Mengapa para wali menggunakan media wayang untuk berdakwah?

Masuknya Islam ke Indonesia tak lepas dari peran penting walisongo. Para wali Allah tersebut menggunakan beragam strategi dalam menyiarkan agama Islam. Salah satu dakwah walisongo yang terkenal adalah dakwah bil hal. Dakwah yang membumi, dakwah yang luwes, dakwah tanpa menggunakan peperangan, dakwah dengan menggunakan pendekatan budaya dan seni.

Walisongo menggunakan sarana budaya dan seni sebagai alat dakwah karena hal itu sudah mengakar di masyarakat Jawa saat itu. Strategi dakwah Islam di Nusantara seperti ini bertujuan agar dakwah Islam mudah diterima, yaitu dengan menyisipkan pesan-pesan dari ajaran islam melalui berbagai seni dan budaya di Jawa. Salah satunya adalah dakwah dengan metode pertunjukan wayang yang dipelopori langsung oleh Sunan Kalijaga.

Awal mula munculnya dakwah menggunakan metode wayang sudah menjadi perdebatan antara Sunan Giri dan Sunan Kalijaga. Cerita bermula ketika Sunan Kalijaga ingin berdakwah melalui media wayang yang saat itu merupakan kesenian tradisional yang amat melekat di masyarakat Jawa.

Namun, wayang yang digunakan Sunan Kalijaga adalah wayang thengul yang berbentuk arca atau manusia. Sunan Giri pun tak memperbolehkannya lantaran wayang thegul memiliki bentuk yang menyerupai manusia. Menurut Sunan Giri, dalam ajaran Islam, orang yang membuat patung berbentuk manusia di akhirat nanti akan dihukum Allah, yakni diperintahkan untuk meniup ruh ke dalamnya.

Perdebatan antara Sunan Kalijaga dan Sunan Giri sempat membuat keduanya bersitegang. Kemudian datang Sunan Kudus sebagai tokoh yang lebih alim dan lebih tinggi tingkat ilmu keislamanya. Sunan Kudus datang untuk menengahi perdebatan antara Sunan Kalijaga dan Sunan Giri. Sunan Kudus memberikan ide dengan mengakali bentuk dari wayang thegul yang berbentuk seperti manusia. Sunan Kudus menyarankan agar wayang thegul dipipihkan bentuknya, hingga menjadi wayang kulit. Hal itu dilakukan guna menghindari kemiripan bentuk wayang thegul dengan manusia. Akhirnya, permasalahkan dakwah dengan media wayang telah menemukan jalannya.

Namun permasalahan ini muncul kembali. Berawal dari video lama Ustadz Khalid Basalamah yang kembali viral. Khalid Basalamah mendapatkan pertanyaan dari seorang jamaah yang dibacanya saat ceramah, “Saya orang jawa dan saya suka perwayangan. Apakah wayang dilarang dan bagaimana tobat profesi dalang?”.

Menganggapi pertanyaan tersebut, Khalid Basalamah mengatakan bahwa muslim dipandu oleh agama. “Maka caranya menjadikan islam sebagai tradisi dan budaya. Jangan dibalik, tradisi dan budaya yang diislamkan. Mengislamkan budaya itu repot karena budaya itu banyak sekali. Standar mana yang harus dipegang. Mengapa dilakukan sementara itu dilarang. Harusnya kita tinggalkan,” ujarnya.

Lantas bagaimana Islam menjawab persoalan tersebut? Sebab tidak sedikit para ulama pada zaman sekarang yang menggunakan wayang sebagai media dakwahnya. Sebelum masuk ke persoalan wayang, alangkah baiknya kita memahami makna dakwah terlebih dahulu.

Menurut KBBI, dakwah adalah penyiaran agama dan pengembanganya di kalangan masyarakat; seruan untu memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.

Allah Swt berfirman :ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة, والموعظة الحسنة, وجادلهم بالتي هي احسن, ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله, وهو اعلام بالمهتدين.

Artinya: “Serulah [manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanya dan dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapatkan petunjuk.” [An Nahl 16:125].

Hikmah ayat tersebut ialah bahwa ianjurkan bagi para pendakwah atau yang biasa di sebut dengan dai, ketika berdakwah, maka berdakwahlah dengan baik dan hikmah. Hikmah di sini mempunyai makna perkataan yang tegas dan benar, yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil.

Dari sini timbul lah pertanyaan apakah dakwah menggunakan wayang diperbolehkan?

Menurut beberapa ulama, dakwah menggunakan media wayang boleh-boleh saja, sah saja, asalkan di dalamnya disisipkan ajaran-ajaran islam dan tidak menjadikan kemusyrikan.

Jakarta -

Wali Songo memiliki metode masing-masing dalam berdakwah, mensyiarkan agama Islam agar dapat diterima oleh masyarakat Jawa ketika itu. Terutama bagi masyarakat yang masih kental dengan budayanya masing-masing.

Salah satu metode dakwah yang digunakan para wali adalah menggunakan media wayang kulit, unsur seni budaya yang saat itu dekat dengan masyarakat Jawa. Nah wali songo yang berdakwah menggunakan wayang kulit itu akhirnya disebut sebagai pencipta dan bapak wayang kulit.

Sebelumnya perlu diketahui, wali songo adalah kumpulan tokoh pemuka agama yang berperan menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Sesuai namanya, wali songo ini berjumlah sembilan orang, diambil dari bahasa Jawa songo yang berarti sembilan.

Mengutip dari Jurnal Wali Songo, secara bahasa wali songo didefinisikan sebagai sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah SWT. Mereka disebut mengemban tugas suci untuk mengajarkan agama Islam.

Lalu, siapakah tokoh pencipta dan bapak wayang kulit di antara wali songo tersebut? Pertanyaan ini dapat dijawab melalui penjelasan dalam buku Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka oleh Sri Mulyati sebagai berikut.

"Dikenal dengan nama Sunan Kalijaga, konon ia adalah pencipta wayang kulit, pengarang cerita-cerita wayang yang berjiwa Islam," tulis Sri Mulyati.

Sunan Kalijaga dengan nama asli Raden Said dilahirkan pada tahun 1450 Masehi. Ia adalah salah satu wali songo yang menyebarkan siar Islam di wilayah Jawa Tengah. Pada saat itu, masyarakat Jawa Tengah masih kental dengan budaya Jawa seperti gamelan dan wayang.

Hal inilah yang dimanfaatkan Sunan Kalijaga sebagai strategi dakwahnya, memasukkan unsur ajaran agama Islam dalam seni pewayangan. Dia pun mulai mempelajari karakteristik masyarakat di sana serta turut mendalami ilmu mendalang hingga kesusatraan.

Ada sejumlah perbedaan wayang asli dari budaya Jawa dengan wayang hasil sentuhan Sunan Kalijaga. Sebelumnya, wayang masih berupa gambar di atas kertas dengan wujud manusia. Satu lukisan wayang menggambarkan isi satu adegan.

Mengingat wayang berbentuk manusia diharamkan oleh Sunan Giri, Sunan Kalijaga pun sedikit mengubah tampilan wayang yang telah ada. Berkat hasil rombakan dari Sunan Kalijaga, wayang dibuat di atas kulit kambing hingga disebut dengan wayang kulit.

Gambar yang ditampilkannya juga cenderung mirip karikatur tidak nyata, bukan berwujud manusia. Kemudian, satu lukisan wayang milik Sunan Kalijaga sudah menjelaskan isi satu wayang.

"Sunan Kalijaga membuat kreasi baru, bentuk wayang diubah sedemikian rupa, dan digambar atau diukir pada sebuah kulit kambing," tulis Jhony Hadi Saputra dalam buku Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga.

Beberapa wayang ciptaan Sunan Kalijaga bersama dengan Sunan Bonang dan Sunan Giri di antaranya Wayang Punakawan Pandawa yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng dan Bagong. Hingga saat ini, wayang hasil polesan Sunan Kalijaga masih digunakan di kalangan masyarakat Jawa.

Tidak hanya sebagai pencipta wayang kulit, Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai sosok walisongo yang pandai mendalang. Setelah Masjid Demak diresmikan, Sunan Kalijaga menjadi pengisi pagelaran wayang kulit yang diperuntukkan menghibur dan berdakwah kepada rakyat.

