Saat mendapat nikmat dari Allah swt seorang muslim wajib

Merdeka.com - Umat muslim wajib bersyukur atas nikmat Allah SWT telah diberikan, dari nikmat harta hingga nikmat bernapas. Sebab bersyukur disebutkan sekitar 70 ayat di dalam Alquran.

Salah satu dari ayat tersebut yakni pada surah Al Baqarah ayat 172. "Hai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu. Dan bersyukurlah kepada Allah jika memang hanya Dia yang kamu sembah."

Imam Al Ghazali menerangkan bahwa bersyukur kepada Allah dapat dilakukan dengan empat cara yaitu seperti dikutip dari buku Amalan Pembuka Rezeki tulisan Karya Haris Priyatna, Lisdy Rahayu.

1. Bersyukur dengan hati

Bersyukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat dan rezeki yang didapatkan semata-mata merupakan karunia dan kemurahan Allah.

"Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari Allah." (QS An-Nahl [16]:53).

Bersyukur dengan hati bisa membawa seseorang pada sikap menerima karunia Allah, dengan penuh keikhlasan tanpa kecewa atau keberatan betapa pun kecilnya nikmat tersebut.

2. Bersyukur dengan lisan

Bila hati seseorang telah sangat yakin bahwa segala nikmat yang didapatkan berasal dari Allah SWT. Dia pasti akan mengucapkan Alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Oleh karena itu, jika mendapatkan nikmat dari seseorang lisannya tetap memuji Allah. Karena mesti disadari bahwa orang itu sekedar perantara Allah.

3. Bersyukur dengan tindakan

Bersyukur dengan tindakan bermakna bahwa semua nikmat yang diperoleh harus dimanfaatkan di jalan yang diridhaiNya.

Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Allah SWT sangat suka melihat nikmat yang diberikan kepada hambaNya dengan cara dimanfaatkan sebaik-baiknya.

"Sesungguhnya Allah senang melihat atsar (bekas/wujud) nikmatNya pada hambaNya," sabda Rasulullah.

Maksud dari hadis ini ialah Allah sangat suka pada hamba-hambaNya yang memperlihatkan dan mengakui segala nikmat yang dilimpahkan kepadanya. Misalnya, orang kaya hendaklah membagi hartanya untuk zakat sedekah dan sebagainya.

4. Merawat kenikmatan

Apabila mendapatkan nikmat dari Allah SWT usahakan untuk merawatnya agar tidak rusak. Hal ini seperti menjaga amanah dari Allah. Contohnya kita memiliki tubuh yang sehat wajib menjaga agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari penyakit. Caranya tentu saja makan makanan yang halal dan baik.

Baca juga:

Rumah orang seperti ini tidak akan dimasuki oleh malaikat

Ini tiga amalan mulia di sepuluh akhir Ramadan

Kisah pemimpin sederhana yang gajinya habis diberi ke fakir miskin

Tak salat tanpa sebab akan dikumpulkan bersama Firaun di hari Kiamat

Orang-orang sabar akan masuk surga tanpa dihisab

Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang kufur nikmat. Semoga pembahasan singkat ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

Nikmat yang Allah berikan kepada kita sangatlah banyak. Tidak ada seorangpun diantara kita yang mampu menghitungnya. Baik berupa harta, keluarga, kesehatan dan yang paling besar adalah nikmat hidayah iman dan islam. Sebagaimana yang Allah firmankan :

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)” (QS. An Nahl: 53)

Namun seringkali kita kurang menyadari akan nikmat yang telah kita terima tersebut. Sehingga tentu saja membuat kita lalai dari mensyukurinya. Padahal seorang muslim wajib mensyukuri nikmat yang ia peroleh. Allah ta’ala berfirman :

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur” (QS. Al Baqarah: 152)

Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan dan melarang kita untuk berbuat kufur. Bahkan di ayat yang lain Allah mengancam orang-orang yang berbuat kufur dengan adzab yang pedih. Sebagaimana dalam firman Nya :

وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“… dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7)

Oleh karena itu wajib bagi kita untuk perhatian terhadap perkara yang penting ini, sehingga tidak menjadi golongan orang-orang yang kufur atas nikmat Allah dan dapat terhindar dari ancaman adzab yang pedih.

Definisi kufur nikmat

Kufur nikmat merupakan lawan dari mensyukuri nikmat. Syukur adalah menampakkan pengaruh nikmat yang telah Allah berikan kepada seorang hamba dari hatinya dengan keimanan, dari lisannya dengan pujian dan dari anggota badannya dengan ibadah serta ketaatan[1]. Sehingga seorang dapat dikatakan bersyukur jika terpenuhi tiga unsur :

  1. Hatinya meyakini bahwa semua nikmat yang didapatkan adalah berasal dari Allah
  2. Lisannya memuji Allah
  3. Anggota badannya digunakan untuk beramal sholeh

Barangsiapa yang tidak merealisasikan ketiga perkara tersebut, maka ia telah terjatuh dalam kufur nikmat.

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh menjelaskan dalam kitab At-Tamhid : “Maka wajib bagi seorang hamba memahami benar-benar bahwa setiap nikmat adalah berasal dari Allah. Kesempurnaan tauhid tidak mungkin terwujud tanpa sikap penyandaran setiap nikmat kepada Allah. Penyandaran nikmat kepada selain Allah merupakan kekurangan dari kesempurnaan tauhid dan termasuk dalam kesyirikan kepada Allah”[2]

Seringkali kita jumpai, sebagian orang menyandarkan nikmat yang ia terima kepada selain Allah. Misalnya seorang ketika dalam kesulitan (yang disertai kegelisahan hati), tiba-tiba temannya datang memberikan pertolongan. Kemudian serta merta hati dia menjadi tenang dan mengucapkan “Untung ada kamu, coba kalau tidak… pasti akan terjadi bigini dan begitu”.

Maka hal ini adalah keliru. Karena sesungguhnya nikmat pertolongan itu datang dari Allah ta’ala. Allah menjadikan sebab datangnya seseorang untuk terwujudnya pertolongan. Sudah sepatutnya kita menyandarkan hati/tawakal hanya kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya.

Allah ta’ala berfirman :

يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا

“Mereka mengetahui nikmat Allâh, kemudian mereka mengingkarinya” (QS : An-Nahl:83).

Syaikh ‘Utsaimin menjelaskan makna ayat tersebut : “Mereka mengingkari penyandaran nikmat kepada Allah. Mereka menjadikan penyandaran hatinya hanya kepada sebab. Mereka lupa kepada yang menciptakan sebab yaitu Allah subhanahu wata’ala.”[3]

Baca Juga: Mengingkari Nikmat Allah

Hukum menyandarkan nikmat kepada selain Allah

Para ulama merinci orang yang menyandarkan nikmat kepada selain Allah menjadi beberapa keadaan.

1. Jika penyandaran nikmat tersebut dengan maksud berita, serta berita tersebut adalah berita yang benar dan sesuai kenyataan, maka hal ini dibolehkan.

contoh : Seorang mendapat warisan sebuah rumah yang ia tinggali. Kemudian ia di tanya :”Dari mana engkau dapatkan rumah ini?” maka ia menjawab :”Rumah ini warisan dari orang tua saya”

2. Jika penyandaran nikmat tersebut menunjukkan sebab diperolehnya nikmat, maka dirinci menjadi beberapa keadaan :

  1. Sebab tersebut adalah sebab yang tidak nampak dan tidak dapat memberikan pengaruh sama sekali, maka hal ini termasuk kedalam syirik akbar.
    Contoh : Seseorang berkata : Seandainya tidak ada wali fulan tidak akan terjadi ini dan itu (dengan keyakinan wali yang telah mati tersebut dapat mengatur apa yang terjadi di dunia)
  2. Sebab tersebut adalah sebab yang diterima secara syari’at atau qodari (yaitu sebab yang diketahui dapat memberikan pengaruh setelah melalui percobaan atau penelitian), maka hal ini diperbolehkan dengan syarat tanpa disertai keyakinan bahwasanya sebab tersebut dapat memberikan pengaruh dengan sendirinya dan tanpa melupakan Dzat yang sesungguhnya telah memberikan nikmat tersebut, yaitu Allah ta’ala Contoh : Seseorang mendapatkan nikmat sembuh dari suatu penyakit dengan sebab meminum obat tertentu. Namun ia meyakini yang memberikan kesembuhan adalah Allah. Ia mengatakan “Setelah minum obat ini penyakit saya sembuh atas izin Allah”
  3. Sebab tersebut adalah sebab yang nampak, namun bukan merupakan sebab yang dibenarkan baik secara syari’at maupun qodari, dengan tetap diiringi keyakinan Allah yang memberikan nikmat tersebut. Maka hal ini termasuk dalam syirik kecil.
    Contoh : Seseorang menggunakan jimat karena menganggap dapat menjadi sebab agar dirinya tercegah dari pengaruh buruk. Namun ia tetap meyakini bahwa yang mencegah keburukan darinya adalah Allah[4].

Kisah Qorun sebagai pelajaran bagi orang yang kufur nikmat

Allah ta’ala memberikan banyak pelajaran kepada kita melalui kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Diantara kisah tersebut adalah kisah Qorun yang memiliki harta berlimpah sebagaimana terdapat dalam Al- Qur’an surat Al-Qashash ayat 76 sampai 83. Pada ayat tersebut diceritakan Qorun berlaku sombong atas harta yang ia miliki. Allah berfirman :

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ

“Qorun berkata: “”Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (QS Al-Qashash : 78)

Dalam ayat tersebut, Allah menceritakan kisah Qorun yang tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepadanya. Ia tidak memuji Allah yang telah memberikan nikmat kepadanya. Ia juga tidak menggunakan nikmat harta yang diperoleh dalam jalan ketaatan. Maka inilah bentuk kufur nikmat yang dilakukan Qorun. Maka Allah memberikan adzab yang pedih yaitu ditenggelamkan ke dalam bumi beserta seluruh hartanya. Allah ta’ala berfirman :

فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ

“Maka Kami benamkanlah Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap adzab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash : 81).

Demikianlah balasan bagi orang-orang yang kufur terhadap nikmat Allah. Sudah seharusnya kita mengambil pelajaran dari kisah tersebut sehingga tidak ada pada diri kita sifat kufur nikmat. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang pandai bersyukur dan dijauhkan dari sifat kufur nikmat.

Baca Juga: Bersyukur Kepada Allah

***

Catatan kaki

🔍 Hadits Keutamaan Shalat Subuh, Uzlah Artinya, Qadarullah Rumaysho, Ahli Nujum Dalam Islam