Negara bagian Yugoslavia yang pertama kali memproklamasikan kemerdekaannya adalah

Medcom - 30 Mei 2022 19:56 WIB

Ilustrasi buku. Medcom

Jakarta: Berbicara tentang konflik yang membuat sebuah negara terpecah, Sobat Medcom mungkin akan langsung teringat dengan kisah Uni Soviet. Salah satu pemicu runtuhnya negara tersebut ialah konflik di Afghanistan.

Namun, ternyata bukan Uni Soviet saja yang runtuh akibat konflik. Negara federal yang terletak di Benua Eropa, Yugoslavia, juga mengalami keruntuhan akibat perang saudara.

Perang saudara itu berlangsung selama 10 tahun, lebih tepatnya mulai dari 31 Maret 1991 sampai 12 November 2001. Konflik tersebut menyebabkan Yugoslavia terpecah menjadi enam negara bagian.

Lantas, sebenarnya apa penyebab perang saudara di Yugoslavia? Untuk mengupasnya lebih lanjut, simak pembahasan berikut yang dikutip dari Zenius: 

Keruntuhan Yugoslavia utamanya dipicu oleh dua hal, yakni wafatnya pemimpin negara tersebut dan bubarnya Uni Soviet. Kepergian Josip Broz Tito, pemimpin Yugoslavia, pada 1980 menimbulkan krisis Balkan. Runtuhnya Uni Soviet berdampak pada keretakan bangsa-bangsa di Yugoslavia. Mereka semula terdorong untuk menyatukan diri lantaran ingin melawan pengaruh Uni Soviet. Ketika negara itu runtuh, mereka lantas kehilangan alasan untuk bersatu.

Kondisi ini semakin diperparah dengan masalah sosial antar-etnis, kesenjangan sosial antardaerah, dan masalah ekonomi. Alhasil, konflik pun kian memanas hingga tak bisa diredam lagi.

Konflik mencapai puncaknya ketika terjadi pertentangan antara sesama negara bagian Yugoslavia, yakni Slovenia dengan Kroasia. Kedua negara ini berseteru memperebutkan wilayah teritorialnya. Perseteruan ini lantas menyebabkan Slovenia dan Kroasia mendeklarasikan pelepasan diri dari Yugoslavia pada 25 Juni 1991. Negara bagian yang lain pun turut mendeklarasikan kemerdekaannya. Melihat negara-negara bagiannya melepaskan diri, Yugoslavia tentu tidak diam begitu saja. Negara federal itu lantas melakukan invasi ke negara bagiannya. Peperangan mulai terjadi di beberapa tempat, yaitu Perang Bosnia dan Perang Kosovo. Bosnia-Herzegovina menjadi pusat konflik di Yugoslavia kala itu karena Serbia melakukan penolakan atas deklarasi kemerdekaan yang dilakukan oleh beberapa negara bagian Yugoslavia. Peperangan ini akhirnya membuat Yugoslavia pecah menjadi enam negara. Hingga saat ini, beberapa negara pecahan Yugoslavia, kecuali Slovenia, bisa dibilang menjadi negara yang cukup terbelakang di Eropa. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik Yugoslavia terjadi karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya antara lain kehilangan pemimpin yang menyatukan bangsa-bangsa di Slavia Selatan, adanya kesenjangan sosial, dan masalah ekonomi.

Sedangkan untuk faktor eksternal, konflik Yugoslavian dipicu hilangnya musuh, Uni Soviet, yang membuat mereka bersatu. Hal ini membuat Yugoslavia ibarat tak memiliki alasan lagi untuk bersatu.

Akibat perang saudara yang berlangsung selama 10 tahun, Yugoslavia terpecah menjadi enam negara berdaulat. Keenamnya ialah Montenegro, Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, dan Makedonia. Negara bekas bagian Yugoslavia ini mendeklarasikan kemerdekaannya pada 3 Juni 2006. Namun, sebelum itu, Montenegro pernah menjadi bagian dari persatuan Serbia dan Montenegro sejak 2003 sampai 2006. Serbia merupakan salah satu negara bagian dari Yugoslavia yang mendeklarasikan kemerdekaannya pada 5 Juni 2006, hanya berselang dua hari dari Montenegro.

Serbia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tak ayal, sewaktu masih menjadi bagian dari Yugoslavia, sumber daya alam negara ini kerap diambil oleh Slovenia dan Kroasia.

Kroasia mendeklarasikan kemerdekaannya pada 25 Juni 1991. Negara ini sejak awal memang ingin memisahkan diri dari Yugoslavia. Sama seperti Kroasia, Slovenia mendeklarasikan kemerdekaannya pada 25 Juni 1991. Negara dengan penduduk sekitar empat juta jiwa ini mendeklarasikan kemerdekaannya sekitar satu bulan sebelum Yugoslavia runtuh. Lebih tepatnya, pada 3 Maret 1992. Makedonia pertama kali mendeklarasikan kemerdekaannya pada 8 September 1991. Namun, kedaulatannya ini tidak langsung diakui lantaran mendapat pertentangan dari orang-orang Yunani.

Demikianlah sekilas pembahasan mengenai konflik Yugoslavia yang menjadi cikal bakal berdaulatnya enam negara di Eropa Tengah. (Nurisma Rahmatika)

Baca: Mengenal Margaret Thatcher, ‘Wanita Besi’ Pengubah Dunia

(REN)

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?

  • Happy
  • Inspire
  • Counfuse
  • Sad

Pembubaran YugoslaviaTanggalTempatPartisipanHasil

Peta Yugoslavia

     Socialist Federal Republic of Yugoslavia      Serbia and Montenegro (held the name
"Federal Republic of Yugoslavia", 1992-2003)
     Serbia      Kroasia      Slovenia      Makedonia      Bosnia-Herzegovina      Inter-Entity Boundary Line sela Federasi Bosnia-Herzegovina dan Republika Srpska      Kosovo (pemisahan diri dari Serbia)      Montenegro

1987-1995
Yugoslavia
Slobodan Milošević, Franjo Tuđman, Alija Izetbegović, Radovan Karadžić
Pecahnya negara Yugoslavia, lima negara baru berdiri.

Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik babak dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama untuk Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Alam Kedua, Yugoslavia didirikan sbg negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar belakangan sejarah dan etnis, di selanya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi bangunan di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik mempunyai cabang partai komunis dan pejabat elit, dan seluruh perselisihan yang telah tersedia diselesaikan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di sela ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut adalah sebuah kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil sampai dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tak lagi dapat menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik babak, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan sela etnis Albania dan Serbia yang tak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tak efektif di tingkat federal diasumsikan sbg penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya paham komunis di Eropa Timur. Pada akibatnya, Yugoslavia yang adalah perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun selesai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang disediakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang berasal dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik babak memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi masalah status etnis minoritas Serbia yang telah tersedia di luar Serbia tetap tak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kemudian merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito sbg tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang akurat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, sbg keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan warga etnis Serbia. Akan tetapi situasi kemudian berganti yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito berpulang tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kemudian dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggotakan 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin menjadi kurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik babak melebihi kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik babaknya dari badan kolektif tersebut dan kemudian didampingi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang didampingi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 menyelenggarakan referendum sbg menentukan sbg negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 sudah menyelenggarakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan sbg merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 himpunan negara-negara ME dan AS kemudian memberikan pengakuan dengan segera untuk Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan telah tersedianya pengakuan negara-negara lain untuk kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik babak yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga mencetuskan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Warga Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan gerakan proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Babak Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Warga Eropa, dan pada akibatnya mendapat pengakuan warga internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras sbg mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kemudian terjadi di Bosnia Herzegovina tak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Warga Eropa yang memerankan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Warga Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sbg negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang adalah "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sbg terlalu dini, mengingat sedang banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di sela masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Rumitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina sudah membikin upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang diterapkan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di sela pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya banyak sekali korban. Guna mencegah berlangsungnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun semakin buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan tugas sbg pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya rupa-rupanya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan sampai menengah tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang didampingi telah tersedianya Republik-Republik Babak yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kemudian diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari warga internasional dan kemudian bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun-bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh berhasrat melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh warga internasional.

Pihak Serbia tak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun-bangun apapun sebelum membicarakan masalah perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun-bangun negara Konfederasi yang adalah gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dicerai-beraikan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berfaedah akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia sudah tersebar di seluruh Republik Babak Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai masalah kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun-bangun hubungan Federasi yang "longgar". Kemudian ke-4 negara tersebut di atas menyelenggarakan hubungan sbg bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun-bangun Konfederasi.

Tidak memihak usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia tentang bangun-bangun negara Yugoslavia ternyata tidak diterima oleh Serbia kecuali usulan sbg meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlangsung namun keputusan tentang bangun-bangun negara tak tercapai. Situasi demikian yang tak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar sudah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara sela yang mendukung dan tak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Warga Eropa dan Internasional

Himpunan Warga Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam proses disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia sbg menangguhkan kemerdekaannya serta tak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan sbg reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Warga Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Warga Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak sbg memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari himpunan Warga Eropa.

Sementara itu Warga Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi sbg mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia sbg memperoleh pengakuan. Hasil penelitian diputuskan sudah harus sampai di meja Ketua Warga Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba mencetuskan pengakuan untuk Slovenia dan Kroasia sbg negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut akibatnya didampingi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas proses demokratisasi Republik tersebut dibelahan alam lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Warga Eropa mengatakan bahwa Slovenia dan Makedonia sudah memenuhi syarat sbg mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Tidak sama dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Warga Eropa yang mengatakan bahwa untuk Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat sbg pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Warga Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia sbg nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional kemudian sudah mendorong negara-negara lainnya sbg mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dan lain-lain diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenal oleh Wakil PM Yugoslavia pada masa itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan untuk pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membikin berani sbg mendukung para politikus Slovenia sbg memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai menyelenggarakan pemasangan alat-alat perintang sbg tank (landak-landak yang dihasilkan dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan agung di seluruh kota agung di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan kemudian HANTER Slovenia mulai menyelenggarakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan memakai segala sarana prasarana persenjataan yang telah tersedia. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia sbg agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan kekuatan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan kekuatan militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia untuk PANGTI sbg mengambil aksi tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tak sukses dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Akibatnya sbg mencegah korban yang semakin agung dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, sbg dampak keraguan dalam mengambil sikap sbg mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berfaedah secara tak langsung membiarkan Slovenia sbg memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Situasi yang semakin tak menentu di wilayah Republik-Republik Babak Yugoslavia tidak memihak di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina sudah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia sbg bersidang yang kemudian mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang babaknya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang telah tersedia sekarang. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure sudah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tak babak Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tak mempunyai ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya sbg Pangti AB, sudah memutuskan sbg menarik seluruh babak pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Babak Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan sbg menentukan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia sbg menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas kala yang ditentukan sampai tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tak beranggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang babaknya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua babak eks RFS Yugoslavia, sedang tetap berhasrat dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi sbg tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun-bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta sbg mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berjalan.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina telah tersedia di babak sentral Yugoslavia, dan sering diasumsikan sbg "miniatur Yugoslavia" karena masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional sedang dilanda pertikaian-pertikaian seperti masalah etnis, tak telah tersedianya kecocokan argumen tentang bangun-bangun masa depan Republik tersebut dan masalah perebutan kekuatan masalah wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di sela masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah telah tersedianya gesekan-gesekan dari pihak luar sudah memercikkan api pertikaian di sela mereka yang akibatnya berganti menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlangsung di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai adalah sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat sedang banyaknya masalah-masalah yang belum diselesaikan. Sbg mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu untuk Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia sudah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang sudah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Lepas dari masalah, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, mempunyai efek yang kuat di dalam bidang kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB sudah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan telah tersedianya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara agung, yang sukses melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan sbg merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan sbg memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan memakai ultimatum sulit sbg diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tak telah tersedia terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan sbg memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa biasanya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan untuk Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sbg sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial kebiasaan istiadat dan olahraga.

Walaupun demikian posisi Yugoslavia (baru) sedang cukup diasumsikan sbg faktor penentu, pada proses perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada kala itu sedang babak PBB, akan tetapi dilarang telah tersedia pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan akibatnya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap kegiatan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang adalah "sisa Yugoslavia lama", mencetuskan diri sbg pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui sbg salah satu faktor utama yang dapat memperagakan peranan penting, dalam proses perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Warga Eropa secara regional tak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak masa itu masalah yang terjadi di wilayah Yugoslavia sudah menjadi masalah PBB, tidak memihak secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang diterapkan oleh warga internasional sedangkan dalam babak militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR sbg memelihara perdamaian ataupun mencegah semakin lapang konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan tugas UNPROFOR di Yugoslavia tak berlangsung dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dan kehadirannya tak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan beberapa kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga akibatnya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) sbg organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina sbg kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk masalah yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang adalah mayoritas di wilayah Krajina dan sedang di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan kemudian membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Aksi etnis Serbia di Kroasia tersebut diterapkan setelah pihak Kroasia menolak hasrat Serbia Krajina sbg tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di sela pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera semakin lapang di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran sela Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang telah tersedia di sela perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlangsung sela pihak Kroasia dan Serbia Krajina dampak tak telah tersedianya titik-temu sbg menyilakan duduk pertikaian sela kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Situasi tersebut sudah memaksa PBB sbg menjadikan wilayah Serbia Krajina sbg kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Area UNPA) sampai dicapainya penyelesaian di sela kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan aksi PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina sbg UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 sbg membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membikin kondisi damai dan lepas dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Sampai dengan akhir Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan sbg meletakkan 14.389 orang babak UNPROFOR di wilayah UNPA. Aksi PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) sbg wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan jumlah yang cukup agung sudah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tak didampingi dengan perundingan-perundingan yang tuntas sela pihak Kroasia dan Serbia Krajina sampai situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga akibatnya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan kekuatan pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan merebut sektor barat UNPA dan pada bulan agustus merebut sektor selatan dan utara sehingga masa itu tinggal sektor timur yang mencakup wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang sedang adalah kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 sudah dimulai penarikan sbg pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh seluruh pihak di wilayah Yugoslavia sbg menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan untuk pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan akibatnya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina dampak situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan sbg mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran himpunan Warga Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada akhir April 1992 dengan mendatangkan sebanyak 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk sudah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 sudah mencapai semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan bergantinya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang bekerja di Bosnia Hecegovina tak mengalani perubahan yaitu tetap memakai nama UNROFOR. Kekuatan dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia adalah yang terbesar tidak memihak dalam pengeluaran resolusi, pengerahan kekuatan personel, perlengkapan militer maupun jumlah korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB sudah mengeluarkan tak kurang 50 resolusi tentang krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah Bosnia Herzegovina. Sementara itu jumlah pasukan PBB yang bekerja di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sebanyak 50.774 orang yang berasal dari bermacam negara. Sebanyak 44.991 orang dari jumlah tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB diletakkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Artikel utama sbg kategori ini adalah Upaya perdamaian krisis Yugoslavia.

