Persamaan dan perbedaan petani dan nelayan

JatimNetwork.com - Salam sukses teruntuk adik-adik yang senantiasa belajar di masa pandemi Covid-19.

Kali ini kita akan mempelajari kunci jawaban Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas 4 SD MI Tema 4 Subtema 2 Pembelajaran 1 tentang Pekerjaan di Sekitarku.

Kunci jawaban ini sesuai dengan soal dalam buku Tematik Kelas 4 SD MI Tema 4 Pembelajaran 1 Subtema 2 Kurikulum 2013 edisi revisi 2017 pada halaman 54.

Baca Juga: Bagaimana Seharusnya Pemilihan Ketua RT dan RW pada Suatu Masyarakat? Kunci Jawaban Halaman 79 Tema 4 Kelas 5

Sebelum melihat kunci jawaban ini, alangkah lebih baik adik-adik terlebih dahulu mencoba semaksimal mungkin untuk menjawab soal-soal pada halaman 54 ini.

Dilansir JatimNetwork.com dari alumnus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Malang, Ferawaty, S. Pd., berikut ini kunci jawaban Tema 4 kelas 4 SD MI halaman 54 Pembelajaran 1 Subtema 2 tentang Pekerjaan di Sekitarku.

Ayo Berdiskusi.

SOAL:

Tulislah persamaan dan perbedaan dari nelayan modern dan tradisional dalam diagram Venn berikut!

Baca Juga: Apakah yang Dimaksud Pantun Jenaka? Kunci Jawaban Kelas 5 SD dan MI Tema 4 Halaman 41

JAWABAN:

Persamaan nelayan tradisional dengan nelayan modern:

- Sama-sama menangkap ikan di laut

- Ketika menangkap ikan selalu dihadapkan dengan badai dan ombak di laut.

- Menggunakan jaring untuk menangkap ikan.

Baca Juga: Kunci Jawaban Tema 4 Kelas 5 SD Hal 76 Subtema 2 Pembelajaran 4 tentang Ciri, Identifikasi dan Amanat Pantun

Perbedaan nelayan tradisional dengan nelayan modern:

- Nelayan tradisional menggunakan sampan dalam menangkap ikan sedangkan nelayan modern menggunakan kapal:

- Nelayan tradisional menggunakan tenaga angin dalam menggerakkan sampan sedangkan nelayan modern menggunakan tenaga mesin.

- Nelayan tradisional tidak menggunakan radar untuk mengetahui kumpulan ikan sedangkan nelayan modern menggunakannya.

Disclaimer:
1. Konten ini dibuat untuk membantu orang tua dalam membimbing anak dalam belajar, selayaknya dijelaskan proses penemuan jawaban, bukan hanya hasil akhir.

2. Jawaban bersifat terbuka, dimungkinkan bagi siswa dan orang tua mengeksplorasi jawaban lebih baik.

3. Artikel ini tidak mutlak menjamin kebenaran jawaban.

Page 2

Page 3

Cari soal sekolah lainnya

KOMPAS.com - Nelayan bisa dibedakan menjadi dua, yakni nelayan modern dan nelayan tradisional. Kedua jenis nelayan ini memiliki beberapa perbedaan serta persamaan.

Nelayan tradisional

Menurut Bonefasius Kemong dalam jurnal Sistem Mata Pencaharian Hidup Nelayan Tradisional Suku Bangsa Kamoro di Desa Tipuka Kecamatan Mapurujaya Kabupaten Mimika Propinsi Papua (2015), nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perairan dengan memakai peralatan tradisional.

Nelayan tradisional tidak menggunakan teknologi dan tidak bergantung pada peralatan yang lebih modern. Maka dari itu, biasanya peralatan yang digunakan masih relatif sederhana dan sifatnya jauh lebih aman untuk lingkungan.

Apa yang digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan?

Nelayan tradisional menggunakan perahu tanpa mesin atau sampan (perahu kecil) untuk pergi berlayar ke laut. Untuk menangkap ikan, nelayan tradisional menggunakan jaring atau jala yang sudah dibawa untuk kemudian ditebarkan ke area sekitar perahu mereka.

