Pernyataan dibawah ini yang merupakan latar belakang terjadinya pemberontakan di tii dijawa barat

tirto.id - Sejarah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat mencapai puncak aksinya tanggal 7 Agustus 1949. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) yang kemudian ditangkap dan dihukum mati.

Latar belakang peristiwa ini adalah ketidakpuasan Kartosoewirjo terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang masih dibayang-bayangi oleh kehadiran Belanda yang ingin berkuasa lagi.

Perundingan Renville pada 7 Januari 1948 antara pihak Indonesia dan Belanda menimbulkan masalah baru. Kubu Kartosoewirjo menganggap pemberian wilayah Jawa Barat sebagai bagian Belanda bukan arti kemerdekaan sebenarnya.

Bahkan, kebijakan tersebut membawa Kartosoewirjo mengklaim Jawa Barat bukan bagian Indonesia lagi.

Dalam Darul Islam: Suatu Pemberontakan (1955), C. van Dijk menerangkan, saat itu, Kartosoewirjo bertemu dengan Raden Oni dari Laskar Sabilillah Tasikmalaya. Mereka berniat mempertahankan Jawa Barat bersama Sabilillah dan Hizbullah.

Baca juga:

  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak
  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak
  • Sejarah Peristiwa PKI Madiun 1948: Latar Belakang & Tujuan Musso

Bulan Februari 1948, dibentuk Tentara Islam Indonesia (TII) serta pengangkatan Raden Oni menjadi panglimanya di Priangan.

Penetapan ini terjadi dalam pertemuan di Desa Pangwedusan, Cisayong, Tasikmalaya. Laskar Hizbullah, Sabilillah, dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) hadir di forum tersebut.

Upaya pendirian NII di Jawa Barat tercium oleh pemerintah Indonesia. Kartosoewirjo dan kawan-kawan rupanya tidak mendapatkan informasi terbaru terkait perkembangan kedaulatan Indonesia setelah Perundingan Roem-Royen dan Konferensi Meja Bundar (KMB).

Tokoh Islam Indonesia, Mohammad Natsir, yang nantinya menjabat sebagai perdana menteri, mengungkapkan, ia ditugaskan oleh Presiden Sukarno untuk mengirim surat kepada Kartosoewirjo perihal perkembangan kondisi terbaru.

Namun, sebutnya dalam buku Mohammad Natsir 70 Tahun: Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan (1978), surat yang ditulis tanggal 4 Agustus 1959 itu tidak sampai seperti yang diperkirakan.

Baca juga:

  • Sejarah Agresi Militer Belanda II: Latar Belakang, Tokoh, Dampaknya
  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi
  • Sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB): Latar Belakang, Tokoh, Hasil

Proklamasi Negara Islam Indonesia

Lantaran tidak tahu perkembangan yang terjadi, ketidakpuasan Kartosoewirjo akhirnya mencapai puncak. Proklamasi hadirnya NII sebagai negara dikumandangkan di Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat, tanggal 7 Agustus 1949.

Isi proklamasi NII ala Kartosoewirjo itu antara lain:

“Bismillahirrahmanirrahim Asyhadu alla illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Kami Umat Islam Bangsa Indonesia menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu ialah: Hukum Islam," demikian bunyinya ditutup takbir dan tanda tangan Kartosoewirjo.

NII dalam maklumat pemerintah No II/7, menuliskan bahwa 17 Agustus 1945 atau hari kemerdekaan Indonesia adalah akhir masa kehidupan bangsa Indonesia.

Kartosoewirjo telah memantapkan langkahnya untuk mengklaim seluruh wilayah Indonesia sebagai kekuasaan NII. Sahabat masa remaja Sukarno ini merangkai konsep bentuk dan sistem pemerintahan baru dengan dirinya sebagai imam negara.

Baca juga:

  • Sejarah Perjanjian Kalijati: Latar Belakang, Isi, & Tokoh Delegasi
  • Peristiwa Rengasdengklok: Sejarah, Latar Belakang, & Kronologi
  • Apa itu Romusha di Masa Penjajahan Jepang, Tujuan, dan Dampaknya?

Selain itu, dalam susunan pemerintahan NII ada wakil imam yang diisi oleh Karman. Terdapat juga menteri dalam negeri dan penerangan yang posisinya dijabat Sanusi Partawidjaja dan Thaha Arsyad.

Terakhir, ada beberapa posisi menteri lagi, seperti Menteri Keuangan (Udin Kartasasmita), Menteri Pertahanan (Raden Oni), dan Menteri Kehakiman (Ghazali Thusi).

NII bertahan belasan tahun dengan cara gerilya di hutan-hutan di tanah Sunda untuk mempertahankan diri dari kejaran militer Republik Indonesia.

Namun, gerakan NII ternyata juga meresahkan masyarakat. Dikutip dari tulisan Irfan Teguh berjudul “Digorok Gerombolan: Kesaksian Kekejaman DI/TII di Bandung", diungkapkan kesaksian warga bernama Emeh.

Emeh ingat betul bagaimana ia dan warga lainnya hampir setiap hari harus menyediakan nasi untuk orang-orang DI/TII dan sering diperlakukan kasar oleh anak-anak buah Kartosoewirjo itu.

Baca juga:

  • Serangan Umum 1 Maret 1949: Kronologi, Tokoh, & Kontroversi
  • Hari Pahlawan 10 November & Sejarah Pertempuran Surabaya 1945
  • Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Sebab, Tokoh, Akhir, & Dampak

Akhir NII & Kartosoewirjo

NII ternyata bukan hanya berperang melawan TNI, namun juga bertindak semena-mena hingga mulai timbul perasaan curiga antara ulama, pemerintah, dan masyarakat akhirnya menimbulkan peristiwa fitnah.

Menanggapi masalah ini, maka dibentuklah Badan Musyawarah Alim Ulama yang bertugas memantau pergerakan DI/TII sebagai upaya membantu pemerintah Indonesia.

Tanggal 4 Juni 1962, operasi Pagar Betis yang dilancarkan oleh militer Indonesia berhasil menangkap para anggota DI/TII beserta jajaran petingginya. Mereka ditangkap, termasuk sang imam, Kartosoewirjo.

Berdasarkan keputusan Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper) tanggal 16 Agustus 1962, Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati karena telah memberontak terhadap pemerintahan Indonesia.

Pada 5 September 1962, Kartosoewirjo dibawa ke salah satu pulau di Kepulauan Seribu, dekat Teluk Jakarta. Ia dieksekusi setelah sehari sebelumnya dikabulkan permintaan terakhirnya untuk bertemu keluarga.

Tepat pukul 05.50 WIB, Kartosoewirjo dihukum mati dan itulah akhir perlawanan DI/TII di Jawa Barat.

Baca juga:

  • Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit
  • Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam & Daftar Raja-raja
  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Singasari dan Pemberontakan Jayakatwang

Baca juga artikel terkait KARTOSOEWIRJO atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Pemberontakan DI/TII Jawa Barat - Kita sering mendengar, melihat atau membaca istilah "DI/TII, tapi apakah kalian mengetahui kepanjanganya? DI/TII merupakan singkatan dari Darul Islam / Tentara Islam Indonesia. Setelah tiga tahun kemerdekaan RI, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok tersebut terhadap kedaulatan Indonesia. Kelompok tersebut menginginkan pembentukan negara Islam Indonesia. Perlawanan TNI terhadap DI/TII berlangsung di beberapa daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi dan Kalimantan.

Nah, pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai pemberontakan DI/TII yang berlangsung di Jawa Barat. Sub pokok materi pembahasan meliputi latar belakang pemberontakan DI/TII Jawa Barat, tujuan, tokoh yang terlibat dan upaya penumpasan yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada saat itu. Jika informasi tersebut kebetulan sedang kalian cari, maka simak pembahasan berikut ini.

Pernyataan dibawah ini yang merupakan latar belakang terjadinya pemberontakan di tii dijawa barat
Tokoh DI/TII

Latar Belakang DI/TII Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat maupun di wilayah lainnya berlangsung bukan tanpa sebab terjadi begitu saja. Namun ada latar belakang masalah yang menjadi penyebab kelompok Islam ini melakukan pembangkangan terhadap kedaulatan Republik Indonesia. Pemberontakan DI/TII secara umum disebabkan karena kekecewaan atas kebijakan Presiden Soekarno yang dianggap terlalu lunak terhadap pihak Belanda.

Seperti yang kita ketahui, setelah proklamasi kemerdekaan pihak Belanda berusaha untuk datang kembali ke Indonesia. Berbagai masalah muncul akibat kedatangan Belanda yang kemudian menimbulkan peperangan yang merugikan, seperti Agresi Militer Belanda 1 dan 2. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui perjanjian damai salah satunya perjanjian Renville dianggap sangat fatal.

Pada awalnya milisi DI/TII ikut terlibat langsung dalam revolusi fisik pasca proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Namun pada perkembangan selanjutnya Darul Islam berbelok arah untuk menentang pemerintahan Republik Indonesia, hal ini disebabkan karena kebijakan Soekarno yang terlalu lunak.

Baca Juga :


1. Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah
2. Pemberontakan PKI Madiun 1948

Proses Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan Jawa Tengah

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Jawa Tengah disebut juga dengan DI/TII Kartosuwiryo. DI/TII Kartosuwiryo melakukan perlawanan sejak tahun 1948 sebagai reaksi negatif atas perjanjian Renville pada Januari 1948. Menurut persetujuan Renville, Pasuan TNI harus ditarik dari daerah Jawa Barat yang terletak di belakang garis demarkasi van Mook. Ketentuan itu dilandaskan dalam bulan februari.

Tapi ada sekitar 4.000 pasukan Hisbullah di bawah pimpinan Kartosuwiryo, bekas anggota PSII sebelum parang dan bekas anggota Masyumi, yang menolak untuk berhijrah. Bahkan dalam bulan Maret 1948 mereka membentuk Gerakan Darul Islam. Kartosuwiryo sebagai imam DI pada tanggal 7 Agustus 1949 menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Dalam masa Revolusi TNI yang kembali dari Yogyakarta dengan long march terpaksa menghadapi 2 musuh sekaligus, yakni pihak Belanda dan DI/TII.

Baca Juga: Isi Perjanjian Renville

Tujuan Pemberontakan DI/TII

Tujuan utama Darul Islam / Tentara Islam Indonesia adalah membentuk negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah.

Tokoh Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan Jawa Tengah

Tokoh utama yang terlibat dalam pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Jawa Tengah adalah Kartosuwiryo atau nama lengkapnya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Ia merupakan pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah pada tanggal 7 Januari 1905. Beliau adalah tokoh Islam Indonesia yang menjadi pemimpin pemberontakan Darul Islam untuk melawan pemerintah Indonesia. Kartosuwiryo pernah menjadi sekertaris jenderal PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia).

Kartosuwiryo merupakan sahabat baik dari Amir Sjarifuddin dan Sugondo Djojopuspito ketika peristiwa Sumpah Pemuda. Bahkan saat masa kemerdekaan, ia pernah menolak tawaran Amir Sjarifuddin untuk menjadi menteri. Alasannya karena dasar negara bukan Islam.

Penumpasan Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan Jawa Tengah

Sesudah Revolusi, pemerintah RI terus berupaya untuk memadamkan pemberontakan DI/TII, namun berbagai operasi dinilai terlalu insidental, bersifat lokal dan rutin, bukan merupakan program yang sistematis dam dilaksanakan dengan tegas. Operasi penumpasan yang sistematis baru dilakukan pada tahun 1960 dengan nama operasi pagar betis. Operasi pagar betis adalah upaya pengepungan oleh kekuatan militer bersama rakyat oleh Kodam Siliwangi di bawah pimpinan Pangdam Ibrahim Ajie.

Dengan operasi pagar betis, daerah kekuasaan DI/TII makin lama semakin sempit, sehingga pada tanggal 2 Juni 1962 pemimpin Darul Islam yakni Kartosuwiryo berhasil ditangkap oleh prajurit-prajurit Siliwangi di bawah pimpinan Letnan Suhanda. Pusat perlawanan DI/TII berada di daerah Parahyangan, namun sebelum itu awal mulanya berasal dari wilayah Jawa Tengah yang kemudian menyebar ke Jawa Barat. 

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah berhasil ditumpas oleh pasukan pimpinan Divisi Diponegoro, hal ini karena sebelum memberontak gerak gerik mereka sudah tercium oleh pasukan tersebut. Sisa-sisa pasukan gerombolan pemberontak inilah yang kemudian bergabung dengan Kartosuwiryo di Jawa Barat. Setelah tertangkapnya Kartosuwirnyo, dengan demikian daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah telah menjadi aman kembali.

Baca Juga :

Demikian rangkuman materi Pemberontakan DI/TII Jawa Barat : Latar Belakang, Tujuan, Tokoh dan Penumpasan. Semoga bermanfaat dan berguna bagi pembaca semua.

Sumber referensi :

  • Drs. G. Moedjanto, M.A. 1988. Indonesia Abad ke-20 : Dari Perang Kemerdekaan Pertama Sampai PELITA III. Yogyakarta : Kanisius.

Share ke teman kamu:

Tags :