Salah satu Wali Songo yang merupakan putra Sunan Kalijaga adalah

Dhafi Quiz

Find Answers To Your Multiple Choice Questions (MCQ) Easily at cp.dhafi.link. with Accurate Answer. >>

Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia :

  1. Sunan Kudus
  2. Sunan Drajat
  3. Sunan Muria
  4. Sunan Gunung Jati

Jawaban terbaik adalah C. Sunan Muria.

Dilansir dari guru Pembuat kuis di seluruh dunia. Jawaban yang benar untuk Pertanyaan ❝Putra Sunan Kalijaga yang juga menjadi salah satu wali yaitu ...❞ Adalah C. Sunan Muria.
Saya Menyarankan Anda untuk membaca pertanyaan dan jawaban berikutnya, Yaitu Sunan Kalijaga ikut membantu pembangunan Masjid Agung ... dengan jawaban yang sangat akurat.

Klik Untuk Melihat Jawaban

Kuis Dhafi Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung.


Warning: mysql_query(): Access denied for user 'www-data'@'localhost' (using password: NO) in /home/bappedaweb/detailbudaya.php on line 115

Warning: mysql_query(): A link to the server could not be established in /home/bappedaweb/detailbudaya.php on line 115

Warning: mysql_fetch_array() expects parameter 1 to be resource, boolean given in /home/bappedaweb/detailbudaya.php on line 116

Bagikan Berita :

Sunan Muria yang memiliki nama asli Raden Prawata, merupakan anak dari Sunan Kalijaga. Cara dakwah yang diterapkan mirip seperti Sunan Kalijaga. Beliau tinggal di kaki Gunung Muria, Jawa Tengah, dan suka untuk menyebarkan Islam di daerah terpencil. Biasanya, beliau berdakwah melalui tembang, seperti Sinom dan Kinanti.

Berdasarkan penjelasan tersebut, jawaban yang tepat adalah C. 

tirto.id - Ulama pendakwah Islam termuda di antara Wali Songo adalah Sunan Muria. Ia merupakan putra Sunan Kalijaga. Sunan Muria melanjutkan strategi dakwah ayahnya dengan menyebarkan ajaran Islam di Jawa melalui media seni dan budaya.

Sunan Muria merupakan anak sulung Sunan Kalijaga dari pernikahannya dengan Dewi Sarah, putri Maulana Ishak. Nama kecilnya adalah Raden Umar Said atau ada juga yang menyebutnya Raden Prawoto.

Ilmu keislaman diperoleh Raden Umar Said langsung dari sang ayah. Bberanjak remaja, ia berguru kepada Ki Ageng Ngerang bersama Sunan Kudus dan Adipati Pathak.

Dalam artikel "Menelusuri Jejak dan Warisan Walisongo" yang terbit di jurnal Wawasan, Wawan Hernawan menuliskan bahwa Raden Umar Said termasuk tokoh penting dalam Kesultanan Demak.

Baca juga:

  • Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa
  • Sejarah Masjid Agung Demak: Pendiri, Ciri Arsitektur, & Keunikan
  • Sejarah Raden Patah: Putra Majapahit Pendiri Kerajaan Islam Demak

Raden Umar Said alias Sunan Muria terlibat dalam pemilihan Raden Patah sebagai pemimpin perdana kerajaan Islam pertama di Jawa tersebut.

Kendati termasuk sosok berpengaruh di Kesultanan Demak, namun Raden Umar Said lebih suka tinggal di daerah terpencil dan jauh dari pusat perkotaan dalam menjalankan dakwahnya.

Sunan Muria suka bergaul dengan rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan bercocok tanam, berdagang, dan kesenian. Julukan Sunan Muria disematkan karena ia menetap di Gunung Muria.

Gunung Muria terletak di pantai utara Jawa Tengah, sebelah timur laut Kota Semarang. Gunung ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, dan wilayah Kabupaten Pati.

Baca juga:

  • Sejarah Keruntuhan Kerajaan Demak: Penyebab dan Latar Belakang
  • Sejarah & Profil Sunan Kudus: Wali Songo Bernama Asli Ja'far Shadiq
  • Masjid Menara Kudus: Sejarah, Pendiri, & Ciri Khas Arsitektur

Dakwah Sunan Muria

Sebagaimana dakwah ulama Wali Songo lainnya, Sunan Muria juga merangkul tradisi dan budaya masyarakat setempat, serta menyesuaikannya dengan ajaran Islam.