Baca juga: Kapal Perikanan: Pengertian dan Jenis Kapal Penangkap Ikan

Nelayan modern

Dalam jurnal Perkembangan Teknologi Alat Tangkap Ikan Nelayan di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi Tahun 2001-2013 (2021) karya Alfatah Yusron Azis, dituliskan bahwa nelayan modern adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perairan dengan menggunakan peralatan modern.

Apa yang digunakan oleh nelayan modern untuk menangkap ikan?

Nelayan modern menggunakan perahu mesin atau kapal besar yang memakai bahan bakar, untuk berlayar ke laut. Untuk menangkap ikan, nelayan modern menggunakan radar pendeteksi ikan serta jaring. Terkadang mereka juga menggunakan bom untuk mendapatkan ikan.

Persamaan dan perbedaan nelayan modern dan tradisional

Berikut persamaan dan perbedaan nelayan modern dan tradisional, yaitu:

Persamaan nelayan modern dan tradisional

  • Kesamaan tujuan, yaitu menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
  • Terkadang alat yang digunakan sama, yakni menggunakan jaring untuk menangkap ikan.
  • Menghadapi gelombang laut.
  • Harus memperhatikan cuaca saat akan pergi berlayar.

Baca juga: Pengaruh Geografis Indonesia sebagai Negara Maritim

Perbedaan nelayan modern dan tradisional

  • Nelayan modern menggunakan kapal atau perahu mesin. Sedangkan nelayan tradisional menggunakan perahu atau sampan.
  • Nelayan modern menggunakan tenaga mesin untuk menggerakan perahu. Sedangkan nelayan tradisional menggunakan tenaga angin.
  • Nelayan modern bisa berlayar ke tempat yang lebih jauh. Sedangkan nelayan tradisional, area penangkapan ikannya terbatas.
  • Nelayan modern dapat menggunakan radar untuk mendeteksi ikan. Sedangkan nelayan tradisional tidak menggunakannya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Cari soal sekolah lainnya

Arif Satria memberanikan diri menulis pengetahuan dan pengalamannya terkait sosiologi masyarakat pesisir dalam sebuah buku yang berjudul Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Pada tahun 2015, Yayasan Pustaka Obor Indonesia mencetak buku tersebut untuk kedua kalinya. Tentu melawati proses revisi dari edisi pertamanya yang diterbitkan oleh Cidesindo pada 2002.

Arif Satria merupakan dosen di Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia mengajar beberapa mata kuliah, di antaranya ialah Sosiologi umum, Ekologi Manusia, Politik Sumberdaya Alam, Pengelolaan Sumberdaya Alam berbasis Masyarakat, dan lain sebagainya. Saat ini ia menjabat sebagai Rektor Institut Pertanian Bogor untuk periode 2017-2022. Selain aktif di kampus, Arif juga sering dilibatkan dalam tim penyusun peraturan/perundang-undangan dan perumus program kebijakan daerah maupun nasional, terkhusus di bidang kelautan dan perikanan.

Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir ditulis penulis melihat minimnya sosiolog yang menaruh perhatian pada masyarakat pesisir. Menurutnya, kondisi tersebut terjadi akibat pilihan politik pembangunan masa lalu yang terlalu pro-darat dan terkesan mengabaikan kelautan. Sehingga, menurutnya, masyarakat pesisir kurang berkembang dan terus dalam posisi marjinal. Secara garis besar, dalam buku ini Arif mengevaluasi praktik pelaksanaan pembangunan serta pengelolaan di wilayah pesisir, khususnya imbas yang dialami oleh masyarakat didalamnya.

Konstruksi bahasan yang disajikan penulis dalam buku ini cukup lengkap dan sistematis. Buku ini terdiri atas delapan bab. Diawali dengan bahasan tentang pentingnya mempelajari sosiologi masyarakat pesisir, serta kerangka teoritis tentang karakter dan struktur sosial masyarakat pesisir. Bab selanjutnya membahas dinamika dan transformasi sosial masyarakat pesisir di tengah perubahan teknologi perikanan. Kemudian penulis berupaya mengulas kasus seputar konflik dan realita sosial yang terjadi di komunitas masyarakat pesisir, serta diakhiri dengan opini penulis tentang opsi pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat sebagai alternatif solusi dari permasalahan yang terbahas pada bab-bab sebelumnya.

