Siapa yang menjadikan penolong bagi laki-laki apakah yang satu lebih tinggi dari yang lain

Siapa yang menjadikan penolong bagi laki-laki apakah yang satu lebih tinggi dari yang lain

Dalam Kej. 2:8-14 diceritakan bahwa Allah menyediakan taman yang indah dengan segala buah yang melimpah di dalamnya. Dalam bagian selanjutnya Allah juga mempersiapkan penolong yang sepadan bagi Adam (2:18, 20). Jelas dipahami bahwa ide memberikan ‘penolong yang sepadan’ buat Adam merupakan inisiatif Allah. Beberapa petunjuk mengarah pada hal ini: “Allah berkata” (2:18), “Allah membentuk” (2:19), “Allah membuat manusia tertidur” (2:20), “Allah membangun seorang perempuan” (2:22).

Pernyataan Allah yang menyatakan bahwa ‘penolong yang sepadan’ itu adalah seorang perempuan atau wanita, merupakan sebuah konsep yang unik. Hal ini akan semakin nampak sangat unik jika kita membandingkannya dengan sikap paternalistik Yahudi yang seringkali sangat merendahkan dan mengeksploitasi perempuan (bdk. Ul 24:1-4). Kisah ini juga menarik jika dikontraskan dengan kosmologi kuno. Dalam berbagai mitos kuno, pemunculan figur perempuan dalam kisah penciptaan bisa dikatakan hampir tidak ada. Kalau pun perempuan pernah disinggung, tetapi penciptaan perempuan secara khusus tidak pernah dibahas sama sekali.

Dengan demikian apakah yang dimaksud Allah dengan mengatakan ‘penolong yang sepadan’ buat Adam dalam Kej. 2:18?

Ada yang menarik dalam bagian ini: untuk pertama kali Allah melihat hasil ciptaan-Nya dan mengatakan “tidak baik” (2:18). Sebelumnya, setiap ciptaan pasti baik (1:4, 10, 12, 18, 21, 25), bahkan keseluruhan ciptaan adalah sungguh amat baik (1:31). Penilaian “tidak baik” di sini tampaknya mendapat penekanan khusus, yang terlihat dari posisi frase ini di bagian awal perkataan TUHAN Allah.

Penilaian ini mengajarkan beberapa hal yang penting. Pertama, kebaikan adalah kesempurnaan. Laut tanpa ikan, cakrawala tanpa burung dan benda penerang, darat tanpa tanaman, binatang darat, dan manusia adalah tidak sempurna. Begitu pula laki-laki tanpa perempuan juga tidak sempurna. Kesempurnaan ini tentu saja diukur dari rencana penciptaan. Apa saja yang tidak sesuai rencana Allah adalah tidak sempurna. Karena dari awal Allah sudah merencanakan agar manusia berkembang biak dan memenuhi bumi serta menguasainya (1:26, 28), maka keberadaan perempuan merupakan sebuah keharusan dalam rencana tersebut. Ketidakadaan perempuan menyebabkan ketidakbaikan.

Kedua, penilaian adalah hak prerogatif Allah. Teks tidak memberi petunjuk apa pun bahwa Adamlah yang pertama kali merasakan kesepian, lalu ia menyampaikan hal itu kepada Allah. Allah tidak meminta pertimbangan Adam. Yang disorot justru adalah inisiatif Allah dalam menilai sesuatu, entah hasil penilaian itu baik atau tidak baik. Manusia tidak berhak mengambil alih tugas ini (bdk. 3:6). Dalam kisah ini Adam berperan sangat pasif. Kalau pun ia menamai binatang-binatang (2:19), tetapi hal itu pun merupakan inisiatif dari Allah (2:19 “Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya”).

Penggunaan kata ganti orang ke-1 tunggal di 2:18b (“Aku akan menjadikan...”) merupakan catatan yang menarik untuk diperhatikan. Pada kisah penciptaan manusia di 2:5-7 dan binatang di 2:19-20 kata ganti yang dipakai adalah kata ganti orang ke-3. Penggunaan kata “Aku” dalam cerita ini jelas dimaksudkan sebagai penegasan terhadap keunikan dan kehormatan perempuan di mata Allah.

Kata ganti tersebut juga menarik jika dibandingkan dengan kata ganti jamak (“Kita”) di 1:26. Bentuk jamak di 1:26 dipakai karena berkaitan dengan laki-laki dan perempuan (1:26-27). Bentuk tunggal di 2:18b sengaja digunakan di sini karena hanya berkaitan dengan penciptaan perempuan dan untuk menyesuaikan dengan kesendirian Adam di 2:18a. Cara pencatatan seperti ini sekali lagi mempertajam ide tentang manusia sebagai gambar Allah yang dalam banyak hal pasti merefleksikan Allah.

