Pernyataan berikut ini yang bukan alasan Madinah dipilih sebagai tempat hijrahnya rasul adalah

Hijrah adalah perpindahan/migrasi dari Nabi Muhammad dan pengikutnya dari Mekkah ke Madinah pada bulan Juni tahun 622. Pada September 622, terdapat skenario pembunuhan kepada Nabi Muhammad, maka secara diam-diam Nabi Muhammad bersama Abu Bakar pergi meninggalkan kota Mekkah. Sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad dan pengikutnya berhijrah ke Yasrib 320 kilometer (200 mi) utara Mekkah. Yasrib kemudian berubah nama menjadi Madinat an-Nabi, yang berarti “kota Nabi”, tetapi kata an-Nabi menghilang, dan hanya disebut Madinah, yang berarti “kota”Penanggalan Islam yang disebut Hijriah dicetuskan oleh Ali bin Abi Thalib pada tahun 638 atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah. Kota tempat tinggal Nabi Muhammad disebut Madinah dan wilayah sekitarnya disebut Yasrib.

Sebelumnya, pada tahun 9 Sebelum Tarikh Hijriah (613 M) atau tahun 7 Sebelum Tarikh Hijriah (615 M) telah ada peristiwa hijrah pertama dari kaum Muslim yang disarankan Nabi Muhammad untuk menghindari penindasan dari kaum Quraisy di mekkah dengan hijrah ke Ethiopia (Habasyah pada waktu itu), yang dipimpin oleh seorang Raja kristiani, Najasyi. Muhammad sendiri tidak ikut dalam hijrah tersebut. Pada tahun itu, pengikutnya melarikan diri dari suku Quraisy, yang mengirim utusan ke Ethiopia untuk menjemput pulang ke jazirah Arab. Perpindahan baru yang dihadapi berkembang menjadi pertentangan dan penganiayaan. Ketika Muhammad dan para pengikutnya menerima undangan dari orang-orang Yatsrib, mereka memutuskan untuk meninggalkan Mekkah

Karena atas perintah Allah SWT tersebut, Nabi Muhammad SAW pun berangkat dari Makkah ke Madinah untuk hijrah, namun Nabi memerintahkan kaum muslimin untuk pergi hijrah ke Madinah terlebih dahulu. kemudian para sahabat pun berangkat secara diam-diam agar tidak di hadang kelompok kafir Quraisy. sedangkan Allah SWT melalui malaikat Jibril sudah menentukan waktu yang tepat untuk Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah, yaitu pada tengah malam disaat para elit kaum kafir Quraisy yang mengepung rumah Nabi Muhammad SAW dan ingin menghabisinya sedang lengah, rencana itu pun berhasil dan akhirnya Nabi dapat sampai ke Madinah serta  mendapat sambutan yang baik oleh masyarakat Madinah. Dan benar saja bermula dari peristiwa hijrah inilah kejayaan dan kesuksesan islam di mulai.

BACA SELENGKAPNYA :  Yahudi, Islam dan Nabi Muhammad

Alasan Madinah Dipilih Sebagai tempat Hijrah

  1. Penduduknya memiliki sikap ramah. Suku Aus dan Khazraj yang mukim di Madinah sebetulnya berasal dari Yaman. Sementara orang-orang Yaman dikenal sebagai orang yang memiliki budi yang halus dan perasaan yang lembut.    “Penduduk Yaman datang kepadamu. Mereka itu lembut hati dan halus perasaan,” kata Rasulullah ketika rombongan dari Yaman mengunjunginya usai Perang Khaibar.
  2. Penduduk Madinah memiliki pengalaman berperang. Suku Aus dan suku Khazraj, ditambah komunitas Yahudi Madinah, ‘tidak pernah akur’. Dalam sejarahnya, mereka kerap kali melancarkan peperangan antara satu suku dengan yang lainnya. Peperangannya tidak hanya setahun dua tahun, tapi berlangsung secara bertahun-tahun. Tercatat ada sekitar 10 kali peperangan yang dilalui suku-suku di Madinah. Perang Samir menjadi awal, sementara Perang Bu’ats menjadi perang terakhir.    Perang Bu’ats merupakan perang terbesar dan terjadi lima tahun sebelum Rasulullah berhijrah. Ketika Rasulullah dan Islam datang, masyarakat Madinah menjadi bersatu dan tidak perang saudara lagi. Perlu diketahui, pengalaman berperang ini menjadi sesuatu yang penting untuk menjaga ajaran agama Islam.
  3. Rasulullah memiliki hubungan darah dengan penduduk Madinah. Pada saat kecil, Rasulullah pernah diajak ibundanya Sayyidah Aminah untuk berkunjung ke Madinah. Pada kesempatan itu, Sayyidah Aminah mengajak Rasulullah untuk berziarah ke makam Sayyidina Abdullah, suaminya dan ayahanda Rasulullah. Di samping itu, Sayyidah Aminah juga mengajak Rasulullah berkunjung ke sanak saudaranya di Madinah, Bani Najjar.
  4. Letak Madinah yang strategis. Madinah memiliki letak geografis yang strategis. Bagaimana tidak, di sebelah timur dan barat Madinah merupakan sebuah wilayah yang terjal. Terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah yang penuh dengan bebatuan yang keras sehingga menyulitkan siapa pun –terutama musuh- untuk memasuki kota Madinah.    Hanya dari sisi utara Madinah yang menjadi wilayah terbuka. Maka tidak heran ketika terjadi Perang Khandaq, Salman al-Farisi mengusulkan kepada Rasulullah agar umat Islam membuat parit di sepanjang wilayah utara Madinah. Tujuannya adalah untuk menghalangi musuh masuk ke kota Madinah.    Merujuk buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad saw. (Zuhairi Misrawi, 2009), Madinah merupakan sebuah kota yang dibentuk atau dibangun oleh orang-orang yang melarikan diri (eksodus) dari tempat asalnya, entah disebabkan konflik atau pun ekonomi.    Madinah atau Yatsrib memiliki sejarah yang panjang. Konon, awal mula orang-orang datang ke wilayah Madinah adalah pengikut Nabi Nuh as. yang selamat dari bencana banjir yang maha dahsyat. Setelah satu tahun 10 hari berada di atas kapal Nabi Nuh as dan banjir surut, mereka yang selamat ada yang bepergian ke wilayah Madinah. Diantara dari mereka adalah Yatsrib bin Qaniyah bin Mahlail bin Iram bin Abil bin Iwadh bin Iram bin Sam bin Nuh as. Diperkirakan kejadian itu terjadi pada tahun 2600 SM.   Maka akhirnya tempat tersebut dikenal sebagai kota Yatsrib, dan kemudian Rasulullah mengganti nama kota Yatsrib menjadi Madinah ketika beliau hijrah ke kota tersebut. Rasulullah tinggal di Madinah selama 10 tahun. Sama seperti Makkah, Madinah juga kota yang istimewa bagi Rasulullah secara personal. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah pernah berdoa: Ya Allah anugerahilah pahala yang berlipat ganda di Madinah, sebagaimana Engkau telah memberikan berkah di Makkah

Pernyataan berikut ini yang bukan alasan Madinah dipilih sebagai tempat hijrahnya rasul adalah

Hijrah (bahasa Arab: هِجْرَة) adalah perpindahan/migrasi Nabi Muhammad dan pengikutnya dari Makkah ke Madinah pada bulan Juni tahun 622.

HijrahNama lainHijrahnya Nabi Muhammad;[1][2] Migrasi Nabi Muhammad; Migrasi; Hijrah; HegiraTanggal622LokasiSemenanjung ArabPartisipanNabi Muhammad dan PengikutHasilPenggantian nama Yatsrib sebagai "Kota Nabi" (Madinah); Perdamaian antara Bani Aus dan Bani Khazraj (kedua suku beragama Islam); Nabi Muhammad sebagai pemimpin dan menyatukan kaum Muslim

Awalnya dalam menyebarkan agamanya di Makkah, Nabi Muhammad kerap melakukannya dengan mencaci maki sesembahannya orang-orang Quraisy. Namun rakyat Quraisy bersabar dan hanya mengancam bahwa mereka akan menghina balik sesembahan Nabi Muhammad bila beliau tetap melakukannya. Sehingga turunlah ayat [Quran 6:108].[3]

Dan Janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan, tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
— Qur'an 6:108

Seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Amru melaporkan, ketika dirinya sedang bersama orang-orang musyrik di Hijr, mereka menyebut-nyebut soal Rasulullah, mereka berkata: "Kita tidak pernah bersabar menghadapi seseorang seperti kesabaran kita terhadap lelaki ini. Ia merendahkan kita, mencela nenek moyang kita, mencerca agama kita, memecah-belah kita, dan menghina sesembahan kita. Sungguh, kita sudah sangat bersabar terhadapnya dalam menghadapi perkara besar ini."[4][5]

