Pasca Indonesia merdeka di tahun 1945 tidak serta merta kehidupan bangsa Indonesia menjadi baik. Pemerintahan baru tersebut dihadapkan pada banyak persoalan yang ada di Indonesia sejak masa kolonial, baik itu bidang sosial, politik dan ekonomi. Muncul kelompok-kelompok yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Konflik-konflik di dalam negeri ini menambah beban pemerintah yang di masa tersebut masih memperjuangkan kedaulatan republik ini dihadapan dunia internasional.
Dalam kurun waktu antara 1948 hingga 1965, gerakan-gerakan separatisme terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Konflik yang berkaitan dengan ideologi diantaranya pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI/TII dan peristiwa G30S/PKI. Konflik yang berkaitan dengan kepentingan (vested interest),termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS dan Andi Aziz. Konflik yang berkaitan dengan sistem pemerintahan termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO (Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.
Adanya pemberontakan dan pergolakan yang terjadi tahun 1948 - 1965 memberi dampak pembelajaran bagi bangsa Indonesia, bahwa mempertahankan kemerdekaan bukanlah hal yang mudah. Ancaman disintegrasi (perpecahan) bangsa sangat rentan terjadi, sehingga diperlukan strategi khusus dan perjuangan dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Jadi, dampak pembelajaran dari berbagai peristiwa pemberontakan dan pergolakan yang terjadi pada tahun 1948-1965 adalah bahwa untuk mempertahankan kemerdekaan diperlukan perjuangan oleh seluruh rakyat Indonesia sehingga tidak terjadi perpecahan bangsa.
Berbagai pemberontakan yang terjadi dalam kurun 1948-1965 di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 menurut penyebabnya. Ada yang disebabkan oleh perbedaan ideologi, kepentingan, maupun sistem pemerintahan.
- Pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 disebabkan adanya gesekan ideologi antara golongan kiri atau komunis dengan kaum nasionalis dan agama. Hal tersebut ditengarai oleh jatuhnya kabinet Amir Sjarifuddin akibat hasil Peundingan Renville, sehingga golongan kiri harus tersingkir dari parlemen. Padahal, masing-masing golongan memiliki peranannya masing-masing dalam mencapai satu tujuan bersama yaitu kemerdekaan Indonesia.
- Pemberontakan Andi Azis di Makassar pecah karena ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (RERA). Selain itu, Andi Azis dan mantan anggota KNIL tidak menyetujui akan penyatuan NIT ke dalam NKRI. Hal tersebut sarat akan adanya kepentingan pribadi lantaran keinginan dirinya ingin menduduki posisi puncak pemerintahan negara federasi di bidang militer.
- Pemberontakan PRRI terjadi setelah negara-negara RIS menyatakan diri bergabung dengan Republik Indonesia. Akan tetapi, kondisi Indonesia masih belum stabil. Hal ini menyebabkan pemerintah di daerah-daerah tidak mendapatkan perhatian yang baik dari pemerintah pusat. Pemberontakan PRRI pecah di Sumatra dan Sulawesi yang berlangsung digelorakan oleh tokoh-tokoh militer di daerah.
Pemberontakan-pemberontakan di atas terjadi karena rakyat Indonesia masih mementingkan kepentingan golongan masing-masing, perbedaan pendapat mengenai konsep penyatuan negara, dan masih rentannya persatuan yang terjalin antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam kerangka NKRI bahkan setelah memperoleh kemerdekaan.
Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah C.
DOK. KOMPAS
DN Aidit (kanan) berbincang dengan Presiden Soekarno.
KOMPAS.com - Sejak era perjuangan kemerdekaan sampai dengan era reformasi, telah banyak terjadi pemberontakan di Indonesia baik kecil maupun besar.
Pemberontakan cukup banyak terjadi di masa Revolusi Fisik yakni 1945 hingga 1949.
Ada pemberontakan yang berlatar belakang isu kedaerahan. Ada juga yang bermotif politik.
Berikut peristiwa pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia:
Baca juga: Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara
Pemberontakan | Lokasi | Periode | Pimpinan | Latar Belakang |
PKI Madiun | Madiun | 1948 | Musso |
|
Pemberontakan Kartosuwiryo | Jawa Barat | 1948 | Kartosuwiryo |
|
Pemberontakan DI/TII | Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan | 1949-1962 |
|
|
APRA | Bandung | 23 Januari 1950 | Mantan Kapten KNIL Raymond Westerling |
|
Andi Azis | Makassar | 1950 | Andi Azis |
|
Republik Maluku Selatan (RMS) | Maluku, Ambon | 1950 | Mr. Dr. Cristian Robert Steren Soumokil |
|
Merapi Merbabu Complex (MMC) | Jawa Tengah | 1947 | Suradi Bledeg |
|
PRRI dan Permesta | Sumatera | 1950 |
|
|
Batalyon 426 | Kudus | 1950 | Mayor HM Basuno |
|
Angkatan Umat Islam (AUI) | Kebumen | 1950 | Kiao Somalangu |
|
Ibnu Hadjar | Kalimantan Selatan | 1954 | Ibnu Hadjar |
|
G30S | Jakarta dan Yogyakarta | 1965 | Resimen Tjakrabirawa/DN Aidit |
|
Organisasi Papua Merdeka (OPM) | Papua | 1965 | Sersan Mayor Permanes Ferry Awom |
|
Gerakan Aceh Merdeka | Aceh | 1976 | Hasan di Tiro |
|
Baca juga: Ki Hadjar Dewantara: Kehidupan, Kiprah, dan Semboyannya
Referensi:
- Pornomo, A. (2016). Gerakan DI/TII di Jawa Tengah: Pemberontakan Eks Batalyon 426 dan Pengaruhnya Terhadap Kehiudpan Masyarakat di Klaten tahun 1950-1952. Vol. 2 No.1.
- Widianingsih dan Devi Ellok.(2018). Reorganisasi dan Rasionalisasi Angkatan Perang Reublik Indonesia di Jawa Tahun 1947-1949. Ilmu Sejarah S1.