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina sudah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Warga Eropa melewati Konperensi Internasional tentang Yugoslavia yang akibatnya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit sbg sukses menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina karena tak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tak berasal dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok sbg diterapkan sbg mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan sbg diterima oleh seluruh pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat juga


edunitas.com

Page 2

Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik babak dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama untuk Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Alam Kedua, Yugoslavia didirikan sebagai negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar belakangan sejarah dan etnis, di selanya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi bangunan di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik mempunyai cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang telah tersedia diselesaikan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di sela ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan sebuah kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil sampai dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi dapat menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, penduduk etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik babak, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan sela etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal diasumsikan sebagai penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, berhasil secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya paham komunis di Eropa Timur. Pada akibatnya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun selesai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik babak memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi masalah status etnis minoritas Serbia yang telah tersedia di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kemudian merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito sebagai tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, sebagai keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan warga etnis Serbia. Akan tetapi situasi kemudian berganti yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito berpulang tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kemudian dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggotakan 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin menjadi kurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik babak melebihi kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik babaknya dari badan kolektif tersebut dan kemudian didampingi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang didampingi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum sebagai menentukan sebagai negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 sudah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan sebagai merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kumpulan negara-negara ME dan AS kemudian memberikan pengakuan dengan segera untuk Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan telah tersedianya pengakuan negara-negara lain untuk kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik babak yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga mencetuskan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan gerakan proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Babak Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada akibatnya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras sebagai mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kemudian terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang memerankan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi penduduk yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sebagai terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di sela penduduk Republik Bosnia Herzegovina.

Rumitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina sudah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang diterapkan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di sela pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya berlebihan korban. Guna mencegah berlangsungnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun semakin buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum berhasil mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan sampai menengah tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang didampingi telah tersedianya Republik-Republik Babak yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kemudian diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan kemudian bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun-bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh berhasrat melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara berwujud apapun sebelum membicarakan masalah perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun-bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dicerai-beraikan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berfaedah akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia sudah tersebar di semua Republik Babak Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai masalah kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun-bangun hubungan Federasi yang "longgar". Kemudian ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan sebagai bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun-bangun Konfederasi.

Tidak memihak usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia tentang bangun-bangun negara Yugoslavia ternyata tidak diterima oleh Serbia kecuali usulan sebagai meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlangsung namun keputusan tentang bangun-bangun negara tidak tercapai. Situasi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar sudah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara sela yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kumpulan Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam proses disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia sebagai menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan sebagai reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak sebagai memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kumpulan Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi sebagai mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia sebagai memperoleh pengakuan. Hasil penelitian diputuskan sudah harus sampai di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba mencetuskan pengakuan untuk Slovenia dan Kroasia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut akibatnya didampingi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas proses demokratisasi Republik tersebut dibelahan alam lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa mengatakan bahwa Slovenia dan Makedonia sudah memenuhi syarat sebagai mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Tidak sama dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang mengatakan bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat sebagai pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia sebagai nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional kemudian sudah mendorong negara-negara lainnya sebagai mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dan lain-lain diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenal oleh Wakil PM Yugoslavia pada masa itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan untuk pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membuat berani sebagai mendukung para politikus Slovenia sebagai memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang sebagai tank (landak-landak yang dihasilkan dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan agung di seluruh kota agung di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan kemudian HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan memakai segala sarana prasarana persenjataan yang telah tersedia. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia sebagai agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan kekuatan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan kekuatan militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia untuk PANGTI sebagai mengambil aksi tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak berhasil dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada penduduk. Akibatnya sebagai mencegah korban yang semakin agung dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, sebagai dampak keraguan dalam mengambil sikap sebagai mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berfaedah secara tidak langsung membiarkan Slovenia sebagai memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Situasi yang semakin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Babak Yugoslavia tidak memihak di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina sudah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia sebagai bersidang yang kemudian mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang babaknya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang telah tersedia sekarang. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure sudah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak babak Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak mempunyai ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya sebagai Pangti AB, sudah memutuskan sebagai menarik semua babak pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Babak Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan sebagai menentukan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia sebagai menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang ditentukan sampai tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak beranggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang babaknya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua babak eks RFS Yugoslavia, masih tetap berhasrat dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi sebagai tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun-bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta sebagai mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berjalan.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina telah tersedia di babak sentral Yugoslavia, dan sering diasumsikan sebagai "miniatur Yugoslavia" karena penduduknya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti masalah etnis, tidak telah tersedianya kecocokan argumen tentang bangun-bangun masa depan Republik tersebut dan masalah perebutan kekuatan masalah wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di sela penduduk konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah telah tersedianya gesekan-gesekan dari pihak luar sudah memercikkan api pertikaian di sela mereka yang akibatnya berganti menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlangsung di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum diselesaikan. Sebagai mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia sudah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang sudah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Lepas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, mempunyai efek yang kuat di dalam bidang kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB sudah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan telah tersedianya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara agung, yang berhasil melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan sebagai merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan sebagai memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan memakai ultimatum sulit sebagai diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak telah tersedia terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan sebagai memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa kebanyakan. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan untuk Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sebagai sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial kebiasaan istiadat dan olahraga.

Walaupun demikian posisi Yugoslavia (baru) masih cukup diasumsikan sebagai faktor penentu, pada proses perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih babak PBB, akan tetapi dilarang telah tersedia pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan akibatnya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap kegiatan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", mencetuskan diri sebagai pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui sebagai salah satu faktor utama yang dapat memperagakan peranan penting, dalam proses perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak masa itu masalah yang terjadi di wilayah Yugoslavia sudah menjadi masalah PBB, tidak memihak secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang diterapkan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam babak militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR sebagai memelihara perdamaian ataupun mencegah semakin lapang konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan tugas UNPROFOR di Yugoslavia tidak berlangsung dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan beberapa kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga akibatnya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) sebagai organisasi induk berkedudukan di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina sebagai kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk masalah yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan kemudian membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Aksi etnis Serbia di Kroasia tersebut diterapkan setelah pihak Kroasia menolak keinginan Serbia Krajina sebagai tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di sela pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera semakin lapang di wilayah dimana terdapat penduduk Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran sela Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang telah tersedia di sela perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlangsung sela pihak Kroasia dan Serbia Krajina dampak tidak telah tersedianya titik-temu sebagai menyilakan duduk pertikaian sela kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Situasi tersebut sudah memaksa PBB sebagai menjadikan wilayah Serbia Krajina sebagai kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Area UNPA) sampai dicapainya penyelesaian di sela kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan aksi PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina sebagai UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 sebagai membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna menciptakan kondisi damai dan lepas dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Sampai dengan akhir Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan sebagai meletak 14.389 orang babak UNPROFOR di wilayah UNPA. Aksi PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) sebagai wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup agung sudah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak didampingi dengan perundingan-perundingan yang tuntas sela pihak Kroasia dan Serbia Krajina sampai situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga akibatnya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan kekuatan pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan menduduki sektor barat UNPA dan pada bulan agustus menduduki sektor selatan dan utara sehingga masa itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 sudah dimulai penarikan sebagai pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia sebagai menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan akibatnya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina dampak situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan sebagai mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kumpulan Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada akhir April 1992 dengan mendatangkan sebanyak 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk sudah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 sudah mencapai semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan bergantinya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang bekerja di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap memakai nama UNROFOR. Kekuatan dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar tidak memihak dalam pengeluaran resolusi, pengerahan kekuatan personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB sudah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi tentang krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang bekerja di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sebanyak 50.774 orang yang berasal dari bermacam negara. Sebanyak 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB diletakkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina sudah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional tentang Yugoslavia yang akibatnya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit sebagai berhasil menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak berasal dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok sebagai diterapkan sebagai mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan sebagai diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat juga


edunitas.com

Page 3

Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik babak dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama untuk Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Alam Kedua, Yugoslavia didirikan sebagai negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar belakangan sejarah dan etnis, di selanya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi bangunan di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik mempunyai cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang telah tersedia diselesaikan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di sela ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan sebuah kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil sampai dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi dapat menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, penduduk etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik babak, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan sela etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal diasumsikan sebagai penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, berhasil secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya paham komunis di Eropa Timur. Pada akibatnya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun selesai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik babak memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi masalah status etnis minoritas Serbia yang telah tersedia di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kemudian merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito sebagai tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, sebagai keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan warga etnis Serbia. Akan tetapi situasi kemudian berganti yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito berpulang tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kemudian dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggotakan 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin menjadi kurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik babak melebihi kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik babaknya dari badan kolektif tersebut dan kemudian didampingi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang didampingi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum sebagai menentukan sebagai negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 sudah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan sebagai merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kumpulan negara-negara ME dan AS kemudian memberikan pengakuan dengan segera untuk Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan telah tersedianya pengakuan negara-negara lain untuk kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik babak yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga mencetuskan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan gerakan proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Babak Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada akibatnya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras sebagai mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kemudian terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang memerankan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi penduduk yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sebagai terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di sela penduduk Republik Bosnia Herzegovina.

Rumitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina sudah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang diterapkan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di sela pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya berlebihan korban. Guna mencegah berlangsungnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun semakin buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum berhasil mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan sampai menengah tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang didampingi telah tersedianya Republik-Republik Babak yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kemudian diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan kemudian bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun-bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh berhasrat melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara berwujud apapun sebelum membicarakan masalah perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun-bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dicerai-beraikan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berfaedah akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia sudah tersebar di semua Republik Babak Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai masalah kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun-bangun hubungan Federasi yang "longgar". Kemudian ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan sebagai bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun-bangun Konfederasi.

Tidak memihak usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia tentang bangun-bangun negara Yugoslavia ternyata tidak diterima oleh Serbia kecuali usulan sebagai meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlangsung namun keputusan tentang bangun-bangun negara tidak tercapai. Situasi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar sudah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara sela yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kumpulan Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam proses disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia sebagai menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan sebagai reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak sebagai memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kumpulan Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi sebagai mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia sebagai memperoleh pengakuan. Hasil penelitian diputuskan sudah harus sampai di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba mencetuskan pengakuan untuk Slovenia dan Kroasia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut akibatnya didampingi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas proses demokratisasi Republik tersebut dibelahan alam lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa mengatakan bahwa Slovenia dan Makedonia sudah memenuhi syarat sebagai mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Tidak sama dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang mengatakan bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat sebagai pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia sebagai nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional kemudian sudah mendorong negara-negara lainnya sebagai mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dan lain-lain diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenal oleh Wakil PM Yugoslavia pada masa itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan untuk pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membuat berani sebagai mendukung para politikus Slovenia sebagai memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang sebagai tank (landak-landak yang dihasilkan dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan agung di seluruh kota agung di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan kemudian HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan memakai segala sarana prasarana persenjataan yang telah tersedia. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia sebagai agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan kekuatan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan kekuatan militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia untuk PANGTI sebagai mengambil aksi tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak berhasil dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada penduduk. Akibatnya sebagai mencegah korban yang semakin agung dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, sebagai dampak keraguan dalam mengambil sikap sebagai mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berfaedah secara tidak langsung membiarkan Slovenia sebagai memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Situasi yang semakin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Babak Yugoslavia tidak memihak di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina sudah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia sebagai bersidang yang kemudian mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang babaknya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang telah tersedia sekarang. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure sudah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak babak Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak mempunyai ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya sebagai Pangti AB, sudah memutuskan sebagai menarik semua babak pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Babak Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan sebagai menentukan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia sebagai menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang ditentukan sampai tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak beranggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang babaknya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua babak eks RFS Yugoslavia, masih tetap berhasrat dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi sebagai tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun-bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta sebagai mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berjalan.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina telah tersedia di babak sentral Yugoslavia, dan sering diasumsikan sebagai "miniatur Yugoslavia" karena penduduknya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti masalah etnis, tidak telah tersedianya kecocokan argumen tentang bangun-bangun masa depan Republik tersebut dan masalah perebutan kekuatan masalah wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di sela penduduk konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah telah tersedianya gesekan-gesekan dari pihak luar sudah memercikkan api pertikaian di sela mereka yang akibatnya berganti menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlangsung di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum diselesaikan. Sebagai mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia sudah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang sudah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Lepas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, mempunyai efek yang kuat di dalam bidang kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB sudah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan telah tersedianya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara agung, yang berhasil melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan sebagai merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan sebagai memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan memakai ultimatum sulit sebagai diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak telah tersedia terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan sebagai memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa kebanyakan. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan untuk Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sebagai sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial kebiasaan istiadat dan olahraga.

Walaupun demikian posisi Yugoslavia (baru) masih cukup diasumsikan sebagai faktor penentu, pada proses perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih babak PBB, akan tetapi dilarang telah tersedia pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan akibatnya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap kegiatan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", mencetuskan diri sebagai pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui sebagai salah satu faktor utama yang dapat memperagakan peranan penting, dalam proses perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak masa itu masalah yang terjadi di wilayah Yugoslavia sudah menjadi masalah PBB, tidak memihak secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang diterapkan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam babak militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR sebagai memelihara perdamaian ataupun mencegah semakin lapang konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan tugas UNPROFOR di Yugoslavia tidak berlangsung dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan beberapa kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga akibatnya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) sebagai organisasi induk berkedudukan di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina sebagai kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk masalah yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan kemudian membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Aksi etnis Serbia di Kroasia tersebut diterapkan setelah pihak Kroasia menolak keinginan Serbia Krajina sebagai tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di sela pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera semakin lapang di wilayah dimana terdapat penduduk Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran sela Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang telah tersedia di sela perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlangsung sela pihak Kroasia dan Serbia Krajina dampak tidak telah tersedianya titik-temu sebagai menyilakan duduk pertikaian sela kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Situasi tersebut sudah memaksa PBB sebagai menjadikan wilayah Serbia Krajina sebagai kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Area UNPA) sampai dicapainya penyelesaian di sela kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan aksi PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina sebagai UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 sebagai membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna menciptakan kondisi damai dan lepas dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Sampai dengan akhir Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan sebagai meletak 14.389 orang babak UNPROFOR di wilayah UNPA. Aksi PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) sebagai wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup agung sudah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak didampingi dengan perundingan-perundingan yang tuntas sela pihak Kroasia dan Serbia Krajina sampai situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga akibatnya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan kekuatan pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan menduduki sektor barat UNPA dan pada bulan agustus menduduki sektor selatan dan utara sehingga masa itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 sudah dimulai penarikan sebagai pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia sebagai menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan akibatnya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina dampak situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan sebagai mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kumpulan Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada akhir April 1992 dengan mendatangkan sebanyak 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk sudah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 sudah mencapai semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan bergantinya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang bekerja di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap memakai nama UNROFOR. Kekuatan dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar tidak memihak dalam pengeluaran resolusi, pengerahan kekuatan personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB sudah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi tentang krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang bekerja di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sebanyak 50.774 orang yang berasal dari bermacam negara. Sebanyak 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB diletakkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina sudah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional tentang Yugoslavia yang akibatnya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit sebagai berhasil menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak berasal dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok sebagai diterapkan sebagai mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan sebagai diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat juga


edunitas.com

Page 4

Pembubaran YugoslaviaTanggalTempatPartisipanHasil

Peta Yugoslavia

     Socialist Federal Republic of Yugoslavia      Serbia and Montenegro (held the name
"Federal Republic of Yugoslavia", 1992-2003)
     Serbia      Kroasia      Slovenia      Makedonia      Bosnia-Herzegovina      Inter-Entity Boundary Line sela Federasi Bosnia-Herzegovina dan Republika Srpska      Kosovo (pemisahan diri dari Serbia)      Montenegro

1987-1995
Yugoslavia
Slobodan Milošević, Franjo Tuđman, Alija Izetbegović, Radovan Karadžić
Pecahnya negara Yugoslavia, lima negara baru berdiri.

Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik babak dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama untuk Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Alam Kedua, Yugoslavia didirikan sbg negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar belakangan sejarah dan etnis, di selanya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi bangunan di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik mempunyai cabang partai komunis dan pejabat elit, dan seluruh perselisihan yang telah tersedia diselesaikan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di sela ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut adalah sebuah kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil sampai dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tak lagi dapat menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik babak, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan sela etnis Albania dan Serbia yang tak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tak efektif di tingkat federal diasumsikan sbg penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya paham komunis di Eropa Timur. Pada akibatnya, Yugoslavia yang adalah perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun selesai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang disediakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang berasal dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik babak memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi masalah status etnis minoritas Serbia yang telah tersedia di luar Serbia tetap tak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kemudian merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito sbg tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang akurat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, sbg keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan warga etnis Serbia. Akan tetapi situasi kemudian berganti yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito berpulang tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kemudian dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggotakan 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin menjadi kurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik babak melebihi kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik babaknya dari badan kolektif tersebut dan kemudian didampingi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang didampingi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 menyelenggarakan referendum sbg menentukan sbg negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 sudah menyelenggarakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan sbg merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 himpunan negara-negara ME dan AS kemudian memberikan pengakuan dengan segera untuk Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan telah tersedianya pengakuan negara-negara lain untuk kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik babak yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga mencetuskan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Warga Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan gerakan proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Babak Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Warga Eropa, dan pada akibatnya mendapat pengakuan warga internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras sbg mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kemudian terjadi di Bosnia Herzegovina tak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Warga Eropa yang memerankan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Warga Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sbg negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang adalah "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sbg terlalu dini, mengingat sedang banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di sela masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Rumitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina sudah membikin upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang diterapkan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di sela pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya banyak sekali korban. Guna mencegah berlangsungnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun semakin buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan tugas sbg pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya rupa-rupanya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan sampai menengah tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang didampingi telah tersedianya Republik-Republik Babak yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kemudian diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari warga internasional dan kemudian bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun-bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh berhasrat melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh warga internasional.

Pihak Serbia tak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun-bangun apapun sebelum membicarakan masalah perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun-bangun negara Konfederasi yang adalah gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dicerai-beraikan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berfaedah akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia sudah tersebar di seluruh Republik Babak Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai masalah kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun-bangun hubungan Federasi yang "longgar". Kemudian ke-4 negara tersebut di atas menyelenggarakan hubungan sbg bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun-bangun Konfederasi.

Tidak memihak usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia tentang bangun-bangun negara Yugoslavia ternyata tidak diterima oleh Serbia kecuali usulan sbg meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlangsung namun keputusan tentang bangun-bangun negara tak tercapai. Situasi demikian yang tak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar sudah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara sela yang mendukung dan tak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Warga Eropa dan Internasional

Himpunan Warga Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam proses disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia sbg menangguhkan kemerdekaannya serta tak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan sbg reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Warga Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Warga Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak sbg memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari himpunan Warga Eropa.

Sementara itu Warga Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi sbg mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia sbg memperoleh pengakuan. Hasil penelitian diputuskan sudah harus sampai di meja Ketua Warga Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba mencetuskan pengakuan untuk Slovenia dan Kroasia sbg negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut akibatnya didampingi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas proses demokratisasi Republik tersebut dibelahan alam lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Warga Eropa mengatakan bahwa Slovenia dan Makedonia sudah memenuhi syarat sbg mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Tidak sama dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Warga Eropa yang mengatakan bahwa untuk Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat sbg pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Warga Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia sbg nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional kemudian sudah mendorong negara-negara lainnya sbg mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dan lain-lain diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenal oleh Wakil PM Yugoslavia pada masa itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan untuk pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membikin berani sbg mendukung para politikus Slovenia sbg memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai menyelenggarakan pemasangan alat-alat perintang sbg tank (landak-landak yang dihasilkan dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan agung di seluruh kota agung di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan kemudian HANTER Slovenia mulai menyelenggarakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan memakai segala sarana prasarana persenjataan yang telah tersedia. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia sbg agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan kekuatan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan kekuatan militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia untuk PANGTI sbg mengambil aksi tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tak sukses dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Akibatnya sbg mencegah korban yang semakin agung dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, sbg dampak keraguan dalam mengambil sikap sbg mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berfaedah secara tak langsung membiarkan Slovenia sbg memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Situasi yang semakin tak menentu di wilayah Republik-Republik Babak Yugoslavia tidak memihak di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina sudah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia sbg bersidang yang kemudian mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang babaknya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang telah tersedia sekarang. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure sudah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tak babak Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tak mempunyai ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya sbg Pangti AB, sudah memutuskan sbg menarik seluruh babak pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Babak Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan sbg menentukan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia sbg menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas kala yang ditentukan sampai tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tak beranggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang babaknya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua babak eks RFS Yugoslavia, sedang tetap berhasrat dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi sbg tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun-bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta sbg mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berjalan.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina telah tersedia di babak sentral Yugoslavia, dan sering diasumsikan sbg "miniatur Yugoslavia" karena masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional sedang dilanda pertikaian-pertikaian seperti masalah etnis, tak telah tersedianya kecocokan argumen tentang bangun-bangun masa depan Republik tersebut dan masalah perebutan kekuatan masalah wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di sela masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah telah tersedianya gesekan-gesekan dari pihak luar sudah memercikkan api pertikaian di sela mereka yang akibatnya berganti menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlangsung di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai adalah sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat sedang banyaknya masalah-masalah yang belum diselesaikan. Sbg mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu untuk Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia sudah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang sudah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Lepas dari masalah, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, mempunyai efek yang kuat di dalam bidang kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB sudah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan telah tersedianya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara agung, yang sukses melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan sbg merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan sbg memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan memakai ultimatum sulit sbg diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tak telah tersedia terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan sbg memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa biasanya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan untuk Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sbg sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial kebiasaan istiadat dan olahraga.

Walaupun demikian posisi Yugoslavia (baru) sedang cukup diasumsikan sbg faktor penentu, pada proses perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada kala itu sedang babak PBB, akan tetapi dilarang telah tersedia pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan akibatnya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap kegiatan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang adalah "sisa Yugoslavia lama", mencetuskan diri sbg pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui sbg salah satu faktor utama yang dapat memperagakan peranan penting, dalam proses perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Warga Eropa secara regional tak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak masa itu masalah yang terjadi di wilayah Yugoslavia sudah menjadi masalah PBB, tidak memihak secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang diterapkan oleh warga internasional sedangkan dalam babak militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR sbg memelihara perdamaian ataupun mencegah semakin lapang konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan tugas UNPROFOR di Yugoslavia tak berlangsung dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dan kehadirannya tak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan beberapa kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga akibatnya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) sbg organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina sbg kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk masalah yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang adalah mayoritas di wilayah Krajina dan sedang di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan kemudian membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Aksi etnis Serbia di Kroasia tersebut diterapkan setelah pihak Kroasia menolak hasrat Serbia Krajina sbg tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di sela pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera semakin lapang di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran sela Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang telah tersedia di sela perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlangsung sela pihak Kroasia dan Serbia Krajina dampak tak telah tersedianya titik-temu sbg menyilakan duduk pertikaian sela kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Situasi tersebut sudah memaksa PBB sbg menjadikan wilayah Serbia Krajina sbg kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Area UNPA) sampai dicapainya penyelesaian di sela kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan aksi PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina sbg UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 sbg membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membikin kondisi damai dan lepas dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Sampai dengan akhir Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan sbg meletakkan 14.389 orang babak UNPROFOR di wilayah UNPA. Aksi PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) sbg wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan jumlah yang cukup agung sudah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tak didampingi dengan perundingan-perundingan yang tuntas sela pihak Kroasia dan Serbia Krajina sampai situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga akibatnya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan kekuatan pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan merebut sektor barat UNPA dan pada bulan agustus merebut sektor selatan dan utara sehingga masa itu tinggal sektor timur yang mencakup wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang sedang adalah kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 sudah dimulai penarikan sbg pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh seluruh pihak di wilayah Yugoslavia sbg menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan untuk pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan akibatnya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina dampak situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan sbg mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran himpunan Warga Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada akhir April 1992 dengan mendatangkan sebanyak 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk sudah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 sudah mencapai semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan bergantinya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang bekerja di Bosnia Hecegovina tak mengalani perubahan yaitu tetap memakai nama UNROFOR. Kekuatan dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia adalah yang terbesar tidak memihak dalam pengeluaran resolusi, pengerahan kekuatan personel, perlengkapan militer maupun jumlah korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB sudah mengeluarkan tak kurang 50 resolusi tentang krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah Bosnia Herzegovina. Sementara itu jumlah pasukan PBB yang bekerja di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sebanyak 50.774 orang yang berasal dari bermacam negara. Sebanyak 44.991 orang dari jumlah tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB diletakkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Artikel utama sbg kategori ini adalah Upaya perdamaian krisis Yugoslavia.

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina sudah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Warga Eropa melewati Konperensi Internasional tentang Yugoslavia yang akibatnya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit sbg sukses menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina karena tak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tak berasal dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok sbg diterapkan sbg mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan sbg diterima oleh seluruh pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat juga


edunitas.com

Page 5

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah situasi tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota masyarakat mengenai sasaran yang semula dihasilkan bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.[2]
  2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam masyarakat.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di masyarakat.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sbg berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam bidang kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 6

Pembubaran YugoslaviaTanggalLokasiPartisipanHasil

Peta Yugoslavia

     Socialist Federal Republic of Yugoslavia      Serbia and Montenegro (held the name
"Federal Republic of Yugoslavia", 1992-2003)
     Serbia      Kroasia      Slovenia      Makedonia      Bosnia-Herzegovina      Inter-Entity Boundary Line selang Federasi Bosnia-Herzegovina dan Republika Srpska      Kosovo (pemisahan diri dari Serbia)      Montenegro

1987-1995
Yugoslavia
Slobodan Milošević, Franjo Tuđman, Alija Izetbegović, Radovan Karadžić
Pecahnya negara Yugoslavia, lima negara baru berdiri.

Pembubaran Yugoslavia diakibatkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Sesudah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan untuk negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan sesuai latar balik sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi propertti di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang terdapat dihabiskan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut adalah suatu kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil hingga dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi mampu menangani tantangan politik dan ekonomi yang makin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke semua Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal dianggap untuk penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan makin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun memperoleh dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević memperoleh bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya mengerti komunis di Eropa Timur. Pada penghabisannya, Yugoslavia yang adalah perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun usai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di semua negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun makin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi persoalan status etnis minoritas Serbia yang terdapat di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Sesudah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kesudahan merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito untuk tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat sebab di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, untuk keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan masyarakat etnis Serbia. Akan tetapi kondisi kesudahan berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito tutup usia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kesudahan dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi makin susut, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini makin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kesudahan diiringi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya keadaan politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diiringi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Sesudah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 menyelenggarakan referendum kepada memilihkan untuk negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah menyelenggarakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan kepada merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kesudahan memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan terdapatnya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak memperoleh pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun sebab namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Bagian disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan sikap yang dibuat proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada penghabisannya memperoleh pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras kepada mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kesudahan terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari bagian disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak memperoleh pengakuan untuk negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang adalah "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak untuk terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Melilitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilaksanakan oleh faktor-faktor internasional menjadi paling sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan makin memperburuk keadaan dan makin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya paling banyak korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya keadaan di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan pekerjaan untuk pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya tampaknya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diiringi terdapatnya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kesudahan diwujudkan negara berdaulat yang memperoleh pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun apapun sebelum membicarakan persoalan perbatasan, sebab menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun negara Konfederasi yang adalah gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan sesuai persetujuan maupun mampu dihapuskan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia sebab berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai persoalan kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas menyelenggarakan hubungan kepada bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun Konfederasi.

