Mengasihi musuh adalah perintah yang unik dalam hukum kasih jelaskan maknanya

Bagian ini menjadi kesimpulan yang Tuhan Yesus ajarkan kepada murid-muridnya mengenai pengertian hukum Taurat yang sejati. Setelah sebelumnya membahas mengenai tidak membalas dendam, sekarang etika Taurat yang sejati tiba pada kesimpulannya. Kasihilah sesamamu! Itulah kesimpulan yang ingin Tuhan ajarkan. Di dalam ayat 43 dikatakan "kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu.” Ini merupakan tafsiran orang Yahudi atas Imamat 19:18. Kasihilah sesamamu ditafsirkan sebagai kasihilah orang-orang sebangsamu. Orang Yahudi menganggap bahwa ini adalah perintah untuk mengasihi orang Israel saja. Bangsa-bangsa lain adalah bangsa kafir dan karena itu tidak perlu dikasihi. Bahkan mereka harus dibenci dan diperangi kalau mereka memusuhi Israel. Israel tidak boleh bersekutu dengan bangsa-bangsa lain dan harus menjaga kemurnian bangsa mereka sebagai umat pilihan. Tetapi sekarang Tuhan Yesus telah datang dan belas kasihan Allah bagi bangsa-bangsa lain telah terbuka, seperti yang telah Dia janjikan kepada Abraham (Kej. 12:3). Tuhan Yesus akan menjadi pokok keselamatan bagi Israel dan juga bagi bangsa-bangsa lain. Untuk mempersiapkan saat inilah Imamat 19:18 ditulis. Perintah mengasihi di dalam Imamat justru diberikan kepada musuh, karena dikatakan pada Imamat 19:17: jangan membenci, dan di dalam ayat18: jangan menaruh dendam. Bukankah kita membenci musuh? Bukankah kita menaruh dendam kepada orang-orang yang memusuhi kita? Tuhan Yesus mengetahui hal ini dan Dia memberitahukannya kepada murid-murid-Nya agar mereka tidak buta seperti orang Yahudi lainnya. Imamat 19:18 justru diberikan agar Israel mengasihi musuh-musuh-Nya. Inilah penekanan yang Tuhan Yesus berikan di dalam bacaan hari ini.

Di dalam ayat 44 dikatakan dengan lebih spesifik lagi siapakah musuh itu. Musuh adalah orang-orang yang menganiaya. Kekristenan dianiaya selama lebih dari 200 tahun di Israel hingga Roma. Tuhan Yesus telah mempersiapkan umat-Nya yang akan masuk ke dalam aniaya dengan mengatakan: “berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Ini adalah seruan yang sangat agung dari Seorang yang juga berdoa bagi mereka yang menganiaya Dia. Tuhan Yesus di kayu salib memohon pengampunan bagi orang-orang yang menganiaya Dia (Luk. 23:34). Dialah yang melakukan dengan sempurna apa yang Dia perintahkan kepada gereja-Nya. Tuhan menginginkan orang Kristen melihat seluruh dunia sebagai ladang misinya. Tuhan mengajarkan gereja-Nya untuk melihat orang-orang yang belum berada di dalam gereja sebagai orang-orang yang harus dijangkau dengan kasih dan berita pengampunan. Bagaimana mungkin kita dapat membawa pesan perdamaian itu jika kita tidak sanggup sungguh-sungguh berdoa bagi mereka. Doa dan memberkati mereka dengan berita Injil. Inilah kasih yang sesungguhnya. Kasih yang paling dalam dan paling sejati ditunjukkan oleh Allah yang rela berkorban untuk menyelamatkan manusia. Kasih yang sama diteladani oleh orang-orang Kristen yang pergi memberitakan Injil kepada mereka yang menolak dan menganiaya orang-orang Kristen. Kasih sejati adalah kasih yang mendorong seseorang mengabarkan kabar baik tentang pengampunan Allah kepada orang yang membenci dia. Kasih yang mengatasi kebencian dan mengalahkan dendam. Kasih yang menang atas segala pertikaian, perseteruan, dan permusuhan. Kasih dari orang-orang yang mengampuni dan menyelamatkan orang-orang yang membenci mereka.

Tetapi bagaimanakah caranya mengasihi orang yang membenci kita? Dengan cara apakah kita harus menunjukkan cinta kasih kita? Dengan cara yang tulus, sabar, dan mengarahkan mereka kepada Kristus, bukan diri sendiri. Meneladani Kristus yang berkorban bagi para musuh-Nya.

