Pendidikan karakter anti korupsi di lembaga pendidikan dilakukan dengan dua tahapan yakni

Ilustrasi Uang (EBC)

EDUKASIBORNEO, PONTIANAK - Maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, menjadi warning bagi tata kelola sebuah negara. 

Korupsi menjadi budaya dan sepertinya sudah mendarah daging, kasus - kasus korupsi sering berulang, bahkan sering melibatkan tokoh - besar, dan partai - partai penguasa. Bahkan beberapa waktu lalu, seorang gubernur dengan reputasi cukup mentereng dan memiliki gelar akademis tertinggi juga tersandung kasus korupsi.

Itu tentu menjadi preseden buruk bagi kelangsungan tatanan negara di masa depan. Bibit korupsi muncul dari lingkungan terkecil, seperti munculnya raja - raja kecil di daerah, tradisi dinasti politik, dan praktik - praktik yang tidak etis terhadap berbagai kebijakan tatanan negara.

Bahkan di sebuah lembaga pendidikan saja bibit - bibit korupsi sudah mulai bertumbuh. Hal itu tentu menjadi keprihatinan kita semua, mengingat korupsi merupakan penghambat terbesar kemajuan bangsa ini.

Baca Juga : Pendidikan Inklusif di Indonesia

Baca Juga : Upaya Pemerataan Pendidikan Melalui Dana BOS

Korupsi adalah salah satu problem bangsa saat ini, maka hendaknya seluruh elemen bangsa memiliki tanggung jawab mencegah dan memberantasnya, tanpa kesadaran dari seluruh komponen bangsa korupsi tetap selalu ada mengakibatkan kerugian kepada generasi berikutnya.

Kita sering melihat  adanya OTT penyalahgunaan wewenang yang menjadi bagian penindakan korupsi itu sendiri tidak serta merta membuat jera para koruptor, karena masih maraknya penyimpangan terhadap korupsi terlebih di masa COVID-19. 

Banyaknya kasus korupsi yang telah diungkap KPK baik dari kalangan pejabat pusat sampai daerah, pengusaha, penegak hukum tidak terlepas dari permainan para koruptor tersebut. Korupsi  mengancam integritas dan peradaban bangsa pada masa yang akan datang.

Secara mental, menurut Koentjaraningrat pakar antropologi, bahwa orang Indonesia memiliki karakter khusus yang menjadi cikal bakal tindakan korupsi. Di antaranya sikap menganggap rendah kualitas, menyukai budaya instan, tidak percaya diri, tidak disiplin dan sering mengabaikan tanggung jawab.

Sikap-sikap semacam itu perlu dijauhkan dari mental generasi muda sejak dari masa pendidikan di sekolah dan kampus sebagai pondasi awal pendidikan karakter. Lembaga pendidikan merupakan basis pendidikan karakter generasi muda Indonesia untuk jangka panjang.

Pada tatanan ini, sangat penting menanamkan pendidikan anti korupsi secara berkesinambungan.  

Pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Anti Korupsi (KPK) telah melakukan kampanye anti korupsi ke lembaga pendidikan. Kurikulum pendidikan anti korupsi mulai dikembangkan di sekolah-sekolah dengan penyesuaian konsep dan target sasaran yang hendak dicapai di jenjang lembaga pendidikan terkait. Dari tingkat Sekolah Dasar, pelaksanaan pendidikan anti korupsi  mulai digalakkan.

Mengapa pendidikan anti korupsi perlu diajarkan dalam dunia pendidikan. Berikut beberapa alasannya:

1. Budaya Korupsi Indonesia berada di titik nadir

Korupsi sebagai budaya peninggalan kolonial di Indonesia sudah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan bahkan terjadi begitu masif. Budaya suka sama suka dalam melakukan korupsi menjadi tradisi yang sulit diungkap.

Bahkan pelakunya mengetahui bahwa hal tersebut merupakan tindakan terlarang, berdosa dan merugikan banyak orang. Korupsi terjadi di semua level kehidupan, bahkan di lembaga pendidikan pun terjadi.

Kondisi itulah yang menyebabkan target penguatan pemahaman perlu dilakukan dari akar rumput dan dalam jangka waktu yang panjang.

Lembaga pendidikan sebagai lokomotif pembentukan karakter generasi muda harus menjadi tempat pengajaran yang kuat terhadap pendidikan anti korupsi tersebut.

2. Memerangi Korupsi dari Lingkungan Terdekat

Pelaksanaan pendidikan anti korupsi di sekolah sampai perguruan tinggi sebenarnya merupakan cara untuk mengatasi mentalitas dan sikap-sikap dasar yang mengarah pada tindakan korupsi.

Dalam proses pembelajaran misalnya, seorang siswa atau mahasiswa mencontek saat ujian, sebenarnya itu tindakan korupsi nyata yang dilakukan dalam skala kecil.

Tidak disiplin pada waktu, penerimaan peserta didik yang dilakukan dengan curang, manipulasi nilai, gratifikasi dan sebagainya merupakan tindakan-tindakan korupsi kecil yang ada di lingkungan dunia pendidikan.

Dari sinilah sikap korupsi bisa muncul, sehingga sebelum nantinya generasi muda tumbuh dan menghadapi kehidupan bernegara yang lebih luas, lembaga pendidikan harus lebih dulu menanamkan sikap-sikap anti korupsi.

Jika saat sekolah atau kuliah saja sering melakukan korupsi, bagaimana setelah menjadi pejabat? Maka tanggung jawab lembaga pendidikan harus menghapus budaya negatif tersebut.

3. Implementasi Penanaman Pendidikan Karakter yang Aplikatif

Lembaga pendidikan merupakan wadah pengembangan pendidikan karakter yang aplikatif. Namun, faktanya memang kebanyakan peserta didik masih mempelajari karakter sebagai hafalan materi pendidikan, bukan dilakukan secara implementatif.

Nilai karakter yang sudah dipahami semestinya terbentuk secara nyata dalam sebuah contoh aplikatif, bukan sebatas materi pembelajaran yang hanya dihafal tanpa ada pelaksanaan secara nyata.

Mengajarkan anak untuk tidak korupsi sejak dini perlu dilakukan dengan tindakan dan contoh nyata perbuatan, tidak lagi melalui teori-teori pembelajaran.

Guru maupun tenaga pengajar serta pengelola lembaga pendidikan penting memahami jika untuk mendidik anak tidak korupsi harus didahului contoh dari orang-orang tua yang ada di lembaga pendidikan terkait.

Urgensi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Lembaga Pendidikan

Pendidikan karakter anti korupsi di lembaga pendidikan dilakukan dengan dua tahapan awal yakni dengan menentukan ruang dan target pembelajaran yang hendak dicapai, lalu selanjutnya dibuat kurikulum yang sesuai untuk mencapai target-target tersebut.

Berikut tujuan pelaksanaan pendidikan anti korupsi yang dilakukan lembaga pendidikan:

1. Pembentukan Karakter Anti Korupsi Sesuai dengan Tahap Perkembangan Anak

Pembentukan karakter anti korupsi yang dilakukan oleh lembaga pendidikan mengikuti perkembangan usia anak mulai dari jenjang PAUD, SD hingga Perguruan Tinggi.

Pelaksanaan kurikulum yang dijalankan disesuaikan dengan target pembentukan yang hendak dicapai di setiap jenjang pendidikan tersebut.

Pola kurikulum yang diajarkan disesuaikan dengan tahap perkembangan usia anak sehingga lebih mudah diterima dan diaplikasikan.

2. Penanaman Pendidikan Anti Korupsi untuk Jangka Panjang

Pola pengajaran pendidikan anti korupsi yang dilakukan pastinya memiliki efek jangka panjang yang membaikkan.

Kondisi yang sudah sangat parah tidak bisa diatasi dalam waktu sehari, 2 hari atau setahun saja, tetapi harus dilakukan bertahun-tahun, bahkan bisa jadi seumur dengan usia seseorang. Tradisi yang sudah sangat akut membudaya di masyarakat harus dipahamkan sejak dini.

Lembaga pendidikan menaungi pendidikan sejak usia dini hingga level profesor doktor. Maka sangat tepat jika di lembaga pendidikan diajarkan pendidikan anti korupsi sebagai pembelajaran seumur hidup yang perlu diberikan kepada generasi Indonesia. Bukan hanya anak-anak, tetapi orang tua juga penting mendapatkan pembelajaran ini.

3. Menanamkan Nilai-Nilai Anti Korupsi pada Generasi Muda

Ada 9 nilai anti korupsi yang penting diajarkan kepada peserta didik untuk membantu membentengi dari sikap korupsi.

Sikap-sikap tersebut diantaranya kejujuran, tanggung jawab, kesederhanaan, kepedulian, kemandirian, disiplin, keadilan, kerja keras, dan keberanian.

Pada akhir kita semua sepatutnya memberikan support dan dukungan pada pendidikan anti korupsi agar generasi muda Indonesia melepaskan belenggu  warisan kolonial yang sudah membudaya tersebut.

Untuk itu Lembaga pendidikan perlu serius mengawal hal ini dan menjadi lokomotif pendorong perubahan yang cepat bagi pemutusan mata rantai tradisi buruk korupsi. Semoga. 

Penulis : Pitalis Mawardi B, S.Pd,. M.Pd,. PhD (Dosen Prodi Pendidikan Geografi IKIP PGRI Pontianak)

Sumber : Edukasi Borneo