Baik usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bangun negara Yugoslavia ternyata didorong oleh Serbia kecuali usulan kepada meneruskan perundingan hingga ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam bagian disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia kepada menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan untuk reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut memperoleh reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa sebab dinilai mampu mengancam pecahnya perang saudara sebab tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak kepada memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi kepada mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia kepada memperoleh pengakuan. Hasil penelitian dikuatkan sudah mesti hingga di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia untuk negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut penghabisannya diiringi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas bagian demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat kepada memperoleh pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan memperoleh pengakuan sesudah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Beda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat kepada pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda sebab protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia untuk nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya kepada mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Sesudah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sejumlah 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dll diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenali oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia mampu dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa mampu membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, makin membuat berani kepada mendukung para politikus Slovenia kepada memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai menyelenggarakan pemasangan alat-alat perintang kepada tank (landak-landak yang dibuat bentuk dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di semua kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai menyelenggarakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang terdapat. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia untuk agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI kepada mengambil tingkah laku yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak sukses dilaksanakan, sebab Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Penghabisannya kepada mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, untuk akhir suatu peristiwa keraguan dalam mengambil sikap kepada mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik semua Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia kepada memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang makin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Anggota Yugoslavia baik di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia kepada bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang terdapat kini. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak memiliki ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya untuk Pangti AB, telah memutuskan kepada menarik semua anggota pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan kepada memilihkan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia kepada menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang dipastikan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure sejak itu pula RFY tidak memiliki anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi kepada tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta kepada mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berjalan.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering dianggap untuk "miniatur Yugoslavia" sebab masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum memperoleh pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti persoalan etnis, tidak terdapatnya kesamaan gagasan mengenai bangun masa depan Republik tersebut dan persoalan perebutan daya persoalan wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah terdapatnya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang penghabisannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai adalah sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum dihabiskan. Kepada mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, memiliki efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan terdapatnya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang sukses melemahkan negara nya dengan prosedur menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan kepada merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan kepada memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Prosedur pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit kepada diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak tidak sewenang-wenang terhadap Yugoslavia, bertujuan kepada memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai untuk sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Meskipun demikian jabatan Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap untuk faktor penentu, pada bagian perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang mempunyai pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan penghabisannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap keaktifan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang adalah "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri untuk pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui untuk salah satu faktor utama yang mampu melakukan peranan penting, dalam bagian perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 sesudah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan keadaan cenderung makin memburuk. Sejak saat itu persoalan yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi persoalan PBB, baik secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilaksanakan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam anggota militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR kepada memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan pekerjaan UNPROFOR di Yugoslavia tidak berjalan dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang paling berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan sebagian kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) untuk organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina untuk kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk persoalan yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang adalah mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tingkah laku yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilaksanakan sesudah pihak Kroasia menolak harapan Serbia Krajina kepada tetap bergabung dengan Yugoslavia sebab dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri makin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi sesudah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal sebab banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akhir suatu peristiwa tidak terdapatnya titik-temu kepada menyilakan duduk pertikaian selang kedua belah pihak makin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB kepada menjadikan wilayah Serbia Krajina untuk kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Lahan UNPA) hingga dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina untuk UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 kepada membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membuat kondisi damai dan bebas sama sekali dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Hingga dengan penghabisan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan kepada menyilakan duduk 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) untuk wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan keadaan di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak diiringi dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga keadaan di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan mendiami sektor barat UNPA dan pada bulan agustus mendiami sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih adalah kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan untuk pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia kepada menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan penghabisannya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akhir suatu peristiwa keadaan yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan kepada mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada penghabisan April 1992 dengan mendatangkan sejumlah 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan keadaan di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah hingga semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang menjalankan tugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia adalah yang terbesar baik dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Sejak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut persoalan Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang menjalankan tugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sejumlah 50.774 orang yang bermula dari bermacam negara. Sejumlah 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB didudukkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang penghabisannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit kepada sukses menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina sebab tidak mampu memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak bermula dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok kepada dilaksanakan kepada mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan kepada diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 7

Pembubaran Yugoslavia diakibatkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan bagi negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan sesuai latar balik sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi propertti di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang terdapat dihabiskan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil hingga dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi mampu menangani tantangan politik dan ekonomi yang makin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke semua Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal dianggap bagi penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan makin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun memperoleh dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević memperoleh bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya mengerti komunis di Eropa Timur. Pada penghabisannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun usai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di semua negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun makin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi persoalan status etnis minoritas Serbia yang terdapat di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kesudahan merambat dan berakibat paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito bagi tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, bagi keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan masyarakat etnis Serbia. Akan tetapi kondisi kesudahan berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito tutup usia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kesudahan dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi makin susut, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini makin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kesudahan diiringi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diiringi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum kepada memilihkan bagi negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan kepada merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kesudahan memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan terdapatnya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak memperoleh pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Bagian disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan sikap yang dibuat proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada penghabisannya memperoleh pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras kepada mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kesudahan terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari bagian disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak memperoleh pengakuan bagi negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak bagi terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Melilitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilaksanakan oleh faktor-faktor internasional menjadi paling sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan makin memperburuk situasi dan makin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya paling banyak korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan pekerjaan bagi pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya tampaknya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diiringi terdapatnya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kesudahan diwujudkan negara berdaulat yang memperoleh pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun apapun sebelum membicarakan persoalan perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan sesuai persetujuan maupun dapat dihapuskan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai persoalan kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan kepada bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun Konfederasi.

Baik usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bangun negara Yugoslavia ternyata didorong oleh Serbia kecuali usulan kepada meneruskan perundingan hingga ditemukannya perlintasan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam bagian disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia kepada menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan bagi reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut memperoleh reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak kepada memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi kepada mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia kepada memperoleh pengakuan. Hasil penelitian diteguhkan sudah mesti hingga di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia bagi negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut penghabisannya diiringi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas bagian demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat kepada memperoleh pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan memperoleh pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Beda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat kepada pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia bagi nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya kepada mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sejumlah 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dll diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenali oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, makin membuat berani kepada mendukung para politikus Slovenia kepada memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang kepada tank (landak-landak yang dibuat bentuk dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di semua kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang terdapat. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia bagi agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI kepada mengambil tingkah laku yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak sukses dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Penghabisannya kepada mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, bagi akhir suatu peristiwa keraguan dalam mengambil sikap kepada mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik semua Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia kepada memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang makin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Anggota Yugoslavia baik di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia kepada bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang terdapat kini. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak memiliki ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya bagi Pangti AB, telah memutuskan kepada menarik semua anggota pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan kepada memilihkan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia kepada menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang ditetapkan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure sejak itu pula RFY tidak memiliki anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi kepada tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta kepada mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlanjut.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering dianggap bagi "miniatur Yugoslavia" karena masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum memperoleh pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti persoalan etnis, tidak terdapatnya kesamaan gagasan mengenai bangun masa depan Republik tersebut dan persoalan perebutan daya persoalan wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah terdapatnya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang penghabisannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum dihabiskan. Kepada mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, memiliki efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan terdapatnya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang sukses melemahkan negara nya dengan metode menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan kepada merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya perlintasan kepada memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Metode pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit kepada diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak tidak sewenang-wenang terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan kepada memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai bagi sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Meskipun demikian jabatan Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap bagi faktor penentu, pada bagian perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang mempunyai pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan penghabisannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap keaktifan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri bagi pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui bagi salah satu faktor utama yang dapat melakukan peranan penting, dalam bagian perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung makin memburuk. Sejak saat itu persoalan yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi persoalan PBB, baik secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilaksanakan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam anggota militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR kepada memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan pekerjaan UNPROFOR di Yugoslavia tidak berlanjut dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang paling berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan sebagian kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) bagi organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk persoalan yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tingkah laku yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilaksanakan setelah pihak Kroasia menolak harapan Serbia Krajina kepada tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri makin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akhir suatu peristiwa tidak terdapatnya titik-temu kepada menyilakan duduk pertikaian selang kedua belah pihak makin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB kepada menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Lahan UNPA) hingga dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 kepada membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membuat kondisi damai dan bebas sama sekali dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Hingga dengan penghabisan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan kepada menyilakan duduk 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) bagi wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak diiringi dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan mendiami sektor barat UNPA dan pada bulan agustus mendiami sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan bagi pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia kepada menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan penghabisannya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akhir suatu peristiwa situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan kepada mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada penghabisan April 1992 dengan mendatangkan sejumlah 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah hingga semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang menjalankan tugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar baik dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Sejak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut persoalan Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang menjalankan tugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sejumlah 50.774 orang yang bermula dari bermacam negara. Sejumlah 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB didudukkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang penghabisannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit kepada sukses menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak bermula dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok kepada diterapkan kepada mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan kepada diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 8

Pembubaran Yugoslavia diakibatkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan bagi negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan sesuai latar balik sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi propertti di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang terdapat dihabiskan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil hingga dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi mampu menangani tantangan politik dan ekonomi yang makin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke semua Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal dianggap bagi penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan makin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun memperoleh dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević memperoleh bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya mengerti komunis di Eropa Timur. Pada penghabisannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun usai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di semua negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun makin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi persoalan status etnis minoritas Serbia yang terdapat di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kesudahan merambat dan berakibat paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito bagi tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, bagi keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan masyarakat etnis Serbia. Akan tetapi kondisi kesudahan berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito tutup usia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kesudahan dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi makin susut, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini makin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kesudahan diiringi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diiringi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum kepada memilihkan bagi negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan kepada merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kesudahan memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan terdapatnya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak memperoleh pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Bagian disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan sikap yang dibuat proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada penghabisannya memperoleh pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras kepada mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kesudahan terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari bagian disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak memperoleh pengakuan bagi negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak bagi terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Melilitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilaksanakan oleh faktor-faktor internasional menjadi paling sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan makin memperburuk situasi dan makin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya paling banyak korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan pekerjaan bagi pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya tampaknya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diiringi terdapatnya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kesudahan diwujudkan negara berdaulat yang memperoleh pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun apapun sebelum membicarakan persoalan perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan sesuai persetujuan maupun dapat dihapuskan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai persoalan kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan kepada bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun Konfederasi.

Baik usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bangun negara Yugoslavia ternyata didorong oleh Serbia kecuali usulan kepada meneruskan perundingan hingga ditemukannya perlintasan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam bagian disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia kepada menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan bagi reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut memperoleh reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak kepada memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi kepada mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia kepada memperoleh pengakuan. Hasil penelitian diteguhkan sudah mesti hingga di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia bagi negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut penghabisannya diiringi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas bagian demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat kepada memperoleh pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan memperoleh pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Beda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat kepada pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia bagi nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya kepada mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sejumlah 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dll diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenali oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, makin membuat berani kepada mendukung para politikus Slovenia kepada memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang kepada tank (landak-landak yang dibuat bentuk dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di semua kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang terdapat. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia bagi agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI kepada mengambil tingkah laku yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak sukses dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Penghabisannya kepada mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, bagi akhir suatu peristiwa keraguan dalam mengambil sikap kepada mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik semua Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia kepada memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang makin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Anggota Yugoslavia baik di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia kepada bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang terdapat kini. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak memiliki ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya bagi Pangti AB, telah memutuskan kepada menarik semua anggota pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan kepada memilihkan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia kepada menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang ditetapkan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure sejak itu pula RFY tidak memiliki anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi kepada tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta kepada mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlanjut.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering dianggap bagi "miniatur Yugoslavia" karena masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum memperoleh pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti persoalan etnis, tidak terdapatnya kesamaan gagasan mengenai bangun masa depan Republik tersebut dan persoalan perebutan daya persoalan wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah terdapatnya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang penghabisannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum dihabiskan. Kepada mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, memiliki efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan terdapatnya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang sukses melemahkan negara nya dengan metode menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan kepada merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya perlintasan kepada memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Metode pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit kepada diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak tidak sewenang-wenang terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan kepada memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai bagi sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Meskipun demikian jabatan Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap bagi faktor penentu, pada bagian perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang mempunyai pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan penghabisannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap keaktifan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri bagi pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui bagi salah satu faktor utama yang dapat melakukan peranan penting, dalam bagian perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung makin memburuk. Sejak saat itu persoalan yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi persoalan PBB, baik secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilaksanakan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam anggota militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR kepada memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan pekerjaan UNPROFOR di Yugoslavia tidak berlanjut dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang paling berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan sebagian kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) bagi organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk persoalan yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tingkah laku yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilaksanakan setelah pihak Kroasia menolak harapan Serbia Krajina kepada tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri makin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akhir suatu peristiwa tidak terdapatnya titik-temu kepada menyilakan duduk pertikaian selang kedua belah pihak makin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB kepada menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Lahan UNPA) hingga dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 kepada membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membuat kondisi damai dan bebas sama sekali dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Hingga dengan penghabisan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan kepada menyilakan duduk 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) bagi wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak diiringi dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan mendiami sektor barat UNPA dan pada bulan agustus mendiami sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan bagi pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia kepada menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan penghabisannya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akhir suatu peristiwa situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan kepada mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada penghabisan April 1992 dengan mendatangkan sejumlah 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah hingga semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang menjalankan tugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar baik dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Sejak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut persoalan Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang menjalankan tugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sejumlah 50.774 orang yang bermula dari bermacam negara. Sejumlah 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB didudukkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang penghabisannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit kepada sukses menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak bermula dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok kepada diterapkan kepada mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan kepada diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 9

Pembubaran YugoslaviaTanggalLokasiPartisipanHasil

Peta Yugoslavia

     Socialist Federal Republic of Yugoslavia      Serbia and Montenegro (held the name
"Federal Republic of Yugoslavia", 1992-2003)
     Serbia      Kroasia      Slovenia      Makedonia      Bosnia-Herzegovina      Inter-Entity Boundary Line selang Federasi Bosnia-Herzegovina dan Republika Srpska      Kosovo (pemisahan diri dari Serbia)      Montenegro

1987-1995
Yugoslavia
Slobodan Milošević, Franjo Tuđman, Alija Izetbegović, Radovan Karadžić
Pecahnya negara Yugoslavia, lima negara baru berdiri.

Pembubaran Yugoslavia diakibatkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Sesudah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan untuk negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan sesuai latar balik sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi propertti di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang terdapat dihabiskan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut adalah suatu kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil hingga dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi mampu menangani tantangan politik dan ekonomi yang makin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke semua Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal dianggap untuk penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan makin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun memperoleh dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević memperoleh bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya mengerti komunis di Eropa Timur. Pada penghabisannya, Yugoslavia yang adalah perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun usai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di semua negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun makin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi persoalan status etnis minoritas Serbia yang terdapat di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Sesudah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kesudahan merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito untuk tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat sebab di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, untuk keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan masyarakat etnis Serbia. Akan tetapi kondisi kesudahan berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito tutup usia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kesudahan dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi makin susut, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini makin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kesudahan diiringi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya keadaan politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diiringi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Sesudah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 menyelenggarakan referendum kepada memilihkan untuk negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah menyelenggarakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan kepada merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kesudahan memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan terdapatnya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak memperoleh pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun sebab namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Bagian disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan sikap yang dibuat proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada penghabisannya memperoleh pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras kepada mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kesudahan terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari bagian disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak memperoleh pengakuan untuk negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang adalah "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak untuk terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Melilitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilaksanakan oleh faktor-faktor internasional menjadi paling sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan makin memperburuk keadaan dan makin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya paling banyak korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya keadaan di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan pekerjaan untuk pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya tampaknya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diiringi terdapatnya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kesudahan diwujudkan negara berdaulat yang memperoleh pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun apapun sebelum membicarakan persoalan perbatasan, sebab menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun negara Konfederasi yang adalah gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan sesuai persetujuan maupun mampu dihapuskan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia sebab berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai persoalan kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas menyelenggarakan hubungan kepada bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun Konfederasi.

