Pemanasan global menyebabkan perubahan cuaca dan iklim. Perubahan cuaca dan iklim ini dapat menyebabkan suatu area menjadi lebih lembab namun juga dapat menyebabkan suatu area lain menjadi lebih kering. Hal ini menyebabkan penurunan produktivitas pertanian antara lain:
Fenomena-fenomena perubahan iklim telah terjadi di dunia, bahkan di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa fenomena perubahan iklim yang dirangkum oleh tim knowledge center. Kasus gagal panen akibat kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim terjadi di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Puluhan hektar sawah di Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar tersebut dipastikan gagal panen akibat kekeringan dengan kerugian mencapai puluhan juta rupiah. Tidak hanya Kecamatan Bangkinang, namun gagal panen akibat kekeringan ini diperkirakan akan melanda ratusan hektar sawah lain di seluruh Kabupaten Kampar. Kekeringan ini merupakan yang terburuk selama dua puluh tahun terakhir. Sumber: Suara Kampar
Perubahan iklim menyebabkan banyak masalah lingkungan. Hal yang sudah mulai terjadi adalah fenomena es di kutub-kutub bumi meleh yang menyebabkan permukaan air naik sehingga menyebabkan banjir. Ditambah lagi cuaca ekstrim yang belakangan ini sering terjadi. Misalnya saja, musim kemarau yang berkepanjangan, Sumber: Knowledge Centre Perubahan Iklim
Tanaman kopi ikut terancam dampak perubahan iklim. Petani kopi di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami gagal panen kopi. Gagal panen tersebut dialibatkan karena intensitas hujan yang sangat tinggi yang menggugurkan bunga tanaman kopi. Akibatnya, hanya 20 persen dari tanaman kopi yang dapat dipanen. Sumber: Suara Kampar Para petani sayur di wilayah lereng timur Gunung Slamet, Jawa Tengah, mulai mengeluhkan peningkatan penyakit tanaman yang disebabkan oleh hama tanaman yang menyerang tanaman mereka. Terkait fenomena ini, Kepala Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto menjelaskan bahwa pemanasan global telah terjadi di Indonesia. Pemanasan global memicu perubahan iklim yang berdampak pada serangan hama dan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan siklus perkembangan hama tanaman tidak terputus. Sumber: Mongabay
Akibat cuaca yang tidak menentu, para nelayan di Kelurahan Kedung Cowek, Kecamtan Bulak, Surabaya, Jawa Timur tidak dapat melaut. Cuaca juga menyebabkan jumlah ikan laut merosot tajam sehingga membuat hasil tangkapan ikan menurun. Secara otomatis, hal ini mempengaruhi pendapatan keseharian masyarakat. Sumber: Mongabay
Perubahan iklim berdampak sangat buruk bagi Indonesia, khususnya pada sektor keamanan pangan dan sektor perikanan. Kekeringan yang terjadi di Indonesia mengubah pola tanam yang mengakibatkan gagal panen. Selain itu, perubahan iklim juga mengubah arus laut dan menyebabkan pengasaman laut, sehingga menyebabkan menurunnya hasil tangkapan ikan. Sumber: Kompas.com Profesor Richard Tol dari Sussex University, Inggris memperkirakan dampak negatif pemanasan global akan melampaui dampak positifnya bila terjadi peningkatan suhu sampai 1,1 derajat celdius. Peningkatan suhu tersebut diprediksikan akan tercapai sebentar lagi. Profesor Tol menyampaikan bahwa peningkatan suhu bumi akan menyebabkan hilangnya lapisan es di Arktik pada musim panas, dan menipisnya lapisan tersebut pada musim dingin, jika dibandingkan dengan musim dingin-musim dingin sebelumnya. Sumber: bbc.com
Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan saja, tetapi juga pada perilaku, fisik dan mental manusia. Perubahan iklim dapat mengkibatkan perubahan cuaca yang sangat ekstrim, sehingga menimbulkan beberapa perubahan perilaku dan mental manusia, seperti meningkatnya alergi dan risiko sakit jantung. Sumber: cnn indonesia
Pada tahun 1998, terdapat lima gletser di Puncak Jaya. Tapi kini, hanya terdapat 3 gletser. Hal ini terjadi karena gletser tersebut mencair yang disebabkan oleh peningkatan suhu bumi yang menyebabkan pemanasan global. Jika kondisi suhu bumi tetap pada kondisi seperti ini, NASA memprediksikan seluruh gletser di Papua akan musnah pada 20 tahun mendatang. Pada tahun 1998, terdapat lima (5) gletser di Puncak Jaya. Tapi kini, hanya terdapat tiga (3) gletser yang tinggal. Hal ini terjadi karena gletser tersebut mencair karena pemanasan global yang diakibatkan oleh peningkatan suhu bumi. Jika kondisi suhu bumi tetap pada kondisi sekarang, NASA memprediksikan seluruh gletser di Papua akan musnah pada 20 tahun mendatang. Sumber: National Geographic
Tulisan ini merupakan bagian pertama dari tiga tulisan ilmiah populer tentang pemanasan global dan dampaknya pada pertanian dan ekosistem. Informasi pada tulisan ini diperoleh dari berbagai sumber dan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change merupakan sumber utama. Tulisan pertama mendeskripsikan tentang pemanasan global dan teori tentang penyebab utamanya.Tulisan kedua menggambarkan dampak pemanasan global pada pertanian dan ekosistem.Tulisan ketiga merupakan pemikiran tentang apa yang kita bisa lakukan dalam menghadapi pemanasan global. Bagian Pertama dari Tiga Tulisan: Tentang Pemanasan Global Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
IPCC melaporkan bahwa suhu rata-rata bumi cenderung meningkat sejak tahun 1800 hingga sekarang (Gambar 1 dan 2), yaitu sebesar 0.6-0.9ᵒC. Walaupun kenaikan suhu ini tampak tidak seberapa, angka ini merupakan pengamatan rata-rata di darat dan di laut. Dampak pemanasan lebih nyata dan terasa di darat ketimbang di laut (Gambar 2), dan di wilayah dengan lintang lebih tinggi ketimbang di wilayah tropika. Sebagai contoh, jumlah glaciers di Glacier National Park tahun 1850 tercatat 150, kini tinggal 26. Penyusutan luas daratan es di laut Arktik di belahan bumi Utara mencapai 2.7% per dekade dari 1978 hingga 2006. Terdapat beberapa penjelasan tentang penyebab kenaikan suhu bumi. Salah satu penyebab yang dianggap paling besar peranannya ialah aktivitas manusia (antropogenik), yaitu pembakaran minyak bumi, batu bara serta pembukaan hutan besar-besaran, yang diikuti oleh peningkatan kegiatan industri, pertanian dan transportasi. Sebelum manusia menemukan batu bara dan minyak bumi, energi diperoleh dari tenaga hewan dan manusia, tenaga air dan angin. Pemanasan untuk pemukiman di wilayah beriklim dingin menggunakan kayu bakar. Karbon yang ada di planet bumi diperkirakan berjumlah 66-100 juta giga ton (Gt). Karbon ini terikat secara kimia dalam batu sedimen dan fosil yang membentuk deposit batu gamping, dolomit dan kapur dalam kerak bumi, dalam pepohonan dan hutan, serta dalam bentuk karbonat dalam organisme laut bercangkang. Organisme laut bercangkang merupakan penimbun karbon kedua terbesar di bumi , yaitu 38-40 000 Gt. Kandungan karbon dalam batu bara (C135H96O9NS) dan minyak bumi (berupa hidro carbon) sangat tinggi, sehingga pembakarannya menghasilkan energi yang besar. Energi ini merupakan energi andalan bagi berbagai kegiatan pembangunan. Sebelum batu bara dan minyak bumi ditemukan, karbon yang ada di bumi berada dalam keadaan ‘terkunci’. Pembakaran batu bara dan minyak bumi membebaskan karbon yang terkunci selama jutaan tahun ini ke atmosfer. Karena komponen karbon yang tinggi pembakarannya membebaskan karbon dalam jumlah sangat besar. IPCC mencatat 7.5 Giga ton karbon dibebaskan ke atmosfer pada tahun 2007. Pada tahun yang sama terjadi pembebasan karbon sebesar 1.5 Giga ton akibat pembabatan hutan. Alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap kembali karbon yang dilepaskan akibat pembakaran batu bara dan minyak bumi. Data tahun 2007 menunjukkan bahwa 2.6Gt (29%) karbon yang dilepas akibat pembakaran mampu diserap oleh tanah, hutan/tumbuhan melalui proses fotosintesis. Lautan, yang menutupi 71% permukaan bumi dan mengandung 97% air yang ada di bumi, mampu menyerap 2.3 Gt (26%). Pembebasan karbon yang terus meningkat akibat pembangunan tampaknya telah melampaui kemampuan alam untuk menyerapnya kembali. Data tahun 2007 menunjukkan bahwa terdapat 4.2 Gt karbon yang tidak diserap oleh alam dan tertinggal di atmosfer bumi. Ironinya, jumlah hutan yang berperan sebagai sink atau penimbun karbon makin sedikit akibat pembukaan hutan untuk pemukiman, industri dan pembangunan lain. Peningkatan jumlah CO2 yang harus diserap laut membuat air laut lambat laun menjadi masam dan melarutkan terumbu karang yang komponen utamanya ialah Calsium Karbonat (CaCO3). Gas Rumah Kaca Pada masa pra-industri kandungan CO2 di atmosfer bumi relatif stabil selama 1000 tahun, yaitu antara 180- 280 ppm. Pada 2005 kandungan CO2 telah meningkat menjadi 379 ppm. Konsentrasi gas metana (CH4) dan Nitrogen di atmosfer bumi juga meningkat, sehingga konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer semakin tinggi (Tabel 1) dan lapisan gas yang menyelimuti bumi semakin tebal.
Akibatnya lapisan ini memerangkap radiasi lebih banyak sehingga suhu bumi semakin panas. Proses-proses yang terjadi tentunya jauh lebih kompleks dari yang dituliskan di sini, namun secara garis besar inilah yang kini sedang kita alami. Pemanasan global sedang berlangsung. Sekarang, bukan nanti, bukan setelah Pemilu 2014 (kst). |