Ajaran-ajaran yang disampaikan Sunan Kalijaga dengan memasukkan unsur kebudayaan Jawa seperti wayang kulit ini pun terbukti mudah diterima oleh masyarakat Jawa.

Simak Video "Polisi Temukan 77 Anak di Bawah Umur Tergabung Jaringan Teroris NII"

[rah/erd]

Lihat Foto

Sunan Kalijaga

KOMPAS.com - Sunan Kalijaga adalah salah satu wali songo [sembilan wali] yang merupakan penyebar agama Islam di tanah Jawa. Tahukah kamu kisah mengenai Sunan Kalijaga? 

Raden Mas Syahid merupakan nama kecil Sunan Kalijaga yang lahir pada 1450 Masehi di Tuban, Jawa Timur. Ia merupakan putra seorang Bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta.

Sunan Kalijaga adalah murid dari Sunan Bonang. Dalam menyebarkan agama Islam, cara pendekatan yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan memakai sarana kesenian dan kebudayaan.

Sebelum menjadi penyebar agama Islam, Raden Mas Syahid saat remaja sering melakukan tindakan kekerasan, berkelahi, hingga merampok.

Baca juga: Peran Walisongo dalam Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Dalam buku Sunan Kalijaga, Mistik dan Makrifat [2013], karya Achmad Chodjim, Raden Mas Syahid membongkar gudang kadipaten dengan mengambil bahan makanan, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukannya dengan cara diam-diam.

Saat diintai oleh penjaga keamanan kadipaten, Raden Mas Syahid tertangkap basah. Kemudian dibawa dan dihadapkan kepada ayahnya Adipati Tumenggung Wilatikta.

Tindakan yang dilakukan Raden Mas Syahid membuat ayahnya malu dan mengusirnya.

Namun, Sunan Kalijaga tetap melakukan tindakan tersebut. Hasil dibagi-bagikan ke masyarakat miskin.

Bertemu Sunan Bonang

Saat berada di hutan Jatiwangi, Raden Mas Syahid bertemu dengan Sunan Bonang dibegal dan merampas tongkatnya.

Saat menjalankan aksinya, Sunan Bonang menasehati dan membuat Raden Mas Syahid sadar. Akhirnya sadar dan belajar dari Sunan Bonang. Ia pun kemudian menjadi murid Sunan Bonang dan menjadi salah satu wali yang menyebarkan Islam di pulau Jawa. 

Baca juga: Sunan Gresik, Wali Pertama Penyebar Islam di Tanah Jawa

Video yang berhubungan



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Wali Songo merupakan tokoh penting dalam penyebaran Islam khususnya di pulau Jawa di abad ke-14. Ada beragam warisan dari para wali mulai dari wayang hingga bangunan masjid yang dulunya dipakai sebagai media dakwah.  Bersumber dari Instagram Kemendikbud Ristek, Wali Songo berarti sembilan penyebar agama Islam di pulau Jawa. Nama dari masing-masing wali dikenal sesuai dengan nama tempat penyebaran agamanya.  Dalam menyebarkan ajaran Islam, Wali Songo menggunakan pendekatan kebudayaan serta profesionalitas dari para wali di bidangnya masing-masing. Gending (lagu instrumental Jawa), tradisi kebudayaan, hingga permainan, menjadi media Wali Songo untuk menyebarkan agama Islam kala itu.  Dengan menyisipkan unsur seni dan budaya dakwah yang disampaikan menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Hal ini juga mempermudah para wali karena dakwah menjadi lebih mudah dipahami dan dekat dengan rakyat Jawa. Mari simak daftar warisan kultural Wali Songo yang digunakan saat berdakwah di bawah ini dirangkum dari Instagram Kemendikbud Ristek Sunan Gresik merupakan wali pertama yang menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. Beliau berdakwah menggunakan cara berdagang, memberikan pengobatan gratis, dan mengajarkan cara baru bercocok-tanam. Sunan Gresik juga merangkul masyarakat bawah yang disisihkan saat mengajarkan ajaran-ajaran Islam. Selain dakwah, Sunan Gresik juga mendirikan pondok pesantren dan Masjid Pesucinan di Leran, Gresik. Masjid tersebut diyakini sebagai masjid tertua yang ada di pulau Jawa. Baca Juga: Mahasiswa, begini cara dapat bantuan UKT hingga Rp 2,4 juta dari Kemendikbud Ristek Wali Songo yang selanjutnya adalah Sunan Ampel. Beliau berhasil mengembangkan dan mewariskan konsep pesantren yang digunakan hingga saat ini.  Agar bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat pada masa tersebut, Sunan Ampel mendekatkan istilah Islam dengan bahasa setempat.  Contoh pendekatan bahasa Sunan Ampel diantaranya kata "sembahyang", "langgar", dan "santri". Cara dakwahnya dikenal dengan falsafah "Moh Limo" atau artinya tidak melakukan 5 hal tercela. Sunan Kudus menggunakan pendekatan budaya dengan mengganti sapi atau lembu dengan kerbau untuk disembelih. Cara ini merupakan cara Sunan Kudus untuk menghormati masyarakat Hindu yang menganggap sapi atau lembu sebagai hewan suci. Selain mengganti tradisi menyembelih sapi, Sunan Kudus juga menyesuaikan bangunan Masjid Menara Kudus dengan seni bangunan/arsitektur Hindu-Budha. Beliau juga membuat Tradisi Dandangan yang digelar setiap satu tahun sekali menjelang bulan Ramadhan. Sunan Giri memiliki peran yang penting dalam penyebaran agama Islam ke wilayah timur Nusantara. Beliau menyebarkan ajaran Islam menggunakan penciptaan wayang dan gending atau lagu instrumental Jawa. Selain wayang dan gending, warisan dari Wali Songo ini adalah permainan anak-anak seperti Jamuran, Cublak-cublak Suweng, Lir-ilir, dan Jelungan. Media yang digunakan oleh Sunan Bonang dalam berdakwah adalah karya tulis dan karya seni.  Salah satu anggota Wali Songo ini banyak melahirkan karya-karya baik tulis maupun seni. Salah satu karya dari Sunan Bonang adalah tembang "Tombo Ati" yang terinspirasi dari "Syiir Abu Nawas".  Tembang tersebut merupakan intisari ajaran Sunan Bonang yang terkandung dalam Suluk Wuragil.  Sunan Bonang juga memasukkan rabab dan bonang sebagai pelengkap gamelan Jawa yang bernuansa Islam. Baca Juga: Ini syarat mendapatkan bantuan kuota internet gratis dari Kemendikbud Ristek 2021 Selain seni, kegiatan sosial juga menjadi media yang sering dipakai para Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Jawa.  Sunan Drajat merupakan wali yang menggunakan kegiatan sosial sebagai media mengajarkan agama Islam. Ajarannya dikenal dengan Pepali Pitu atau 7 dasar ajaran. Beliau menggunakan wayang, seni suluk, dan tembang pangkur dengan iringan gending saat berdakwah. Anda mungkin sering mendengar salah satu anggota Wali Songo, Sunan Kalijaga. Beliau terkenal dengan dakwahnya yang menggunakan media pertunjukan wayang kulit dan gamelan Gong Sekaten. Ajaran beliau bisa ditelusuri dalam Suluk Sujinak dan Serat Kaki Walaka. Sunan Kalijaga berperan dalam pembangunan Masjid Demak. Anggota Wali Songo selanjutnya adalah Sunan Muria. Beliau menggunakan media pengajaran tentang cara bercocok tanam, berdagang, dan melaut untuk menyampaikan ajaran agama Islam.  Sunan Muria berperan penting dalam mengubah tradisi sesajen yang biasa dilakukan masyarakat pada masa tersebut menjadi tradisi kenduri.  Beliau juga merupakan salah satu wali yang menggunakan gamelan dan wayang sebagai sarana dakwah.  Sunan Gunung Jati mewariskan 5 nilai dasar yang disebut dengan Panca Laku.  Salah satu anggota Wali Songo ini terkenal dengan pesannya yaitu "Ingsun titip tajug lan fakir miskin" agar masyarakat senantiasa menjaga masjid dan peka terhadap kehidupan rakyat miskin.  Sunan Gunung Jati mendirikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Selanjutnya: Mengenal perjanjian kerja, dari jenis hingga isinya yang harus diketahui pekerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Mengapa para wali menggunakan media wayang untuk berdakwah?