Baik usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bangun negara Yugoslavia ternyata didorong oleh Serbia kecuali usulan kepada meneruskan perundingan hingga ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam bagian disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia kepada menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan untuk reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut memperoleh reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa sebab dinilai mampu mengancam pecahnya perang saudara sebab tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak kepada memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi kepada mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia kepada memperoleh pengakuan. Hasil penelitian dikuatkan sudah mesti hingga di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia untuk negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut penghabisannya diiringi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas bagian demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat kepada memperoleh pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan memperoleh pengakuan sesudah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Beda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat kepada pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda sebab protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia untuk nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya kepada mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Sesudah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sejumlah 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dll diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenali oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia mampu dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa mampu membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, makin membuat berani kepada mendukung para politikus Slovenia kepada memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai menyelenggarakan pemasangan alat-alat perintang kepada tank (landak-landak yang dibuat bentuk dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di semua kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai menyelenggarakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang terdapat. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia untuk agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI kepada mengambil tingkah laku yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak sukses dilaksanakan, sebab Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Penghabisannya kepada mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, untuk akhir suatu peristiwa keraguan dalam mengambil sikap kepada mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik semua Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia kepada memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang makin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Anggota Yugoslavia baik di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia kepada bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang terdapat kini. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak memiliki ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya untuk Pangti AB, telah memutuskan kepada menarik semua anggota pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan kepada memilihkan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia kepada menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang dipastikan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure sejak itu pula RFY tidak memiliki anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi kepada tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta kepada mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berjalan.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering dianggap untuk "miniatur Yugoslavia" sebab masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum memperoleh pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti persoalan etnis, tidak terdapatnya kesamaan gagasan mengenai bangun masa depan Republik tersebut dan persoalan perebutan daya persoalan wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah terdapatnya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang penghabisannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai adalah sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum dihabiskan. Kepada mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, memiliki efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan terdapatnya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang sukses melemahkan negara nya dengan prosedur menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan kepada merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan kepada memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Prosedur pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit kepada diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak tidak sewenang-wenang terhadap Yugoslavia, bertujuan kepada memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai untuk sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Meskipun demikian jabatan Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap untuk faktor penentu, pada bagian perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang mempunyai pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan penghabisannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap keaktifan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang adalah "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri untuk pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui untuk salah satu faktor utama yang mampu melakukan peranan penting, dalam bagian perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 sesudah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan keadaan cenderung makin memburuk. Sejak saat itu persoalan yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi persoalan PBB, baik secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilaksanakan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam anggota militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR kepada memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan pekerjaan UNPROFOR di Yugoslavia tidak berjalan dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang paling berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan sebagian kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) untuk organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina untuk kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk persoalan yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang adalah mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tingkah laku yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilaksanakan sesudah pihak Kroasia menolak harapan Serbia Krajina kepada tetap bergabung dengan Yugoslavia sebab dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri makin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi sesudah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal sebab banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akhir suatu peristiwa tidak terdapatnya titik-temu kepada menyilakan duduk pertikaian selang kedua belah pihak makin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB kepada menjadikan wilayah Serbia Krajina untuk kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Lahan UNPA) hingga dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina untuk UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 kepada membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membuat kondisi damai dan bebas sama sekali dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Hingga dengan penghabisan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan kepada menyilakan duduk 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) untuk wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan keadaan di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak diiringi dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga keadaan di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan mendiami sektor barat UNPA dan pada bulan agustus mendiami sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih adalah kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan untuk pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia kepada menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan penghabisannya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akhir suatu peristiwa keadaan yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan kepada mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada penghabisan April 1992 dengan mendatangkan sejumlah 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan keadaan di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah hingga semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang menjalankan tugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia adalah yang terbesar baik dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Sejak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut persoalan Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang menjalankan tugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sejumlah 50.774 orang yang bermula dari bermacam negara. Sejumlah 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB didudukkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang penghabisannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit kepada sukses menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina sebab tidak mampu memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak bermula dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok kepada dilaksanakan kepada mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan kepada diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 10

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah situasi tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota masyarakat mengenai sasaran yang semula dihasilkan bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.[2]
  2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam masyarakat.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di masyarakat.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sbg berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam bidang kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 11

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah situasi tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota masyarakat mengenai sasaran yang semula dihasilkan bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.[2]
  2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam masyarakat.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di masyarakat.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sbg berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam bidang kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 12

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah situasi tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota masyarakat mengenai sasaran yang semula dihasilkan bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.[2]
  2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam masyarakat.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di masyarakat.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sbg berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam bidang kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 13

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah situasi tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota masyarakat mengenai sasaran yang semula dihasilkan bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.[2]
  2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam masyarakat.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di masyarakat.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sbg berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam bidang kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 14

Tags (tagged): center of studies, unkris, dingras, ilocos, norte, 35, 793 dingras, munisipalitas terletak, baresbes, barong bungcag cali, capasan dancel, pob, foz, luar pasyalan, ilocos norte, philippine, standard geographic, currimao, dingras dumalneg, marcos, nueva era pagudpud, paoay, center, of, studies bertopik geografi, filipina semua, rintisan, geografi dingras, norte dingras

Page 15

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah kondisi tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam warga Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang sela lain:[2]

  1. Tidak hal telah tersedia persamaan pandangan (persepsi) sela anggota warga mengenai tujuan yang semula menjadi patokan oleh masing-masing anggota warga.[2]
  2. Perilaku para warga warga cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan sela norma-norma yang telah tersedia di dalam warga.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang telah tersedia di warga tidak lagi difungsikan dengan berpegang pada kebenaran dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak hal telah tersedia konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi untuk mereka yang melanggar norma-norma yang telah tersedia di warga.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di warga yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun himpunan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan akurat dalam bidang kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan untuk semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 16

Pembubaran YugoslaviaTanggalLokasiPartisipanHasil

Peta Yugoslavia

     Socialist Federal Republic of Yugoslavia      Serbia and Montenegro (held the name
"Federal Republic of Yugoslavia", 1992-2003)
     Serbia      Kroasia      Slovenia      Makedonia      Bosnia-Herzegovina      Inter-Entity Boundary Line selang Federasi Bosnia-Herzegovina dan Republika Srpska      Kosovo (pemisahan diri dari Serbia)      Montenegro

1987-1995
Yugoslavia
Slobodan Milošević, Franjo Tuđman, Alija Izetbegović, Radovan Karadžić
Pecahnya negara Yugoslavia, lima negara baru berdiri.

Pembubaran Yugoslavia diakibatkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi akhir suatu peristiwa terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan bagi negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar balik sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi propertti di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang terdapat dihabiskan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil hingga dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi mampu menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal dianggap bagi penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya mengerti komunis di Eropa Timur. Pada penghabisannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun usai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi persoalan status etnis minoritas Serbia yang terdapat di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kesudahan merambat dan berakibat paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito bagi tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, bagi keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan masyarakat etnis Serbia. Akan tetapi kondisi kesudahan berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito tutup usia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kesudahan dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin susut, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kesudahan diiringi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diiringi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum kepada memilihkan bagi negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan kepada merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kesudahan memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan terdapatnya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Bagian disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan sikap yang dibuat proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada penghabisannya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras kepada mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kesudahan terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari bagian disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan bagi negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak bagi terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Melilitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi paling sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya paling banyak korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan pekerjaan bagi pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diiringi terdapatnya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kesudahan diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun apapun sebelum membicarakan persoalan perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dihapuskan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai persoalan kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan kepada bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun Konfederasi.

Sama berat usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bangun negara Yugoslavia ternyata didorong oleh Serbia kecuali usulan kepada meneruskan perundingan hingga ditemukannya perlintasan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam bagian disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia kepada menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan bagi reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak kepada mendapatkan pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi kepada mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia kepada mendapatkan pengakuan. Hasil penelitian diteguhkan sudah mesti hingga di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi mendudukkan pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia bagi negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut penghabisannya diiringi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas bagian demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat kepada mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Beda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat kepada pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia bagi nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya kepada mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sejumlah 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dll diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenali oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membuat berani kepada mendukung para politikus Slovenia kepada memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang kepada tank (landak-landak yang dibuat bentuk dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di seluruh kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang terdapat. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia bagi agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI kepada mengambil tingkah laku yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak sukses dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Penghabisannya kepada mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, bagi akhir suatu peristiwa keraguan dalam mengambil sikap kepada mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia kepada memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang semakin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Anggota Yugoslavia sama berat di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia kepada bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang terdapat kini. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak memiliki ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya bagi Pangti AB, telah memutuskan kepada menarik semua anggota pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan kepada memilihkan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia kepada menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang diteguhkan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak memiliki anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi kepada tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta kepada mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlanjut.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering dianggap bagi "miniatur Yugoslavia" karena masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti persoalan etnis, tidak terdapatnya kesamaan gagasan mengenai bangun masa depan Republik tersebut dan persoalan perebutan daya persoalan wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah terdapatnya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang penghabisannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum dihabiskan. Kepada mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, memiliki efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan terdapatnya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang sukses melemahkan negara nya dengan metode menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan kepada merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya perlintasan kepada memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Metode pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit kepada diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak tidak sewenang-wenang terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan kepada memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai bagi sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Meskipun demikian jabatan Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap bagi faktor penentu, pada bagian perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang mempunyai pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan penghabisannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap keaktifan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri bagi pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui bagi salah satu faktor utama yang dapat melakukan peranan penting, dalam bagian perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak saat itu persoalan yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi persoalan PBB, sama berat secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam anggota militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR kepada memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan pekerjaan UNPROFOR di Yugoslavia tidak berlanjut dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang paling berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan sebagian kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) bagi organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum mendudukkan persoalan yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tingkah laku yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilakukan setelah pihak Kroasia menolak harapan Serbia Krajina kepada tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akhir suatu peristiwa tidak terdapatnya titik-temu kepada mendudukkan pertikaian selang kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB kepada menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Lahan UNPA) hingga dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 kepada membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membuat kondisi damai dan bebas sama sekali dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Hingga dengan penghabisan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan kepada mendudukkan 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) bagi wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak diiringi dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan merebut sektor barat UNPA dan pada bulan agustus merebut sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan bagi pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia kepada menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan penghabisannya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akhir suatu peristiwa situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan kepada mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada penghabisan April 1992 dengan mendatangkan sejumlah 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah hingga semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang menjalankan tugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar sama berat dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut persoalan Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang menjalankan tugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sejumlah 50.774 orang yang bermula dari bermacam negara. Sejumlah 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB didudukkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang penghabisannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit kepada sukses mendudukkan krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak bermula dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok kepada diterapkan kepada mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan kepada diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 17

Pembubaran Yugoslavia diakibatkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi akhir suatu peristiwa terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan bagi negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar balik sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi propertti di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang terdapat dihabiskan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil hingga dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi mampu menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal dianggap bagi penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya mengerti komunis di Eropa Timur. Pada penghabisannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun usai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi persoalan status etnis minoritas Serbia yang terdapat di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kesudahan merambat dan berakibat paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito bagi tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, bagi keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan masyarakat etnis Serbia. Akan tetapi kondisi kesudahan berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito tutup usia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kesudahan dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin berkurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kesudahan diiringi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diiringi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum kepada memilihkan bagi negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan kepada merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kesudahan memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan terdapatnya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Bagian disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan sikap yang dibuat proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada penghabisannya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras kepada mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kesudahan terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari bagian disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan bagi negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak bagi terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Melilitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi paling sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya paling banyak korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan pekerjaan bagi pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diiringi terdapatnya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kesudahan diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun apapun sebelum membicarakan persoalan perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dihapuskan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai persoalan kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan kepada bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun Konfederasi.

Sama berat usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bangun negara Yugoslavia ternyata didorong oleh Serbia kecuali usulan kepada meneruskan perundingan hingga ditemukannya perlintasan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam bagian disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia kepada menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan bagi reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak kepada mendapatkan pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi kepada mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia kepada mendapatkan pengakuan. Hasil penelitian diteguhkan sudah mesti hingga di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia bagi negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut penghabisannya diiringi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas bagian demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat kepada mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Beda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat kepada pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia bagi nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya kepada mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sejumlah 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dll diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenali oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membuat berani kepada mendukung para politikus Slovenia kepada memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang kepada tank (landak-landak yang dibentuk dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di seluruh kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang terdapat. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia bagi agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI kepada mengambil tingkah laku yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak sukses dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Penghabisannya kepada mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, bagi akhir suatu peristiwa keraguan dalam mengambil sikap kepada mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia kepada memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang semakin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Anggota Yugoslavia sama berat di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia kepada bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang terdapat kini. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak memiliki ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya bagi Pangti AB, telah memutuskan kepada menarik semua anggota pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan kepada memilihkan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia kepada menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang diteguhkan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak memiliki anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi kepada tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta kepada mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlanjut.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering dianggap bagi "miniatur Yugoslavia" karena masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti persoalan etnis, tidak terdapatnya kesamaan gagasan mengenai bangun masa depan Republik tersebut dan persoalan perebutan daya persoalan wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah terdapatnya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang penghabisannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum dihabiskan. Kepada mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, memiliki efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan terdapatnya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang sukses melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan kepada merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya perlintasan kepada memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit kepada diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak tidak sewenang-wenang terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan kepada memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai bagi sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Meskipun demikian jabatan Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap bagi faktor penentu, pada bagian perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang mempunyai pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan penghabisannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap keaktifan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri bagi pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui bagi salah satu faktor utama yang dapat melakukan peranan penting, dalam bagian perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak saat itu persoalan yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi persoalan PBB, sama berat secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam anggota militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR kepada memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan pekerjaan UNPROFOR di Yugoslavia tidak berlanjut dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang paling berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan sebagian kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) bagi organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk persoalan yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tingkah laku yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilakukan setelah pihak Kroasia menolak harapan Serbia Krajina kepada tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akhir suatu peristiwa tidak terdapatnya titik-temu kepada menyilakan duduk pertikaian selang kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB kepada menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Lahan UNPA) hingga dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 kepada membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membuat kondisi damai dan bebas sama sekali dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Hingga dengan penghabisan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan kepada menyilakan duduk 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) bagi wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak diiringi dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan menduduki sektor barat UNPA dan pada bulan agustus menduduki sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan bagi pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus dikurangi.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia kepada menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan penghabisannya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akhir suatu peristiwa situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan kepada mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada penghabisan April 1992 dengan mendatangkan sejumlah 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah mencapai semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang menjalankan tugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar sama berat dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut persoalan Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang menjalankan tugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sejumlah 50.774 orang yang bermula dari bermacam negara. Sejumlah 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB didudukkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang penghabisannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit kepada sukses menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak bermula dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok kepada diterapkan kepada mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan kepada diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 18

Pembubaran Yugoslavia diakibatkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi akhir suatu peristiwa terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan bagi negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar balik sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi propertti di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang terdapat dihabiskan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil hingga dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi mampu menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal dianggap bagi penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya mengerti komunis di Eropa Timur. Pada penghabisannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun usai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi persoalan status etnis minoritas Serbia yang terdapat di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kesudahan merambat dan berakibat paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito bagi tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, bagi keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan masyarakat etnis Serbia. Akan tetapi kondisi kesudahan berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito tutup usia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kesudahan dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin berkurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kesudahan diiringi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diiringi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum kepada memilihkan bagi negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan kepada merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kesudahan memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan terdapatnya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Bagian disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan sikap yang dibuat proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada penghabisannya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras kepada mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kesudahan terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari bagian disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan bagi negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak bagi terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Melilitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi paling sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya paling banyak korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan pekerjaan bagi pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diiringi terdapatnya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kesudahan diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun apapun sebelum membicarakan persoalan perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dihapuskan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai persoalan kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan kepada bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun Konfederasi.

Sama berat usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bangun negara Yugoslavia ternyata didorong oleh Serbia kecuali usulan kepada meneruskan perundingan hingga ditemukannya perlintasan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam bagian disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia kepada menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan bagi reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak kepada mendapatkan pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi kepada mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia kepada mendapatkan pengakuan. Hasil penelitian diteguhkan sudah mesti hingga di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyilakan duduk pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia bagi negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut penghabisannya diiringi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas bagian demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat kepada mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Beda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat kepada pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia bagi nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya kepada mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sejumlah 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dll diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenali oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membuat berani kepada mendukung para politikus Slovenia kepada memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang kepada tank (landak-landak yang dibentuk dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di seluruh kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang terdapat. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia bagi agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI kepada mengambil tingkah laku yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak sukses dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Penghabisannya kepada mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, bagi akhir suatu peristiwa keraguan dalam mengambil sikap kepada mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia kepada memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang semakin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Anggota Yugoslavia sama berat di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia kepada bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang terdapat kini. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak memiliki ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya bagi Pangti AB, telah memutuskan kepada menarik semua anggota pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan kepada memilihkan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia kepada menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang diteguhkan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak memiliki anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi kepada tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta kepada mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlanjut.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering dianggap bagi "miniatur Yugoslavia" karena masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti persoalan etnis, tidak terdapatnya kesamaan gagasan mengenai bangun masa depan Republik tersebut dan persoalan perebutan daya persoalan wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah terdapatnya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang penghabisannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum dihabiskan. Kepada mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, memiliki efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan terdapatnya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang sukses melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan kepada merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya perlintasan kepada memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit kepada diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak tidak sewenang-wenang terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan kepada memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai bagi sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Meskipun demikian jabatan Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap bagi faktor penentu, pada bagian perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang mempunyai pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan penghabisannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap keaktifan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri bagi pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui bagi salah satu faktor utama yang dapat melakukan peranan penting, dalam bagian perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak saat itu persoalan yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi persoalan PBB, sama berat secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam anggota militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR kepada memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan pekerjaan UNPROFOR di Yugoslavia tidak berlanjut dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang paling berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan sebagian kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) bagi organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyilakan duduk persoalan yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tingkah laku yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilakukan setelah pihak Kroasia menolak harapan Serbia Krajina kepada tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akhir suatu peristiwa tidak terdapatnya titik-temu kepada menyilakan duduk pertikaian selang kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB kepada menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Lahan UNPA) hingga dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 kepada membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membuat kondisi damai dan bebas sama sekali dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Hingga dengan penghabisan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan kepada menyilakan duduk 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) bagi wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak diiringi dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan menduduki sektor barat UNPA dan pada bulan agustus menduduki sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan bagi pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus dikurangi.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia kepada menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan penghabisannya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akhir suatu peristiwa situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan kepada mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada penghabisan April 1992 dengan mendatangkan sejumlah 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah mencapai semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang menjalankan tugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar sama berat dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut persoalan Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang menjalankan tugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sejumlah 50.774 orang yang bermula dari bermacam negara. Sejumlah 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB didudukkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang penghabisannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit kepada sukses menyilakan duduk krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak bermula dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok kepada diterapkan kepada mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan kepada diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 19

Pembubaran YugoslaviaTanggalLokasiPartisipanHasil

Peta Yugoslavia

     Socialist Federal Republic of Yugoslavia      Serbia and Montenegro (held the name
"Federal Republic of Yugoslavia", 1992-2003)
     Serbia      Kroasia      Slovenia      Makedonia      Bosnia-Herzegovina      Inter-Entity Boundary Line selang Federasi Bosnia-Herzegovina dan Republika Srpska      Kosovo (pemisahan diri dari Serbia)      Montenegro

1987-1995
Yugoslavia
Slobodan Milošević, Franjo Tuđman, Alija Izetbegović, Radovan Karadžić
Pecahnya negara Yugoslavia, lima negara baru berdiri.

Pembubaran Yugoslavia diakibatkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi akhir suatu peristiwa terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Setelah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan bagi negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar balik sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi propertti di Serbia, yaitu Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik memiliki cabang partai komunis dan pejabat elit, dan semua perselisihan yang terdapat dihabiskan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu kesuksesan dan negara tersebut pun mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil hingga dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi mampu menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, masyarakat etnis Albania di Kosovo mulai menuntut supaya provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal dianggap bagi penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, sukses secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tetapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya mengerti komunis di Eropa Timur. Pada penghabisannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun usai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diadakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang bersumber dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tetapi persoalan status etnis minoritas Serbia yang terdapat di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Setelah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang kesudahan merambat dan berakibat paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito bagi tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, bagi keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan masyarakat etnis Serbia. Akan tetapi kondisi kesudahan berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito tutup usia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kesudahan dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin susut, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan kesudahan diiringi oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diiringi dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Tingkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum kepada memilihkan bagi negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan kepada merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kesudahan memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan terdapatnya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Bagian disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan sikap yang dibuat proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada penghabisannya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras kepada mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kesudahan terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari bagian disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan bagi negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi masyarakat yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak bagi terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang masyarakat Republik Bosnia Herzegovina.

Melilitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi paling sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya paling banyak korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan pekerjaan bagi pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum sukses mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diiringi terdapatnya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kesudahan diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan argumen bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun apapun sebelum membicarakan persoalan perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dihapuskan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba melerai persoalan kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan kepada bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun Konfederasi.

Sama berat usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bangun negara Yugoslavia ternyata didorong oleh Serbia kecuali usulan kepada meneruskan perundingan hingga ditemukannya perlintasan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam bagian disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia kepada menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan bagi reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak kepada mendapatkan pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi kepada mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia kepada mendapatkan pengakuan. Hasil penelitian diteguhkan sudah mesti hingga di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi mendudukkan pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia bagi negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut penghabisannya diiringi oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas bagian demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat kepada mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Beda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat kepada pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia bagi nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya kepada mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Tingkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sejumlah 2.000 orang pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dll diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, dikenali oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Tingkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Tingkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membuat berani kepada mendukung para politikus Slovenia kepada memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang kepada tank (landak-landak yang dibuat bentuk dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di seluruh kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Tingkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang terdapat. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia bagi agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Tingkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI kepada mengambil tingkah laku yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak sukses dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan argumen khawatir menimbulkan korban pada masyarakat. Penghabisannya kepada mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia, bagi akhir suatu peristiwa keraguan dalam mengambil sikap kepada mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia kepada memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang semakin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Anggota Yugoslavia sama berat di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia kepada bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam wilayah perbatasan yang terdapat kini. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak memiliki ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya bagi Pangti AB, telah memutuskan kepada menarik semua anggota pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Tingkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan kepada memilihkan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia kepada menarik pasukan-pasukan Tingkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang diteguhkan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak memiliki anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin dinamakan Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi kepada tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta kepada mewakili kebutuhan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlanjut.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering dianggap bagi "miniatur Yugoslavia" karena masyarakatnya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti persoalan etnis, tidak terdapatnya kesamaan gagasan mengenai bangun masa depan Republik tersebut dan persoalan perebutan daya persoalan wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang masyarakat konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah terdapatnya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang penghabisannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum dihabiskan. Kepada mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kesalahan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kesalahan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, memiliki efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan terdapatnya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang sukses melemahkan negara nya dengan metode menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan kepada merealisasi kebutuhan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya perlintasan kepada memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kebutuhan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Metode pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit kepada diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak tidak sewenang-wenang terhadap Yugoslavia, mempunyai tujuan kepada memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai bagi sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Meskipun demikian jabatan Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap bagi faktor penentu, pada bagian perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang mempunyai pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan penghabisannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap keaktifan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri bagi pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui bagi salah satu faktor utama yang dapat melakukan peranan penting, dalam bagian perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak saat itu persoalan yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi persoalan PBB, sama berat secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam anggota militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR kepada memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan pekerjaan UNPROFOR di Yugoslavia tidak berlanjut dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang paling berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan sebagian kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) bagi organisasi induk bermarkas di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum mendudukkan persoalan yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tingkah laku yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilakukan setelah pihak Kroasia menolak harapan Serbia Krajina kepada tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat masyarakat Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akhir suatu peristiwa tidak terdapatnya titik-temu kepada mendudukkan pertikaian selang kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB kepada menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Lahan UNPA) hingga dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina bagi UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 kepada membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membuat kondisi damai dan bebas sama sekali dari bahaya dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Hingga dengan penghabisan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan kepada mendudukkan 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tingkah laku yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) bagi wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut di atas tidak diiringi dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga penghabisannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan merebut sektor barat UNPA dan pada bulan agustus merebut sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan bagi pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia kepada menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan penghabisannya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akhir suatu peristiwa situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan kepada mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada penghabisan April 1992 dengan mendatangkan sejumlah 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah hingga semakin kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang menjalankan tugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar sama berat dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut persoalan Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang menjalankan tugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sejumlah 50.774 orang yang bermula dari bermacam negara. Sejumlah 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB didudukkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang penghabisannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit kepada sukses mendudukkan krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kebutuhan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak bermula dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah benda/barang tentu belum cocok kepada diterapkan kepada mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan kepada diterima oleh semua pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 20

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam warga Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota warga mengenai sasaran yang semula diproduksi bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota warga.[2]
  2. Perilaku para warga warga cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam warga.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di warga tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi untuk mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di warga.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di warga yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segi kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan untuk semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 21

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam warga Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota warga mengenai sasaran yang semula diproduksi bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota warga.[2]
  2. Perilaku para warga warga cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam warga.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di warga tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi untuk mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di warga.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di warga yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segi kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan untuk semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 22

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam warga Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota warga mengenai sasaran yang semula diproduksi bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota warga.[2]
  2. Perilaku para warga warga cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam warga.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di warga tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi untuk mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di warga.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di warga yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segi kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan untuk semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 23

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan.[1]

Gejala Disintegrasi

Disintegrasi dalam warga Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang selang lain:[2]

  1. Tidak keadaan persamaan pandangan (persepsi) selang anggota warga mengenai sasaran yang semula diproduksi bentuk sebagai patokan oleh masing-masing anggota warga.[2]
  2. Perilaku para warga warga cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan selang norma-norma yang mempunyai di dalam warga.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai di warga tidak lagi difungsikan dengan tidak berat sebelah dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak keadaan konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi untuk mereka yang melanggar norma-norma yang mempunyai di warga.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di warga yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun golongan, perang urat syaraf, dst-nya.[2]

Penanggulangan Disintegrasi

Adapun kebijakan yang diperlukan rumusan memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan keinginan untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segi kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan untuk semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Referensi


edunitas.com

Page 24

Pembubaran YugoslaviaTanggalTempatPartisipanHasil

Peta Yugoslavia

     Socialist Federal Republic of Yugoslavia      Serbia and Montenegro (held the name
"Federal Republic of Yugoslavia", 1992-2003)
     Serbia      Kroasia      Slovenia      Makedonia      Bosnia-Herzegovina      Inter-Entity Boundary Line selang Federasi Bosnia-Herzegovina dan Republika Srpska      Kosovo (pemisahan diri dari Serbia)      Montenegro

1987-1995
Yugoslavia
Slobodan Milošević, Franjo Tuđman, Alija Izetbegović, Radovan Karadžić
Pecahnya negara Yugoslavia, lima negara baru berdiri.

Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama untuk Bosnia dan Kroasia.

Sesudah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan sebagai negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar belakangan sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Telah tersedia pula dua provinsi otonomi susunan di Serbia, merupakan Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik ada cabang partai komunis dan pejabat elit, dan seluruh perselisihan yang telah tersedia diselesaikan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu keberhasilan dan negara tersebut pun merasakan masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil sampai dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi bisa menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, penduduk etnis Albania di Kosovo mulai menuntut agar provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal diasumsikan sebagai penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, berhasil secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya memahami komunis di Eropa Timur. Pada kesudahannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun selesai pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diselenggarakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang berasal dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tapi masalah status etnis minoritas Serbia yang terletak di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Sesudah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang yang belakang sekali merambat dan berdampak sangat parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito sebagai tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang akurat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, sebagai keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan warga etnis Serbia. Akan tapi kondisi yang belakang sekali berubah merupakan ketika pada bulan Mei 1980 Tito berpulang tanpa sempat mengusahakan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang yang belakang sekali dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium ada anggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kepentingan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin menjadi kurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi lebih kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan yang belakang sekali diikuti oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang diikuti dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Angkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas daerah negara sendiri.

Sesudah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum sebagai menentukan sebagai negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan sebagai merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kumpulan negara-negara ME dan AS yang belakang sekali memberikan pengakuan dengan segera untuk Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan telah tersedianya pengakuan negara-negara lain untuk kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyalakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan gerakan proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada kesudahannya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras sebagai mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang berasal di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang yang belakang sekali terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi penduduk yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sebagai terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang penduduk Republik Bosnia Herzegovina.

Kusutnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membikin upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya sangat banyak korban. Guna mencegah berlangsungnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun lebih buruknya situasi di daerah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di daerah eks Yugoslavia dengan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum berhasil mengakhiri konflik di daerah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga menengah tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diikuti telah tersedianya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut yang belakang sekali diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan berikutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun-bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan alasan bahwa Kroasia dituduh berhasrat melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara ada bangun-bangun apapun sebelum membicarakan masalah perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun-bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dihentikan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berfaedah akan memperkecil daerahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di seluruh Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba menaruh diri di tengah masalah kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut yaitu Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun-bangun hubungan Federasi yang "longgar". Berikutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan sebagai bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun-bangun Konfederasi.