Tiba-tiba Rasulullah datang berjalan menghampiri Hajar Aswad dan menciumnya, kemudian beliau melakukan thawaf melewati mereka. Saat beliau melintas, beberapa dari mereka menggunakan kata-kata Sang Rasul untuk memperolok beliau. Ibnu Amru melihat ketidaksenangan di wajah Rasulullah. Ketika Rasulullah melintasi mereka untuk kedua kalinya, mereka kembali melakukan hal yang sama. Dan di saat ketiga kalinya melewati mereka, Rasulullah berhenti dan berkata: "Maukah kalian mendengarkan perkataanku, wahai orang-orang Quraisy? Demi jiwaku dalam genggaman-Nya, sungguh aku akan menyembelih kalian."[6][7]

Kata-kata Rasulullah ini begitu menohok sehingga mereka semua yang hadir pun langsung berdiri terdiam. Bahkan orang yang awalnya paling keras olokannya berusaha bersikap sopan dan berkata-kata dengan baik: "Pergilah, Abul Qasim (julukan Sang Rasul), demi Tuhan kau bukanlah orang yang kasar." Rasulullah pun beranjak pergi.[7]

Keesokan harinya, para tokoh Quraisy berkumpul kembali di Hijr. Beberapa dari mereka yang tidak datang di hari sebelumnya marah mengetahui kalau teman-teman mereka diam saja ketika Rasulullah berkata seperti itu. Maka mereka mendatangi Rasulullah dan menanyakan apakah benar Rasulullah telah mengatakan hal-hal yang mereka dengar.

Rasulullah menjawab: "Ya, aku yang mengatakan itu."

Salah seorang dari mereka pun menarik pakaian Rasulullah. Melihat itu, Abu Bakar bangkit untuk membela beliau. Dengan bercucuran air mata, ia berkata: "Apakah kalian akan membunuh seseorang yang mengatakan 'Tuhanku adalah Allah'?!"

Akhirnya mereka pun meninggalkannya.[8][7]

Beberapa orang Quraisy melapor kepada Abu Thalib, paman dari Rasulullah. Mereka meminta supaya dirinya menasihati keponakannya agar berhenti bersikap kurang ajar kepada mereka. Abu Thalib pun menasihati Nabi Muhammad. Namun itu tidak menghentikan Nabi Muhammad dari melecehkan mereka. Orang-orang Quraisy pun mendatangi lagi Abu Thalib. Kali ini mereka mengancam kalau Nabi Muhammad tidak segera berhenti dari perbuatannya maka mereka pun akan turun tangan. Abu Thalib pun mengirimkan surat kepada Nabi Muhammad yang berisi:

Wahai keponakanku, orang-orang telah datang kepadaku dan menceritakan berbagai hal, jadi mohon lindungilah aku dan dirimu, dan jangan bebani aku melebihi apa yang bisa aku tanggung.

Yang mana, Nabi Muhammad pun mendatangi Abu Thalib, dan menjawab:

Wahai paman, jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku dengan syarat aku harus meninggalkan jalan ini. Sampai Allah memutuskan atau sampai aku mati, aku tidak akan meninggalkannya.

Nabi Muhammad pun menangis dan pergi.[9]

Pada tahun 9 Sebelum Tarikh Hijriah (613 M) atau tahun 7 Sebelum Tarikh Hijriah (615 M) terdapat peristiwa hijrah pertama yang diperintahkan Nabi Muhammad kepada pengikutnya ke Habasyah (Ethiopia) yang merupakan Kerajaan Kristiani. Nabi sendiri tidak ikut dalam hijrah itu. Salah satu yang ikut pada hijrah tersebut adalah Ramlah binti Abu Sufyan yang kemudian menjadi istri Nabi,[10] ia adalah anak dari Abu Sufyan, salah satu orang terkemuka dari suku Quraisy yang pada saat itu menolak mempercayai kenabian Muhammad.[11] Suku Quraisy pun mengirim utusan ke Ethiopia untuk menjemput mereka pulang ke jazirah Arab, akan tetapi gagal.

Setelah kematian Abu Thalib, dan perselisihan dengan orang-orang Quraisy semakin meningkat. Nabi Muhammad pun berkeputusan untuk memerintahkan kepada kaum muslimin di Makkah untuk berhijrah menuju Madinah. Di sana beliau telah terlebih dahulu mendapatkan pengikut dari suku Aws dan Khazraj. Mereka merupakan dua suku yang berasal dari Yaman yang bermigrasi ke Madinah setelah bocornya bendungan Ma'rib di Yaman. Saat kedua suku tersebut tiba di Madinah di sana sudah terdapat suku-suku Yahudi yang menempati kota tersebut.

Pemuka suku Quraisy tengah mengadakan diskusi untuk pembunuhan Nabi Muhammad di Darun Nadwah. Mereka menyepakati untuk mengutus masing-masing satu pemuda dari tiap kabilah untuk membunuh menggunakan tebasan pedang. Tujuannya agar masing-masing kabilah bekerja sama sehingga Bani Hasyim tidak dapat memberikan serangan balasan dan harus membayar tebusan.[12]

Nabi Muhammad telah mengetahui rencana pembunuhan atas dirinya. Pada malam pertemuan para pemuka suku Quraisy, ia bersama dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq telah memulai hijrah ke Madinah. Akhirnya, Nabi Muhammad tiba di Madinah dengan selamat meskipun selama perjalanan dikejar oleh utusan-utusan pilihan dari suku Quraisy.[13]

Pada September 622, Nabi Muhammad pun membawa pengikutnya berhijrah ke Yatsrib, 320 kilometer (200 mi) utara Mekkah. Yatsrib kemudian berubah nama menjadi Madinat an-Nabi, yang berarti "kota Nabi", tetapi kata an-Nabi menghilang, dan hanya disebut Madinah, yang berarti "kota". Penanggalan Islam yang disebut Hijriah dicetuskan oleh Ali bin Abi Thalib pada tahun 638 atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah. Kota tempat tinggal Nabi Muhammad disebut Madinah dan wilayah sekitarnya disebut Yatsrib.

Hari Tanggal Catatan
Hari 1
Kamis
26 Safar SH 1
(17 Juni 622)
Meninggalkan rumah di Mekkah. Tinggal tiga hari di Gua Tsur di dekat Mekkah.
Hari 5
Senin
1 Rabiul awal SH 1
(21 Juni 622)
Meninggalkan Mekkah. Perjalanan ke Madinah.
Hari 16
Jumat
12 Rabiul awal SH 1
(2 Juli 622)
Tiba di Masjid Quba dekat Madinah.
Hari 20
Jumat
16 Rabiul awal SH 1
(6 Juli 622)
Tiba di Madinah untuk salat Jumat.
Hari 30
Jumat
26 Rabiul awal SH 1
(16 Juli 622)
Pindah dari Masjid Quba ke Madinah.
  • Hijriyah

  1. ^ "Dates of Epoch-Making Events", The Nuttall Encyclopaedia. (Gutenberg version Diarsipkan 2004-10-11 di Wayback Machine.)
  2. ^ Mahomet is an archaism used for Muhammad. See Medieval Christian view of Muhammad for more information.
  3. ^ Tafsir Ibnu Katsir - Qur'an 6:108. hlm. 272. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Agustus 2021.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  4. ^ Ibnu Hisyam. Sirah Nabawiyah-Ibnu Hisyam. Diterjemahkan oleh Ikhlas Hikmatiar. Qisthi Press. hlm. 128. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-19. Diakses tanggal 2021-08-19.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  5. ^ عبد الملك بن هشام. "سيرة ابن هشام ت السقا". app.turath.io. hlm. 289–290. Diakses tanggal 19 Agustus 2021. 
  6. ^ "إسلام ويب - السيرة النبوية (ابن هشام) - ذكر ما لقى رسول الله صلى الله عليه وسلم من قومه - حديث ابن العاص عن أكثر ما رأى قريشا نالته من رسول الله صلى الله عليه وسلم- الجزء رقم1". islamweb.net (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-19. Diakses tanggal 2021-08-19. 
  7. ^ a b c Ibn Ishaq. Sirat Rasul Allah - The Life of Muhammad. hlm. 131. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Agustus 2021.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  8. ^ Ibnu Hisyam. Sirah Nabawiyah-Ibnu Hisyam. Diterjemahkan oleh Ikhlas Hikmatiar. Qisthi Press. hlm. 128–129.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  9. ^ Ibn Kathir. Al Sira Al Nabawiyya - The Life of the Prophet Muhammad vol. 1. hlm. 344. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Agustus 2021.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  10. ^ Al-Tabari. The History of Al-Tabari - Volume 39. hlm. 177.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  11. ^ Ibnu Hisyam. Sirah Nabawiya - Ibnu Hisyam. hlm. 346. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-25. Diakses tanggal 2022-04-06.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  12. ^ Khaththab 2019, hlm. 114-115.
  13. ^ Khaththab 2019, hlm. 115.

  • Khaththab, Mahmud Syait (2019). Rasulullah Sang Panglima: Meneladani Strategi dan Kepemimpinan Nabi dalam Berperang. Sukoharjo: Pustaka Arafah. ISBN 978-602-6337-06-1.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
 

Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hijrah&oldid=21188456"