Latar Belakang Alexander Fleming menemukan antibiotik pertama, penicillin, pada 1927. Setelah digunakan pertama kali tahun 1940-an, antibiotik membawa perubahan besar pada pelayanan kesehatan dan penyembuhan infeksi bakterial. Antibiotik didefinisikan sebagai substansi, yang diproduksi oleh mikroorganisme, yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Munculnya antibiotik sintetik mengubah definisi menjadi substansi yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau substansi serupa yang diproduksi keseluruhan maupun sebagian oleh sintesis kimia, pada konsentrasi minimal terukur menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif yang tinggi. Artinya obat itu harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia. Berdasarkan sifat ini, sifat antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid. Berdasarkan penelitian, kualitas penggunaan antibiotik di berbagai bagian di rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada indikasi. Peresepan antibiotik yang tidak tepat menjadi penyebab timbulnya epidemik bakteri resisten yang hasilnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas. WHO telah mengeluarkan pernyataan mengenai pentingnya mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan masalah antibiotik, termasuk strategi untuk mengendalikan kejadian resistensi. Resistensi Antibiotik Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antibiotik. Sifat ini bisa merupakan suatu mekanisme alamiah untuk tetap bertahan hidup. Timbulnya resistensi pada suatu strain mikroba terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah satu atau lebih dari mekanisme berikut:
Agar suatu obat efektif untuk pengobatan, maka obat itu harus mencapai tempat aktivitasnya di dalam tubuh dengan kecepatan dan jumlah yang cukup untuk menghasilkan konsentrasi efektif. Prinsip Pemberian Antibiotik di Klinik 1. Tepat Indikasi Pemberian antibiotik di klinik bertujuan untuk menghentikan metabolisme kuman penyebab infeksi. Pemberian antibiotik ditentukan berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
Untuk menentukan perlu atau tidaknya pemberian antibiotik pada suatu penyakit perlu diperhatikan gejala klinik dan patogenisitas bakteri serta kesanggupan mekanisme pertahanan tubuh hospes. Gejala demam yang merupakan salah satu gejala sistemik penyakit infeksi paling umum, tidak merupakan indikator kuat pemberian antibiotik.
Indikasi pemberian antibiotik pada pasien harus dipertimbangkan dengan seksama, dan sangat tergantung pada pengalaman pengamatan klinik dokter yang mengobati pasien.9 2. Pemilihan Antibiotik yang Tepat Setelah dokter menentukan perlu tidaknya pemberian antibiotik, langkah berikutnya adalah pemilihan antibiotik yang tepat serta penentuan dosis dan cara pemberiannya. Dalam memilih antibiotik yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas bakteri terhadap antibiotik, keadaan tubuh hospes dan biaya pengobatan. Untuk mengetahui kepekaan mikroba terhadap antibiotik, perlu dilakukan pembiakan kuman penyebab infeksi, yang diikuti dengan uji kepekaan. Bahan biologik dari hospes untuk pembiakan diambil sebelum pemberian antibiotik. Setelah pengambilan bahan tersebut terutama dalam keadaan penyakit infeksi yang berat, terapi dengan antibiotik dapat dimulai dengan memilih antibiotik yang tepat sesuai gejala klinis pasien. Dalam praktek sehari-hari tidak mungkin melakukan pemeriksaan biakan pada setiap penyakit infeksi. Sehingga pemilihan antibiotik dilakukan dengan membuat perkiraan kuman penyebab infeksi dan pola kepekaannya. Bila dari hasil kepekaan ternyata pilihan antibiotik semula tadi tepat serta gejala klinik jelas membaik maka terapi menggunakan antibiotik tersebut diteruskan. Namun jika hasil uji sensitivitas menunjukkan ada antibiotik yang lebih efektif, sedangkan dengan antibiotik semula gejala klinik penyakit tersebut menunjukkan perbaikan-perbaikan yang menyakinkan maka antibiotik semula dapat diteruskan. Tetapi apabila hasil perbaikan klinis kurang memuaskan, antibiotik yang diberikan semula dapat digantikan dengan antibiotik yang lebih efektif sesuai dengan hasil uji sensitivitas. Bila pemberian antibiotik hanya bersifat bakteriostatik, pemusnahan bakteri hanya tergantung pada daya tahan tubuh hospes, tidak demikian halnya dengan antibiotik bakterisid. Antibiotik bakterisid dapat dipastikan menghasilkan efek terapi, apalagi bila diketahui bahwa daya tahan tubuh hospes telah menurun, seperti pada penyakit difisiensi imun, leukimia akut dan lain-lain. Pada keadaan ini lebih baik digunakan antibiotik bakterisid. Keadaan tubuh hospes perlu dipertimbangkan untuk memilih antibiotik yang tepat. Untuk pasien penyakit infeksi yang juga menderita penyakit ginjal misalnya, jika diperlukan jenis tetrasiklin sebagai antibiotik, maka sebaiknya dipilih doksisiklin yang paling aman diantara tetrasiklin lainnya.10 3. Penentuan Dosis dan Lama Pemberian yang Tepat Penentuan dosis dan lama pemberian terapi antibiotik, didasarkan pada sifat farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut. 4. Farmakokinetik Antibiotika Faktor-faktor yang penting dan berperan dalam farmakokinetika obat adalah absorpsi, distribusi, biotransformasi, eliminasi, faktor genetik dan interaksi obat. Antibiotika yang akan mengalami transportasi tergantung dengan daya ikatnya terhadap protein plasma. Bentuk yang tidak terikat dengan protein itulah yang secara farmakologis aktif, yaitu mempunyai kemampuan sebagai antimikroba. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pemberian AntibiotikPemberian antibiotik adalah penentu utama dari berkembangnya resistensi. Banyak parameter yang telah dibuat untuk mengoptimalkan penilaian kualitas pemberian antibiotik. Peningkatan pemberian antibiotik secara bijak menjadi solusi sebagai upaya mengatasi resistensi. Pemilihan antibiotik yang bijak yaitu adalah yang tepat indikasi, dosis, rute serta waktu pemberian. Jumlah antibiotik yang diberikan juga menentukan tepat tidaknya peresepan antibiotik tersebut. Pemberian antibiotik yang bijak meliputi kuantitas dan kualitas yang baik tergantung dari:
Oleh: dr. Ridha Wahyutomo, Sp.MK (Mikrobiologi Klinik RS. Mardi Rahayu) Referensi:
|