjanjian Renville. Mulai dari sebab or latar belakang, tokoh diplomasi, tujuan, hasil, isi, dampak dan pasca.

Pelaksanaan perjanjian Renville dilangsungkan pada tanggal 8 Desember 1947, kesepakatan perundingan kemudian menemui titik terang, selanjutnya ditandatangani setelah lebih dari 1 bulan, tepatnya pada tanggal 17 Januari 1948. Beberapa dari kalian mungkin belum mengetahui asal usul penamaan “Renville”. Nama yang digunakan berasal dari tempat pelaksanaan Perjanjian Renville, yakni di kapal milik Amerika Serikat bernama USS Renville saat sedang berada di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Mengapa para pemimpin perlu melakukan pertemuan konferensi Inter Indonesia sebelum menghadapi KMB?

Kapal USS Renville

Baca Juga : Dekrit Presiden – Latar Belakang, Isi, Alasan dan Dampak

Latar Belakang Perjanjian Renville

Penyebabnya karena pihak Belanda masih terus menerus melakukan serangan terhadap Republik Indonesia pada 27 Juli 1947. Serbuan inilah yang kemudian kita kenal dengan nama “Agresi Militer Belanda I”. Apa penyebab serangan? dimana saja daerah yang diserang? latar belakang serangan ditengarai karena penolakan pembentukan “Negara Federal”. Target sasaran serangan bisa dibaca disini :Agresi Militer Belanda I. Perjanjian Renville adalah lanjutan dari perundingan Linggarjati, isinya terkait dengan persetujuan gencatan senjata, tetapi dilanggar.

Sejarah dan Isi Perjanjian Linggarjati Agresi Militer Belanda I mendapat perhatian cukup besar dunia Internasional. Pada tanggal 1 Agustus Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara kedua negara. Kemudian Gubernur Van Mook memerintahkan dilakukannya gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus 1947 dan berakhirlah Agresi Militer Belanda I.

Dewan Keamanan PBB akhirnya mengeluarkan resolusi pada tanggal 25 Agustus 1947 yang sebelumnya diusulkan oleh Amerika serikat. Resolusi tersebut berisi tentang upaya PBB untuk menyelesaikan konflik antara Belanda dan Republik Indonesia secara damai. Untuk mencapai tujuan itu, kemudian dibentuk Komisi 3 Negara terdiri dari Australia pilihan Indonesia, Belgia pilihan Belanda dan AS dipilih oleh kedua negara.

Kemudian secara sepihak, pada tanggal 29 Agustus 1947 Belanda mengeluarkan batas wilayah antara Belanda dan Republik Indonesia. Batas wilayah diumumkan oleh Van Mook, wilayah Republik Indonesia hanya terdiri dari 1/3 Pulau Jawa dan beberapa pulau di Sumatra. Dari hal ini lah kemudian muncul sebuah perundingan untuk memecahkan masalah melalui Perjanjian Renville.

Tokoh Penting yang Terlibat

Tanpa melupakan jasa-jasa pahlawan yang telah gugur khususnya dari pihak Republik Indonesia. Berikut ini detail tokoh-tokoh berperang penting, baik dari pihak Indonesia, Belanda dan mediatornya.

  1. Ketua : Amir Syarifudin
  2. Anggota lain : Haji Agus Salim, Dr. Coatik Len, Dr. Leimena, Nasrun dan Ali Sastroamijoyo.
  1. Ketua : R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo
  2. Anggota lain : Dr.P.J. Koest, Mr. Dr. Chr. Soumokil, dan Mr Van vredenburg.
  1. Ketua : Frank Graham

  2. Anggota lain : Richard Kirby dan P. Van Zeeland.

Isi Perjanjian Renville

Ada 7 poin penting isi perjanjian Renville yang harus kita ketahui, berikut penjelasan lengkapnya secara singkat :

  1. Wilayah Republik Indonesia diakui Belanda antara lain : Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera.

  2. Disetujuinya batas wilayah antara Republik Indonesia dan Belanda

  3. Pasukan TNI harus ditarik mundur dari wilayah-wilayah yang tidak diakui.

  4. Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.

  5. RIS memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda.

  6. Akan diadakan pemilihan umum dalam kurun waktu 6 sampai 1 tahun mendatang.

  7. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya ke pemerintah federal.

Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar – Ketika dibuka pada tanggal 23 Agustus 1945, Amerika Serikat sangat berharap bahwa Konferensi Meja Bundar (KMB) Den Haag akan menghasilkan penyelesaian yang tuntas atas konflik Indonesia-Belanda. Amerika sangat berkepentingan dengan hasil akhir dari konferensi ini dan pada kesepakatan damai yang dicapai di Den Haag. Sebaliknya kegagalan konferensi itu akan membahayakan kebijakan Perang Dingin A.S.

Dalam kaitanya kehadiran A.S. dalam Konferensi Meja Bundar yaitu bermaksud membantu memastikan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang menghalangi terlaksananya negosiasi yang cepat, dengan tujuan peralihan kekuasaan dari Belanda ke Indonesia.

Mengapa para pemimpin perlu melakukan pertemuan konferensi Inter Indonesia sebelum menghadapi KMB?

Namun dalam kenyatannya selama Konferensi Meja Bundar berlangsung, perwakilan A.S. melangkah lebih jauh dari pedoman tersebut dengan maksud melindungi Belanda. Tindakan ini menjadi sangat kentara ketika konferensi yaris menemui jalan buntu di tiga soal penting yaitu pengalihan tanggungjawab hutang kolonial, nentuk Uni-Indonesia-Belanda, dan Status Irian Barat.

Baca Juga :  Sistem Ekonomi Di Masa Demokrasi Terpimpin

Mengenai soal hutang kolonial, Belanda menuntut bahwa negara Indonesia yang berkewajiban menanggung seluruh hutang pemerintah Hindia Belanda yang jumlahnya mencapai 6,1 miliar gulden. Dengan pernyataan tersebut kemudian delegasi Indonesia setuju mengenai tuntutan hutang Hindia Belanda sebelum tahun 1945, tetapi menolak untuk menanggung hutang setelah tahun 1945. Karena takut hilangnya bantuan ekonomi Amerika dengan menolak usalan tersebut akhirnya menyetujui untuk menanggung utang Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.

Tentang masalah Uni-Indonesia-Belanda, delegasi Belanda mengusulkan supaya Ratu Belanda dan para penerusnya menjadi kepala Uni. Kemudian delegasi Indonesia menolak usulan tersbut. Mereka menuntut supaya Ratu tidak memegang fungsi apapun baik dalam arti hukum internasional maupun konstitusional. Kemudian Amerika sekali lagi memutuskan untuk campur tangan, dengan mengajukan Kepala Uni menjadi simbol dan perwujudan kerja sama yang sifatnya sukarela dan berkesinambungan. Akhirnya usulan tersebut diterima oleh kedua delegasi.

Mengenai masalah krusial ketiga yakni masalah status dan masa depan Irian Barat, Belanda bersikeras supaya wilayah ini tidak diikut sertakan di dalam proses peralihan kekuasaan. Dari perundingan yang cukup lama, diperoleh kesepakatan bahwa Irian Barat akan tetap berada di bawah wewenang Belanda, tetapi dalam kurun waktu satu tahun setelah peralihan kekuasaan, akan diadakan perundingan lagi untuk status fina wilayah tersebut.

Setelah tiga hambatan utama dalam Konferensi Meja Bundar tersebut diatasi, pada tanggal 2 November 1949 delegasi Belanda, Republik Indonesia, dan negara-negara boneka buatan Belanda menandatangani Perjanjian Den Haag yang menetapkan bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan atas bekas koloninya (kecuali Irian Barat) kepada Republik Indonesia Serikat. Pada tanggal 27 Desember 1949, dalam sebuah upacara yang secara bersamaan dilaksanakan di Den Haag dan Jakarta, dilakukan peralihan kekuasaan secara resmi dai Belanda kepada Indonesia.

Demikian penjelasan artikel diatas tentang Konferensi Inter Indonesia – Pengertian, Perundingan Renville semoga bisa bermanfaat bagi pembaca setia kami.