Sebab-sebab tidak mendapatkan warisan brainly

Diskon hingga 40%

Untuk produk asuransi pilihan kamu

Cek Premi Sekarang

tirto.id - Hak ahli waris untuk mendapatkan harta waris dapat hilang jika syarat seorang muslim berhak mendapatkan warisan tidak terpenuhi.

Masalah harta orang yang meninggal seringkali menjadi sengketa bagi keluarga yang ditinggalkan. Untuk itu, para ahli waris mesti mengetahui ketentuan-ketentuan pembagian warisan sesuai aturan hukum syariah yang ditetapkan.

Dalam Islam, pembagian harta waris merupakan kewajiban yang dibebankan kepada ahli waris sesuai bagiannya masing-masing.

Syarat Seorang Muslim Berhak Mendapatkan Warisan

Sebagaimana dilansir dari laman NU Online, terdapat beberapa syarat dan rukun harus dipenuhi. Ketiadaan salah satu syarat dan rukun menjadikan harta warisan tidak boleh dibagikan kepada ahli waris. Empat syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:

1. Matinya Orang yang Mewariskan

Kematian orang yang mewariskan harus bisa dibuktikan, baik dengan pemeriksaan teliti, terdapat saksi, hingga diberitakan sudah meninggal dari pihak yang dapat dipercaya.

Bagi orang yang sedang sakit parah atau koma berkepanjangan, maka hartanya belum bisa diwariskan. Bagaimanapun juga harta warisan menjadi sah jika pewaris sudah benar-benar meninggal.

Untuk kasus orang hilang yang kabarnya tidak bisa diketahui, kematian dapat dinyatakan melalui putusan hakim sehingga harta warisan dapat dibagi kepada ahli warisnya.

2. Hidupnya Orang yang Mewarisi

Jika pewaris sudah dipastikan meninggal, maka ahli waris yang akan menerima hartanya harus dalam keadaan hidup, kendati dalam keadaan sekarat, meskipun tak lama kemudian menyusul meninggal.

3. Terdapat Hubungan Ahli Waris dengan Si Mayit

Syarat lain yang mesti dipenuhi adalah adanya hubungan antara ahli waris dengan pewaris, baik melalui kekerabatan nasab, hubungan pernikahan, atau pemerdekaan budak (wala').

Namun, kendati memiliki hubungan tertentu yang menjadikan ahli waris dapat menerima pusaka, terdapat penghalang yang membatalkan warisan.

Misalnya jika ahli waris membunuh pewarisnya maka ia diharamkan memperoleh warisan sebagaimana sabda Nabi Muhammad, "Pembunuh tidak berhak mendapat apa-apa. Jika tidak ada pewaris yang lain, maka pewarisnya orang terdekat darinya, dan pembunuh tidak dapat mewarisi apa pun." (HR. Abu Daud)

4. Satu Alasan yang Menetapkan Seseorang Bisa Mendapatkan Warisan Secara Rinci

Syarat terakhir ini ditetapkan oleh hakim untuk menunjukkan bahwa seseorang adalah ahli waris yang berhak menerima warisan dari pewaris atau tidak. Pernyataan saksi saja tidak cukup, kecuali terdapat alasan pewarisan yang masuk akal.

Sedangkan rukun waris terdapat tiga sebagaimana ditulis Muhammad Ajib dalam Fiqh Hibah dan Waris (2019: 44-45) sebagai berikut:

  • Orang yang mewariskan (al-muwarrist), yaitu orang yang meninggal dunia
  • Orang yang mewarisi (al-waarist), yaitu orang yang berhak memperoleh warisan dengan syarat-syarat yang sudah disebutkan di atas.
  • Pusaka yang diwarisi (al-maurust), yaitu harta peninggalan si mayit yang mungkin diwariskan.

Jika salah satu dari rukun atau syarat yang sudah dipaparkan di atas tidak terpenuhi maka pewarisan menjadi batal. Hal ini dikarenakan warisan adalah hak seseorang terhadap harta orang lain. Orang yang tidak memenuhi rukun dan syarat tidak berhak memperoleh kepemilikan pusaka mayit yang sudah meninggal.

Baca juga:

  • Sejarah Masuk dan Berkembangnya Kristen serta Islam di Minahasa
  • Tata Cara Mengkafani Jenazah Laki-Laki dan Perempuan dalam Islam

Baca juga artikel terkait WARISAN atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/ylk)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Menurut Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Husain Ar-Rahabi di dalam kitab Matnur Rahabiyah menuturkan dalam bentuk bait 3 sebab seseorang bisa menerima harta warisan:

أسباب ميراث الورى ثلاثة كل يفيد ربه الوراثة

وهي نكـــــاح وولاء ونسب مابعدهن من موارث سبب

Sebab-sebab orang dapat mewarisi ada tiga

Semuanya memberi manfaat bagi orang yang berhak mewaris

Yaitu nikah, wala’, dan nasab

Selain tiga itu tak ada lagi sebab untuk mewarisi

(Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, Matnur Rahabiyyah dalam Ar-Rabahiyyatud Dîniyyah [Semarang: Toha Putra, tanpa tahun], hal. 9)

Dari nadham di atas bisa diambil kesimpulan bahwa ada 3 (tiga) sebab seseorang bisa mendapatkan bagian warisan dari seorang yang telah meninggal. Ketiga sebab itu adalah pernikahan yang sah, wala’ (kekerabatan karena memerdekakan budak), dan hubungan nasab.

Sedangkan Dr. Musthafa Al-Khin di dalam kitab al-Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 275-276) menyebutkan ada 4 (empat) hal yang menjadi sebab seseorang bisa menerima warisan, yaitu tiga hal yang disebut di atas oleh Imam Rahabi dan ditambah satu lagi yakni Islam.

Secara ringkas keempat hal tersebut dijelaskan oleh Dr. Musthafa Al-Khin sebagai berikut:

Pertama, nasab atau kekerabatan.

Orang yang bisa mendapatkan warisan dengan sebab nasab atau kekerabatan adalah kedua orang tua dan orang-orang yang merupakan turunan keduanya seperti saudara laki-laki atau perempuan serta anak-anak dari para saudara tersebut baik sekandung maupun seayah.

Termasuk juga anak-anak dan orang-orang turunannya, seperti anak-anak laki-laki dan perempuan serta anak dari anak laki-laki (cucu dari anak laki-laki) baik laki-laki maupun perempuan.

Kedua, pernikahan yang terjadi dengan akad yang sah. 

Meskipun belum terjadi persetubuhan di antara pasangan suami istri namun dengan adanya ikatan perkawinan yang sah maka keduanya bisa saling mewarisi satu sama lain. Bila suami meninggal istri bisa mewarisi harta yang ditinggalkannya, dan bila istri yang meninggal maka suami bisa mewarisi harta peninggalannya.

Termasuk bisa saling mewarisi karena hubungan pernikahan adalah bila pasangan suami istri bercerai dengan talak raj’i kemudian salah satunya meninggal dunia maka pasangannya bisa mewarisi selama masih dalam masa idah talak raj’i tersebut (lihat Dr. Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 276).

Sedangkan pasangan suami istri yang menikah dengan pernikahan yang fasid (rusak), seperti pernikahan tanpa adanya wali atau dua orang saksi, keduanya tidak bisa saling mewarisi. Demikian pula pasangan suami istri yang menikah dengan nikah mut’ah.

Ketiga,  memerdekakan budak.

Seorang tuan yang memerdekakan budaknya bila kelak sang budak meninggal dunia maka sang tuan bisa nemerima warisan dari harta yang ditinggal oleh sang budak yang telah dimerdekakan tersebut. Namun sebaliknya, seorang budak yang telah dimerdekakan tidak bisa menerima warisan dari tuan yang telah memerdekakaknnya.

Seorang muslim yang meninggal dunia namun tak memiliki ahli waris yang memiliki sebab-sebab di atas untuk bisa mewarisinya maka harta tinggalannya diserahkan kepada baitul maal untuk dikelola untuk kemaslahatan umat Islam.

Orang yang tak memiliki salah satu dari ketiga sebab di atas ia tak memiliki hak untuk menerima warisan dari orang yang meninggal. Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)

Kumpulan Artikel tentang Ibadah Kurban

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA