Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam 1 pasangan secara langsung oleh rakyat Presiden yang dipilih secara langsung dimulai sejak pemilihan presiden siapa?

Undang-Undang ini mengatur mekanisme pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden yang memiliki integritas tinggi, menjunjung tinggi etika dan moral, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam Undang-Undang ini diatur beberapa substansi penting yang signifikan antara lain mengenai persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden wajib memiliki visi, misi, dan program kerja yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun ke depan. Dalam konteks penyelenggaraan sistem pemerintahan Presidensiil, menteri yang akan dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden harus mengundurkan diri pada saat didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum. Selain para Menteri, Undang-Undang ini juga mewajibkan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengundurkan diri apabila dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Pengunduran diri para pejabat negara tersebut dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan terwujudnya etika politik ketatanegaraan. Untuk menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota perlu meminta izin kepada Presiden pada saat dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden.

Pengisisan jabatan Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak selama ini dirasakan kurang demokratis. Sehingga muncul keinginan untuk dilakukannya pe milihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat (1) Perubahan ketiga UUD 1945), sistem pemilihan Presiden secara langsung selain mendorong partisipasi rakyat untuk menggunakan hak politik, juga dipandang sebagai mekanisme yang demokratis karena lebih merepresentasikan kehendak rakyat. Penelitian mengenai Sistem Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Secara Langsung dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia ini merupakan penelitian yuridis normatif yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sejarah hukum dan unsur-unsur yang berhubungan dengan pemilihan Presiden. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Bahan penelitian tersebut diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlu dilakukannya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, karena: Pertama, pemilihan Presiden oleh MPR selama ini dirasakan kurang demokratis. Kedua membuka peluang yang sangat lebar bagi terjadinya manipulasi kedaulatan. Ketiga dari segi keterwakilan, terjadinya kesenjangan konfigurasi politik antara elit dan massa. Keempat, dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung akan terjadi Check and balances antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif, karena sama-sama dipilih langsung oleh rakyat. Kelima, Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang kuat. Sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, membawa pengaruh pada sistem pemerintahan Indonesia, hal ini terbukti dengan sistem pemerintahan Indonesia kedepan lebih mengarah kepada sistem pemerintahan presidensial, merubah sistem pemerintahan Indonesia selama ini yaitu Quasi Presidensial, menjadi Presidensial. Secara konseptual sistem pemilihan Presiden dan wakil Presiden secara langsung yang ideal untuk Indonesia dapat menggunakan sistem Dua Babak (Two Round System-TRS), jika pada putaran pertama tidak ada dukungan seperti yang diharapkan (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara sah dalam pemilihan dengan sedikitnya 20% suara sah di setiap Provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah Provinsi di Indonesia), maka dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan putaran pertama ikut dan dipilih oleh rakyat secara langsung dalam putaran tahap kedua, dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Presidential (president and vice president) intermission chosen by the People’s Consultative Assembly by the most polls is perceived less democratic. It makes the aspiration to choose President and Vice President directly chosen by people (Section 6A paragraph (1) the third Amendment of 1945 Constitution), presidential direct election besides encourages people participation to use political right, but also as considered the democratic mechanism for representing people’s more willingness. Research on the presidential (president and vice president) direct election system and the influence to Indonesian governance system is normative juridical research covering one to the principles, history of law and the elements correlating to the presidential election. The research materials used in this research are either primary, secondary and tertiary law materials. The research materials are obtained through bibliographical research. The result of this research shows that it is necessary to hold presidential direct election for wither president or vice president, because: firstly, the presidential election by the People’s Consultative Assembly (MPR) during this time is perceived less democratic. Secondly, it opens the great extensive opportunities for sovereignty manipulation. Thirdly, based on the representativeness, it makes a political configuration gap between elitists and mass. Fourthly, with this presidential direct election will make check and balances between legislative and executive agencies, because of direct-elected by people as well. Fifthly, the president and vice president elected will have strong mandatory and legitimacy. The presidential (president and vice president) direct election brings about the influence on Indonesian governance system, as can be proved towards directed to the presidential governance system, changes the governance system from quasi presidential to presidential one. Conceptually, the presidential direct ideal election can be used as two round system, (TRS) if the first round does not make any sense as expected (the presidential couple, candidate president and vice president with more than 50% polls from the legal one in the election with 20% legal polls for each province distributed more than a half of total provinces in Indonesia), so both the candidates with the first and second most polls in the first round election follow and elected by people directly in the second round, and the couple with the most polls will be inaugurated as the president and vice president.

Kata Kunci : Hukum Tata Negara,Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,Sistem Pemerintahan, presidential election, direct election, Indonesian governance system

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilu Presiden (Pilpres) digelar secara langsung untuk pertama kalinya pada tahun 2004.

Artinya, melalui pemilu tersebut, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.

Pada Pilpres periode-periode sebelumnya, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui sidang umum.

Baca juga: Pengertian Pemilu, Asas, Prinsip, dan Tujuannya

Sejarah pemilihan presiden dan wakil presiden langsung dimulai dari amendemen Undang-Undang Dasar 1945 yang ketiga pada tahun 2001.

Pasal 6A Ayat (1) UUD menyebutkan, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.

"Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat," demikian bunyi pasal tersebut.

Selanjutnya, 31 Juli 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 5 Ayat (4) UU itu menyebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilu anggota DPR.

Baca juga: Sejarah Pemilu 2004, Partai Politik Peserta hingga Pemenang

Kemudian, pasangan calon presiden dan wakil presiden dinyatakan terpilih apabila mendapatkan suara melebihi 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres, dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 66 Ayat (2) UU Pemilu.

Apabila tidak ada pasangan calon terpilih sesuai dengan ketentuan tersebut, maka diadakan putaran kedua, yakni dua pasangan calon yang mendapat suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung melalui pilpres.

Pemilu presiden langsung pertama digelar pada 5 Juli 2004. Pilpres itu mempertemukan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Wiranto dan Salahuddin Wahid, lalu Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi.

Kemudian, paslon Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, serta Hamzah Haz dan Agum Gumelar.

Jumlah pemilih pada pilpres putaran pertama sebesar 153.320.544 orang. Dari angka itu, yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 79,76 persen atau 122.293.844 orang.

Dari total suara yang masuk, yang dinyatakan sah sebanyak 97,84 persen atau 119.656.868 suara.

Dari lima kandidat capres dan cawapres, pasangan SBY-Jusuf Kalla mendapat suara terbanyak, disusul oleh pasangan Megawati-Hasyim Muzadi. Rinciannya yakni:

  • Wiranto dan Salahuddin Wahid: 26.286.788 suara atau 22,15 persen;
  • Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi: 31.569.104 suara atau 26,61 persen;
  • Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo: 17.392.931 suara atau 14,66 persen;
  • Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla: 39.838.184 suara atau 33,57 persen;
  • Hamzah Haz dan Agum Gumelar: 3.569.861 suara atau 3,01 persen.

Dari perolehan angka tersebut, tidak ada satu pun pasangan calon yang mendapat perolehan suara lebih dari 50 persen. Oleh karenanya, harus digelar pilpres putaran kedua yang mempertemukan dua paslon dengan perolehan suara terbanyak yakni Megawati-Hasyim Muzadi dan SBY-Jusuf Kalla.

Baca juga: Sejarah Pemilu 1955, Pemilu Perdana Setelah Indonesia Merdeka

Pasangan Megawati-Hasyim Muzadi kala itu didukung oleh 7 partai yakni PDI Perjuangan, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), dan Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNIM).

Sementara, SBY-Jusuf Kalla didukung enam partai meliputi Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Pilpres putaran kedua digelar pada 20 September 2004. Saat itu, jumlah pemilih yang terdaftar sebanyak 150.644.184 orang.

Dari angka tersebut, yang menggunakan hak pilihnya sebesar 77,44 persen atau 116.662.705 orang.

Lalu, dari total jumlah suara, yang dinyatakan sah sebesar 97,94 persen atau 114.257.054 suara.

Pilpres putaran kedua menetapkan SBY-Jusuf Kalla sebagai pemenang, mengungguli Megawati-Hasyim Muzadi. Rincian perolehan suaranya yakni:

  • Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi: 44.990.704 suara atau 39,38 persen;
  • Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla: 69.266.350 suara atau 60,62 persen.

SBY dan Jusuf Kalla pun dilantik sebagai presiden dan wakil presiden RI pada 20 Oktober 2004.

Sejak saat itu, Pilpres selalu digelar secara langsung. Rakyat dapat menggunakan hak pilihnya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.