Hal di atas rasanya sesuai dengan kata awal yang terdapat pada judul buku, “Pengantar”. Ditambah lagi bahasa yang dipakai relatif mudah untuk dipahami. Penulis menggunakan kata “Pengantar” pada judul buku ini mungkin diartikan sebagai dasar atau fondasi pembaca dalam memahami konteks sosiologi pada masyarakat pesisir. Jika benar seperti itu, kerangka berpikir yang disampaikan di awal buku seharusnya disampaikan dengan jelas, agar fondasi pemahaman yang dicerna oleh pembaca tidak keliru. Sehingga pembaca terhindar dari kegagalpahaman.

Terdapat kekeliruan yang saya alami sebagai pembaca pemula dalam memahami kerangka pikir yang dibangun oleh penulis pada buku ini. Pada bab awal, misalnya, penulis beberapa kali menyebutkan adanya perbedaan masyarakat pesisir dengan masyarakat pedesaan yang basisnya adalah kegiatan pertanian di darat.

“Sosiologi pedesaan berbasis society, sementara sosiologi masyarakat pesisir lebih berbasis sumberdaya. Kajian-kajian sosiologi di dalamnya bersumber dari berbagai aktivitas masyarakat yang terkait dengan sumberdaya perikanan.” (hal. 5, bab I)

“Secara sosiologis, karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris karena perbedaan karakteristik sumberdaya yang dihadapi. Masyarakat agraris yang direpresentasikan oleh kaum tani menghadapi sumberdaya yang terkontrol, yakni pengelolaan lahan untuk produksi suatu komoditas dengan hasil yang relatif bisa diprediksi. Sifat produksi yang demikian memungkinkan tetapnya lokasi produksi.

“[…] Karakteristik tersebut berbeda sama sekali dengan nelayan. Nelayan menghadapi sumberdaya yang hingga saat ini masih bersifat akses terbuka (open access). Karakteristik sumberdaya seperti ini menyebakan nelayan mesti berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal.” (hal. 7, bab II)

Namun pada penjelasan selanjutnya, penulis menggunakan kerangka pikir Raymond Firth (1946) dalam Malay Fishermen: Their Peasant Economy, yang menerangkan bahwa kondisi masyarakat nelayan sama seperti masyarakat petani.

“[M]asyarakat nelayan tersebut memiliki kemiripan dengan masyarakat tani, yakni bahwa sifat usahanya bersifat kecil dengan peralatan dan organisasi pasar yang sederhana; eksploitasi yang sering berkaitan dengan masalah kerja sama; sebagian besar menyandarkan diri pada produksi yang bersifat subsisten; dan memiliki keragaman dalam tingkat perilaku ekonominya.” (hal. 8, bab II)

Walaupun logis secara teori, tapi pernyataan tersebut terkesan janggal karena kontradiktif dengan logika berpikir pada pernyataan sebelumnya. Dengan ditekankannya pernyataan “masyarakat nelayan yang sama dengan masyarakat petani” pada bahasan selanjutnya yang menggunakan kerangka pikir Redfield (1941) tentang tipe komunitas, penjelasan Arif terasa semakin ambigu. Pada akhirnya, buku ini menggolongkan masyarakat nelayan dalam komunitas desa petani (peasant village) dan desa terisolasi (tribal village), serta memiliki karakteristik yang sama dengan folk-society.

Kerangka berpikir yang dibangun dengan landasan teori yang senada, sekiranya akan lebih menghasilkan pemahaman yang bulat. Meminimalisir kemungkinan adanya gagal paham, terlebih jika ditujukan untuk pemula. Setidaknya tidak terlalu merujuk pada kesimpulan “Nelayan dan Petani: Berbeda tapi Tak Berbeda”.

Walau terdapat kerancuan khususnya pada bab awal, setidaknya buku ini menghasilkan banyak pengetahuan baru. Terlebih tentang kondisi masyarakat pesisir di Indonesia, seputar dinamika  sosial; tipologi konflik; serta permasalahan kemiskinan dan relevansinya dalam konteks masyarakat pesisir. Maka dari itu, buku ini sangat direkomendasikan, utamanya pada orang-orang yang hendak mendalami isu pembangunan dan pengelolaan pesisir maupun pulau-pulau kecil.

Selamat membaca.

AH
Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB)

Judul Buku: Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir Pengarang: Arif Satria Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Tahun terbit: 2015

Tebal buku: 150 hlm; 14,5 x 21 cm

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA