Saat remaja nabi muhammad diajak pamannya berdagang ke negeri

Saat remaja nabi muhammad diajak pamannya berdagang ke negeri

putrinofalia11 putrinofalia11

Bahira, dia adalah Pendeta yg mengetahui kitab injil dan kitab2 sblumnya dg baik

Saat remaja nabi muhammad diajak pamannya berdagang ke negeri

adeevaAbqari adeevaAbqari

Nama Pendeta tersebut adalah BuhairaSaat dalam Perjalanannya Abu Thalib mendapatkan banya shawmi'ah (tempat ibadah) para pendeta. Mereka memiliki pengetahuan mengenai tanda-tanda kenabian akhir zaman. Mereka telah membacanya dalam kitab Taurat dan Injil. Di antara mereka ada seorang pendeta bernama Buhaira. Dia adalah orang shalih yang mengetahui sifat-sifat Rasulullah.Jadi Dalam cerita Siroh Nabawiyah.Dalam perjalanan menuju negeri syam untuk Berdagang.Pendeta Buhaira memandang kepada Kafilah yang datang, yang didalamnya ada Abu Thalib beserta Muhammad kecil, tiba-tiba ia melihat awan di langit menaungi Muhammad. ia berjalan bersamanya kemana saja beliau pergi. Dan ini adalah salah satu dari tanda nabi akhir zaman. Buhaira ingin memastikan nabi ini dan melihat wajahnya. Dia menghidangkan makanan dan mengajak semua kafilah untuk makan bersamanya.Mereka semua datang kecuali Rasulullah. Buhaira mencari beliau dan tidak mendapatkannya. Dia bertanya, "Apakah kalian sudah datang semuanya ? Mereka menjawab 'Ya, kecuali seorang anak kecil namanya Muhammad kami suruh menjaga kendaraan kami."Buhaira berkata, "Hendaklah salah seorang di antara kalian pergi dan mengajaknya kesini."Muhammad datang dan duduk untuk makan bersama rombongannya. setelah mereka selesai makan, maka tinggallah Buhaira bersama Muhammda berdua.Buhaira berkata. "Wahai Anak! Aku bersumpad dengan Al-Laata dan l-Uzza, agar kamu menjawab semua yang saya tanyakan kepadamu." Muhammad Menjawab, "Jangan bertanya sesuatu kepadaku dengan Al-Laata dan Al-Uzza. Demi Allah, aku sangat membenci keduanya."Buhaira berkata, "Kalau begitu, aku bertanya kepadamu dengan nama allah."Muhammad Menjawab. "Silakan mempertanyakan apa yang ada dalam benakmu."Buhaira mulai bertanya kepada beliau mengenai masalah tidurnya, makannya, sampai membuka pundak Muhammad dan melihat tanda kenabian yang ada padanya. Ia berupa beberapa helai rambut yang ada diantara dua pundaknya setelah itu, Rasulullah kemudian keluar darinya.Buhaira berkata kepada Abu Thalib, "Siapakah anak ini?" Abu Thalib berkata, "Dia adalah anakku." Buhaira berkata, "Tidak, dia bukan anakmu, karena semestinya kedua orang tuanya telah meninggal dunia."Abu Thalib berkata "Benar, ayahnya meninggal ketika ibinya sedang mengandungnya. Setelah itu ibunya kemudian meninggal dunia."Buhaira berkata, "Anda benar, kembalilah membawa anak saudarimu ke negrimu.Berhati-hatilah dia dari orang-orang Yahudi. Jika mereka mengetahuinya, niscaya akan membunuhnya."Abu Thalib kembali ke Makkah. Dia semakin yakin bahwa anaknya akan memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan manusia semuanya. Nasihat Buhaira senantiasa terngiang di telinganya, "Berhati-hatilah dia dari orang-orang Yahudi."Semoga Bermanfaat ... :DReferensi : Buku Sirah Nabawiyah untuk Anak .

Dalam tradisi keluarga terhormat Arab masa itu, bayi tidak disusui sendiri oleh Sang Ibu. Ia diserahkan pada orang lain yang menjadi Ibu susu. Demikian pula Muhammad. Beberapa hari, ia disusui oleh Tsuaiba -budak paman Muhammad, Abu Lahab, yang juga tengah menyusui Hamzah -paman lainnya yang seusia Muhammad. Kemudian ia diserahkan pada Halimah, perempuan miskin dari Bani Saad yang mencari pekerjaan sebagai Ibu susu.

Pada usia lima tahun, Muhammad dikembalikan ke Mekah. Konon Halimah khawatir atas keselamatan Muhammad. Dalam perjalanan ke Mekah, Muhammad sempat terpisah dari Halimah dan tersesat sebelum ditemukan secara tak sengaja oleh orang yang kemudian mengantarkan ke rumah Abdul Muthalib. Saat Muhammad berusia enam tahun, Aminah sang ibu membawanya ke Madinah menengok keluarga dan makam Abdullah, sang ayah. Mereka ditemani budak Abdullah, Ummu Aiman, menempuh jarak sekitar 600 km bersama kafilah dagang yang menuju Syam.

Saat pulang, setiba di Abwa -37 km dari Madinah-Aminah jatuh sakit dan meninggal. Muhammad pun yatim piatu. Ia diasuh oleh Abdul Muthalib. Namun, sang kakek juga meninggal saat Muhammad berusia 8 tahun. Muhammad lalu tinggal di rumah Abu Thalib -anak bungsu Abdul Muthalib yang hidup miskin. Kehidupan sehari-hari Muhammad adalah menggembala kambing. Pada usia 12 tahun, Muhammad diajak pamannya berdagang ke Syam.