Salah satu tradisi yang diubah Sunan Muria adalah tradisi bancakan. Fungsi tumpeng diubah menjadi kenduri untuk mengirim doa kepada leluhur dengan doa-doa Islam di rumah sohibul hajat.

Selain itu, ia juga mengikuti jejak dakwah ayahnya, Sunan Kalijaga, yang menyiarkan Islam melalui seni-budaya.

Sunan Muria mengembangkan penulisan tembang cilik (sekar alit) jenis Sinom dan Kinanthi. Tembang tersebut masih populer hingga sekarang di kalangan masyarakat Jawa.

Baca juga:

  • Sejarah Sunan Kalijaga: Dakwah Wali Songo Mantan Bromocorah
  • Sejarah Masjid Sunan Ampel: Pendiri, Kota Lokasi, & Gaya Arsitektur
  • Sejarah Masjid Agung Banten yang Dirancang Arsitek Cina & Belanda

Dalam buku Atlas Wali Songo (2013), Agus Sunyoto menyebutkan Sunan Muria kerap menggelar pertunjukan wayang gubahan ayahnya, seperti Dewa Ruci, Dewa Srani, Jamus Kalimasada, Begawan Ciptaning, Semar Ambarang, dan sebagainya.

Dari cerita-cerita wayang itulah, Sunan Muria menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat.

Lantaran pengaruhnya itu, Raden Umar Said dikenal sebagai sosok penting di masyarakat Gunung Muria. Dakwahnya pun meluas hingga daerah Jepara, Tayu, Juwana, hingga sekitar Kudus.

Baca juga:

  • Sejarah Kesultanan Islam Kutai Kartanegara Gabung NKRI
  • Contoh Perkembangan Akulturasi Budaya Islam di Indonesia
  • Sejarah Masjid Saka Tunggal Kebumen: Ciri Arsitektur & Filosofinya

Diceritakan juga bahwa Sunan Muria merupakan pendukung setia Kesultanan Demak. Karena kedudukan dan pengaruhnya itu, pihak kesultanan memberikan pengawalan khusus kepada putra Sunan Kalijaga ini.

Sunan Muria meninggal dunia pada 1551 M, makamnya terletak di lereng Gunung Muria, Kecamatan Colo, 18 km utara Kota Kudus.

Di sekitar makam Sunan Muria, terdapat 17 makam prajurit dan abdi dalem Kesultanan Demak yang menjadi pengawal khusus sang ulama.

Baca juga:

  • Sejarah Sumedang Larang: Masa Jaya Kerajaan Islam di Tanah Sunda
  • Masjid Kubah Emas: Sejarah Pembangunan & Arsitektur Megah
  • Sejarah Hidup Sultan Iskandar Muda: Raja Terbesar Kesultanan Aceh

Baca juga artikel terkait WALI SONGO atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/isw)

Penulis: Abdul Hadi Editor: Iswara N Raditya Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Sunan Kalijaga (Susuhunan Kalijaga) adalah seorang tokoh Walisongo, dikenal sebagai wali yang sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak.

Raden Mas Said
(Sunan Kalijaga)Walisongo

Angkatan Ke-7

Berkuasa1480–1520Lahir1450 MTuban, IndonesiaWafat1513 M

Demak, Indonesia

Nama lengkap
Raden Mas Said
AyahTumenggung WilwatiktaIbuDewi NawangarumIstriAgamaIslam

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Terkait asal usulnya, ada beberapa pendapat yang berkembang. Pendapat pertama, menyatakan Sunan Kalijaga orang Jawa asli keturunan Adipati Wengker (Ponorogo) yg juga ayah dari Aria Wiraraja, Pendapat ini didasarkan pada catatan historis Babad Tuban dan data keluarga besar keturunan Sunan Kali Jaga.[1]

Di dalam babad tersebut diceritakan, Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya. Dari perkawinan tersebut Aria Teja kemudian memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Catatan Babad Tuban ini diperkuat juga dengan catatan masyhur penulis dan bendahara Portugis Tome Pires (1468 - 1540).

Menurut catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1400M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban yakni Aria Wilakita, dan Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta.

Adapun pendapat yang kedua adalah menyatakan Sunan Kalijaga adalah keturunan arab. Pendapat kedua ini disebut-sebut berdasarkan keterangan penasehat khusus Pemerintah Kolonial Belanda, Van Den Berg (1845 – 1927), yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya sampai ke Rasulullah ﷺ. Sejarawan lain seperti De Graaf juga menilai bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas, sepupu Rasulullah ﷺ.

Adanya tiga versi sejarah tentang Sunan Kalijaga, Tetapi yang dikembangkan hanya versi Jawa, sedang dua versi yang lain tidak pernah dijumpai secara tertulis, berarti telah terjadi distorsi tentang kisah anggota walisanga paling terkenal ini.

Asal-usul Sunan Kalijaga dari Versi Jawa :

Adipati Ponorogo Arya Wiraraja atau Banyak Wide. Arya Adikara atau Arya Ranggalawe. Arya Teja I (Bupati Tuban). Arya Teja II. Arya Teja III. Raden Sahur atau Tumenggung Wilatikta, (beristeri Dewi Nawang Arum) Sunan Kalijaga.

Asal-usul Sunan Kalijaga dari Versi Arab :

Sayyidina Abbas (paman Rasulullah Muhammad SAW), Sayyidina ibnu Abbas Syekh Abdul Wahid Qornain. Syekh Wahid Rumi. Syekh Mudzakir Rumi Syekh Khoromis Syekh Abdullah Syekh Abdur Rahman atau Arya Teja I. Ronggo Tedjo Laku atau Syekh Zali atau Arya Teja II. Aryo Tedjo atau Arya Teja III. Raden Sahur. Raden Syahid (Said) atau Sunan Kalijaga.

Asal-usul Sunan Kalijaga Versi China :

Adipati Ponorogo Arya Wiraraja atau Banyak Wide Arya Adikara atau Ranggalawe. Arya Teja I (Bupati Tuban). Arya Teja II. Arya Teja III. Nawang Arum, bersuami Raden Sahur (Tumenggung Wilatikta), Sunan Kalijaga.

Kelahiran

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Santi Kusumo. Dia adalah putra empu Santi badra dan kakeknya bernama Badranala dan buyutnya bernama Maladresmi raja lasem yang bergelar Rajasawardana. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.Sunan kali jaga adalah adik dari DAN MPU AWANG (Santi Puspo/Sayid Abubakar ).dan sunan kali jaga adalah anak terkahir dari sepuluh bersaudara.

Wafat

Ketika wafat, ia dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang - orang dari seluruh indonesia

Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah. Maulana Ishak memiliki anak bernama Sunan Giri dan Dewi Saroh. Mereka adalah kakak beradik.

Sunan Kalijaga juga menikah dengan puteri Aria Dikara. Dari pernikahan itu, lahirlah Raden Ayu Panengah, yang setelah dewasa menikah dengan Ki Ageng Ngerang III. Merekalah orang tua Ki Penjawi, salah satu sesepuh Mataram.

Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi di kerajaannya, merampok orang-orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokanya itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang.

Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya.

Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Namun, cerita ini banyak diragukan oleh para sejarawan dan ulama berpaham salaf karena tidak masuk akal dan bertentangan dengan ilmu syariat

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Ratu"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.

  • Soekirno, Ade (1994). Sunan Kalijaga: asal usul mesjid agung demak: cerita rakyat Jawa Tengah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. ISBN 9795534629.
  • Nasuhi, Hamid (2017). "Shakhṣīyat Sunan Kalijaga fī taqālīd Mataram al-Islāmīyah". Studia Islamika. Vol. 24 no. 1. Republic of Indonesia: Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. ISSN 2355-6145.
  • Chodjim, Achmad (2013). Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. ISBN 9789790242920.
  • Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan. p. 10. ISBN 0-333-57689-6.
  • Sunyoto, Agus (2014). Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah. 6th edition. Depok: Pustaka IIMaN. ISBN 978-602-8648-09-7
  • Sufisme Sunan Kalijaga

  1. ^ "Tiga Versi Asal-Usul Sunan Kalijaga". Dunia Keris. 2021. 

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Kalijaga&oldid=21001809"

Video yang berhubungan