Orang yang sakit boleh tidak melaksanakan salat Jumat tetapi ia harus

tirto.id - Ibadah salat Jumat merupakan kewajiban mingguan yang harus ditegakkan bagi muslim laki-laki, balig, berakal, dan mukim.

Kendati demikian, ada beberapa kondisi khusus atau orang tertentu yang gugur dari kewajiban salat Jumat ini.

Kewajiban salat Jumat tertera dalam firman Allah SWT dalam Alquran surah Al-Jumu'ah: "Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," (Q.S. Al-Jumu'ah [62]:9).

Sementara itu, bagi yang meninggalkannya diancam dengan dosa besar, sebagaimana digambarkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW: “Siapa yang meninggalkan salat Jumat sebanyak tiga kali tanpa ada uzur, maka dicatat sebagai golongan orang munafik," (H.R. Thabrani).

Meskipun diwajibkan bagi umat Islam, terdapat golongan tertentu yang dibolehkan untuk meninggalkan salat Jumat.

Selain itu, ada juga kondisi yang tidak memungkinkan pelaksanaannya, misalnya karena wabah Covid-19 yang melanda banyak wilayah di pelbagai belahan dunia menjadikan salat Jumat dikenai ketentuan khusus, baik itu diganti dengan salat Zuhur atau jika masih memungkinkan, maka salat Jumat ditegakkan dengan mematuhi protokol kesehatan.

Golongan yang Boleh Meninggalkan Shalat Jumat

Baca juga: Apa Saja Keutamaan Hari Jumat Bagi Umat Islam?

Golongan apa saja yang tidak dikenai kewajiban salat Jumat? Ahli tafsir hukum Islam dari UIN Suska Riau, Dr. Erman, M.Ag menuliskan dalam "Rekonstruksi Ketentuan Shalat Jum'at" mengenai golongan tertentu yang tidak terkena kewajiban salat Jumat sebagai berikut:

1. Perempuan

Sebagaimana diketahui umum, perempuan tidak dikenai kewajiban salat Jumat berjamaah, sebagai gantinya, mereka melaksanakan salat Zuhur di kediaman masing-masing.

2. Hamba Sahaya

Hamba sahaya atau budak juga tidak dikenai kewajiban salat Jumat berjamaah. Ketentuan ini bersandar dari sabda Nabi Muhammad SAW: “Jumat adalah kewajiban bagi setiap muslim kecuali empat orang. Hamba sahaya, perempuan, anak kecil [belum balig], dan orang sakit," (H.R. Abu Daud).

3. Anak Belum Balig

Anak yang belum balig tidak dikenakan kewajiban salat Jumat. Namun orang tua dapat mengajak anak untuk berangkat ke masjid, selagi tidak mengganggu jamaah lainnya untuk membiasakan anak melakukan ibadah.

Kendati belum dikenakan kewajiban ibadah, anak yang belum balig tetap akan memperoleh pahala dari ibadah yang dikerjakannya. Hal ini disimpulkan dari hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas RA:

“Seorang ibu mengangkat anaknya. Lalu ia berkata pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apakah ia sudah dikatakan berhaji?" Beliau bersabda, “Iya dan bagimu pahala," (H.R. Muslim).

4. Orang Sakit

Masih dari hadis di atas, orang yang tidak dikenai kewajiban salat Jumat adalah orang yang menderita sakit.

Dalam hal wabah Covid-19, orang yang terkena penyakit penular ini juga tidak berkewajiban salat Jumat. Pada Maret lalu, MUI juga mengeluarkan fatwa mengenai ketentuan ibadah saat wabah Covid-19.

Menurut fatwa itu, salat Jumat digantikan salat Zuhur demi mencegah penyebaran Covid-19 bagi orang-orang sehat.

5. Musafir

Karena kewajiban salat Jumat jatuh pada orang mukim, maka bagi musafir, salat Jumat boleh diganti dengan salat Zuhur.

Namun, syarat safar atau perjalanan yang membolehkan tiadanya salat Jumat mestilah perjalanan mubah atau dengan tujuan ibadah. Adapun perjalanan dengan tujuan maksiat seperti merampok, berzina, menipu, tidak termasuk keringanan (rukhsah) yang menggugurkan salat Jumat.