Berkat ketulusan dan kelurusan hatinya, Muhammad remaja mendapat sebutan Al-Amien, "yang dapat dipercaya", dari orang-orang Mekah. Ia juga disebut-sebut terhindar dari berbagai bentuk kemaksiatan yang acap timbul dari pesta. Setiap kali hendak menyaksikan pesta bersama kawan-kawannya, Muhammad selalu tertidur. Sedangkan ketajaman intelektual serta nuraninya terasah melalui hobinya mendengarkan para penyair.

Kematangan Muhammad semakin tumbuh seiring dengan meningkatnya usia. Saat Muhammad berusia 25 tahun, Abu Thalib melihat peluang usaha bagi keponakannya. Ia tahu pengusaha terkaya di Mekah saat itu, Khadijah, tengah mencari manajer bagi tim ekspedisi bisnisnya ke Syam. Khadijah menawarkan gaji berupa dua ekor unta muda bagi manajer itu. Atas sepersetujuan Muhammad, Abu Thalib menemui Khadijah meminta pekerjaan tersebut buat keponakannya itu serta minta gaji dinaikkan menjadi empat ekor unta. Khadijah setuju.

Untuk pertama kalinya Muhammad memimpin kafilah, atau misi dagang, menyusuri jalur perdagangan utama Yaman - Syam melalui Madyan, Wadil Qura dan banyak tempat lain yang pernah ditempuhnya saat kecil. Di kafilah itu Muhammad dibantu oleh perempuan budak Khadijah, Maisarah. Bisnis tersebut sukses besar. Dikabarkan tim dagang Muhammad meraup keuntungan yang belum pernah mampu diraih misi-misi dagang sebelumnya. Dalam perjalanannya tersebut, ia juga banyak berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain. Termasuk para pendeta Yahudi maupun Nasrani yang terus mengajarkan keesaan Allah. Muhammad juga semakin memahami konstalasi politik global, termasuk menyangkut dominasi Romawi serta perlawanan Persia.

Khadijah terkesan atas keberhasilan Muhammad. Laporan Maisarah memperkuat kesan tersebut. Maka, benih cinta pun perlahan bersemi di hati pengusaha terkaya di Mekah yang hidup menjanda itu.

Saat remaja nabi muhammad diajak pamannya berdagang ke negeri
tempat Nabi Muhammad berdagang

BincangSyariah.Com – Dalam kitab-kitab sirah disebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai usia Nabi Saw saat beliau turut serta dalam perjalanan dagang bersama pamannya, Abu Thalib. Menurut Ibnu Sa’d, saat itu beliau berusia dua belas tahun, sementara menurut Imam Al-Mawardi, beliau berusia sembilan tahun.

Meski para ulama berbeda pendapat mengenai usia Nabi Saw, namun mereka sepakat bahwa kota tempat Nabi Muhammad berdagang bersama pamannya, Abu Thalib, adalah kota Syam. Di kota Syam, beliau bersama pamannya melakukan perdagangan dalam waktu singkat karena ada pendeta yang menyuruh kepada Abu Thalib agar segera membawa pulang Nabi Saw ke kota Mekkah.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafidz Abu Al-Fath Al-Ya’muri dalam kitab ‘Uyun Al-Atsar berikut;

وقال أبو الحسن الماوردي: خرج به عليه السلام عمه أبو طالب إلى الشام في تجارة له وهو ابن تسع سنين، وذكر ابن سعد بإسناد له، عن داود بن الحصين، أنه كان ابن اثنتي عشرة سنة.

Abu Al-Hasan Al-Mawardi mengatakan; Paman Nabi Saw, Abu Thalib, berangkat ke kota Syam bersama Nabi Saw dengan tujuan untuk berdagang. Pada saat itu, beliau masih berusia sembilan tahun. Ibnu Sa’d berdasarkan sanadnya yang bersumber dari Dawud bin Al-Hushain mengatakan bahwa pada saat itu beliau berusia dua belas tahun.

Juga disebutkan oleh Taqiyuddin Ahmad Al-Maqrizi dalam kitab Imta’ul Asma’ berikut;

مخرجه الاول الى الشام: وخرج به الى الشام في تجارة وهو صلى الله عليه وسلم ابن اثنتي عشرة سنة وشهرين وعشرة ايام وقيل ابن تسع سنين فبلغ به بصرى وذلك فيما يقال لعشر خلون من ربيع الاول سنة ثلاث عشر للفيل فرأى ابوطالب ومن معه من ايات نبوته صلى الله عليه وسلم

Perginya Nabi Saw yang pertama ke kota Syam; Abu Thalib berangkat bersama Nabi Saw ke kota Syam untuk berdagang. Pada saat itu, beliau berusia dua belas tahun, dua bulan sepuluh hari. Ada yang mengatakan berusia sembilan tahun. Kemudian Abu Thalib bersama Nabi Saw sampai di daerah Bushra (perbatasan antara negeri Syam dan Arab), pada tanggal sepuluh Rabi’ul Awal tahun ketiga belas dari tahun gajah. Pada saat itu, Abu Thalib bersama rombongan melihat tanda-tanda kenabian Nabi Saw.