Buku: Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia Jakarta: Graffiti Press, 1995. David Marsh Dan Gerry Stoker, Teori Dan Metode Dalam Ilmu Politik (Terj.), Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010. Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Bandung : Mizan, 1998. Hadji Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Djilid Pertama, Cet Ke-2, Jakarta: Siguntang, 1971. Ismail Sunny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta: Aksara Baru, cet vi, 1987. Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2010. Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002; Buku I Edisi Revisi, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010. Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, edisi revisi, Jakarta: Prenadamedia, 2005 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012. Sri Soemantri M, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni 1992. Sri Soemantri Martosoewignyo, Persepsi Terhadap Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Bandung: Alumni, 1979. Jurnal/Makalah/Artikel: Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Dikutip dalam Sunarto, “Prinsip Checks and Balances Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, 2016”, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 45, No. 2, April 2016. Bambang Wijojanto, “Reformasi Konstitusi: Sebuah Keniscayaan” Detak, No. 014 Tahun ke-1, 13–19 Oktober 1998. CF. Strong, Konstitusi-konstitusi Politik Modern, Bandung: Nusa Media, 2008. Dikutip dalam Sunarto, “Prinsip Checks and Balances Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, 2016”, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 45, No. 2, April 2016. Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 4 dikutip di M. Yasin al-arif “Anomali Sistem Pemerintahan Presidensial Pasca Amandemen UUD 1945”. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No.2 Vol.22 April 2015. Sofyan Hadi, Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensil (Studi Perbandingan Indonesia dan Amerika Serikat), Jurnal Ilmu Hukum DIH, Vol. 9, No. 18, Februari 2013. Sunarto,“Prinsip Checks and Balances Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, 2016”, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 45, No. 2, April 2016. Zulkarnain Ridwan, “Cita Demokrasi Indonesia dalam Politik Hukum Pengawasan DPR terhadap Pemerintah” Jurnal Konstitusi, Volume 12, No. 2, Juni 2015 Media: Amandemen UUD 1945 Dan Permasalahan, Penerbitan PMB-LIPI No. 15 Tahun 1999. Konstitusi Perlu Direformasi, Suara Karya, tanggal 16 Juni 1998. Sri Soemantri: “UUD 1945 Memang Belum Sempurna”, Kompas, 20 Oktober 1998. “Perlu Pendekatan Baru dalam Pemikiran Konstitusi Kenegaraan”, Republika, tanggal 15 Oktober 1998. “UUD 1945 Hanya Bisa Diubah dengan Amandemen”, Detak, No. 014 Tahun ke- 1, 13–19 Oktober 1998. Peraturan Perundang-Undangan: Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 setelah Perubahan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234). Internet: Masnur Marzuki, “Pemisahan Kekuasaan dan Prinsip Checks and Balances dalam UUD 1945”, 25 Desember 2011. Makalah pada Acara Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi Untuk Guru SMP di Kota Yogyakarta, tanggal 18 Desember 2010. (http://masnurmarzuki.blogspot. co.id/2011/12/pemisahan-kekuasaan- dan prinsip-checks. html), diunduh pada 27 Februari 2018. Page 2 DOI: http://dx.doi.org/10.30641/kebijakan.2018.V12.2 BANDUNG, JUMAT - Sistem presidensial yang dijalankan saat ini dianggap belum diterapkan secara utuh. Sebab, sebagian kewenangan yang dianggap strategis, dipegang DPR. Kewenangan- kewenangan tersebut sebaiknya dapat diputuskan presiden. Demikian pembahasan yang mengemuka dalam acara The Election Channel Roadshow yang diselenggarakan Metro TV di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung, Jumat (6/3). Hadir sebagai pembicara yaitu Anggota Dewan Penasihat Partai Golkar Siswono Yudo Husodo, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, calon presiden Sutiyoso, dan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana. Menurut Fadel, sistem yang berlaku saat ini adalah semi presidensial. "Bila ingin menerapkan sistem itu secara utuh, ketentuan yang mengaturnya harus diamandemen. Harus diubah lagi. Sistem presidensial juga perlu mendapatkan dukungan politik yang memadai," katanya. Siswono mengatakan, dalam membuat undang-undang presiden tidak memiliki hak membatalkannya. Bila undang-undang disahkan DPR dan diserahkan kepada presiden namun tidak ditandatangani dalam 30 hari, peraturan itu tetap berlaku. "Artinya, presiden tak punya hak veto. Sementara, satu-satunya lembaga yang bisa melakukan impeachment terhadap presiden adalah DPR," katanya. Presiden memang bisa mengajukan rancangan undang-undang. Namun, DPR yang melakukan pembahasan dan penyusunan peraturan tersebut. "Jadi saya lihat sistem itu memang perlu penyempurnaan terus menerus. Saya tidak ragu sebab tidak ada produk manusia yang sempurna untuk semua zaman," katanya. Kondisi saat ini, menurut Siswono, sudah lebih baik dari pemerintahan sebelumnya. Siswono mengatakan, sistem presidensial membuat energi pemerintah terlalu banyak disedot untuk kegiatan politik. Padahal, bidang sosial dan ekonomi rakyat lebih perlu diperkuat. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono termasuk luar biasa. Sebab, perolehan suara Partai Demokrat pada pemilihan umum legislatif 2004 hanya tujuh persen namun Yudhoyono mampu memimpin hingga akhir masa jabatan. "Secara desain, kondisi yang berlangsung saat ini sudah memenuhi penerapan dari sistem presidensial," kata Denny. Sutiyoso mengatakan, sistem presidensial yang baik tak cukup hanya dengan menyelesaikan masa jabatan selama lima tahun. Sistem tersebut saat ini belum dianggap cukup baik berdasarkan sebagian kewenangan yang dianggap strategis masih dipegang DPR. "Seperti pemilihan kepala kepolisian RI, duta besar, dan lain-lain. Itu kelemahan luar biasa. Sistem presidensial jadi tak efektif, harus diamandemen," katanya. Pengalihan wewenang presiden kepada DPR sejak reformasi, menurut Sutiyoso, sekadar dilandasi dendam terhadap orde baru. Wewenang presiden harus dikembalikan. Meski sistem presidensial diterapkan, saat ini titik beratnya lebih terletak pada legislatif. (bay) Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Baca berikutnya
Admin umumsetda | 02 Juli 2014 | 866077 kali SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA 1. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik. 2. Pengertian Sistem Pemerintahan Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. kata-kata itu berarti: Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berati kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudikatif yang berati kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabila semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial. 3. Perbandingan Antara Indische Staatsregeling Dengan UUD 1945 Secara umum telah diyakini bahwa sistem pemerintahan Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) itu adalah sistem presidensial. Keyakinan ini secara yuridis samasekali tidak berdasar. Tidak ada dasar argumentasi yang jelas atas keyakinan ini. Apabila diteliti kembali struktur dan sejarah penyusunan UUD 1945 maka tampaklah bahwa sebenarnya sistem pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 itu adalah sistem campuran. Namun sistem campuran ini bukan campuran antara sistem presidensial model Amerika Serikat dan sistem parlementer model Inggris. Sistem campuran yang dianut oleh UUD 1945 adalah sistem pemerintahan campuran modelIndische Staatsregeling (‘konstitusi’ kolonial Hindia Belanda) dengan sistem pemerintahan sosialis model Uni Sovyet. Semua lembaga negara kecuali Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), merupakan turunan langsung dari lembaga-lembaga pemerintahan Hindia Belanda dahulu, yang berkembang melalui pengalaman sejarahnya sendiri sejak zaman VOC. Sementara itu, sesuai dengan keterangan Muhammad Yamin (1971) yang tidak lain adalah pengusulnya, MPR itu dibentuk dengan mengikuti lembaga negara Uni Sovyet yang disebut Sovyet Tertinggi. Secara ringkas, maka apabila lembaga-lembaga pemerintahan Hindia Belanda menurut Indische Staatsregeling dan lembaga-lembaga negara Indonesia menurut UUD 1945 tersebut disejajarkan, maka akan tampak sebagai berikut:
4. Sistem Pemerintahan Indonesia a. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini. b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut;
Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran. Sebelum diadakan amandemen UUD 1945, sebagai konstitusi tertulis UUD 1945 menyediakan satu pasal yang khusus mengatur tentang cara perubahan UUD, yaitu pasal 37, yang berbunyi : a. Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota MPR harus hadir. b. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir. Amandemen UUD 1945 dilaksanakan secara bertahap, yaitu: 1. Amandemen Pertama (19 Oktober 1999) 2. Amandemen Kedua (18 Agustus 2000) 3. Amandemen Ketiga (10 November 2001) 4. Amandemen Keempat (10 Agustus 2002)
Secara garis besar sejarah Indonesia terbagi atas tiga masa, yaitu masa Orde lama, masa Orde baru, dan masa reformasi. a) Sistem pemerintahan Indonesia masa orde lama Masa pemerintahan orde lama berjalan dari tahun 1945 hingga tahun 1968 di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Penyebutan masa “orde lama” merupakan istilah yang diciptakan pada masa orde baru. Sebenarnya Soekarno tidak begitu menyukai istilah “orde lama” ini. Ia lebih suka menyebut masa kepemimpinannya dengan istilah “orde revolusi”. Pada tanggal 18 agustus 1945, Indonesia mengesahkan UUD 1945 sebagai dasar Negara. Sebenarnya di bawah UUD 1945 telah tercantum bahwa Indonesia menggunakan system pemerintahan presidensial.namun setelah tiga bulan terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan itu adalah mengenai pembentukan cabinet parlementer dengan Sultan Syahrir sebagai perdana menteri. Sehingga pada masa ini, dipengaruhi oleh Belanda, Indonesia menggunakan system parlementer. Masa parlementer berakhir ketika dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. b) System pemerintahan masa orde baru Istilah “orde baru” di pakai untuk memisahkan kekuasaan era Soekrno (orde lama) dengan masa kekuasaan era Soeharto. Era orde baru juga digunakan untuk menandai setelah masa baru setelah ditumpasnya pemberontakan PKI tahun 1965. Pada masa orde baru, awalnya demokrasi di Indonesia mengalami kemajuan. Namun, dalam perkembangannya kehidupan demokrasi era orde baru tidak jauh berbeda dengan demokrasi terpimpin. System pemerintahan presidential juga terlihat ditonjolkan.kemudian soeharto menetapkan demokrasi pancasila sebagai system pemerintahan Indonesia. c) System pemeritahan masa reformasi Era reformasi dimulai dari tumbangnya kekusaan soeharto pada tahun 1998 hingga sekarang. Pada era reformasi, pelaksnaan system pemerintahan demokrasi pancasila diterapkan sesuai dengan asa demokrasi yang berlandaskan pancasila. Pada era ini, pemerintahan memberikan ruang gerak kepada partai politik dan DPR untuk turut serta mengawasi pemerintahan secara kritis. 5. Kesimpulan Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.Dalam sistem pemerintahan negara republik, lembaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda. |