Show MATERI PEMBELAJARAN PAI Pertemuan Ke 2 3.1. Memahami makna Al-’Alim, al-Khabir, as-Sami’, dan al-Bashir Asmaull H¦usna artinya nama-nama Allah Swt. yang baik. Allah Swt. mengenalkan dirinya dengan nama-nama-Nya yang baik, sesuai dengan firman-Nya: “Dan Allah memiliki al-Asma’ul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya de-ngan menyebutnya al-Asma’ul al-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. al-A’raf/7: 180) Fadhilah atau keutamaan membaca dan mengamalkan asmaul husna adalah :
Berdoa dengan menyebut dan mengagungkan nama Allah, baik secara keseluruhan atau disesuaikan dengan konteks doanya akan membawa keutamaan dikabulkan doanya. Allah SWT juga telah memerintahkan kita berdoa dengan menyebut namaNya. “Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapatkan balasaan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180)
Ketika menjelaskan Surat Al- A’raf ayat 180 dalam tafsirnya. Ibnu Katsir mencantumkan hadist tentang doa asmaul husna. Mendengar sabda Rasulullah, seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya.” (HR. Ahmad). Keutamaan asmaul husna yang luar biasa adalah siapa yang hafal 99 asmaul husna dan meruninginya, ia akan masuk surge. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alihi wasallam, “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Siapa yang menghafalnya ia akan masuk surge.” (HR. Bukhari dan Muslim) Syaikh Wahbah Az Zuhaili menerangkan, pengertian dari ahshoohaa adalah menghitung, menghafal, dan merenungi maknanya. Dari yang diterangkan oleh Syaikh Abdul Aziz Bin Baz ada 3 poin penting tersebut yang perlu dipahami, diantaranya :
Kita dianjurkan untuk merenungkan makna dari Asmaul Husna, seperti contoh Ar-Rahman yakni maha pengasih, kita renungkan bahwasannya Allah Ta’ala itu adalah zat yang maha mengasihi semua makhluknya tanpa terkecuali dan kita mengimani akan hal tersebut. 2. Menghafalkan Asmaul Husna Keutamaan dari menghafal Asmaul Husna adalah kita akan menjadi manusia yang lebih rendah diri dan rendah hati, karena setelah kita merenungkan dan menghafal setiap nama-nama Allah yang mulia (Asmaul Husna) kita akan tersadar bahwasanya kita adalah makhluk yang amat lemah dan tak punya daya upaya kecuali atas pertolongan Allah. 3. Mengamalkan isi kandungan dari Asmaul Husna Kita dianjurkan untuk mengamalkan isi kandungan atau makna dari setiap Asmaul Husna, seperti contoh Allah adalan zat yang maha pengampun maka sudah sepantasnya kita sebagai makhluk-Nya harus memiliki sifat yang mudah memaafkan. Allah Ta’ala yang maha besar adalah zat yang maha pengampun kenapa kita sebagai makhluk yang sejatinya lemah tidak memiliki sifat pemaaf terhadap sesama. Jadi, bukan hanya menghafalkannya terus kita akan masuk surga, namun kita butuh pengamalan akan asma Allah tersebut. Pada bab ini hanya empat al-Asmau-al-Husna yang akan kalian pelajari, yaitu: al- Alim, al-Khabir, as-Sami’, al-Basir. Setelah mempelajari topik ini, kalian diharapkan dapat menjelaskan makna keempat al-Asmau-al-usna tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Al- Alim artinya Maha Mengetahui. Allah Swt. Maha Mengetahui yang tampak atau yang gaib. Pe ngetahuan Allah Swt. tidak terbatas oleh ruang dan waktu. firman-Nya berikut ini Q.S. Al – An ‘am : 59 : Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (Q.S. al-An’am/6: 59) Al-Khabir artinya Mahawaspada, mengetahui perkara yang tersembunyi. Allah Swt. Menciptakan milyaran makhluk dengan berbagai ragamnya.Semuanya diketahui oleh Allah dengan detail,penuh kecermatan dan kewaspadaan, baik secara lahir maupun batin. Allah dapat mengetahui secara detail apa yang dikerjakan makhluknya. Dalam Q.S. at-Taubah/9:16 Allah Swt. berfirman: “… dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. at-Taubah/9: 16) As-Sami’ artinya Maha Mendengar. Allah Swt. Maha Mendengar semua suara apapun yang ada di alam semesta ini. Pendengaran Allah Swt. tidak terbatas tidak ada satu pun suara yang lepas daribpendengaran-Nya, meskipun suara itu sangat pelan. Hal ini sesuai dengan firman-Nya Q.S. Albaqarah : 256 “… dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” Q.S. Al-Baqarah/2: 256) Al-Basir artinya Maha Melihat. Allah Maha Melihat segala sesuatu walaupun lembut dan kecil. Allah Swt. melihat apa saja yang ada di langit dan di bumi, bahkan seluruh alam semesta ini dapat dipantau. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Hujurat/49: 18)
Orang yang beriman tentu merasa dekat dengan Allah Swt. Oleh karena merasa dirinya dekat, dia berusaha taat dan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. orang yang beriman akan medapatkan berbagai keuntungan antara lain sebagai berikut :
Hal ini sesuai dengan firman-Nya: Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hariorang-orang yang kiamat).” (Q.S. al-Mμ’min/40: 51).
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.” (Q.S. ar-Ra’d/13: 28). 3. Sepanjang masa hidupnya tidak akan pernah merasa rugi. Sebaliknya, tanpa dibekali iman sepanjang usianya diliputi kerugian, sebagaimana firman Allah Swt. berikut ini : “Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”(Q.S. al-A¡r/103: 1-3). Berikut arti, bukti, cara meneladani, dan hikmah Al-Wahhab dalam asmaul husna
TRIBUNNEWS.COM - Simak arti Al-Wahhab lengkap dengan bukti dan cara meneladaninya dan hikmahnya dalam Asmaul Husna di artikel ini. Terdapat nama-nama Allah SWT (Asmaul Husna) yang menggambarkan keesaan-Nya di dalam kitab suci Al Qur'an. Selain itu, di dalam Asmaul Husna terdapat 99 nama baik Allah SWT. Nama-nama tersebut bersifat baik dan agung. Dalam Asmaul Husna, terdapat salah satu sifat Allah SWT yaitu Al-Wahhab. Lalu, apa arti dari Al-Wahhab? Baca juga: 99 ASMAUL HUSNA: Nama-nama dan Sifat Baik Allah, Simak Lafal Arab, Latin dan Artinya Berikut Ini Baca juga: Arti Al-Qayyum dalam Asmaul Husna, Lengkap dengan Bukti dan Cara Meneladaninya Dikutip dari buku siswa Akidah Akhlak Madrasah Ibtidayah Kelas III, berikut arti, bukti, cara meneladani, dan hikmah dari sifat Al-Wahhab dalam Asmaul Husna: Arti Al-Wahhab dalam Asmaul Husna Al-Wahhab memiliki arti Maha Pemberi Karunia. Allah SWT memberikan seluruh isi alam untuk manusia.
Bismillah, washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah. Tak kenal, maka tak sayang. Tak sayang, tanda tak cinta. Begitulah ungkapan yang cukup populer sebagai pengukur kecintaan seseorang terhadap sesuatu. Dan ungkapan ini memang benar. Karena nyatanya rasa sayang kita tidak pernah tumbuh terhadap sesuatu yang tidak kita kenal. Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa tidak ada sesuatu yang boleh kita cintai melebihi cinta kita kepada Allah Ta’ala. Untuk itu, sudah sepantasnya kita berusaha mengenal Allah Ta’ala melalui nama-nama-Nya sebagai langkah awal dalam memupuk rasa cinta kita kepada-Nya. Dan kali ini, kita akan mengenal salah satu dari nama-nama Allah, yaitu “Al-Khabir”. Definisi “Al-Khabir”Secara bahasa, Al-Khabir diambil dari mashdar al-khibru, al-khubru, al-khibrah, al-khubroh, al-makhbarah, dan al-mukhbarah, yang semuanya berarti pengetahuan terhadap sesuatu. Sedangkan al-khabir adalah yang mengetahui sesuatu itu.[1] Sedangkan definisi yang disebutkan oleh para ulama adalah Dzat yang mengetahui hal-hal yang mendetail pada segala sesuatu, Dzat yang ilmu-Nya sampai pada tingkatan meliputi perkara-perkara batin dan yang tersembunyi, sebagaimana ilmu-Nya juga meliputi perkara-perkara yang tampak. Allah Ta’ala berfirman, أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ “Sejatinya yang menciptakan itu sangat mengetahui. Dan Dia adalah yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14) Al-Khabir Yang mengetahui mata-mata yang khianat dan juga perkara-perkara yang disembunyikan dalam dada. Dan Dia Maha Mengetahui terhadap jiwa yang memiliki dada.[2] Ketika menafsirkan nama Allah Al-Khabir pada surah Al-An’am ayat 18, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ia adalah yang menyingkap pengetahuan terhadap hal-hal yang bersifat rahasia, apa-apa yang ada dalam hati, dan perkara-perkara yang tersembunyi.”[3] Imam Ibnu Jarir rahimahullah berkata dalam kitab tafsir beliau, “Al-Khabir adalah Yang Mengetahui maslahat dan mafsadat segala sesuatu, tidak tersembunyi darinya akibat dari segala urusan.”[4]
Dalam menetapkan suatu nama sebagai nama Allah Ta’ala, para ulama mensyaratkan adanya penyebutan nama tersebut dalam Al-Qur’an atau hadis-hadis yang sahih. Karena perkara-perkara yang berkaitan dengan Allah Ta’ala seperti ini bersifat tauqifiyyah atau baku dari pembuat syariat, dan akal manusia sama sekali tidak memiliki peran untuk berijtihad.[5] Dalil dari Al-Qur’anSyaikh Muhammad Al-Hamud dalam kitabnya An-Nahjul Asma mengatakan bahwa nama “Al-Khabir” telah disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 45 kali. Di antaranya, وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ “Dan Dia Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 18) قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ “Beliau berkata,“Saya diberitahu oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha teliti’.” (QS. At-Tahrim: 3) إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ “Sesungguhnya Rabb mereka pada hari itu benar-benar mengetahui tentang diri mereka.” (QS. Al-‘Adiyat: 11) Dalil dari HadisRasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tatkala beliau menyembunyikan sesuatu dari Rasulullah, لَتُخْبِرِينِي أَوْ لَيُخْبِرَنِّي اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ “Engkau harus memberitahukanku atau Allah Yang Mahalembut dan Maha Mengetahui yang akan memberitahukanku.” (HR. Muslim, no. 1625)
Perbedaan antara Al-‘Alim dengan Al-KhabirAl-‘Alim dan Al-Khabir sama-sama berarti yang mengetahui. Akan tetapi dari sisi objek, keduanya memiliki perbedaan. Al-‘Alim berasal dari kata al-‘ilmu, sedangkan Al-Khabir berasal dari kata al-khibrah. Imam Ibnul Qayyim menjelaskan al-‘ilmu itu zhahir (bagian luar dari pengetahuan), sedangkan al-khibrah merupakan batin (bagian dalam yang tersembunyi). Dan merupakan kesempurnaan ilmu adalah ketika mampu menyingkap al-khibrah tersebut. Dengan begitu al-khibrah merupakan bagian dalam dari ilmu serta kesempurnaannya.”[6] Dan diantara kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla adalah memiliki dua nama ini sekaligus, Al-‘Alim dan Al-Khabir. Kandungan nama Allah “Al-Khabir”Para ulama telah membuat kaidah bahwa pada setiap nama Allah yang menunjukkan sifat muta’addi (membutuhkan objek) atau yang berkaitan dengan sesuatu yang ada atau berwujud, memiliki tiga kandungan.[7] Dan nama Allah “Al-Khabir” termasuk nama yang menunjukkan sifat muta’addi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ada tiga hal yang terkandung di dalamnya. Pertama, penetapan “Al-Khabir” sebagai salah satu asmaul husna atau nama-nama Allah yang maha indah. Kedua, penetapan al-khibrah sebagai sifat bagi Allah, yaitu mengetahui perkara-perkara yang tersembunyi. Ketiga, konsekuensi dari nama Allah “Al-Khabir” ini adalah Allah mengetahui segala sesuatu, baik itu yang tampak maupun yang tersembunyi. Allah mengetahui segala perbuatan makhluk dan segala yang tebersit dalam lubuk hati mereka. Dan tidak ada sesuatupun baik di langit ataupun bumi yang tersembunyi serta luput dari pengetahuan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Letak keindahan nama Allah “Al-Khabir”Telah disebutkan diatas, bahwa “Al-Khabir” merupakan salah satu nama Allah Ta’ala. Dan Allah Ta’ala telah menegaskan bahwa nama-nama yang dimiliki-Nya adalah nama-nama yang memiliki keindahan. Allah Ta’ala berfirman, وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا “Dan Allah itu memiliki nama-nama yang maha indah. Maka berdoalah kalian dengan nama-nama itu.” (QS. Al-A’raf: 180) Sedangkan diantara letak keindahan pada nama Allah “Al-Khabir” adalah pada dua segi, kandungan dan lafal. Secara lafal, Allah Ta’ala tidak memilih Al-‘Arif sebagai nama-Nya walaupun artinya sama, yaitu mengetahui. Namun, Dia memilih Al-Khabir dan Al-‘Alim sebagai nama-Nya karena lebih mudah diucapkan dan lebih nyaman didengar. Letak keindahan lain dari Al-Khabir adalah dari segi kandungannya. Padanya terkandung sifat pengetahuan yang sangat sempurna. Dan kesempurnaan sifat tersebut bersifat mutlak dari berbagai sisi. Pengetahuan-Nya tidak didahului dengan kebodohan, tidak ternodai dengan kelupaan, dan tidak pernah berkurang ataupun hilang. Pada nama Al-Khabir, terdapat kelaziman penetapan sifat-sifat lain (selain al-khibrah) bagi Allah. Diantaranya adalah:
Pengaruh nama Allah “Al-Khabir” dalam ibadahKetika seorang muslim telah mengetahui bahwa Allah Ta’ala itu Al-Khabir dan memahami maknanya dengan benar, maka ini akan memberikan efek positif dalam ibadahnya. Diantara efek positif tersebut adalah:
Demikianlah ulasan singkat tentang makna nama Allah “Al-Khabir”. Semoga dengan memahami nama Allah ini dapat membawa dampak positif bagi ibadah dan keseharian kita. Wallahu a’lam.
*** Daftar Pustaka:
Catatan Kaki [1] An-Nahjul Asma, Muhammad al-Hamud an-Najdi, 1/267.
[2] Syarhun Mujaz li Asmaillah al-Husna, Dr. Ali Musri Semjan Putra, 22. Asalnya dari Ta’liq Syaikh ‘Ali Nashir al-Faqihi ‘ala Kitab At-tauhid li Ibni Mandah, 2/117.
[3] Taisir Karim ar-Rahman, Abdurrahman As-Sa’di, 251, Maktabah Syamilah
[4] Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran, Ibnu Jarir ath-Thabari, 11/288, Maktabah Syamilah
[5] Al-Qawaid al-Mutsla, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal. 12
[6] Badai’ al-Fawaid, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, 2/131, Maktabah Syamilah
[7] Al-Qawaid al-Mutsla, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal. 10
[8] Syarhun Mujaz li Asmaillah al-Husna, Dr. Ali Musri Semjan Putra, 22
[10] Ibid *** Penulis: Muhammad Nurul Fahmi Pemurajaah: Ust. Sanusin Muhammad, M.A Artikel Muslim.or.id |