Ayat 45 mengatakan bahwa Bapa di surga juga berbuat baik kepada mereka yang jahat. Dia tetap memberikan matahari, memelihara mereka, memberikan udara, makanan, bahkan segala hal yang menunjang kehidupan mereka. Allah melakukan itu kepada orang-orang benar, dan Allah juga melakukan itu kepada orang-orang fasik yang jahat. Etika kasih yang Tuhan Yesus ingin ajarkan kepada umat-Nya adalah etika kasih yang tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali Allah Tritunggal. Kasih yang rela berkorban untuk menjangkau orang-orang yang membenci dia seperti Allah menjangkau orang-orang berdosa yang membenci Dia tidak mungkin dimiliki oleh dunia ini. Dunia ini hanya tahu membenci, serakah, egois, melampiaskan hawa nafsu, menipu, mencari keuntungan sendiri, membunuh, mendendam. Dunia tidak mungkin mengenal kasih dengan kedalaman seperti perintah Yesus ini. Dunia ini mengasihi orang lain yang baik kepada mereka. Ayat 46 dan 47 mengatakan bahwa orang-orang serakah yang licik seperti para pemungut cukai, dan orang-orang kafir yang tidak mengenal Allah sanggup mengasihi orang yang mengasihi mereka. Tidak ada yang unik dari kasih yang lahir dari kasih. Tetapi kasih yang muncul di dalam diri orang-orang yang dianiaya dan diperlakukan dengan buruk pastilah berasal dari Allah. Kasih yang menjangkau musuh yang menganiaya, ini merupakan kasih sejati yang unik. Jika umat Tuhan harus menunjukkan cara hidup yang lebih agung dari dunia ini, maka dia harus belajar untuk mengasihi musuhnya. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa kesempurnaan kasih yang telah Allah tunjukkan ini harus diteladani oleh kita semua. Kita adalah gambar dan rupa Allah. Dunia melihat kemuliaan, kekudusan, dan kasih Allah melalui melihat umat-Nya. Maka, seperti Bapa yang di surga sempurna di dalam mengasihi semua orang, termasuk musuh-musuh-Nya, demikian juga kita harus sempurna di dalam mengasihi semua orang, termasuk musuh-musuh kita.

Untuk direnungkan:


Bagian ini memberikan kesimpulan sekaligus tantangan bagi kita semua. Kegenapan dari hukum Taurat adalah kasih (Rm. 13:10). Siapa yang menjalankan Taurat pasti akan mengasihi. Siapa yang tidak menjalankan Taurat, dia tentu tidak sungguh-sungguh mengasihi. Jika Taurat digenapi di dalam tindakan mengasihi, maka perintah Tuhan Yesus menajamkan kembali tentang siapa yang harus kita kasihi. Mari kita belajar melakukan dua hal. Yang pertama adalah mari kita belajar mengasihi orang yang membenci kita. Kita punya musuh? Orang yang membenci kita tanpa alasan? Atau kita mengenal orang yang sangat jahat dan menyakiti atau menindas kita? Maukah kita memulai komitmen untuk mendoakan dia, memberitakan Injil kepada dia, dan terus mengasihi dia hingga dia mau datang kepada Tuhan Yesus? Tidak ada jalan lain. Kita mau menang atas dosa? Mau dengan setia melakukan kehendak Allah di dalam Taurat? Mau menyenangkan hati Allah? Mau hidup berkenan kepada-Nya? Mau mengatakan: “Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu jadilah”? Jika ya, tidak ada cara lain. Kita harus melakukan hal ini: mendoakan orang yang membenci dan menindas kita, mengasihi mereka, dan memenangkan mereka bagi Kristus.

Hal kedua adalah: mari kita sama-sama belajar mengasihi dan memperhatikan orang-orang dengan latar belakang yang sangat berbeda dengan kita. Jika kita hanya akrab dengan orang-orang berlatar belakang budaya yang mirip, apa bedanya kita dengan orang dunia ini? Jika Yesus hanya mau akrab dengan orang-orang surga, maka Dia tidak akan mungkin mau datang ke dalam dunia ini. Coba jangkau orang-orang di tempat kerja kita, atau tempat kuliah, atau bahkan gereja kita. Jangkau mereka yang paling sulit akrab dengan kita. Orang yang memerlukan begitu banyak kesabaran dan menyangkal diri untuk diajak bicara, orang yang budayanya berbeda jauh dengan budaya kita, orang yang kita tidak mau kenal lebih dekat, semua ini harus mampu kita jangkau. Inilah caranya kita dapat mulai mempelajari kasih yang sejati. Jika kita tidak mulai belajar merangkul dan menjangkau orang-orang yang berbeda dengan kita, maka kita tidak akan mungkin meneruskan semangat penjangkauan orang-orang Kristen mula-mula. Mereka terus memikirkan untuk menjangkau lebih banyak lagi tempat. Apakah semangat ini masih ada? Atau sekarang orang Kristen sudah puas dengan jemaat yang ada. Memelihara sekelompok kecil domba-domba dengan mengabaikan begitu banyak kawanan yang di sekeliling kita karena kita telah begitu nyaman dengan lingkungan kita. Jika kita merasa terganggu dengan semakin banyaknya orang yang bergabung ke dalam gereja. Celakalah kita! Tidak ada sukacita bersama dengan malaikat di surga. Yang ada malah merasa terganggu dengan kedatangan orang-orang baru yang tidak dikenal. Kita terus menyembah suatu berhala yang bernama “kenyamanan di dalam komunitas kecil”. Jangan seperti itu! Belajar menjangkau sebanyak mungkin orang, menangkan sebanyak mungkin orang dengan cara membiasakan diri bergaul dengan sebanyak mungkin orang yang sangat berbeda dengan kita.

Doa:
Tuhan, ampuni kami yang sulit mengampuni orang lain. Kasihani kami yang tidak mau mengasihani musuh-musuh kami. Kuatkan kami yang tidak sanggup berdoa dan mengasihi mereka yang menganiaya kami. Kami begitu lemah dan berdosa, ya Tuhan. Tolong kami. Berikan kami kasih yang sejati supaya kami boleh menjadi gambar Allah yang sejati, yang menyatakan kasih dan pengampunan yang sebenarnya. (JP)

Mengasihi musuh adalah perintah yang unik dalam hukum kasih jelaskan maknanya

Khotbah Kristen Lukas 6: 27-36 | Mengasihi Musuh: Mungkinkah? Tak terelakkan, di dunia ini kita pasti memiliki orang-orang yang kita kasihi, ataupun yang belum bahkan sangat sulit kita kasihi. Pada orang yang kita kenal baik, kita akan lebih mudah mengasihi. Tetapi bagi orang yang kurang kita kenal terlebih yang kita benci atau yang memusuhi kita, kita akan mengalami kesulitan untuk mengasihi mereka. Pertengkaran, peristiwa traumatis yang melukai hati dan merugikan membuat kita “terpisah” satu sama lain. Secara alamiah kita akan acuh bahkan geram terhadap mereka. Namun apa ajaran Yesus terhadap orang yang kita benci atau membenci (musuh) kita?

Mengasihi musuh adalah perintah yang unik dalam hukum kasih jelaskan maknanya

Dalam bacaan Lukas 6: 27-36, Yesus justru menyerukan “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu. Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu…. jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka… kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka… maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orangorang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat”.

Mengasihi Musuh: Mungkinkah?

Yesus menegaskan bahwa dengan mengasihi musuh, bahkan memberkati dan mendoakan orang yang mengutuk ataupun mencaci kita, dengan demikianlah identitas kita sebagai anak-anak Allah menjadi nyata. Itulah yang membedakan diri kita dengan orang-orang yang belum mengenal Allah! Seperti Allah baik terhadap orang baik ataupun orang jahat, menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik, menurunkan hujan bagi orang benar dan tidak benar. (Mat. 5: 44-45) Kita pun demikian, kita dipanggil untuk terus berbuat baik tanpa pilih kasih, baik kepada orang baik ataupun orang jahat. Yang kita benci adalah perbuatannya, tetapi setiap pribadinya selalu kita kasihi dan kita doakan.

Mungkin kita bertanya-tanya: lantas bagaimana caranya mengasihi musuh? Bukankah prakteknya sulit? Perselisihan, permusuhan seringkali menimbulkan kepahitan yang luar biasa. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari kisah Yusuf (Kej. 45: 3-15). Ia dipandang iri oleh saudara-saudaranya karena menjadi anak kesayangan ayah mereka, Yakub. Ia lalu dilemparkan ke dalam sumur yang kering, dijual ke negeri asing
sebagai budak oleh saudara-saudaranya sendiri.

Di Mesir nasibnya pun naas karena difitnah dan dipenjara. Jika ia mau, ia bisa menyimpan dendam dan kutuk kepada saudara-saudaranya. Tetapi ketika ia menjadi perdana Menteri Mesir, orang nomor 2 di Mesir setelah Firaun, ia mendapati saudara-saudaranya datang meminta belas kasihan dalam masa kekeringan ke tanah Mesir. Apa yang Yusuf lakukan? Ia mendekat, mencium saudara-saudaranya dengan menangis, memeluk mereka dan berkata: “kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu… Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah” Yusuf dapat berbuat demikian, karena ia mengarahkan pandangannya kepada Allah dan rencana-Nya!

Mengasihi musuh adalah perintah yang unik dalam hukum kasih jelaskan maknanya

Segala sesuatu bisa terjadi, tetapi ia tetap percaya bahwa tak ada satupun terjadi di luar rancangan damai sejahtera Allah. Dengan demikian ia bisa memiliki hati yang jernih, penuh kasih dan pengampunan terhadap orang-orang yang melukai hatinya. Adakah hati kita masih terbeban, karena luka dan permusuhan? Mari kita meminta kasih Allah memenuhi hati ini, agar kita mampu mengasihi dan mendoakan orang yang membenci bahkan memusuhi kita, karena hanya dengan demikian kita disebut anak-anak Allah. Tuhan memberkati kita. (GPP – Khotbah Kristen Lukas 6: 27-36 | Mengasihi Musuh: Mungkinkah?)

Dikutip dari : https://renunganhariankristen.com/khotbah-kristen-lukas-6-27-36-mengasihi-musuh-mungkinkah/