Patut usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia tentang bangun-bangun negara Yugoslavia ternyata dihalau oleh Serbia kecuali usulan sebagai meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlangsung namun keputusan tentang bangun-bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kumpulan Masyarakat Eropa yang semenjak semula ikut terlibat dalam proses disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia sebagai menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan sebagai reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak sebagai memperoleh pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kumpulan Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi sebagai mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia sebagai memperoleh pengakuan. Hasil penelitian diresmikan sudah harus sampai di meja Ketua Masyarakat Eropa sangat lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menaruh pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyalakan pengakuan untuk Slovenia dan Kroasia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut kesudahannya diikuti oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas proses demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat sebagai mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan sesudah menyelenggarakan referendum di daerahnya. Berbeda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyebut bahwa untuk Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat sebagai pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia sebagai nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional berikutnya telah mendorong negara-negara lainnya sebagai mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia yaitu pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Angkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari daerah Slovenia dan Kroasia

Sesudah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dsb-nya diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, diketahui oleh Wakil PM Yugoslavia pada ketika itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan untuk pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Angkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Angkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membikin berani sebagai mendukung para politikus Slovenia sebagai memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang sebagai tank (landak-landak yang dibuat dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di seluruh kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Angkatan Bersenjata Yugoslavia daerah Slovenia. Perkembangan berikutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala fasilitas persenjataan yang telah tersedia. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Angkatan Bersenjata Yugoslavia sebagai agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Angkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke daerah Slovenia.

Usul-usul Angkatan Bersenjata Yugoslavia untuk PANGTI sebagai mengambil gerak-gerak yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak berhasil dilakukan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan alasan khawatir menimbulkan korban pada penduduk. Kesudahannya sebagai mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, sebagai akibat keraguan dalam mengambil sikap sebagai mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari daerah Slovenia, yang berfaedah secara tidak langsung membiarkan Slovenia sebagai memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang semakin tidak menentu di daerah Republik-Republik Anggota Yugoslavia patut di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia sebagai bersidang yang berikutnya mengesyahkan Undang-Undang Landasan yang baru. Undang-Undang Landasan yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam daerah perbatasan yang telah tersedia sekarang. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak ada ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya sebagai Pangti AB, telah memutuskan sebagai menarik seluruh anggota pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Angkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan sebagai memilihnya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilakukannya keputusan Presidensi Yugoslavia sebagai menarik pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari daerah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang ditentukan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak ada anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap berhasrat dinamakan Yugoslavia, merupakan Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi sebagai tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun-bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta sebagai mewakili kepentingan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlangsung.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering diasumsikan sebagai "miniatur Yugoslavia" karena penduduknya multi nasional merupakan terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti masalah etnis, tidak telah tersedianya kesamaan alasan tentang bangun-bangun masa depan Republik tersebut dan masalah perebutan daya masalah daerah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang penduduk konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah telah tersedianya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang kesudahannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlangsung di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum diselesaikan. Sebagai mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu untuk Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang sangat ada kekeliruan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul ada kekeliruan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, ada efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Semenjak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tapi yang menonjol, dikaitkan dengan telah tersedianya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia yaitu Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia yaitu kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang berhasil melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan sebagai merealisasi kepentingan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan sebagai memecahkan krisis di daerah eks Yugoslavia, yaitu melewati perundingan, disamping tetap menghormati kepentingan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit sebagai diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak berpihak kepada yang telah tersedia terhadap Yugoslavia, bertujuan sebagai memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa kebanyakan. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan untuk Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sebagai sanksi yang sangat berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial kebiasaan dan olahraga.

Walaupun demikian posisi Yugoslavia (baru) masih cukup diasumsikan sebagai faktor penentu, pada proses perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tapi dilarang ada pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan kesudahannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap agenda GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyalakan diri sebagai pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui sebagai salah satu faktor utama yang dapat memperagakan peranan penting, dalam proses perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di daerah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di daerah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 sesudah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di daerah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Semenjak ketika itu masalah yang terjadi di daerah Yugoslavia telah menjadi masalah PBB, patut secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam bidang militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR sebagai memelihara perdamaian ataupun mencegah lebih lapang konflik di daerah Yugoslavia khususnya di daerah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan tugas UNPROFOR di Yugoslavia tidak berjalan dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan beberapa kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga kesudahannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) sebagai organisasi induk berkedudukan di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di daerah Serbia Krajina sebagai daerah perlindungan PBB (UNPA)

Keberhasilan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menaruh masalah yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di daerah Krajina dan masih di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan berikutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Gerak-gerak yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilakukan sesudah pihak Kroasia menolak keinginan Serbia Krajina sebagai tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi sesudah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera lebih lapang di daerah dimana telah tersedia penduduk Serbia yang menjadi mayoritas di daerah Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang sangat dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang yaitu di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlangsung selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akibat tidak telah tersedianya titik-temu sebagai menaruh pertikaian selang kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB sebagai menjadikan daerah Serbia Krajina sebagai daerah perlindungan PBB (United Nations Protecting Area UNPA) sampai dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan gerak-gerak yang dibuat PBB yang menjadikan daerah Serbia Krajina sebagai UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 sebagai membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membikin kondisi damai dan terlindung dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Sampai dengan kesudahan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan sebagai menaruh 14.389 orang anggota UNPROFOR di daerah UNPA. Gerak-gerak yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) sebagai daerah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di daerah tersebut. Akan tapi kondisi tersebut di atas tidak diikuti dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di daerah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga kesudahannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan menduduki sektor barat UNPA dan pada bulan agustus menduduki sektor selatan dan utara sehingga ketika itu tinggal sektor timur yang meliputi daerah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan daerah yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan sebagai pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di daerah Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh seluruh pihak di daerah Yugoslavia sebagai menegakkan perdamaian di daerah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan untuk pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan kesudahannya dilibatkan pula di daerah Republik Bosnia Herzegovina akibat situasi yang buruk di daerah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di daerah Bosnia Herzegovina diharapkan sebagai mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di daerah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kumpulan Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada kesudahan April 1992 dengan mendatangkan sebanyak 100 orang pengamat militer di daerah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di daerah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di daerah tersebut yang pada bulan September 1995 telah sampai sekitar 30.953 orang khusus di daerah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang bekerja di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan merupakan tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di daerah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di daerah Yugoslavia merupakan yang terbesar patut dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di daerah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi tentang krisis yang terjadi di daerah Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang bekerja di daerah Yugoslavia menurut data-data terakhir yaitu sebanyak 50.774 orang yang berasal dari bermacam negara. Sebanyak 44.991 orang dari banyak tersebut di atas yaitu pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di daerah Yugoslavia pasukan PBB ditempatkan diberbagai sektor di daerah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di daerah Yugoslavia khususnya di daerah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melewati Konperensi Internasional tentang Yugoslavia yang kesudahannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit sebagai berhasil menaruh krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kepentingan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak berasal dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah barang tentu belum cocok sebagai dilakukan sebagai mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan sebagai diterima oleh seluruh pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 25

Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama untuk Bosnia dan Kroasia.

Sesudah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan sebagai negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar belakangan sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi susunan di Serbia, merupakan Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik mempunyai cabang partai komunis dan pejabat elit, dan seluruh perselisihan yang telah tersedia diselesaikan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu kesuksesan dan negara tersebut pun merasakan masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil sampai dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi bisa menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, warga etnis Albania di Kosovo mulai menuntut agar provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal diasumsikan sebagai penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, berhasil secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya memahami komunis di Eropa Timur. Pada kesudahannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun bubar pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diselenggarakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang berasal dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tapi masalah status etnis minoritas Serbia yang terletak di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Sesudah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang yang belakang sekali merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito sebagai tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang akurat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, sebagai keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan warga etnis Serbia. Akan tapi kondisi yang belakang sekali berubah merupakan ketika pada bulan Mei 1980 Tito berpulang tanpa sempat mengusahakan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang yang belakang sekali dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium mempunyai anggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kepentingan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin menjadi kurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan yang belakang sekali disertai oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang disertai dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Angkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas kawasan negara sendiri.

Sesudah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum sebagai menentukan sebagai negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan sebagai merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kumpulan negara-negara ME dan AS yang belakang sekali memberikan pengakuan dengan segera untuk Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan telah tersedianya pengakuan negara-negara lain untuk kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Warga Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan gerakan proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Warga Eropa, dan pada kesudahannya mendapat pengakuan warga internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras sebagai mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang yang belakang sekali terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Warga Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Warga Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi warga yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sebagai terlalu dini, mengingat sedang banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang warga Republik Bosnia Herzegovina.

Kusutnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membikin upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya sangat banyak korban. Guna mencegah berlangsungnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di kawasan Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di kawasan eks Yugoslavia dengan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum berhasil mengakhiri konflik di kawasan eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga menengah tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang disertai telah tersedianya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut yang belakang sekali diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari warga internasional dan selanjutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun-bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan alasan bahwa Kroasia dituduh berhasrat melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh warga internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun-bangun apapun sebelum membicarakan masalah perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun-bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dihentikan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berfaedah akan memperkecil kawasannya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di seluruh Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba menaruh diri di tengah masalah kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun-bangun hubungan Federasi yang "longgar". Selanjutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan sebagai bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun-bangun Konfederasi.

Patut usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia tentang bangun-bangun negara Yugoslavia ternyata dihalau oleh Serbia kecuali usulan sebagai meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlangsung namun keputusan tentang bangun-bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Warga Eropa dan Internasional

Kumpulan Warga Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam proses disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia sebagai menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan sebagai reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Warga Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Warga Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak sebagai mendapatkan pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kumpulan Warga Eropa.

Sementara itu Warga Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi sebagai mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia sebagai mendapatkan pengakuan. Hasil penelitian dikuatkan sudah harus sampai di meja Ketua Warga Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi mendudukkan pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan untuk Slovenia dan Kroasia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut kesudahannya disertai oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas proses demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Warga Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat sebagai mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan sesudah menyelenggarakan referendum di kawasannya. Berbeda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Warga Eropa yang menyebut bahwa untuk Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat sebagai pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Warga Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia sebagai nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional selanjutnya telah mendorong negara-negara lainnya sebagai mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Angkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari kawasan Slovenia dan Kroasia

Sesudah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dsb-nya diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, diketahui oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan untuk pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Angkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Angkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membikin berani sebagai mendukung para politikus Slovenia sebagai memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang sebagai tank (landak-landak yang dibuat dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di seluruh kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Angkatan Bersenjata Yugoslavia kawasan Slovenia. Perkembangan selanjutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala fasilitas persenjataan yang telah tersedia. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Angkatan Bersenjata Yugoslavia sebagai agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Angkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke kawasan Slovenia.

Usul-usul Angkatan Bersenjata Yugoslavia untuk PANGTI sebagai mengambil gerak-gerak yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak berhasil dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan alasan khawatir menimbulkan korban pada warga. Kesudahannya sebagai mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, sebagai akibat keraguan dalam mengambil sikap sebagai mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari kawasan Slovenia, yang berfaedah secara tidak langsung membiarkan Slovenia sebagai memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang semakin tidak menentu di kawasan Republik-Republik Anggota Yugoslavia patut di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia sebagai bersidang yang selanjutnya mengesyahkan Undang-Undang Landasan yang baru. Undang-Undang Landasan yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam kawasan perbatasan yang telah tersedia sekarang. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak mempunyai ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya sebagai Pangti AB, telah memutuskan sebagai menarik seluruh anggota pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Angkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan sebagai memilihnya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia sebagai menarik pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari kawasan Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang ditentukan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak mempunyai anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, sedang tetap berhasrat dinamakan Yugoslavia, merupakan Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi sebagai tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun-bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta sebagai mewakili kepentingan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlangsung.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering diasumsikan sebagai "miniatur Yugoslavia" karena warganya multi nasional merupakan terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional sedang dilanda pertikaian-pertikaian seperti masalah etnis, tidak telah tersedianya kesamaan alasan tentang bangun-bangun masa depan Republik tersebut dan masalah perebutan daya masalah kawasan termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang warga konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah telah tersedianya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang kesudahannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlangsung di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat sedang banyaknya masalah-masalah yang belum diselesaikan. Sebagai mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu untuk Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kekeliruan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari masalah, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kekeliruan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, mempunyai efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tapi yang menonjol, dikaitkan dengan telah tersedianya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang berhasil melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan sebagai merealisasi kepentingan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan sebagai memecahkan krisis di kawasan eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kepentingan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit sebagai diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak berpihak kepada yang telah tersedia terhadap Yugoslavia, bertujuan sebagai memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa kebanyakan. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan untuk Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sebagai sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial kebiasaan dan olahraga.

Walaupun demikian posisi Yugoslavia (baru) sedang cukup diasumsikan sebagai faktor penentu, pada proses perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu sedang anggota PBB, akan tapi dilarang ada pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan kesudahannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap agenda GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri sebagai pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui sebagai salah satu faktor utama yang dapat memperagakan peranan penting, dalam proses perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di kawasan eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di kawasan Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 sesudah upaya Warga Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di kawasan Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak saat itu masalah yang terjadi di kawasan Yugoslavia telah menjadi masalah PBB, patut secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh warga internasional sedangkan dalam bidang militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR sebagai memelihara perdamaian ataupun mencegah bertambah luas konflik di kawasan Yugoslavia khususnya di kawasan Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan tugas UNPROFOR di Yugoslavia tidak berjalan dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan beberapa kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga kesudahannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) sebagai organisasi induk berkedudukan di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di kawasan Serbia Krajina sebagai kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum mendudukkan masalah yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di kawasan Krajina dan sedang di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan selanjutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Gerak-gerak yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilakukan sesudah pihak Kroasia menolak keinginan Serbia Krajina sebagai tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi sesudah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera bertambah luas di kawasan dimana terdapat warga Serbia yang menjadi mayoritas di kawasan Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlangsung selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akibat tidak telah tersedianya titik-temu sebagai mendudukkan pertikaian selang kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB sebagai menjadikan kawasan Serbia Krajina sebagai kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Area UNPA) sampai dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan gerak-gerak yang dibuat PBB yang menjadikan kawasan Serbia Krajina sebagai UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 sebagai membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membikin kondisi damai dan terlindung dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Sampai dengan kesudahan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan sebagai menaruh 14.389 orang anggota UNPROFOR di kawasan UNPA. Gerak-gerak yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) sebagai kawasan UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di kawasan tersebut. Akan tapi kondisi tersebut di atas tidak disertai dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di kawasan UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga kesudahannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan merebut sektor barat UNPA dan pada bulan agustus merebut sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi kawasan Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang sedang merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan sebagai pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di kawasan Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh seluruh pihak di kawasan Yugoslavia sebagai menegakkan perdamaian di kawasan Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan untuk pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan kesudahannya dilibatkan pula di kawasan Republik Bosnia Herzegovina akibat situasi yang buruk di kawasan tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di kawasan Bosnia Herzegovina diharapkan sebagai mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di kawasan Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kumpulan Warga Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada kesudahan April 1992 dengan mendatangkan sebanyak 100 orang pengamat militer di kawasan Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di kawasan Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di kawasan tersebut yang pada bulan September 1995 telah sampai sekitar 30.953 orang khusus di kawasan Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang bekerja di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan merupakan tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di kawasan Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di kawasan Yugoslavia merupakan yang terbesar patut dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di kawasan Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi tentang krisis yang terjadi di kawasan Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang bekerja di kawasan Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sebanyak 50.774 orang yang berasal dari bermacam negara. Sebanyak 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di kawasan Yugoslavia pasukan PBB ditempatkan diberbagai sektor di kawasan Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di kawasan Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Warga Eropa melewati Konperensi Internasional tentang Yugoslavia yang kesudahannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit sebagai berhasil mendudukkan krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kepentingan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak berasal dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah barang tentu belum cocok sebagai dilaksanakan sebagai mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan sebagai diterima oleh seluruh pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Page 26

Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama untuk Bosnia dan Kroasia.