Allah ditampilkan bukan sekadar sebagai penilai, tetapi juga pemberi solusi. Ketika Ia menemukan sesuatu yang tidak baik, Ia langsung merespon dengan melakukan sesuatu. Sama seperti ketika bumi dalam keadaan kacau dan tidak siap didiami manusia (1:2) Allah segera mengatur segala sesuatu (1:3-25), kali ini pun Allah segera menyediakan penolong sepadan bagi Adam (2:18b) supaya ketidakbaikan berubah menjadi kebaikan.

Posisi Hawa sebagai “penolong” (‘ēzer) telah menimbulkan banyak perdebatan. Dalam hal apa Hawa akan menjadi penolong? Beberapa penafsir menduga Hawa adalah penolong dalam menjaga dan memelihara taman (2:15). Yang lain mengusulkan penolong dalam hal melahirkan keturunan (1:28). Yang lain lagi memilih untuk tidak membatasi bentuk pertolongan yang bisa diberikan oleh Hawa (bdk. Pkt 4:9-10; Ams 31:10-31).

Walaupun dalam perkembangan selanjutnya dan dalam realitas sehari-hari perempuan memberikan banyak pertolongan kepada laki-laki, tetapi makna utama yang ingin disampaikan di 2:18b tampaknya berhubungan dengan tugas perempuan dalam menghasilkan keturunan. Hal ini sesuai dengan tujuan penciptaan laki-laki dan perempuan di 1:26-28. Dukungan lain didapat dari kisah selanjutnya di pasal 3. Allah menjanjikan bahwa keturunan perempuan akan menghancurkan kepala ular. Dari sisi bahasa Ibrani yang dipakai terdapat permainan kata yang jelas antara zera’ (“keturunan”) dan ‘ēzer (“penolong”).

Posisi Hawa sebagai ‘ēzer harus dibedakan dengan pembantu. Dari sisi arti kata ‘ēzer maupun konteks Kejadian 1-2 tidak ada petunjuk yang mengarah pada inferioritas Hawa atas Adam. Kenyataannya, kata ‘ēzer dalam Alkitab justru seringkali dipakai untuk pihak yang lebih kuat. Dari 19 kali pemunculan kata ini, 16 di antaranya ditujukan pada TUHAN sebagai penolong umat-Nya (Kel 18:4; Ul 33:7, 26, 29; Mzm 33:20; 70:6; 115:9-11; 124:8; 146:5) atau pada suatu bangsa yang lebih kuat dari bangsa lain (Yes 30:5; Yeh 12:14; Hos 13:9). Penyelidikan yang obyektif dan komprehensif menunjukkan bahwa kata ‘ēzer pada dirinya sendiri tidak menyiratkan bahwa yang menolong adalah lebih kuat daripada yang ditolong. Kata ini hanya menunjukkan bahwa yang ditolong tidak memiliki kekuatan yang cukup, sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain (Yos 1:14; 10:4, 6; 1 Taw 12:17, 19, 21, 22).

Penjelasan di atas juga mendapatkan dukungan dari kata kěnegdô (“sepadan”) yang menerangkan ‘ēzer. Secara hurufiah kata ini berarti “seperti apa yang di hadapannya”. Kata yang hanya muncul dua kali (2:18, 20) ini menyiratkan makna kesejajaran. Perempuan tidak lebih rendah (inferior) atau lebih tinggi (superior) daripada laki-laki.

Kesejajaran tersebut tidak meniadakan perbedaan yang ada di antara mereka. Jenis kelamin mereka tetap berbeda. Dalam relasi keduanya pun Adam ditentukan sebagai kepala. Adam memberi nama kepada Hawa (3:20), sama seperti ia menamai binatang (2:19-20). Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah meminta pertanggungjawaban dari Adam lebih dahulu (3:9). Bagian Alkitab yang lain pun menegaskan bahwa laki-laki adalah kepala perempuan, karena Adam diciptakan lebih dahulu (1 Tim 2:13), Hawa berasal dari laki-laki (1 Kor 11:8), Hawa diciptakan untuk Adam, bukan sebaliknya (1 Kor 11:9).               

