Para adipati di jawa yang memeluk islam melalui sunan kalijaga diantaranya adalah

1. carilah latar sejarah lahirnya pancasila pada masa : a. masa sejarah awal b. masa kerajaan nusantara c. masa penjajahan d. masa kebangkitan nasiona … ltlng d jawab kk soalnya besok dkumpul​

Show

bagaimana kondisi masyarakat mekkah sebelum islam dibidangA. sosialB. ekonomiC. politiktolong dijawab​

tolong ditulis jawaban ny pliss​

persembahan apa saja yang dilakukan untuk berhala? tolong dijawab sejelas mungkin ya kk​

berapa banyak berhala yg dibuat oleh masyarakat mekkah?​

Sebutkan bunyi teori sel!​

Tulislah pelajaran yang dapat kamu ambil setelah membaca hasil penemuan dan karya yang diciptakan oleh Wright bersaudara dan B.J. Habiebie!

bagian "kawasan benua Amerika​

Setelah Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah, dan urusan kaum Muslimin menjadi teratur, apa yang diperintahkan nabi Muhammad agar al-Qur'an tidak musna … h?​

mengapa under expert dikenal dengan sebutan bapak furry indonesia?​

TEMPO.CO, Jakarta - Perkembangan Islam di tanah Jawa tak bisa dilepaskan dari keberadaan Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga yang diperkirakan lahir pada 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra Adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" - bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Yang menarik, Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah penggagas baju takwa, perayaan sekatenan, gerebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu.

Metode dakwah itu sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga: di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.

Makam Sunan Kalijaga terletak di Kadilangu, Jawa Tengah sekitar 1,5 kilometer dari Masjid Agung Demak menuju arah tenggara. Makam Sunan Kalijaga banyak dikunjungi peziarah khususnya pada malam Jumat kliwon. Bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, di makam Kadilangu ini juga dilakukan ritual 'penjamasan' (penyucian) tiga pusaka penting yang menjadi benda bersejarah. Ketiga pusaka yang dijamas itu adalah 'kutang' atau rompi Ontokusumo, keris Kiai Crubuk, dan keris Kiai Sirikan.

Kompleks makam ini dikelilingi tembok dengan gapura berpintu. Bangunan cungkupnya sangat indah. Atap bangunan berbentuk joglo, dan tiang-tiangnya dari kayu yang kuat. Pintu masuk diapit jendela-jendela kayu berukir, dinding cungkup juga diberi ukiran yang serupa.

Bentuk makam Sunan Kalijaga sendiri, merupakan sebuah bangunan dengan bentuk atap berupa atap tajuk, yang di dalamnya terdapat makam Sunan, bentuk bangunan menyerupai Masjid Agung Demak, beratap dua lapis dan di atas atap tersebut terdapat sebuah cungkup. Sedangkan letak dari bangunan makam itu terdapat pada tengah-tengah kompleks makam Kadilangu. Tak jauh dari Makam Sunan Kalijaga terdapat pula Masjid Sunan Kalijaga, yang didirikan pada tahun 1532.

TEMPO

Sira Ingkang Sinuwun Kanjeng Sunan Kalijaga Waliyullah Tanah Jawi Langgeng ing Bawana dipercayai lahir sekitar tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia merupakan anak lelaki adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta/Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.

Para adipati di jawa yang memeluk islam melalui sunan kalijaga diantaranya adalah

ilustrasi Sunan Kalijaga

Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan berkahwin dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 anak lelaki: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah.

Ketika meninggal dunia, beliau dimakamkan di desa Kadilangu, sebelah timur laut kota Bintoro, Demak.

Ada beberapa kreasi seni budaya yang dipercayai diasaskan oleh Sunan Kalijaga, antara lain Sekatenan, Grebeg Maulud, Layang Kalimasada dan lakon wayang Petruk Jadi Raja.

Tempoh usia Sunan Kalijaga dipercayai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia melalui tempoh akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia turut terbabit dengan perancangan pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah hasil tangan Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Fahaman keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai cara untuk berdakwah.

Ia sangat bertolak-ansur pada budaya tempatan. Dia berpendapat bahawa masyarakat akan menjauhi jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah difahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai cara dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid dipercayai sebagai karya Sunan Kalijaga.

kaedah dakwahnya tersebut sangat berkesan. Sebahagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak

Diambil daripada "https://ms.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Kalijaga&oldid=5439227"

Sunan Kalijaga (Susuhunan Kalijaga) adalah seorang tokoh Walisongo, dikenal sebagai wali yang sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak.

Para adipati di jawa yang memeluk islam melalui sunan kalijaga diantaranya adalah

Sunan Kalijaga

Lukisan potret Sunan Kalijaga

Data pribadiLahir

Raden Said


1450

Tuban, Majapahit

Wafat

Demak, Kesultanan Demak

AgamaIslamPasanganDewi SarohOrang tua

  • Tumenggung Wilwatikta (ayah)
  • Dewi Nawangarum (ibu)

DenominasiSunniDikenal sebagaiWali Sanga

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Terkait asal-usulnya, ada beberapa pendapat yang berkembang. Pendapat pertama, menyatakan Sunan Kalijaga orang Jawa asli keturunan Adipati Wengker (Ponorogo) yg juga ayah dari Aria Wiraraja, Pendapat ini didasarkan pada catatan historis Babad Tuban dan data keluarga besar keturunan Sunan Kali Jaga.[1]

Di dalam babad tersebut diceritakan, Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya. Dari perkawinan tersebut Aria Teja kemudian memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Catatan Babad Tuban ini diperkuat juga dengan catatan masyhur penulis dan bendahara Portugis Tome Pires (1468 - 1540).

Menurut catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1400M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban yakni Aria Wilakita, dan Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta.

Adapun pendapat yang kedua adalah menyatakan Sunan Kalijaga adalah keturunan arab. Pendapat kedua ini disebut-sebut berdasarkan keterangan penasehat khusus Pemerintah Kolonial Belanda, Van Den Berg (1845 – 1927), yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya sampai ke Rasulullah ﷺ. Sejarawan lain seperti De Graaf juga menilai bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas, sepupu Rasulullah ﷺ.

Adanya tiga versi sejarah tentang Sunan Kalijaga, Tetapi yang dikembangkan hanya versi Jawa, sedang dua versi yang lain tidak pernah dijumpai secara tertulis, berarti telah terjadi distorsi tentang kisah anggota walisanga paling terkenal ini.

Asal-usul Sunan Kalijaga dari Versi Jawa :

Adipati Ponorogo Arya Wiraraja atau Banyak Wide. Arya Adikara atau Arya Ranggalawe. Arya Teja I (Bupati Tuban). Arya Teja II. Arya Teja III. Raden Sahur atau Tumenggung Wilatikta, (beristeri Dewi Nawang Arum) Sunan Kalijaga.

Asal-usul Sunan Kalijaga dari Versi Arab :

Sayyidina Abbas (paman Rasulullah Muhammad SAW), Sayyidina ibnu Abbas Syekh Abdul Wahid Qornain. Syekh Wahid Rumi. Syekh Mudzakir Rumi Syekh Khoromis Syekh Abdullah Syekh Abdur Rahman atau Arya Teja I. Ronggo Tedjo Laku atau Syekh Zali atau Arya Teja II. Aryo Tedjo atau Arya Teja III. Raden Sahur. Raden Syahid (Said) atau Sunan Kalijaga.

Asal-usul Sunan Kalijaga Versi China :

Adipati Ponorogo Arya Wiraraja atau Banyak Wide Arya Adikara atau Ranggalawe. Arya Teja I (Bupati Tuban). Arya Teja II. Arya Teja III. Nawang Arum, bersuami Raden Sahur (Tumenggung Wilatikta), Sunan Kalijaga.

Kelahiran

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Santi Kusumo. Dia adalah putra empu Santi badra dan kakeknya bernama Badranala dan buyutnya bernama Maladresmi raja lasem yang bergelar Rajasawardana. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.Sunan kali jaga adalah adik dari DAN MPU AWANG (Santi Puspo/Sayid Abubakar ).dan sunan kali jaga adalah anak terkahir dari sepuluh bersaudara.

Wafat

Ketika wafat, ia dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang - orang dari seluruh indonesia

Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah. Maulana Ishak memiliki anak bernama Sunan Giri dan Dewi Saroh. Mereka adalah kakak beradik.

Sunan Kalijaga juga menikah dengan puteri Aria Dikara. Dari pernikahan itu, lahirlah Raden Ayu Panengah, yang setelah dewasa menikah dengan Ki Ageng Ngerang III. Merekalah orang tua Ki Penjawi, salah satu sesepuh Mataram.

Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi di kerajaannya, merampok orang-orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokanya itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang.

Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya.

Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Namun, cerita ini banyak diragukan oleh para sejarawan dan ulama berpaham salaf karena tidak masuk akal dan bertentangan dengan ilmu syariat

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Ratu"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.

  • Soekirno, Ade (1994). Sunan Kalijaga: asal-usul mesjid agung demak: cerita rakyat Jawa Tengah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. ISBN 9795534629.
  • Nasuhi, Hamid (2017). "Shakhṣīyat Sunan Kalijaga fī taqālīd Mataram al-Islāmīyah". Studia Islamika. Vol. 24 no. 1. Republic of Indonesia: Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. ISSN 2355-6145.
  • Chodjim, Achmad (2013). Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. ISBN 9789790242920.
  • Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan. p. 10. ISBN 0-333-57689-6.
  • Sunyoto, Agus (2014). Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah. 6th edition. Depok: Pustaka IIMaN. ISBN 978-602-8648-09-7
  • Sufisme Sunan Kalijaga

  1. ^ "Tiga Versi Asal-Usul Sunan Kalijaga". Dunia Keris. 2021. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Kalijaga&oldid=21379258"