Sesudah kemenangan komunis dalam Perang Dunia Kedua, Yugoslavia didirikan sebagai negara federal yang terdiri dari enam republik, yang mana dipisahkan berdasarkan latar belakangan sejarah dan etnis, di selangnya Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Terdapat pula dua provinsi otonomi susunan di Serbia, merupakan Vojvodina dan Kosovo. Setiap negara republik mempunyai cabang partai komunis dan pejabat elit, dan seluruh perselisihan yang telah tersedia diselesaikan di tingkat federal. Model pemerintahan Yugoslavia beserta “jalan tengah” di selang ekonomi terpimpin dan liberal yang dianut merupakan suatu kesuksesan dan negara tersebut pun merasakan masa-masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta politik yang relatif stabil sampai dengan tahun 1980-an, di bawah kekuasaan handal presiden seumur hidup Josip Broz Tito. Sepeninggalnya pada tahun 1980, sistem pemerintahan federal yang melemah tidak lagi bisa menangani tantangan politik dan ekonomi yang semakin sulit.

Pada tahun 1980-an, warga etnis Albania di Kosovo mulai menuntut agar provinsi otonomi mereka diberi status republik anggota, dimulai dari protes pada tahun 1981. Ketegangan selang etnis Albania dan Serbia yang tidak mereda sepanjang dasawarsa, yang mana mengakibatkan penyebaran etnis Serbia ke seluruh Yugoslavia, dan sistem perundingan yang tidak efektif di tingkat federal diasumsikan sebagai penghambat oleh etnis Serbia yang menyaksikan semakin tingginya otonomi provinsi-provinsi di Serbia. Pada tahun 1987, Slobodan Milošević mengambil alih kepemimpinan di Serbia dan melewati serangkaian gerakan yang didukung khalayak ramai, berhasil secara de facto menguasai Kosovo, Vojvodina dan Montengro. Kebijakannya yang menggalakkan persatuan pun mendapat dukungan dari kalangan etnis Serbia. Akan tapi, Milošević mendapat bantahan dari pemimpin-pemimpin partai di Slovenia dan Kroasia yang mendukung perluasan azas demokrasi seiring dengan melemahnya memahami komunis di Eropa Timur. Pada kesudahannya, Yugoslavia yang merupakan perkumpulan negara-negara berpaham komunis pun bubar pada tahun 1990.

Pada tahun 1990, partai komunis dikalahkan oleh parta-partai nasionalis dalam pemilihan umum multi-partai pertama yang diselenggarakan di seluruh negara, kecuali Serbia dan Montenegro, di mana Milošević dan sekutu-sekutunya memenangkan pemilihan umum. Hasutan nasioanlis yang berasal dari bermacam arah pun semakin memanas. Pada tahun 1991, satu demi satu republik anggota memproklamasikan kemerdekaan, kecuali Serbia dan Montengero, tapi masalah status etnis minoritas Serbia yang terletak di luar Serbia tetap tidak terselesaikan. Sesudah segelintir peristiwa bentrokan antaretnis, Perang Yugoslavia pun meletus, pertama-tama di Kroasia, yang yang belakang sekali merambat dan berdampak paling parah di Bosnia dan Herzegovina. Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Awal bencana

Di masa kepemimpinan Tito, Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito sebagai tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang akurat karena di samping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, sebagai keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan warga etnis Serbia. Akan tapi kondisi yang belakang sekali berubah merupakan ketika pada bulan Mei 1980 Tito berpulang tanpa sempat mengusahakan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang yang belakang sekali dipimpin secara kolektif oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium mempunyai anggota 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kepentingan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin menjadi kurang, dan dilain pihak pengaruh kekuasaan Republik anggota menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia ke arah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektif tersebut dan yang belakang sekali disertai oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sepihak yang disertai dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Angkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas kawasan negara sendiri.

Sesudah itu Republik Bosnia-Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum sebagai menentukan sebagai negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan sebagai merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kumpulan negara-negara ME dan AS yang belakang sekali memberikan pengakuan dengan segera untuk Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik di wilayah-wilayah tersebut.

Dengan telah tersedianya pengakuan negara-negara lain untuk kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik anggota yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Warga Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan gerakan proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Anggota Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Warga Eropa, dan pada kesudahannya mendapat pengakuan warga internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras sebagai mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang yang belakang sekali terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Warga Eropa yang berperan aktif dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melewati Komisi Arbitrasi Warga Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi warga yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sebagai terlalu dini, mengingat sedang banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis di selang warga Republik Bosnia Herzegovina.

Kusutnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia-Herzegovina telah membikin upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran di selang pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya sangat banyak korban. Guna mencegah berlangsungnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di kawasan Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di kawasan eks Yugoslavia dengan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang memengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya kelihatannya kehadiran pasukan PBB belum berhasil mengakhiri konflik di kawasan eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga menengah tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang disertai telah tersedianya Republik-Republik Anggota yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut yang belakang sekali diwujudkan negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari warga internasional dan selanjutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bangun-bangun Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut di atas dengan alasan bahwa Kroasia dituduh berhasrat melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh warga internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara mempunyai bangun-bangun apapun sebelum membicarakan masalah perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia di dalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bangun-bangun negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang diwujudkan berdasarkan persetujuan maupun dapat dihentikan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berfaedah akan memperkecil kawasannya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di seluruh Republik Anggota Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba menaruh diri di tengah masalah kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang dinamakan 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bangun-bangun hubungan Federasi yang "longgar". Selanjutnya ke-4 negara tersebut di atas mengadakan hubungan sebagai bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bangun-bangun Konfederasi.

Patut usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia tentang bangun-bangun negara Yugoslavia ternyata dihalau oleh Serbia kecuali usulan sebagai meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlangsung namun keputusan tentang bangun-bangun negara tidak tercapai. Kondisi demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan di dalam negara selang yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Warga Eropa dan Internasional

Kumpulan Warga Eropa yang sejak semula ikut terlibat dalam proses disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali ikut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia sebagai menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan sebagai reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Warga Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Warga Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak sebagai mendapatkan pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kumpulan Warga Eropa.

Sementara itu Warga Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi sebagai mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia sebagai mendapatkan pengakuan. Hasil penelitian dikuatkan sudah harus sampai di meja Ketua Warga Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi mendudukkan pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan untuk Slovenia dan Kroasia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang semakin dini tersebut kesudahannya disertai oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas proses demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Warga Eropa menyebut bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat sebagai mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan sesudah menyelenggarakan referendum di kawasannya. Berbeda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Warga Eropa yang menyebut bahwa untuk Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat sebagai pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Warga Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia sebagai nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional selanjutnya telah mendorong negara-negara lainnya sebagai mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang ikut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Angkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari kawasan Slovenia dan Kroasia

Sesudah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dsb-nya diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, diketahui oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan untuk pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia di tengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Angkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Angkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membikin berani sebagai mendukung para politikus Slovenia sebagai memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang sebagai tank (landak-landak yang dibuat dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan akbar di seluruh kota akbar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Angkatan Bersenjata Yugoslavia kawasan Slovenia. Perkembangan selanjutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala fasilitas persenjataan yang telah tersedia. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melewati media massa, yang menuduh Angkatan Bersenjata Yugoslavia sebagai agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan daya Angkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan daya militer ke kawasan Slovenia.

Usul-usul Angkatan Bersenjata Yugoslavia untuk PANGTI sebagai mengambil gerak-gerak yang dibuat tegas terhadap pimpinan Slovenia melewati pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak berhasil dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan alasan khawatir menimbulkan korban pada warga. Kesudahannya sebagai mencegah korban yang semakin akbar dikalangan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, sebagai akibat keraguan dalam mengambil sikap sebagai mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari kawasan Slovenia, yang berfaedah secara tidak langsung membiarkan Slovenia sebagai memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia, lihat: AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia.

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Kondisi yang semakin tidak menentu di kawasan Republik-Republik Anggota Yugoslavia patut di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia sebagai bersidang yang selanjutnya mengesyahkan Undang-Undang Landasan yang baru. Undang-Undang Landasan yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro di dalam kawasan perbatasan yang telah tersedia sekarang. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak mempunyai ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya sebagai Pangti AB, telah memutuskan sebagai menarik seluruh anggota pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Angkatan Bersenjata Yugoslavia di luar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan sebagai memilihnya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia sebagai menarik pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari kawasan Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang ditentukan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak mempunyai anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, sedang tetap berhasrat dinamakan Yugoslavia, merupakan Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi sebagai tetap dinamakan penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bangun-bangun ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta sebagai mewakili kepentingan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlangsung.

Banjir darah di Bosnia

Republik Bosnia Herzegovina terletak di anggota sentral Yugoslavia, dan sering diasumsikan sebagai "miniatur Yugoslavia" karena warganya multi nasional merupakan terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional sedang dilanda pertikaian-pertikaian seperti masalah etnis, tidak telah tersedianya kesamaan alasan tentang bangun-bangun masa depan Republik tersebut dan masalah perebutan daya masalah kawasan termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam di selang warga konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah telah tersedianya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian di selang mereka yang kesudahannya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlangsung di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat sedang banyaknya masalah-masalah yang belum diselesaikan. Sebagai mengetahui secara semakin detail tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan resolusi

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu untuk Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikagetkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling mempunyai kekeliruan atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan ikut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Bebas dari masalah, apakah Yugoslavia betul-betul mempunyai kekeliruan atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, mempunyai efek yang kuat di dalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat semakin dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tapi yang menonjol, dikaitkan dengan telah tersedianya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara akbar, yang berhasil melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan sebagai merealisasi kepentingan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan sebagai memecahkan krisis di kawasan eks Yugoslavia, adalah melewati perundingan, disamping tetap menghormati kepentingan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit sebagai diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak berpihak kepada yang telah tersedia terhadap Yugoslavia, bertujuan sebagai memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa kebanyakan. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan untuk Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sebagai sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial kebiasaan dan olahraga.

Walaupun demikian posisi Yugoslavia (baru) sedang cukup diasumsikan sebagai faktor penentu, pada proses perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu sedang anggota PBB, akan tapi dilarang ada pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan kesudahannya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap agenda GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri sebagai pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui sebagai salah satu faktor utama yang dapat memperagakan peranan penting, dalam proses perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di kawasan eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di kawasan Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 sesudah upaya Warga Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di kawasan Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak saat itu masalah yang terjadi di kawasan Yugoslavia telah menjadi masalah PBB, patut secara politis maupun militer. Secara politis PBB ikut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh warga internasional sedangkan dalam bidang militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR sebagai memelihara perdamaian ataupun mencegah bertambah luas konflik di kawasan Yugoslavia khususnya di kawasan Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan tugas UNPROFOR di Yugoslavia tidak berjalan dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan beberapa kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga kesudahannya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehingga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) sebagai organisasi induk berkedudukan di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di kawasan Serbia Krajina sebagai kawasan perlindungan PBB (UNPA)

Kesuksesan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum mendudukkan masalah yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di kawasan Krajina dan sedang di dalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan selanjutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri di luar kekuasaan Kroasia melewati kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Gerak-gerak yang dibuat etnis Serbia di Kroasia tersebut dilakukan sesudah pihak Kroasia menolak keinginan Serbia Krajina sebagai tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan di selang pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi sesudah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera bertambah luas di kawasan dimana terdapat warga Serbia yang menjadi mayoritas di kawasan Kroasia. Salah satu pertempuran selang Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak di selang perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlangsung selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina akibat tidak telah tersedianya titik-temu sebagai mendudukkan pertikaian selang kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Kondisi tersebut telah memaksa PBB sebagai menjadikan kawasan Serbia Krajina sebagai kawasan perlindungan PBB (United Nations Protecting Area UNPA) sampai dicapainya penyelesaian di selang kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan gerak-gerak yang dibuat PBB yang menjadikan kawasan Serbia Krajina sebagai UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 sebagai membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna membikin kondisi damai dan terlindung dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Sampai dengan kesudahan Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan sebagai menaruh 14.389 orang anggota UNPROFOR di kawasan UNPA. Gerak-gerak yang dibuat PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) sebagai kawasan UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan banyak yang cukup akbar telah meredakan situasi di kawasan tersebut. Akan tapi kondisi tersebut di atas tidak disertai dengan perundingan-perundingan yang tuntas selang pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di kawasan UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehingga kesudahannya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan daya pasukan yang semakin kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan merebut sektor barat UNPA dan pada bulan agustus merebut sektor selatan dan utara sehingga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi kawasan Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang sedang merupakan kawasan yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan sebagai pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus diturunkan.

Missi pasukan PBB di kawasan Republik Bosnia Herzegovina

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh seluruh pihak di kawasan Yugoslavia sebagai menegakkan perdamaian di kawasan Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan untuk pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan kesudahannya dilibatkan pula di kawasan Republik Bosnia Herzegovina akibat situasi yang buruk di kawasan tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di kawasan Bosnia Herzegovina diharapkan sebagai mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di kawasan Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kumpulan Warga Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada kesudahan April 1992 dengan mendatangkan sebanyak 100 orang pengamat militer di kawasan Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di kawasan Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di kawasan tersebut yang pada bulan September 1995 telah sampai sekitar 30.953 orang khusus di kawasan Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang bekerja di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan merupakan tetap menggunakan nama UNROFOR. Daya dan disposisi UNPROFOR di kawasan Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di kawasan Yugoslavia merupakan yang terbesar patut dalam pengeluaran resolusi, pengerahan daya personel, perlengkapan militer maupun banyak korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di kawasan Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi tentang krisis yang terjadi di kawasan Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah Bosnia Herzegovina. Sementara itu banyak pasukan PBB yang bekerja di kawasan Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sebanyak 50.774 orang yang berasal dari bermacam negara. Sebanyak 44.991 orang dari banyak tersebut di atas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di kawasan Yugoslavia pasukan PBB ditempatkan diberbagai sektor di kawasan Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di kawasan Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Warga Eropa melewati Konperensi Internasional tentang Yugoslavia yang kesudahannya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit sebagai berhasil mendudukkan krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kepentingan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melewati perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak berasal dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah barang tentu belum cocok sebagai dilaksanakan sebagai mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan sebagai diterima oleh seluruh pihak sehingga ikut memengaruhi usaha-usaha damai.

Referensi

Lihat pula


edunitas.com

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA