Sebutkan hak-hak anak yang disahkan oleh PBB tanggal 20 November 1989

Kesadaran tentang arti penting pemenuhan hak anak dan perlindungan anak telah muncul di benak para pemangku kepentingan di seluruh dunia sejak puluhan tahun lalu.

Kesadaran itu pula yang kemudian membuat negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk kemudian merumuskan sebuah kesepakatan internasional, sebuah aturan universal, yang dapat menjadi pedoman dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.

Setelah melalui berbagai pertemuan, Majelis Umum PBB kemudian mengesahkan Konvensi Hak Anak pada 20 November 1989. Hari pengesahan Konvensi Hak Anak itu kemudian dikenal sebagai Hari Anak Sedunia.

Tidak perlu waktu lama bagi bangsa Indonesia untuk menyepakati Konvensi Hak Anak. Hingga kemudian pada 26 Januari 1990, Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut menandatangani Konvensi Hak Anak. Tidak cukup sampai di situ, Presiden Suharto kemudian mengesahkan Konvensi Hak Anak sebagai aturan hukum positif meratifikasinya pada 5 September 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

Kini, 30 tahun sudah sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak. Bukan waktu yang sedikit. Tentu sudah ada sejumlah kemajuan dalam upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.

“Kemajuan-kemajuan yang berhasil kita capai dalam upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak tentu merupakan hal yang membanggakan. Namun, bukan berarti perjuangan kita telah selesai,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dalam acara Peringatan 30 Tahun Ratifikasi Konvensi Hak Anak dan Peringatan Hari Anak Sedunia yang diadakan di Denpasar, Bali, Jumat (20/11/2020).

Hal paling mendasar yang dilakukan Indonesia dalam upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak sesuai Konvensi Hak Anak adalah dengan memasukkan isu perlindungan anak ke dalam konstitusi.

Amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 memasukkan Pasal 28B Ayat (2) yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Selain itu, Indonesia juga telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan dua pilar utama, yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Undang-Undang tersebut telah dua kali diubah melalui Undang-Undang 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.

Semangat pemenuhan hak anak dan perlindungan anak juga mendasari berbagai peraturan perundang-undangan yang lain, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengamanatkan setiap daerah untuk melakukan upaya-upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.

Pemenuhan hak anak dan perlindungan anak juga mendasari upaya mengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan usia minimal perkawinan bagi laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun.

Perubahan batas usia minimal perkawinan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mencegah perkawinan anak. Sebelumnya, batas usia minimal perkawinan untuk perempuan ditetapkan 16 tahun.

Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi dua protokol opsional Konvensi Hak Anak melalui undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak; dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

Menteri Bintang mengatakan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak tidak dapat dikesampingkan dalam kondisi apa pun, sebagaimana diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak.

"Pembangunan inklusif yang mengedepankan hak-hak anak harus tetap menjadi prioritas utama," katanya. 

Lima Klaster

Pada dasarnya, terdapat lima klaster substansi dalam Konvensi Hak Anak, yaitu hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; dan perlindungan khusus.

Beberapa hak anak yang termasuk ke dalam klaster hak sipil dan kebebasan antara lain tentang identitas dan partisipasi. Negara telah mengatur identitas anak berupa akta kelahiran yang menurut data Kementerian Dalam Negeri pada September 2020 telah mencapai 92 persen.

Sedangkan hak partisipasi dituangkan dalam Forum Anak yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Forum Anak, yang telah ada di 34 provinsi, 458 kabupaten/kota, 1.625 kecamatan, dan 2.694 desa/kelurahan, memiliki fungsi sebagai pelopor dan pelapor serta telah dilibatkan dalam beberapa musyawarah perencanaan pembangunan di berbagai tingkatan.

Hak anak yang termasuk ke dalam klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, misalnya pencegahan perkawinan anak dan pengasuhan yang tidak layak. Namun, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019, prevalensi perkawinan anak masih mencapai 10,82 persen, sedangkan menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018 prevalensi anak yang mendapatkan pengasuan tidak layak mencapai 3,73 persen.

Beberapa hak anak yang termasuk ke dalam klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan, antara lain pencegahan stunting atau anak tumbuh kerdil, pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, dan pencegahan perokok anak.

Menurut Studi Status Gizi Balita Indonesia 2019, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 27,8 persen dan menurut Profil Kesehatan 2018 hanya 65,16 persen bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.

Prevalensi perokok anak pun cukup mengkhawatirkan karena terus meningkat. Riset Kesehatan Dasar 2013 menemukan prevalensi perokok anak mencapai 7,2 persen, kemudian meningkat menjadi 9,1 persen menurut Riset Kesehatan Dasar 2018.

Salah satu hak anak yang termasuk dalam klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya adalah wajib belajar 12 tahun. Namun, menurut Statistik Pendidikan Indonesia 2019, lama belajar penduduk Indonesia usia di atas 15 tahun rata-rata hanya 8,75 tahun yang berarti tidak tamat SMP.

Sepertiga hidup anak  berada di sekolah. Karena itu, dalam rangka memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi dan terlindungi di sekolah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memprakarsai program Sekolah Ramah Anak. Hingga saat ini telah ada 44.979 sekolah yang sudah mendeklarasikan diri sebagai Sekolah Ramah Anak.

Sedangkan hak anak yang termasuk ke dalam klaster perlindungan khusus adalah pencegahan kekerasan terhadap anak dan pekerja anak. Menurut Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja 2018, sebanyak 61,7 persen anak laki-laki dan 62 persen anak perempuan menyatakan pernah mengalami kekerasan.

Sementara itu, isu pekerja anak juga masih menjadi salah satu permasalahan. Menurut Indeks Perlindungan Anak 2019, prevalensi pekerja anak di Indonesia  mencapai 7,05 persen.

Capaian-capaian tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan dan kondisi yang belum ideal. Menteri Bintang menyatakan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak tidak dapat dikesampingkan dalam kondisi apa pun, sebagaimana diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak.

“Pembangunan inklusif yang mengedepankan hak-hak anak harus tetap menjadi prioritas,” ujarnya.

Bintang meyakini di balik tantangan pasti ada peluang. Konvensi Hak Anak terbukti berhasil menjadi pedoman bagi negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, dalam melewati berbagai krisis, baik yang disebabkan oleh bencana, konflik, maupun hal-hal lain.

"Sejarah telah membuktikan semangat pemenuhan hak anak dan perlindungan anak yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak merupakan pondasi kokoh yang tidak akan lekang oleh waktu," katanya. (*)

Tahukah Bu, bahwa ternyata tak hanya orang dewasa saja yang memiliki hak-hak yang wajib dilindungi lho. Anak-anak pun memiliki hak-haknya sendiri yang wajib diakui. Bahkan hak anak ini tertuang dalam Konvensi Hak-Hak Anak PBB pada tanggal 20 November 1989 yang juga disahkan oleh Indonesia dalam Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990.

Baca Juga: Langkah-langkah Menangani Anak Susah Diatur

Tentu kita harus memenuhi hak-hak anak yang sudah ada, sebagai bentuk tanggung jawab sebagai orang tua. Ibu juga perlu memastikan bahwa anak sudah mendapatkan haknya dengan baik. Apa saja hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tua? Berikut ulasannya.

Baca Juga: Ingin Menasihati Anak? Ini Tipsnya, Bu!

  1. Meskipun terdengar sepele, namun bermain rupanya merupakan salah satu hak anak lho, Bu. Bermain bagi anak tak hanya menjadi sarana hiburan saja, namun juga menjadi cara si kecil untuk belajar. Anak dapat mengenal lingkungan sekitar melalui media bermain.

    Jika si kecil tidak bermain, justru dapat meningkatkan kadar stres anak sehingga ia akan rewel sepanjang hari. Bermain tidak melulu berkutat dengan mainan mahal, karena bagi anak bermain apa saja bisa menjadi hal yang menarik. Jadi pastikan hak anak untuk bermain setiap hari selalu terpenuhi ya!

  2. Anak juga berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Bahkan bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu pun, negara sudah menjamin haknya melalui UU Perlindungan Anak. Dalam UU tersebut, negara bertanggung jawab untuk memberi biaya bantuan atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, anak terlantar, serta anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.

    Terlebih di masa sekarang, pendidikan anak adalah nomor satu. Biayanya pun cukup tinggi jika Ibu memiliki sekolah yang ‘bagus’. Oleh karena itu orang tua perlu memikirkan pendidikan yang tepat untuk anak jauh sebelum perencanaan kehamilan. Tujuannya agar tidak ada pendidikan anak yang terabaikan di kemudian hari.

  3. Hak anak lain yang wajib dipenuhi oleh orang tua adalah hak untuk mendapatkan perlindungan. Perlindungan yang dimaksud disini adalah perlindungan dari berbagai macam ancaman, kekerasan baik fisik maupun psikis, serta hal lain yang membahayakan anak. Artinya, orang tua wajib memberikan bentuk perlindungan baik pada anak laki-laki maupun perempuan.

    Bullying merupakan tindakan yang paling kerap dialami oleh anak-anak masa kini. Bahkan bullying bisa terjadi di tempat terdekat anak, yaitu rumah dan sekolah. Disinilah peran orang tua menjadi sangat penting untuk melindungi anak dari berbagai macam kekerasan, termasuk bullying. Bullying dapat berefek buruk bagi masa depan anak. Jadi pastikan si kecil tidak mendapatkan perundungan di rumah ya, Bu!

  4. Ternyata tak hanya orang dewasa saja yang rentan terhadap stres. Si kecil juga bisa mengalaminya lho, Bu. Untuk itulah anak juga berhak mendapat hak untuk rekreasi juga menyegarkan pikiran. Ibu bisa mengajak si kecil untuk rekreasi ke tempat hiburan favoritnya, atau minimal memberikan sesuatu sebagai sarana refreshing bagi anak. Anak yang bebas stres terbukti memiliki perkembangan yang optimal lho.

    Namun dalam kondisi pandemi seperti saat ini tentunya mengajak anak rekreasi memiliki resiko yang cukup tinggi. Ibu dapat memberikan penjelasan pada anak terkait kondisi sekarang untuk mengurangi rasa bosan dan stres anak. Berikan permainan yang menyenangkan di rumah supaya si kecil tetap dapat merasakan refreshing.

  5. Selain hak-hak diatas, hak anak berikutnya yang wajib dipenuhi oleh orang tua adalah hak untuk mendapatkan makanan yang bersih, bergizi, dan sehat. Orang tua wajib menyediakan makanan bernutrisi setiap harinya untuk anak. Di awal kehidupannya, anak juga berhak mendapatkan ASI eksklusif selama 2 tahun.

    Sediakan makanan bergizi seperti buah, sayur, daging, keju dan susu setiap hari untuk si kecil agar gizinya terpenuhi. HIndari memberikan junk food dan makanan kurang sehat lainnya karena dapat merusak kesehatan anak.

  6. Berbagai hak kesehatan juga wajib diberikan untuk anak. Anak wajib mendapatkan jaminan kesehatan yang meliputi imunisasi, makanan sehat, posyandu, pemeriksaan gigi setiap 6 bulan sekali, serta pelayanan kesehatan reproduksi remaja. Jadi pastikan si kecil telah mendapatkannya ya, Bu!
  7. Hak anak lain yang wajib dipenuhi untuk seorang anak adalah memiliki nama dan identitas. Ketika si kecil lahir, ia berhak untuk terdaftar dalam kartu keluarga dan memiliki akta kelahiran. Ini menjadi bentuk dokumen legal yang sangat penting untuk kehidupan anak di kemudian hari.

    Cara mengurus akta kelahiran dan kartu keluarga tidak sulit kok, Bu. Ibu dapat bekerja sama dengan pasangan untuk mengurus kartu identitas anak.

  8. Anak juga berhak untuk diakui kewarganegaraannya oleh suatu bangsa secara resmi. Pengakuan ini tertuang dalam penerbitan dokumen kewarganegaraan, yang meliputi akta kelahiran dan kartu identitas. Dokumen inilah yang nantinya dapat menjamin anak untuk mendapatkan berbagai pendidikan dan pelayanan kesehatan dari negara.

    Ibu dapat membaca aturan mengenai status kewarganegaraan anak jika Ibu mendapatkan pasangan warga asing. Pastikan si anak memiliki status kewarganegaraan yang tepat ya, Bu!

  9. Meskipun masih berusia dini, namun anak-anak juga berhak untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Disinilah dibutuhkan peran dari orang tua untuk memperjuangkan pendidikan anak sehingga anak dapat menjadi generasi penerus bangsa.
  10. Masih menurut deklarasi yang tertuang dalam konvensi PBB, anak-anak juga berhak untuk mendapatkan kesamaan. Baik anak laki-laki, perempuan, suku bangsa manapun, agama apapun, kaya, miskin, serta berkebutuhan khusus berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang. Semua anak berhak mendapatkan hak-hak yang tertuang di atas.

    Ajarkan anak untuk menghargai setiap perbedaan yang ada sehingga nantinya ia tidak bingung menghadapi fenomena perbedaan di masyarakat.

Itulah 10 hak anak yang diakui secara internasional, nasional, serta wajib dipenuhi oleh setiap orang tua. Ketika semua hak anak tersebut telah terpenuhi, orang tua juga perlu mengajarkan pada anak bahwa ia juga memiliki kewajiban. Beberapa kewajiban anak meliputi hormat dan patuh pada orang tua serta gurunya, menghormati orang lain, bangsa dan juga negara.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Anak yang Mendidik

Anak merupakan generasi penerus bangsa serta aset sumber daya manusia di masa depan yang tak bernilai. Anak-anak masa kini merupakan merupakan modal bagi bangsa untuk melanjutkan pembangunan yang berkesinambungan. Lantas, sudahkah hak-hak anak di atas sudah terpenuhi semua, Bu?