Sebutkan 3 hikmah yang dapat diambil dari kisah Nabi Ismail

ISLAM memberikan pelajaran kepada umatnya salah satunya melalui utusan-utusan Allah yang kita sebut dengan Nabi dan Rasulnya. Terdapat banyak sekali Nabi yang diutus oleh Allah kepada umat-umatnya agar dapat tunduk dan patuh terhadap ajaran Islam.

Salah satunya adalah Nabi Ibrahim a’laihissalam yang dijuluki sebagai Bapaknya Para Nabi. Nabi Ibrahim mendapat banyak sekali ujian dari Allah, tapi ia sabar melaluinya. Di antara ujian itu kemudian menjadi hukum syariat seperti berkurban dan perintah haji.

Baca juga: Cantiknya Sarah Al Amiri, Ilmuwan Arab di Balik Misi ke Mars

Nabi Ibrahim merupakan salah satu Nabi yang sering kita sebutkan namanya di dalam bacaan sholat, yakni di doa tasyahud akhir. Allah terang-terangan menyebutkan Nabi Ibrahim sebagai kesayangannya. Keistimewaan Nabi Ibrahim diakui sendiri oleh Allah dalam Alquran:

Artinya : “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus, Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” [QS. An-Nisa : 125]

Kisah Nabi Ibrahim bisa jadi pelajaran bagi umat Islam untuk ditanamkan ke dalam jiwanya.

Dilansir dari laman About Islam, Rabu (15/7/2020), inilah hikmah yang dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim.

1. Nasihat yang baik bisa berasal dari tempat yang tidak diduga

Pada zaman tersebut tidak mengherankan bahwa umat Ibrahim menganggap berhala sebagai Tuhan mereka, dan pada saat itu ayah Ibrahim menjadi salah satu pembuat dari berhala tersebut. Maka Ibrahim berkata kepada ayahnya:

“Wahai ayahku, mengapa anda menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” [Qs. Maryam :42-43]

Dari sinilah kita dapat mengetahui, sebuah hidayah dapat datang berasal dari mana saja, tidak terkecuali dari seorang anak kepada bapaknya, seperti kisah Nabi Ibrahim.

2. Allah memiliki kuasa atas segala sesuatu

Ketika Nabi Ibrahim memberitahukan kepada kaum penyembah tersebut untuk tidak menyembah patung-patung setelah ia hancurkan, membuat kaum tersebut marah dan meluapkan kemarahannya ingin membakar Nabi Ibrahim.

Namun, tak disangka api yang melahap tubuhnya pun tiada membakar sesuatu darinya tanpa terluka. Hikmah yang dapat kita ambil sebagai seorang muslim, ketika meminta pertolongan, ingatlah Allah, karena Dialah yang terbaik bagi segala urusan hambaNya. Apapun masalah hambaNya tersebut.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

3. Menerima dengan ikhlas segala kehendak Allah

Siti Hajar, istri dari Nabi Ibrahim, kala itu diperintahkan untuk berhijrah. Siti Hajar bersama Ismail ditempatkan di bawah pohon dalam keadaan kepanasan, membuat Siti Hajar berjuang untuk menemukan mata air.

Meski Siti Hajar sempat bertanya, apakah Allah memerintahkan Ibrahim untuk meninggalkan dirinya bersama Ismail, ia tidak berputus asa dan ikhlas menerima kehendakNya, Ia menyerahkan sepenuhnya dirinya dengan Ismail dan memohon pertolongan kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh.

4. Meyakini pilihan Allah lah pilihan terbaik 

Dapat kita lihat keteguhan hati Nabi Ibrahim dan keluarganya selalu menerima dengan lapang dada atas perintahNya. Tidak hanya sebagai memohon pertolongan, namun selalu yakin apa yang Allah turunkan kepadanya merupakan pilihan yang terbaik, yang tidak diduga dan disangka-sangka bagi makhlukNya.

Banyak sekali hikmah yang dapat kita ambil untuk pembelajaran kehidupan nyata hidup seorang muslim. Apalagi dalam masa pandemi seperti ini bisa kita kaitkan dengan kehidupan Nabi Ibrahim yang sedang dalam kondisi terpuruk saat itu. Setiap manusia diuji sesuai kemampuanNya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya, oleh karena itu sebagai muslim tunduk patuh terhadap ajaran Islam dan janganlah berputus asa dari rahmat Allah SWT.

15 PELAJARAN dari kisah Nabi Ibrahim menyembelih anaknya Nabi Ismail dapat ditarik oleh para kaum Muslimin. Nah, dari  kisah ini menjadi tonggak disyari’atkannya ibadah kurban.

Ketika Ismail berada dalam usia gulam dan ia telah sampai pada usia sa’ya, yaitu usia di mana anak tersebut sudah mampu bekerja yaitu usia tujuh tahun ke atas. Pada usia tersebut benar-benar Ibrahim sangat mencintainya dan orang tuanya merasa putranya benar-benar sudah bisa mendatangkan banyak manfaat.

Ibrahim ‘alaihis salam berkata pada putranya, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.”

Baca Juga: Kementerian Kesehatan Arab Saudi Siapkan Rumah Sakit Tampung Jamaah Haji

Perlu dipahami bahwa mimpi para Nabi itu wahyu yang mesti dipenuhi. Dalam hadits mawquf –hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu ‘Abbas- disebutkan,

Sebutkan 3 hikmah yang dapat diambil dari kisah Nabi Ismail

Melansir laman Rumaysho pada Senin (12/7/2021) disebutkan bahwa Isma’il ingin bersabar, ingin harap pahala dengan menjalankan perintah tersebut, mengharap ridha Rabbnya serta ingin berbakti pada orang tuanya. Isma’il pun meminta pada bapaknya untuk melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Niscaya akan didapati Isma’il termasuk orang-orang yang sabar atas kehendak Allah. Kesabaran tersebut dikaitkan dengan kehendak Allah karena memang tanpa kehendak Allah, kesabaran tersebut tak bisa dicapai.

Baca Juga: Puasa Arafah Amalan yang Dimuliakan Bisa Menghapus Dosa 2 Tahun

Ketika Ibrahim dan Isma’il telah berserah diri, Ibrahim sudah akan menyembelih anaknya putranya sendiri, buah hatinya. Hal itu dilakukan untuk menjalankan perintah Allah dan takut akan siksa-Nya. Isma’il pun telah mempersiapkan dirinya untuk sabar. Ia merendahkan diri untuk taat kepada Allah dan ridha pada orang tuanya. Ibrahim lantas membaringkan Isma’il di atas pelipisnya. Ia dibaringkan pada lambungnya lalu siap disembelih. Kemudian Ibrahim memandang wajah Isma’il ketika akan menyembelihnya.

Ketika dalam keadaan gelisah dan cemas, Ibrahim diseru dan dikatakan bahwa benar sekali ia telah membenarkan mimpi tersebut. Ia telah mempersiapkan diri juga untuk hal itu. Yang terjadi ketika itu pisau sudah dilekatkan di leher.

Peristiwa ini adalah ujian Allah pada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, menunjukkan akan kecintaan Ibrahim pada Rabbnya. Allah menguji Ibrahim lewat anak yang benar-benar ia cintai, diperintahkan untuk disembelih. Akhirnya, Allah mengganti dengan domba yang besar sebagai tebusan.

Sebutkan 3 hikmah yang dapat diambil dari kisah Nabi Ismail

Nah dari kisah tersebut menurut  Ustaz Sofyan Ruray ada 15 pelajaran yang bisa diambil yakni;

1. Doa adalah ibadah, maka tidak boleh berdoa kepada selain Allah 'azza wa jalla.

2. Adab berdoa agar dikabulkan (sepuluh adab).

3. Hendaklah kita berdoa meminta anak shalih sebelum dilahirkan dan setelahnya.

4. Para Nabi tidak pantas disembah, karena mereka hanyalah hamba yang menyembah kepada Allah yang satu saja.

5. Kekuasaan Allah ‘azza wa jalla yang Maha Mampu menganugerahkan anak kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam di umur beliau 86 tahun.

Baca Juga: Puasa Arafah 2021 Jatuh Dilaksanakan Pada 19 Juli

6. Anak adalah amanah Allah 'azza wa jalla.

7. Meneladani sifat seorang yang halim pada diri Nabi Ismail 'alaihissalam (mencakup empat sifat).

8. Keteladanan Nabi Ismail 'alaihissalam dalam berbakti kepada orang tua.

9. Mimpi para Nabi adalah wahyu (adapun mimpi kita ada tiga jenis dan bagaimana cara menyikapinya).

10. Mengorbankan yang terbaik untuk Allah ‘azza wa jalla karena Allah lebih patut dicintai.

11. Kesabaran Ismail ‘alaihissalam (yang diperlukan dalam tiga keadaan)

12. Kesabaran hamba termasuk pertolongan Allah ‘azza wa jalla kepadanya.

13. Tunduk dan patuh pada seluruh ketetapan Allah ‘azza wa jalla.

14. Sifat ihsan, maknanya, pembagiannya dan balasannya.

15. Orang beriman akan diuji.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

(Vitri)

  • #Ibadah Haji 2021
  • #ibadah kurban
  • #Nabi Ismail
  • #kisah nabi ibrahim

Ibadah haji dan Umrah mempunyai banyak Hikmah. Hikmah adalah makna yang terkandung didalam sebuah peristiwa. biasanya berupa manfaat atau kandungan positif yang muncul dibalik sesuatu. Didalam setiap ibadah, pasti ada terkandung hikmah yang luar biasa didalamnya. Apalagi ibadah dalam islam selain merupakan bentuk pengabdian dan kepasrahan kepada Allah swt juga merupakan proses pembinaan diri, peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Hikmah dan manfaat ibadah itu ada yang dijelaskan secara khusus dalam Al-Qur’an dan Hadits dan lebih banyak lagi yang dapat dirasakan oleh seseorang yang mengamalkannya. Ada pula yang manusia harus mencari sendiri hikmah yang terkandung didalamnya. Pengalaman spiritual dari berbagai macam ibadah terutama dalam ibadah ibadah haji sangat bervariasi dan beragam bobot kualitasnya. Semakin berkualitas ibadah seseorang akan semakin berkualitas pula dampak batin dan kesan-kesan ruhaniah yang didapatkannya. Berikut anatara lain hikmah yang bisa kita dapatkan dengan ber haji dan umrah :

Penyerahan Diri Kepada Allah

Ibadah ibadah haji dan umrah yang mengandung berbagai hikmah dan manfaat. Hikmah yang utama adalah sebagai bentuk penyerahan diri secara sungguh-sungguh kepada Allah.

Ibadah ibadah haji merupakan ibadah yang kompleks baik yang bersifat materi dan immateri. Sehingga jika seseorang melakukannya, itu sudah merupakan pertanda bukti penyerahan diri seseorang hamba kepada Allah.

Seseorang yang melakukan ibadah ibadah haji masing-masing akan memperoleh kenikmatan tersendiri dalam taqarrub, ibadah dan bertobat kepada Allah awt. Perjalanan ibadah haji, mulai dari manasik hingga kepulangan di tanah air menyimpan beribu kenangan indah. Sebuah kepuasan ritual bagi seorang anak manusia yang mendekatkan diri kepada-Nya. Dan hasilnya, Allah memberikan kenikmatan ibadah tersebut kepada sang hamba. Setiap jamaah ibadah haji yang pulang dari tanah suci, rata-rata menyatakan keinginannya untuk suatu saat kembali lagi menunaikan rukun islam kelima itu.

Melatih Disiplin

Dalam ibadah ibadah haji jamaah dilatih untuk mendisiplinkan diri untuk mematuhi berbagai macam peraturan. Mulai dari ibadah yang dilakukannya, seperti mengenakan kain ihram hingga tata aturan berada di negeri orang. Kita akan dilatih untuk selalu shalat lima waktu tepat waktu berjamaah. Kita jga disiplin untuk berada diatas kendaraan sebelum waktunya agar tidak tertinggal. Ketika mengenakan kain ihram, meskipun tidak ada yang tahu seorang pria mengenakan pakaian dalam atau tidak, tetap larangan mengenakan pakaian berjahit ditaatinya. Di tanah air yang mempunyai kebiasaan ‘jorok’ akan dipaksa tertib di tanah suci.

Mewujudkan Persaudaraan

Sementara itu, dalam hal hubungan dengan jamaah lain,ibadah ibadah haji merupakan usaha untuk mewujudkan persaudaraan yang sungguh-sungguh sesama kaum muslimin. Tidak pernah terjadi dalam agama maupun dalam satu waktu satu umat berkumpul untuk mengerjakan satu ibadah selain agama islam dalam urusan ibadah haji. Hampir 4 juta manusia berkumpul disatu tempat untuk melaksanakan ibadah.

Kebersamaan itulah yang harus dipupuk untuk menumbuhkan rasa persaudaraan sesama muslim. Ibadah haji adalah momen penting untuk ‘rapat akbar’ bagi kaum muslimin untuk membicarakan nasib dan keadaannya diberbagai belahan dunia.

Siapapun yang melaksanakan ibadah ibadah haji, mengerjakan ritual-ritualnya akan merasakan sebuah kesederhanaan, kesucian dan kebersihan diri. Bagi orang kaya yang biasa mengenakan baju bagus dan bermerk, saat ibadah ibadah haji harus ditanggalkan untuk mengenakan kain ihram. Semuanya serba putih. Sederhana dan suci. Pakaian dan ibadah-ibadah dalam ibadah haji akan membersihkan dan menyucikan kita. Sepulang di tanah air akan menyingkirkan rasa sombong berganti menjadi kesederhanaan.Dalam pelaksanaanya, ketika berada di pesawat, di pemondokan, di masjid dan tempat-tempat lainnya dalam ibadah ibadah haji akan timbul rasa kebersamaan dengan sesama jamaah. Kebersamaan dalam persaudaraan itu dapat dirasakan dimana saja, seperti ketika antre kamar mandi, makan makanan katering bersama, thawaf atau lempar jumrah bersama dan lain sebagainya. Tidak jarang setelah pulang ibadah haji, terbentuk keakraban dengan sesama jamaah dimana sebelumnya tidak pernah terjadi.

Memperoleh Ketenangan Bathin

Hikmah ibadah haji yang lain adalah untuk memperoleh ketenangan batin. Kita mengenal beberapa orang yang selalu stress, emosional atau tidak stabil jiwanya, ketika menunaikan ibadah ibadah haji menjadi tenang. Siapapun, apabila berada di dekat orang yang dikasihinya atau yang melindunginya akan merasa tenang.

Kemudian, ibadah ibadah haji merupakan sebuah kesempatan langka untuk doa dan permohonan banyak dikabulkan Allah swt. Kita tahu banyak tempat dan waktu dimana doa dikabul saat menunaikan ibadah ibadah haji. Pada saat itulah kesempatan yang tepat bagi kita untuk memanjatkan doa dan keinginan. Ibaratnya sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Menunaikan ibadah ibadah haji, selain memenuhi panggilan Allah juga mendapatkan sesuatu dari apa yang kita minta. Dan selain doa, tidak ketinggalan pula hikmah untuk memohon ampunan dan bertobat kepada Allah swt.

Dalam ibadah ibadah haji kita tahu banyak rintangan, cobaan dan ujian, baik masalah fisik maupun hati. Kesemuanya itu akan melatih kita untuk pandai menguasai diri dan mengendalikan emosi. Selain itu, ibadah ibadah haji menjadikan kita pandai melakukan muhasabah atau proses introspeksi diri. Ketika menghadapi situasi di tanah air, kita bisa menjadi lebih dewasa karena pernah mengalami ujian yang lebih berat ketika di tanah suci.

Menghayati Perjalanan Hidup Nabi Ibrahim AS

Hikmah lain yang dapat dipetik dari ibadah ibadah haji adalah untuk dapat menghayati perjalanan hidup dan perjuangan para Nabi dan Rasul Allah, khususnya Nabi Ibrahim a.s, Nabi Ismail a.s dan Nabi Muhammad saw, juga Nabi Adam a.s. Kita akan napak tilas perjalanan para Rasul terdahulu terutama saat berziarah ke tempat-tempat bersejarah. Hasilnya, kita akan tambah kuat iman dan mental ketika menghadapi persoalan di tanah air. Kita bisa menghayati secara langsung cobaan yang menimpa Rasul terdahulu sehingga cobaan yang kita alami terasa belum seberapa. Disitulah gunanya kita melihat langsung tempat-tempat bersejarah dan menghayati perjuangan mereka. Hal ini merupakan perwujudan kebersamaan hidup dan melatih hidup berta’awun (tolong-menolong).

Dan hikmah terbesar dalam ibadah ibadah haji adalah untuk lebih memantapkan aqidah dan keyakinan terhadap kebesaran dan keagungan Allah swt. Dengan menyaksikan semua kebesaran Allah maka iman dan aqidah kita menjadi kuat. Insya Allah kedepan aqidah yang kuat tersebut akan menjadi bekal utama kita menjalani hidup makin bertambah baik di tanah air.

Tentu masih banyak hikmah lain yang bisa dirasakan masing-masing jamaah ibadah haji. Pengalaman orang satu dengan yang lain berbeda. Misalnya ada seseorang yang berkenalan dengan muslim dari negara lain sehingga dapat mengetahui budaya dan kondisi kaum muslimin di negara tersebut, dan lain sebagainya. Yang jelas, semuanya meninggalkan kesan yang mendalam dan hikmah yang luar biasa besarnya. Pantas Allah mengganjar mereka yang menunaikan ibadah ibadah haji dengan ikhlas dan benar dengan surga dan kesucian diri bagaikan bayi yang baru dilahirkan ibunya.

Selain dari ibadah ibadah haji secara keseluruhan, kita dapat memetik masing-masing bagian dari ibadah didalamnya seperti thawaf, ihram, wukuf dan sebagainya. Masing-masing dari kegiatan ibadah itupun akan memberikan makna dan pengalaman tersendiri bagi masing-masing jamaah. Intinya menuju kepada hikmah yang terkandung dalam keseluruhan ibadah ibadah haji diatas.

Hakekatnya Manusia Itu Semua Sama

Ihram berarti niat untuk memulai ibadah ibadah haji atau umrah ditempat miqat. Ketika ihram, ada beberapa hal yang diharamkan sehingga kita tidak boleh melakukannya. Ihram ditandai dengan mengenakan pakaian putih tak berjahit (bagi pria) dua helai, bagian atas dan bawah. Ini menunjukkan kesucian diri mereka bak mayat yang mengenakan kain kafan. Ihram menunjukkan kepasrahan seorang manusia kepada Allah. Semua atribut keduniawian dibuangnya. Tidak ada lagi orang yang berpakaian mentereng atau kumuh, gelar profesor maupun tak berpendidikan, orang kaya maupun miskin, kelas sosial, atasan bawahan, ataupun pemimpin atau rakyat.

Semuanya sama. Semuanya rela melepas atribut yang selama ini disandangnya, semuanya rela meninggalkan keluarga, sanak famili, serta harta yang dipunyainya di tanah air, untuk pasrah kepada Allah semata. Bentuk kepasrahan semacam ini harus terus terbawa sampai di tanah air dan kehidupan seorang ibadah haji. Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang ibadah haji/hajjah tidak mempunyai sifat sombong, membanggakan diri (apalagi atas titel ibadah hajinya), menggantungkan diri kepada manusia dan jauh dari sifat tawakkal. Ibadah ihram adalah ibadah awal dari prosesi ibadah haji maupun umrah akan memberikan makna bagi kehidupan seseorang yang melaksanakannya sampai akhir hayat.

Terikat Dalam Tauhid

Ibadah thawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah tujuh kali melambangkan sebuah proses perjuangan untuk mencapai suatu tujuan. Kemanapun kita pergi tetap terikat dengan sumbu tauhidullah yang dilambangkan dengan bangunan Ka’bah. Untuk mencapai suatu cita-cita, hendaknya tetap terikat dengan semangat tauhidullah. Semakin dekat dengan Baitullah, semakin dekat jarak yang ditempuh tapi semakin berat. Dan sebaliknya, semakin jauh jarak kita dari Baitullah, semakin luas jarak yang harus ditempuh. Thawaf juga melambangkan sebuah usaha untuk mencapai suatu tujuan. Ada yang cepat sampai, tapi sekian orang tersakiti. Dan ada yang santai tapi tak pernah sampai, atau mungkin lambat sampai tujuan. Mereka yang sukses adalah yang sampai ditujuan secara wajar, dan tidak menyakiti orang lain. Thawaf juga mengandung ajaran tentang usaha mencari dan memanfaatkan peluang dengan cerdas, lacar namun santun. Selama thawaf boleh membaca doa apa saja, tapi diawali dengan atas nama Allah Yang Akbar. Setelah berbagai doa diucapkan, maka pada arah terakhir setelah Rukun Yamani, doa itu bermuara kepada permohonan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan terhindar dari api neraka.

Ketika thawaf kita mengelilingi Ka’bah, Baitullah. Juga dalam prosesi tersebut kita akan melewati Hajar Aswad, Multazam, pintu Ka’bah, Rukun Yamani, Makam Ibrahim, Hijir Ismail dan sumur zam-zam (sekarang sudah ditutup). Tempat-tempat itu memberikan hikmah tersendiri apabila kita mampu mendalami maknanya. Hikmah ditempat-tempat tersebut akan kita temukan jika kita menjalaninya dengan benar.

Perjuangan Mencari Rezeki

Sa’i yaitu melakukan perjalanan dimulai dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa juga melambangkan suatu perjuangan untuk memperoleh sesuatu. Lari mengejar keatas gunung Shafa dan Marwa. Dan kemudian menatap Baitullah lalu turun kembali, dan pada kedua-duanya tidak didapatkan sesuatu. Ketika kita berhadapan dengan situasi semacam itu maka yang terbaik adalah pasrah total kepada Allah swt dengan membesarkan Allah dan mentauhidkan Allah. Sa’i adalah semacam napak tilas yang telah dialami oleh Siti Hajar, istri Nabiyullah Ibrahim ketika dia dan bayinya (Ismail a.s kecil) dalam kehausan, sementara mereka berdua berada di daerah tandus tak berumput berpepohonan, tak setetes air pula mereka dapatkan. Di saat yang sama Nabi Ibrahim a.s, ayah Nabi Ismail a.s tak pernah berada disamping mereka. Kasih sayang seorang ibu mendorong Siti Hajar untuk berjuang dan mondar mandir sampai 7 kali antara Shafa dengan Marwa, dengan penuh tawakkal dan pasrah, seraya membesarkan dan mentauhidkan Allah swt dan dengan doa suami (Nabi Ibrahim a.s) yang sedang berada di tempat yang sangat jauh di tempat pengasingannya. Perjuangan, pengorbanan, kepasrahan, taqarrub dan tawakkal serta doa mereka dikabulkan Allah swt sehingga memancarlah air zam-zam yang hingga kini tidak pernah kering itu.

Pada saat seorang jamaah minum air zam-zam selepas thawaf, dia tersadar akan karunia Allah yang besar bagi hamba-Nya yang mengalami kesulitan, seraya berdoa (seperti doa Nabi Sulaiman a.s) dan mensyukurinya. Bahkan Rasulullah saw memberi contoh dengan berdoa setelah meminum air zam-zam yang melambangkan hikmah zam-zam.

Prosesi sa’i juga pada saatnya akan mengingatkan seorang jamaah ibadah haji untuk bersyukur kepada Allah swt, berterima kasih kepada kedua orang tuanya, lebih-lebih kepada ibunya yang telah membesarkan dan mendidiknya demi membahagiakan anaknya.

Menghilangkan Kesombongan Dalam Diri

Tahallul artinya menghalalkan apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Ketika kita ihram, ada beberapa hal diharamkan. Maka dengan tahallul hal tersebut menjadi halal. Tahallul ditandai dengan menggunting rambut. Bagi pria bisa dipotong tiga helai, bisa potong pendek dan bisa pula gundul. Sedangkan untuk wanita, rambut dipotong secukupnya. Tahallul dengan mencukur rambut dapat diartikan membuang daki atau kotoran dosa. Rambut, kadang menjadi sumber penyakit atau tempat mangkalnya kotoran. Dengan dihilangkannya tempat tersebut maka badan, terutama kepala dan otak akan sehat dan segar. Oleh karena itu, tahallul kedua lebih disukai gundul daripada memotong pendek. Rasulullah saw mendoakan mereka yang dicukur habis, tiga kali. Sedangkan yang dipendekkan cuma didoakan sekali.

Mengingat Padang Mahsyar

Wukuf. Kesempatan waktu yang hanya beberapa saat saja (sejak waktu zuhur tanggal 9 Dzulhijjah hingga menjelang magrib tanggal 9 Dzulhijjah) hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya. Jamaah ibadah haji yang sangat beragam kultur dan etnis serta bahasa yang dipergunakannya berkumpul di satu tempat yaitu di Arafah untuk melaksanakan salah satu rukun ibadah haji yang menentukan sah atau tidaknya ibadah ibadah haji tersebut yang disabdakan Nabi saw,

Ibadah haji adalah wukuf di Arafah.

Semua jamaah ibadah haji berbusana sama, mereka berihram. Sebuah simbolik ketika semua manusia berkumpul di Padang Mahsyar. Semua mereka melepaskan identitas-identitas kebangsaan, kedudukan, status sosial dan kebanggaan dunia. Mereka memperlihatkan dan menunjukkan sikap rendah diri terhadap Allah swt. Permohonan ampunan diungkapkan kepada Allah swt. Disadari betapa luas Rahman dan Rahim Allah swt kepada semua hamba-Nya. Dirasakan bahwa diantara sesama jamaah hanyalah hamba-hamba dan sahaya-sahaya Allah yang berkewajiban mengabdi dan menyembah hanya kepada-Nya. Kehormatan, kedudukan, pangkat dan status sosial serta kebesaran duniawi lainnya tidak lagi menjadi perhatian. Muwahhadah (kesatuan) umat disadari dan dihayati, persaudaraan seiman dijiwai, kesetaraan dalam hidup dan kehidupan menjadi salah satu dasar aktivitas yang dilakukannya, silaturrahim menjadi pendorong semangat gotong-royongnya.

Ada perasaan bebas dari segala beban dan dosa kepada Allah swt ketika wukuf usai dilaksanakan. Ada keyakinan bahwa setiap doa yang dimunajatkan yakin dikabulkan. Datang semangat melakukan amal kebajikan lebih dahsyat. Dan terasa Rahmat Allah meneteramkan jiwa. Beribadah dengan penuh ikhlas, khusyu’ dan khidmat meliputi suasana bathin ketika singgah sejenak (wukuf) di Arafah. Dan saat itu Allah membebaskan seseorang hamba-Nya dari neraka.

Selalu Bersiap Melawan Musuh

Mabit. Usai wukuf di Arafah, jamaah ibadah haji menuju Muzdalifah dan bermalam beberapa saat. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Mina, tempat Nabi Ibrahim a.s melaksanakan perintah Allah swt untuk menyembelih putera tersayangnya (Ismail a.s). Ketika berada di Muzdalifah salah satu kegiatan disana adalah mengumpulkan batu untuk dilemparkan di Mina esok harinya. Hikmah Mabit di Muzdalifah adalah mempersiapkan dan membekali diri dengan senjata untuk  berperang melawan setan. Meskipun batu juga boleh dikumpulkan di Mina, namun pengambilan batu di Muzdalifah menunjukkan bahwa dalam berperang kita mempersiapkan diri betul-betul tanpa terburu-buru. Batu adalah ibarat senjata dan melempar jumrah dengan batu tersebut merupakan bentuk peperangan melawan setan sebagaimana Nabi Ibrahim melakukannya zaman dahulu.

Sedangkan mabit di Mina merupakan ibadah yang penuh makna karena di tempat tersebut kita menyembelih kurban, melempar jumrah dan tinggal disana selama 3 hari. Mabit di Mina termasuk napak tilas Nabi Ibrahim dan Rasulullh saw, seperti yang disampaikan oleh Aisyah,

“Rasulullah saw melakukan thawaf ifadhah (di Mekah), kemudian kembali ke Mina dan tinggal disana selama tiga hari Tasyriq”. (HR Bukhari dan Muslim)

Mina sendiri merpakan tempat bersejarah dan penuh mukjizat. Nabi Ibrahim duperintahkan menyembelih putranya, Ismail di Mina, digoda setan dan mengalaunya dengna melempar batu. Mukjizat yang diperlihatkan daerah Mina adalah, tempat-tempat tersebut pada hari-hari biasa tampak sempit. Namun ketika hari Tasyriq yang dipenuhi oleh jamaah ibadah haji menjadi meluas sehingga semua jamaah tertampung. Rasulullah saw sendiri yang menyebutkan keajaiban tersebut dengan sabdanya,

“Sesungguhnya Mina itu seperti rahim. Ketika terjadi kehamilan daerah ini diluaskan oleh Allah”. (Al-Hadits)

Selalu Siap Melawan Godaan Syaiton

Jamarat. Dalam perjalanan menuju Mina, Nabi Ibrahim a.s (juga Ismail a.s) dibujuk dan dirayu serta digoda setan agar Ibrahim mengarungkan niatnya. Dan disetiap tempat iblis menggoda, Nabi Ibrahim dan Ismail a.s melontarkan batu tertuju kepada iblis sebagai bentuk perjuangan dan perlawanannya pada setiap bujuk rayu iblis. Begitulah iblis akan selalu tidak pernah diam dan terus berusaha mencari cara dalam menggoda setiap manusia untuk mentaati perintah Allah swt. Sekecil apapun kadar kebaikan dan ibadah yang dilakukan manusia, godaan iblis selalu saja datang.

Proses jamarat, mengingatkan setiap jamaah ibadah haji dan kaum Mu’minin bahwa iblis selalu berusaha menghalangi orang-orang beriman untuk melakukan kebajikan. Karenanya dalam setiap melakukan aktivitas yang baik, hendaknya selalu memohon pertolongan Allah swt agar termasuk yang disegani setan, menjadi orang yang mukhlis dalam beribadah kepada Allah swt. Demikian pentingnya peringatan seperti itu, sehingga untuk melontar jumrah dilakukan tidak hanya sekali saja, akan tetapi berkali-kali, sekurang-kurangnya selama tiga hari, sampai empat hari, yang dimulai sejak hari ke 10 Dzulhijjah dan hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah). Setan hinggap dan merayap dalam diri manusia bagaikan jalannya darah.

Jumrah juga melambangkan perjuangan dahsyat untuk mencapai suatu tujuan memperoleh kasih sayang Allah swt dan terkutuknya setan. Seseorang yang melakukan jamarat dididik untuk mencari peluang dan memanfaatkannya. Mereka yang cerdik dan berani akan segera sampai di tujuan. Dan mereka yang santun akan sampai ditujuan tanpa harus menyakiti orang lain. Seseorang yang pengecut dan penakut tidak memiliki nyali serta keberanian untuk menghadapi dan menyadari tantangan serta kesemrawutan, oleh karenanya mereka tidak akan menemukan kenikmatan sebagai buah perjuangannya. Orang-orang yang ikhlas dalam menjalani hidup dan manaati setiap peraturan dan perintah Allah akan selamat dari godaan iblis, meski yang dihadapinya sangat berat. Keberhasilannya menangkis bujuk rayu iblis, diikuti dengan segera melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih puteranya. Disaat prosesi penyembelihan segera dimulai, terdengar seruan untuk menghentikan kurban agung itu. Sebab perintah untuk menyembelih putera itu hanyalah sebagai satu ujian belaka. Dan digantilah Ismail dengan sembelihan yang lain yakni binatang. Dan binatang itulah yang selanjutnya dikurbankan.

Siap Berkurban Untuk Agama Allah

Melaksanakan penyembelihan kurban pada hari raya kurban adalah mengikuti millah (sunah) Nabi Ibrahim a.s yang dilestarikan dalam syariat Nabi Muhammad saw yang berlaku hingga hari kiamat. Menyembelih binatang kurban termasuk syiar Allah swt yang memberikan manfaat bagi manusia. Yang dalam pelaksanaan penyembelihannya hendaknya disertai dengan menyebut asma Allah. Dan setelah binatang kurban disembelih hendaknya dibagi-bagikan untuk dikonsumsi fakir miskin dengan shahibul qurban (orang yang berkurban) boleh ikut mengonsumsinya juga. Kurban hanya akan diterima oleh Allah swt apabila dilakukan atas dasar takwa, sebab yang akan sampai kepada Allah swt bukan daging dan darahnya, melainkan nilai kepatuhan dan ketakwaan yang mendasari ibadah kurban. Karena ketakwaan inilah yang akan menjadi penilaian Allah swt.

Akan sangat rugi apabila seorang muslim menunaikan ibadah ibadah haji atau umrah tapi tidak mampu memetik hikmah didalamnya. Apalagi hikmah itu miliknya, milik kaum musllimin. Seperti sabda Rasulullan saw,

“Hikmah adalah harta milik kaum muslimin. Dimanapun kamu temui, boleh kamu memungutnya”. (al-Hadits)

Diperhitungkan dan dihitung-hitung, hikmah yang terdapat didalam ibadah ibadah haji dan umrah tidak terkira banyaknya. Apalagi masing-masing orang punya pengalaman sendiri. Banyaknya pengalaman maupun hikmah positif yang dialami seseorang ada baiknya diceritakan kepada orang lain sebagai tahadduts binni’mat (menceritakan nikmat yang diberikan Allah sebagai rasa syukur). Siapa tahu ada seseorang yang belum tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan Allah akan segera mendaftar saat itu juga. Kita pun menjadi perantara bagi turunnya hidayah kepada kepada orang tersebut. Dan apabila kita mendapatkan pengalaman yang kurang baik di tanah suci, sebaiknya disimpan untuk diri sendiri, untuk introspeksi diri. Kalaupun diceritakan, hanya untuk memberikan kewaspadaan bagi orang lain agar tidak tertimpa kemalangan seperti yang dialaminya, tanpa terkesan menakut-nakuti orang lain.