Cahaya Hati Ramadan hadir setiap hari selama bulan Ramadan pukul 12.30 WIB LIVE di televisi milik MNC Group, iNews. (Foto: MNC Media). Tim iNews Rabu, 21 April 2021 - 11:50:00 WIB
JAKARTA, iNews.id - Kebiasaan mencari kesalahan orang lain seringkali tidak kita sadari. Terkadang, kesalahan orang lain selalu tampak, tapi kesalahan diri sendiri seakan tidak pernah ada. Hal itu seolah mendarah daging dalam diri kita sendiri. Dan menjadi kebiasaan yang susah hilang dalam masyarakat kita. Dalam Alquran, mencari-cari kesalahan orang lain disebut dengan istilah "tajassasu" (tajassus). Perbuatan ini hampir sama dengan berburuk sangka. Keduanya tergolong sifat tercela yang amat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa mencari-cari kesalahan saudaranya, maka Allah akan menampakan kejelekannya." Lantas bagaimana hukum mencari kesalahan orang lain menurut Islam? Temukan penjelasannya di Cahaya Hati Indonesia Ramadan iNews hari ini bersama Ustaz Yusuf Mansur, KH Fikri Haikal MZ dan Ustaz Syam serta lantunan ayat suci Alquran oleh Qariah Nadia Hawasyi. Pemirsa juga mendapatkan informasi secara lengkap dan detail tentang banyak hal seputar Islam dari ustaz-ustaz ternama lainnya. Menemani waktu siang dan santap sahur pemirsa, Cahaya Hati Ramadan hadir setiap hari selama bulan Ramadan pukul 12.30 WIB LIVE dan pukul 02.30 WIB dipandu host Ali Zainal di stasiun televisi berita milik MNC Group, iNews. Anda yang memiliki mobilitas dan tidak sempat menyimak di depan layar kaca, dapat mengikuti program ini melalui laman www.rctiplus.com dan aplikasi RCTI+, unduh segera di Google Play Store dan Apple App Store. Editor : Zen Teguh TAG : alquran islam cahaya hati indonesia ramadan inews RCTI+ mengumbar aib pasangannya BincangSyariah.Com – Salah satu kebiasaan buruk manusia yang tak ada habisnya adalah mencari kesalahan orang lain. Tak ada yang membayarnya, namun masih banyak yang rela memata-matai tiap kesalahan orang lain. Bukankah yang begitu hanya mengahbiskan energi dan waktu yang kita miliki? Dan bahkan Allah memisalkan orang yang bersikap seperti itu laksana manusia yang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Jangankan memakan, membayangkan saja sudah menjijikkan. Kalaupum demikian, masih sudiakh kita mencrai-cari kesalahan orang lain? Dalam QS Al Hujurat ayat 11 disebutkan: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Bagi seseorang yang sudah terbiasa dengan kejelakan tersebut, Rasulullah memberikan tips jitu agar keluar dari kebiasaannya. Asalkan disertai kemauan yang kuat, insy Allah kebiasan buruk tersebut bisa diganti dengan amal shaleh yang menguntungkan. Rasululah bersabda: من نظر في عيب نفسه اشتغل عن عيب غيره Barang siapa yang melihat aib sendiri maka ia akan terpalingkan dari aib orang lain Hadis tersebut mengajarkan kita salah satu jurus jitu untuk tidak senang mencari kesalahan orang lain adalah dengan sibuk mengevaluasi diri sendiri. Efek yang disebabkan oleh kesenangan mencari kesalahan orang lain adalah bermusuhan dan mencari pasukan pembelanya. Keadaan menjadi tidak aman sebab seseorang diantaranta sering membuka aib orang lain, sehingga orang lainpun percaya dan menjauhibnya. Padahal belum tentu juga si penyebar aib tersebut lebih baik dari pada orang lainnya. Alangkah lebih indahnya jika hidup bersosial dengan baik tanpa unsur mencari kesalahan orang lain demi panjat sosial. Sibuk dengan megoreksi kesalahan sendiri dan memperbaikinya jauh lebih bijak daripada mencari kesalahan orang laindan menyebarkanya. Bukannkah Allah akan membantu menutupi kesalahan dan ain seseorang ketika seseoramh tersebut mampu men utupi kesalahan dan aib saudaranya? Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi menyebutkan: منْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِي الدُّنْيَا يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ “Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.”
Oleh: Komaruddin Hidayat (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah) TERDAPAT peringatan di Alquran yang sangat keras bagi orang beriman agar menjauhi sikap prasangka buruk dan berbuat ghibah, yaitu membicarakan kejelekan teman sendiri dari belakang. Coba simak surat 49: 12. Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah sikap suka berprasangka karena sebagian prasangka itu tidak selalu benar dan medatangkan dosa. Jangan pula kamu mencari-cari kesalahan orang lain serta saling menggunjingkan teman, membicarakan hal-hal yang kamu pandang buruk di saat temanmu tidak di tempat. Yang demikian itu, bukankah sama halnya kamu menikmati bangkai temanmu, yang tentu saja menjijikkan? Di sini Alquran menggunakan ungkapan sangat keras. Mencari-cari kesalahan teman lalu dijadikan bahan gunjingan itu tak ubahnya makan bangkai temannya. Mengapa? Karena ketika bergunjing itu mungkin sekali merasa enak dan asyik layaknya orang lapar memperoleh makanan untuk disantap. Lalu, mengapa bangkai? Karena mungkin sekali apa yang digunjingkan itu tidak benar, mengandung fitnah, sementara orang yang dijadikan sasaran tidak bisa membela diri karena tidak berada di tempat, sehingga tak berdaya bagaikan mayat atau bangkai. Kalau saja yang berbuat ghibah sadar pasti merasa jijik karena yang tengah dinikmati itu oleh Alquran diidentikkan dengan bangkai. Berprasangka buruk (suudhon) adalah pangkal fitnah. Orang membangun cerita negatif tentang orang lain, padahal itu hanya imajinasi yang muncul dari rasa iri dan dengki. Jika cerita itu sampai ke orang lain atau yang bersangkutan, sangat mungkin akan berkembang lebih jauh lagi menjadi kebencian, permusuhan, dan perkelahian. Akibat yang ditimbulkan dari fitnah skalanya bisa lebih besar dan lebih berbahaya dari pembunuhan. Fitnah ini mudah sekali menyelinap melalui jargon dan mekanisme demokrasi, misalnya saja di saat menjelang pilkada atau pemilu. Antarcalon dan pendukungnya tidak segan-segan mengintip, mencari-cari dan mengorek kekurangan lawan. Jika ditemukan, kekurangan yang lalu dibesar-besarkan. Hal-hal gang sifatnya pribadi lalu dibuka secara terbuka ke publik. Halaman selanjutnya arrow_forward Sumber: Tribun Jambi
Sabtu, 25 Mei 2019 - 03:36 WIB Dalam Alqur'an Al-Karim, mencari-cari kesalahan orang lain disebut dengan istilah "tajassasu" (tajassus). Perbuatan ini hampir sama dengan berburuk sangka. Keduanya tergolong sifat tercela yang amat dibenci Allah dan Rasul-Nya.Sebagaimana firman Allah dalam Alqur’an: "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12). Ulama besar Yaman, Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (1634-1720), dalam kitabnya An-Nashoihud Diniyah menjelaskan bahaya dari sifat "tajassasu" tersebut. "Kita dilarang menyelidiki kesalahan orang lain yang tidak jelas. Bahkan hal itu diharamkan. Allah ta’ala berfirman wa laa tajassasuu (Dan jangan kamu mencari-cari kesalahan orang lain)," kata Habib Abdullah Al-Haddad dalam kitab yang disusunnya. Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa mencari-cari kesalahan saudaranya, maka Allah akan menampakan kejelekannya." (Baca Juga: Adab Berpuasa: Jaga Lidah dari Dusta dan Ghibah) Umat Islam diwajibkan menyuruh berbuat yang ma'ruf ketika melihat orang-orang meninggalkannya dan menyalahkan orang yang melakukan kemungkaran. Habib Abdullah Al-Haddad menegaskan bahwa seorang mukmin yang bertaqwa tidak akan berkata sembarangan dan tidak mengatakan selain kebenaran. Setiap muslim wajib berbaik sangka kepada kaum muslimin."Banyak orang saling menyampaikan kabar dan mereka menggampangkan hal itu. Yang disukai oleh orang-orang adalah siapa yang cocok dengan keinginan mereka, meskipun tidak lurus kepada Allah. Sedangkan yang tercela menurut mereka adalah yang berbeda dengan mereka, meskipun seorang hamba itu saleh," jelasnya.Karena itu, setiap mukmin wajib berhati-hati dalam semua urusan. Sebab, zaman ini penuh dengan fitnah dan banyak manusia yang menyimpang dari kebenaran, kecuali yang dikehendaki Allah. (Baca Juga: Inilah 'Penyakit' yang Menimpa Umat Nabi Muhammad dan Obatnya) Bersikap Lemah Lembut Ketahuilah bahwa sikap lemah lembut dan menjauhi kekerasan adalah modal besar dalam menerima kebenaran. Hendaklah seorang mukmin bersikap demikian terhadap orang yang disuruh maupun dilarang atau dinasihati diantara.Berbicaralah kepadanya dengan lunak dan rendah hati, karena sifat lemah lembut itu merupakan kebaikan pada sesuatu. Allah. Sedangkan kekasaran itu adalah kejelekan sebagaimana dikatakan oleh Nabi SAW.Allah ta’ala berfirman: "Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS Ali-Imran: 159)Di ayat lain, Allah ta'ala juga berfirman, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." (QS Ali-Imran: 105)Ini adalah larangan dari Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman. Umat Islam diminta agar tidak menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih dalam agama. Sebab para ahlu kitab yang berselisih mengenai agama mereka itu mendapat siksa yang besar. |