NK_P

Siapa yang tidak ingin mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dan selaras dengan kita, yang bisa bahu-membahu menjalani mahligai rumah tangga? Setiap kita pasti memiliki angan-angan atau cita-cita seperti apakah pasangan yang ingin kita miliki sebagai pendamping hidup kita. Idealkah kriteria pasangan yang kita angankan itu? Haruskah kriteria itu ideal dan sesuai dengan apa yang diajarkan Alkitab? Apakah kata Alkitab tentang pasangan hidup?

Dalam Kejadian 2:18, dinyatakan bahwa TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”

Apakah arti penolong di sini? Penolong menunjukkan bahwa suami membutuhkan bahkan “bergantung” pada dukungan dan pertolongan istri. Eit, jangan salah mengerti dulu, bukan berarti bahwa seolah-olah suami harus berada di “bawah ketiak” sang istri. Karena firman Tuhan juga berkata “laki-laki tidak diciptakan untuk perempuan, tetapi perempuan untuk laki-laki” (1Kor. 11:9). Namun ini juga tidak menunjukkan bahwa laki-laki lebih superior atau lebih tinggi daripada perempuan. Allah menciptakan perempuan menjadi seorang penolong yang “sepadan” (literal = koresponden kepada) bagi laki-laki. Allah mendesain laki-laki membutuhkan perempuan dan perempuan membutuhkan laki-laki (lihat 1Kor.11:11). Kedua-duanya adalah manusia yang equal dan juga memiliki sekaligus peranan berbeda untuk sama-sama menggenapi panggilan Allah dalam hidup mereka sebagai pasangan.

Allah tidak menciptakan Hawa dari debu. Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Mengapa? Ini untuk menunjukkan kepada Adam bahwa istrinya adalah bagian dari dia, equal dengan dia, bukan ciptaan yang lebih rendah. Seorang laki-laki harus mengasihi istrinya seperti dirinya sendiri (Ef. 5:28-29). Perempuan tidak diambil dari kepala Adam sehingga dapat memerintah atas laki-laki, tidak juga dari kaki sehingga dia dapat direndahkan oleh laki-laki, tetapi diambil dari rusuknya sehingga dia dapat melindunginya dan menjaganya selalu dekat di hatinya.

Dengan tidak menciptakan perempuan secara bersamaan dengan laki-laki, Allah membuat Adam menjadi kepala, menjadi yang lebih dahulu, menjadi yang aktif merasa memerlukan istri. Adam tidak menemukan pasangan yang sepadan di dalam dunia ini, karena tidak ada manusia lain, dan Adam mengetahui, bahwa binatang tidaklah sepadan dengannya. Ketika Hawa dibawa ke hadapan Adam, Adam langsung menyadari bahwa Hawa adalah bagian darinya dan menamainya “perempuan” karena diambil dari laki-laki. Perempuan (Ibr: ishshah), diambil dari laki (ibr: ish), merupakan suatu anugerah yang sangat elok bagi kebutuhan Adam yang terdalam. Jadi seperti apakah seharusnya pasangan hidup kita? Sudah jelas dia adalah bagian dari hidup kita yang equal: bersama-sama saling menunjang, saling bahu membahu hidup menjalankan panggilan Tuhan secara bersama.

Menemukan pasangan yang sepadan hanya bermodalkan romantic love, yaitu jatuh cinta pada pandangan pertama, tidaklah menjadi satu acuan bahwa dia adalah pasangan hidup kita. Hanya sekadar mengandalkan falling in love yang lebih banyak bermain di romantic love dan bukan berlandaskan kebenaran, tidak membawa kita memiliki pasangan hidup yang sepadan.

Ishak dalam menemukan pasangan yang sepadan, dia tunduk kepada kebenaran yang diajarkan oleh ayahnya Abraham. Sesuai dengan pesan ayahnya, Ishak menikah dengan perempuan yang berasal dari keluarganya. Perhatikan bahwa Ishak menikah dengan Ribka bukan karena cinta pada pandangan pertama. Ribka dibawa ke Ishak oleh hamba Abraham yang diminta kembali ke negeri Abraham untuk menemukan seorang gadis yang pantas untuk Ishak. “Berkatalah Abraham kepada hambanya yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya, katanya: Baiklah letakkan tanganmu di bawah pangkal pahaku, supaya aku mengambil sumpahmu demi TUHAN, Allah yang empunya langit dan yang empunya bumi, bahwa engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang istri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam. Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku untuk mengambil seorang istri bagi Ishak, anakku” (Kejadian 24:2-4).

Anda sedang jatuh cinta? Allah tidak melarang kita jatuh cinta… tetapi kepada siapakah Anda jatuh cinta? Pasangan yang sepadan dari Allah atau pasangan pilihan hati? (DS)