Siapa yang menyebarkan ajaran Islam ke Indonesia

tirto.id - Penyebaran agama Islam di Indonesia terjadi melalui berbagai macam cara, dari perkawinan, pendidikan, kesenian, politik, hingga terkait ajaran tasawuf. Sejarah masuknya ajaran Islam di Nusantara ditengarai sudah terjadi sejak abad ke-7 Masehi.

Penelitian Achmad Syafrizal berjudul Sejarah Islam Nusantara dalam Jurnal Islamuna (2015) menyebutkan, sejak awal abad Masehi, kaum pedagang asing sudah mengunjungi beberapa pelabuhan di Nusantara, seperti Aceh, Barus, Palembang, Sunda Kelapa, hingga Gresik.

Terkait masuknya agama Islam ke Nusantara yang kemudian berkembang pesat hingga saat ini, muncul beberapa teori atau versi. Empat versi terkuat adalah Teori Arab, Teori Cina, Teori Persia, dan Teori India.

Penyebaran & Perkembangan Islam di Nusantara

Dikutip dari tulisan Mariana bertajuk "Teori Tentang Proses Masuknya Agama dan Kebudayaan Islam ke Indonesia" dalam Modul Sejarah Indonesia (2020), ajaran serta budaya Islam semakin berkembang di Nusantara setelah dianut oleh warga pesisir.

Perkembangan agama Islam di Nusantara tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses secara damai, responsif, dan proaktif. Ada beberapa cara penyebaran ajara Islam di Indonesia, antara lain sebagai berikut:

1. Perdagangan

Kaum saudagar asing sudah masuk ke Nusantara sejak awal masehi. Jalur perdagangan inilah yang dinilai sebagai langkah awal penyebaran agama Islam di Kepulauan Nusantara.

Sejak abad ke-7 Masehi, kawasan Nusantara sangat ramai dikunjungi pedagang dari Arab, Persia, India, maupun Cina. Kaum pedagang inilah yang ditengarai membawa ajaran Islam dan menyebarkannya di daerah-daerah yang dikunjungi.

Baca juga:

  • Sejarah Proses Masuknya Agama Kristen Katolik ke Indonesia
  • Teori Sejarah Masuknya Agama Hindu dan Buddha ke Indonesia
  • Penjelasan 4 Teori Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

2. Perkawinan

Banyak pedagang asing muslim yang menyambangi kemudian memutuskan untuk menetap. Mereka mendirikan perkampungan orang Islam yang biasa disebut dengan istilah pekojan.

Dari sinilah terjadi interaksi dengan warga lokal. Tidak sedikit pedagang asing muslim yang menikahi penduduk setempat. Orang lokal yang belum beragama Islam kemudian menjadi mualaf dan beranak-pinak turun-temurun.

3. Pendidikan

Faktor pendidikan juga berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di Indonesia seiring munculnya para ulama, kyai, atau guru agama yang kemudian mendirikan pondok pesantren dan memiliki banyak murid atau santri.

Pada masa Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, misalnya, para Wali Songo biasanya juga mengasuh pondok pesantren. Para santri pesantren inilah yang kemudian turut menyebarkan ajaran Islam di Nusantara.

Baca juga:

  • Nama Asli Wali Songo: Strategi Dakwah & Wilayah Persebarannya
  • Sejarah Hidup Sunan Drajat dan 7 Dasar Ajaran Dakwah Islam
  • Sejarah Sunan Gunung Jati: Ulama Wali Songo & Sultan Cirebon

4. Kesenian

Kebudayaan lokal ternyata dapat digunakan sebagai cara menyebarkan Islam di Nusantara. Para pendakwah Islam awal di Jawa, terutama para Wali Songo, melakukan syiar Islam dengan cara memadukan ajaran agama dan tradisi lokal, seperti seni musik, tari, sastra, ukir, hingga bangunan.

Beberapa strategi berkesenian dalam penyebaran Islam di Jawa di antaranya adalah pertunjukan wayang yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan permainan musik oleh Sunan Bonang.

Baca juga:

  • Sejarah Sunan Kalijaga: Dakwah Wali Songo Mantan Bromocorah
  • Lirik & Makna Lagu Lir Ilir, Tembang Jawa Ciptaan Sunan Kalijaga
  • Sejarah Hidup Sunan Bonang: Dakwah Islam Lewat Gamelan & Sastra

5. Politik

Para pendakwah muslim di Jawa atau Nusantara juga memakai jalur politik untuk menyebarkan ajaran Islam. Sebagai contoh adalah kiprah para Wali Songo yang turut memprakarsai berdirinya Kesultanan Demak.

Pemimpin pertama sekaligus pendiri Kesultanan Demak adalah Raden Patah yang merupakan pangeran dari Majapahit, kerajaan bercorak Hindu-Buddha terbesar di Nusantara.

Siapa yang menyebarkan ajaran Islam ke Indonesia

Infografik SC Penyebaran Islam di Indonesia. tirto.id/Sabit

Berkat peran Wali Songo, Raden Patah merintis didirikannya Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Kesultanan Demak inilah yang pada akhirnya memungkasi riwayat Kerajaan Majapahit.

Jika seorang raja sudah masuk Islam, maka rakyat kerajaan akan berbondong-bondong mengikutinya. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa Islam juga disebarkan melalui jalur politik.

Baca juga:

  • Sejarah Raden Patah: Putra Majapahit Pendiri Kesultanan Demak
  • Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa
  • Sejarah Keruntuhan Majapahit & Prasasti Peninggalannya

6. Tasawuf

Tasawuf adalah ajaran untuk mendekatkan diri serta mengenal Tuhan dalam Islam. Ajaran tasawuf rupanya berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat Nusantara sehingga turut andil dalam penyebaran Islam.

Ajaran tasawuf sudah ada di Nusantara sejak abad ke-13 Masehi dan berkembang dengan cepat pada abad ke-17 Masehi.

Terkait bukti adanya ajaran tasawuf di Nusantara dapat dilihat dari Sejarah Banten, Babad Tanah Jawi, Hikayat Raja-raja Pasai, dan naskah-naskah lama lainnya.

Baca juga:

  • Sejarah Penyebab Keruntuhan Kerajaan Demak
  • Akulturasi Budaya dalam Sejarah Kasepuhan Cirebon
  • Sejarah Kerajaan Samudera Pasai: Masa Jaya & Peninggalan

Baca juga artikel terkait SEJARAH ISLAM atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

sastra dan falsafah turut pula diajarkan sebagai sarana penanaman nilai-nilai Islam

dokrep

Ribuan umat Islam melaksanakan Salat Idul Fitri di Lapangan Gasibu, Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/8).

Red: Muhammad Subarkah

Oleh: Prof DR Abdul Hadi WM, Sastrawan dan Guru Besar Universitas Paramadina JakartaAgama Islam telah hadir di Nusantara selambat-lambatnya pada abad ke-8 atau 9 M bersamaan dengan waktu ramainya kegiatan perdagangan internasional yang dilakukan bangsa Aran, Turki, Persia dan Indo-Muslim di Asia Tenggara. Tetapi sampai abad ke-12 M agama ini berkembang lambat dan penganutya terbatas di kota-kota pesisir yang biasa disinggahi kapal-kapal dagang Muslim itu. Karena itu pengaruhnya tidak cukup berarti bagi masyarakat Melayu, penduduk Nusantara pertama yang memeluk agama ini secara massal dan mengembangkan peradaban baru berdasarkan agama ini.Pengaruh kehadiran agama ini mulai tampak pada abad ke-13 – 15 M setelah berdirinya dua kerajaan besar Islam Samudra Pasai (1270-1524) dan Malaka (1400-1511), serta hadirnya para sufi pengembara dan guru-guru agama yang tampil sebagai pendakwah ulung. Kehadiran agama ini pada-abad tersebut, terlebih pada abad-abad berikutnya, ternyata memberi dampak besar dan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan besar dan mendasar dalam kehidupan bangsa Melayu. Perubahan tersebut tidak hanya berlaku dalam sistem kepercayaan dan peribadatan, tetapi juga dalam tatanan sosial, sistem pemerintahan dan kehidupan intelektual.  Tumbuh pesatnya jumlah penganut agama ini di kepulauan Melayu dan berrdirinya kerajaan-kerajaan Islam yang awal itu memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebar luas. Dengan begitu tradisi baca tulis dan keterpelajaran berkembang luuas diikuti oleh maraknya kegiatan penulisan kitab-kitab keagamaan, keilmuan dan sastra.Karena watak ajarannya yang egaliter dan populis, serta mudah dipahami, membuat semua lapisan masyarakat tertarik untuk memeluk agama ini. Apalagi setelah disampaikan oleh para pendakwah yang piawai melalui bahasa yang sederhana. Diperkuat lagi dengan corak penyebarannya yang mengikuti aktivitas pelayaran dan perdagangan antar pulau, serta pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa penyebarannya (Braginsky 1998). Sebagai agama kitab, Islam menganjurkan kepada para penganutnya agar belajar membaca dan menulis. Dengan demikian mereka dapat membaca dan memahami isi kitab suci al-Qur’an dan ilmu-ilmu Islam lain yang diturunkan darinya. Dibukanya lembaga-lembaga pendidikan memungkinkan penggunaan huruf Arab berkembang. Sejak masa inilah penulis-penulis Melayu menggunakan aksara Jawi atau Arab Melayu dalam menulis kitab atau risalah di dalam bahasa mereka (M. Naquib al-Atttas 1972; Mohd. Taib Osman 1974; Ismail Hamid 1984).Pusat-pusat penyebaran agama Islam di Nusantara berada di tiga titik sentral yaitu istana, pesantren dan pasar. Di tiga titik sentral penyebaran Islam ini pulalah sastra Melayu baru yang ditulis menggunakan huruf Jawi dilahirkan. Sebagai bagian dari kehidupan intelektual dan keagamaan, karya-karya penulis Melayu itu dengan sendirinya mencerminkan kecenderungan pemikiran dan wawasan budaya yang berkembang pada zaman karya-karya itu ditulis. Karena masing-masing pusat kegiatan penulisan ini memiliki kepentingan, kecenderungan dan wawasan budaya yang berbeda sesuai dengan peran masing-masing dalam penyebaran Islam, maka lahir pulalah dari masing-masing pusat kegiatan penulisan tersebut jenis, bentuk dan ragam sastra yang berbeda-beda. Dengan lahirnya jenis dan ragam sastra yang berbeda-beda itu maka hadirnya Islam menyebabkan sastra tulis Melayu mengalami pengayaan melampaui zaman sebelumnya ketika pusat kegiatan penulisan terbatas di istana dan vihara, sedangkan masyarakat luas di sekitarnya hidup dengan sastra lisan.

 Islam dan Kegiatan Perdagangan

Ada beberapa teori yang berbeda tentang dari negeri mana Islam yang berkembang di kepulauan Nusantara datang dan faktor-faktor apa saja yang mendorong pesatnya agama ini berkembang pada abad ke-13 – 17 M. Teori yang awal sekali muncul berasal dari Moquette (1912). Menurutnya Islam yang berkembang di kepulauan Nusantara bercorak India karena Islam memang datang dari Gujarat dibawa oleh pedagang-pedagang India. Teori yang diikuti oleh banyak sarjana Barat dan Indonesia di kemudian hari ini didasarkan pada penemuan batu nisan makam Islam abad ke-13 di Pasai yang bentuknya mirip dengan batu nisan sezaman  yang dijumpai di Cambay, Gujarat. Tetapi teori ini dibantah oleh  M. Naquib al-Attas (1972:33-4) yang berpendapat bahwa dasar-dasar teori yang dikemukakan Moquette dan para pendukung teorinya itu sangat lemah.Menurut al-Attas batu-batu nisan itu didatangkan dari Cambay semata-mata karena letak negeri itu lebih dekat ke Sumatra dibanding dibawa dari negeri Arab dan Persia. Batu nisan itu bisa saja dibuat oleh pengrajin Arab atau Persia mengikut model yang telah berkembang di Asia Tengah dan Asia Barat. Yang penting untuk dijadikan dasar pembuktian bukan bentuk nisan itu semata-mata, tetapi corak dari kandungan teks keagamaan yang dinukilkan pada batu nisan itu yang sepenuhnya berciri Islam. Berdasarkan hujahnya ini al-Attas mengemukakan bahwa agama Islam yang hadir di kepulauan Nusantara berasal dari Arab atau Persia, dibawa oleh para pendakwah Islam bersama-sama para saudagar. Gujarat, Koromandel  dan Malabar di India, atau Koromandel dan hanya tempat persinggahan sementara sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Nusantara.Sarjana Melayu itu lebih lanjut mengatakan bahwa  bukti paling kuat berkenaan dari mana Islam datang, dan siapa yang memainkan peranan penting, ialah dengan melihat watak, corak dan ciri umum Islam yang berkembang di Nusantara, bukan bentuk-bentuk artefak. Untuk mengetahuinya seseorang harus meneliti sastra Melayu dan pemikiran keagamaan yang dominan. Bahwa Islam yang dianut sebagian besar penduduk Nusantara adalah madzab Syafii dengan kecenderungan sufistik yang kuat, menunjukkan bahwa Islam yang tiba di Nusantara dari Yaman. Ada pun tradisi sastra yang dikembangkan terutama bersumber dari khazanah sastra Persia.

Ibn Batutah yang berkunjung ke Samudra Pasai pada tahun 1345-6 dalam kitabnya Rihlah melaporkan bahwa sultan yang memerintah negeri adalah seorang yang saleh dan gemar berdiskusi denan para ulama madzab Syafii, ahli-ahli tasawuf dan para cendikiawan dari Persia. Setiap hari Jum’at sultan berjalan kaki ke masjid seperti orang biasan dan disana bertemu serta berbincang dengan orang banyak” (Gibb 1957:273-6).

Minat dan kecenderungan pada tasawuf juga tampak pada inskripsi pada batu nisan makam Islam di Pasai dan Malaka abad ke-13 – 15 M, serta tempat-tempat lain di Sumatra dan Semenanjung Malaya. Selain menampilkan nukilan-nukilan ayat-ayat sufistik al-Qur’an, nukilan yang banyak ditemui dalam inskripsi Pasai dan Malaka ialah petikan sajak Sayidina Ali. Inskripsi paling tua yang memuat petikan sajak sufistik Sayidina Ali ialah tulisan pada makam Sultan Malik al-Saleh pendiri kerajaan Samudra Pasai yang wafat pada tahun 1297 M.  Inskripsi yang unik terdapat pada batu nisan makam seorang putri saudagar Pasai yaitu Naina Husamuddin yang wafat pada tahun 1420. Di situ tertulis petikan dua sajak Sa`di al-Syirazi, penyair sufi Persia abad ke-13, dalam bahasa Persia (Othman Mohd. Yatim 1990:16; Ibrahim Alfian 1991).Pandangan yang sejalan dengan teori Moquette ialah teori yang mengemukakan bahwa pesatnya perkembangan agama Islam terutama sekali disebabkan faktor-faktor perdagangan.  Teori ini dikemukakan antara lain oleh Windstedy (1935), Kern (1937), Bonsquet (1938), Gonda (1952), dan terutama sekali oleh van Leur (1955:100-6) dan Schrieke (1955). Dasarnya ialah kenyataan bahwa pesatnya perkembangan Islam di kepulauan Nusantara bersamaan dengan ramainya kegiatan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang Arab, Turki, Persia dan Indo-Persia.

  • kazanah islam
  • islam jawa
  • budaya islam

Siapa yang menyebarkan ajaran Islam ke Indonesia