6. Orang dengan Gangguan Mental [Hilang Kesadaran] dan Orang Mabuk

Orang yang terkena gangguan mental hingga hilang kesadaran tidak dikenai kewajiban salat Jumat. Hal ini didasarkan pada hadis Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Diangkatlah pena [dosa] dari tiga golongan: (1) orang yang tidur hingga ia bangun; (2) anak kecil hingga dia balig; (3) dan orang gila hingga dia berakal [sembuh]," (H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Selain orang dengan gangguan mental hingga hilang kesadarannya, orang mabuk juga tidak dikenakan kewajiban salat Jumat, namun tetap dengan dosa yang ia tanggung jika mabuknya disebabkan karena minuman keras. Tiadanya kewajiban salat Jumat bagi orang mabuk tertera dalam firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan," (Q.S. An-Nisa’ [4]: 43)

Selain golongan dan kondisi di atas, dilansir dari NU Online berdasarkan mazhab Syafi'i, kewajiban salat Jumat juga gugur ketika jumlah jamaahnya kurang dari 40 laki-laki muslim, termasuk imam di daerah bersangkutan.

Hal ini bersandar dari hadis riwayat Abdullah bin Mas'ud ia berkata: "Bahwasanya Rasulullah SAW salat Jumat di Madinah dengan jumlah jamaah sebanyak 40 orang," (H.R. Baihaqi).

Oleh karena itu, menurut pendapat ini, jika di suatu wilayah umat Islam termasuk golongan minoritas dan berjumlah kurang dari 40 laki-laki untuk mengadakan salat Jumat berjamaah, maka Jumatan boleh ditiadakan.

Baca juga:

  • Syarat-Syarat Khutbah Jumat dan Apa yang Harus Dilakukan Khatib?
  • Hukum Tidak Shalat Jumat 3 Kali Beruntun dalam Pandemi Corona

Baca juga artikel terkait SALAT JUMAT atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/tha)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan pria muslim yang menggugurkan kewajiban salat Jumat tiga kali berturut-turut di kala wabah Covid-19 tidak digolongkan kafir asalkan dia menggantinya dengan melaksanakan salat dzuhur di rumah.

Ia menjelaskan bahwa alasan pria muslim yang tidak salat Jumat itu untuk menghindari wabah penyakit.

Karena itu, ia mengalami udzhur syar'i atau segala halangan sesuai kaidah syari'at Islam yang menyebabkan seseorang boleh untuk tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan kewajiban itu dengan kewajiban lain.

"Menurut pandangan para ulama fiqih (ilmu hukum agama) udzhur syar'i untuk tidak salat Jumat antara lain karena sakit atau karena khawatir mendapatkan sakit. Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka itu menjadi udzhur untuk tidak Jumatan (salat Jumat)," kata Sholeh berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (2/4) malam.

Sementara, pria muslim yang meninggalkan shalat Jumat karena meremehkan atau mengingkari kewajiban salat Jumat tiga kali berturut-turut, sebagaimana dinukil dari hadits Shahih, maka dia bisa dikategorikan kafir.

"Perlu disampaikan bahwa hadits yang menyatakan kalau tidak salat Jumat selama tiga kali berturut-turut dihukumi kafir itu, jika mereka ingkar pada kewajiban salat Jumat," kata Dosen Pascasarjana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Sebagaimana riwayat hadits yang menyatakan: "Siapa yang meninggalkan salat Jumat sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa udzhur, maka Allah akan tutup hatinya."

Atau dalam redaksi hadits yang lain, meninggalkan salat Jumat dengan menggampangkan atau meremehkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang meninggalkan salat Jumat sebanyak tiga kali dengan meremehkan, maka Allah tutup hatinya."

Sholeh mengatakan ada juga pria muslim yang tidak shalat Jumat karena malas. Mungkin dia meyakini kewajiban Jumat tapi dia tidak salat Jumat karena kemalasan dan tanpa adanya udzhur syar'i, maka dia berdosa, atau 'ashin (melakukan maksiat).


Page 2

"Jika tidak Jumatan tiga kali berturut tanpa udzhur, Allah juga mengunci mati hatinya," kata Sholeh.

MUI mengeluarkan fatwa bagi seseorang yang berada di kawasan yang potensi penularan wabah Covid-19 tinggi atau sangat tinggi, dibolehkan mengganti salat Jumat dengan salat dzuhur di rumah.

Fatwa itu mengingat hingga kini, wabah Covid-19 masih belum bisa dikendalikan dan diatasi karena potensi penularan dan penyebarannya masih tinggi. "Karena itu, udzhur untuk meninggalkan salat Jumat masih ada," kata Sholeh.

Ia mengutip kitab Asna al-Mathalib yang menyebutkan bahwa orang yang terjangkit wabah lepra dan penyakit menular lainnya dicegah untuk berjamaah ke Masjid dan salat Jumat, juga bercampur dengan orang-orang (yang sehat).

Ia juga menyebut dalam kitab al-Inshaf yang menyatakan jika udzhur yang dibolehkan meninggalkan salat Jumat dan jamaah adalah orang yang sakit.

"Hal itu tidak ada perbedaan pandangan di kalangan ulama. Termasuk udzhur juga, apabila yang dibolehkan meninggalkan shalat Jumat dan jamaah karena takut terkena penyakit," kata Sholeh berdasarkan kitab-kitab tersebut.

Jadi, dapat disimpulkan jika kondisi wabah Covid-19 menjadikan udzhur bagi pria muslim untuk tidak Jumatan. Karena saat wabah itu, ada yang sakit, ada yang khawatir akan sakitnya dan khawatir menularkan penyakit ke orang lain, serta ada orang yang khawatir tertular penyakit dari orang lain.

"Selama masih ada udzhur, maka masih tetap boleh tidak Jumatan. Dan baginya tidak dosa. Kewajibannya adalah mengganti dengan salat dzuhur," kata Sholeh.

Selain sakit, ada beberapa udzhur syar'i lain yang dibolehkan meninggalkan shalat Jumat, di antaranya hujan deras yang menghalangi menuju masjid, lalu karena adanya kekhawatiran akan keselamatan diri, keluarga, atau harta. Alasan-alasan tersebut juga membuat seseorang dibolehkan tidak salat Jumat asal mengganti kewajibannya dengan salat zuhur.


Page 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan pria muslim yang menggugurkan kewajiban salat Jumat tiga kali berturut-turut di kala wabah Covid-19 tidak digolongkan kafir asalkan dia menggantinya dengan melaksanakan salat dzuhur di rumah.

Ia menjelaskan bahwa alasan pria muslim yang tidak salat Jumat itu untuk menghindari wabah penyakit.

Karena itu, ia mengalami udzhur syar'i atau segala halangan sesuai kaidah syari'at Islam yang menyebabkan seseorang boleh untuk tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan kewajiban itu dengan kewajiban lain.

"Menurut pandangan para ulama fiqih (ilmu hukum agama) udzhur syar'i untuk tidak salat Jumat antara lain karena sakit atau karena khawatir mendapatkan sakit. Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka itu menjadi udzhur untuk tidak Jumatan (salat Jumat)," kata Sholeh berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (2/4) malam.

Sementara, pria muslim yang meninggalkan shalat Jumat karena meremehkan atau mengingkari kewajiban salat Jumat tiga kali berturut-turut, sebagaimana dinukil dari hadits Shahih, maka dia bisa dikategorikan kafir.

"Perlu disampaikan bahwa hadits yang menyatakan kalau tidak salat Jumat selama tiga kali berturut-turut dihukumi kafir itu, jika mereka ingkar pada kewajiban salat Jumat," kata Dosen Pascasarjana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Sebagaimana riwayat hadits yang menyatakan: "Siapa yang meninggalkan salat Jumat sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa udzhur, maka Allah akan tutup hatinya."

Atau dalam redaksi hadits yang lain, meninggalkan salat Jumat dengan menggampangkan atau meremehkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang meninggalkan salat Jumat sebanyak tiga kali dengan meremehkan, maka Allah tutup hatinya."

Sholeh mengatakan ada juga pria muslim yang tidak shalat Jumat karena malas. Mungkin dia meyakini kewajiban Jumat tapi dia tidak salat Jumat karena kemalasan dan tanpa adanya udzhur syar'i, maka dia berdosa, atau 'ashin (melakukan maksiat).