Surat yang terdapat basmalah ada 2 diawal dan di dalam surat adalah

Surat yang terdapat basmalah ada 2 diawal dan di dalam surat adalah

Jawaban :

Bismillah, alhamdulillah, wa shalatu wa salamu ala Rasulillah, wa ba'du.

Untuk membahas masalah ini kita awali dengan apakah Basmalah adalah bagian dari surat Al Fatihah atau tidak? Terjadi perbedan dalam hal ini:

– Ataukah dia termasuk bagian dari ayat pertama pada setiap surat ?

– Ataukah dia sebagai bagian dari AlFatihah tapi tidak bagi surat lainnya?

– Atau apakah dia adalah sebagai pembatas surat saja bukan ayat tersendiri?

– Apakah dia termasuk AYAT TERPISAH yang ditulis di awal setiap surat.?

– Ataukah dia termasuk bagian dari surat dan ditulisnya di awal surat sebagai ayat pertama?

Jika diringkas maka perbedaan ini menjadi tiga kelompok:

Kelompok pertama, mereka mengatakan Basmalah merupakan bagian dari surat Al Fatihah dan semua surat lainnya, kecuali surat Al Bara’ah (At Taubah). Inilah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Az Zubeir, Abu Hurairah dan Ali. Di kalangan tabi’in: Atha, Thawus, Mak-hul, Said bin Jubeir, Az Zuhri, dan ini juga pendapat Ibnul Mubarak, Asy Syafi’i, Ahmad bin Hambal dalam satu riwayat darinya, Ishaq bin Rahawaih, dan Abdul Qasim bin Salam – Rahimahumullah.

Disebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i berpendapat pada sebagian madzhabnyanya; bahwa Basmalah merupakan bagian dari Al Fatihah tapi bukan bagian surat lainnya. Dan diriwayatkan darinya pula bahwa Basmalah termasuk bagian dari sebagian surat dari keseluruhan surat yang ada. Imam Ibnu katsir mengatakan dua pendapat ini gharib (asing). (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/117)

Mereka beralasan dengan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya: كان النبي صلى الله عليه وسلم لَا يَعْرِفُ فَصْلَ السُّورَةِ حَتَّى تَنَزَّلَ عَلَيْهِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ “Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah mengetahui batasan/pembagian surat , sampai turunlah kepadanya: Bismillahirrahmanirrahim.” (HR.Abu Daud No. 788, Al Baihaqi dalam As Sunannya No. 2206.

Imam Ibnu Katsir mangatakan sanadnya shahih. Lihat Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/116. Dar Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’. Syaikh Al Albani juga menyatakan shahih dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 788) Dari sinilah kita bisa melihat bahwa Basmalah adalah bagian dari setiap surat –selain memang sebagai pembatas- kecuali pada surat Al Bara’ah. Masalah kenapa surat Al Bara’ah tidak menggunakan Basmalah, Insya Allah akan dibahas pada kesempatan lain.

Kelompok ini juga berdalil dengan riwayat Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: الحمد لله رب العالمين سبع آيات: بسم الله الرحمن الرحيم إحداهن، وهي السبع المثاني والقرآن العظيم، وهي أم الكتاب “Al Hamdulillahi Rabbil ‘alamin (maksudnya: surat Al Fatihah) ada tujuh ayat:

Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satunya. Dia adalah tujuh ayat yang diulang-ulang, Al Quran yang agung, dan dia sebagai Ummul Kitab.”

Hadits ini juga diriwayatkan juga oleh Ad Daruquthni dari Abu Hurairah secara marfu’ , dan Beliau mengatakan: semuanya tsiqat (terpercaya). (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/103)

Hadits ini sangat jelas menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memasukkan Basmalah sebagai bagian dari surat Al Fatihah. Maka, ini menjadi pendapat yang sangat kuat.

Kelompok kedua, mereka mengatakan bahwa Basmalah BUKAN bagian dari Al Fatihah dan bukan pula surat lainnya. Inilah pendapat dari Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya.

Mereka beralasan bahwa hadits di atas hanya menyebutkan fungsi. Basmalah sebagai pembeda dan pemisah surat , bukan menyebutkan bahwa Basmalah adalah bagian dari setiap surat . Alasan lainnya adalah, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku membagi Ash Shalah (yakni surat Al Fatihah) menjadi dua bagian, dan untuk hambaKu sesuai apa yang dia inginkan.” Ketika hamba berkata Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin, maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: hamadani ‘abdiy – hambaKu telah memujiKu. Ketika hamba itu membaca Ar Rahmanirrahim, maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: atsna ‘alayya ‘abdiy – hambaKu telah memujiKu. …. Dst. (HR. Muslim No. 395, At Tirmidzi No. 4027, Abu Daud No. 821, Ibnu Majah No. 3784, Ibnu Hibban No. 1784)

Hadits ini menunjukkan bahwa tidak dibaca Basmalah ketika membaca surat Al Fatihah. Ini menunjukkan bahwa Basmalah bukan bagian darinya. Hal ini juga diperkuat dari kisah Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu. Beliau ditanya oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: كيف تقرأ إذا افتتحت الصلاة؟ قال: فقرأت عليه: { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } “Bagaimanakah bacaanmu jika memulai shalat? Ubai menjawab: Aku membaca: Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.” Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah mengomentari hadits ini: “Abu Said di sini bukanlah Abu Said bin Al Mu’alli sebagaimana yang diyakini oleh Ibnul ‘Atsir dalam Al Jami’ Al Ushul, dan orang-orang yang mengikutinya.

Sebab, Ibnul Mu’alli adalah seorang sahabat Anshar dan yang ini adalah seorang tabi’in dari Khuza’ah, oleh karena itu hadits ini adalah muttashil shahih (bersambung lagi shahih). Hadits ini secara zhahir munqathi’ (terputus), jika Abu Said ini tidaklah mendengarkannya dari Ubai bin Ka’ab, namun jika dia mendengarkannya dari Ubai maka ini sesuai syarat Muslim. Wallahu A’lam. “ (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/104)

Riwayat ini menunjukkan bahwa Basmalah tidaklah dibaca ketika membaca surat Al Fatihah dan ini menjadi dalil bahwa dia bukan bagian darinya.

Kelompok ketiga, kelompok ini mengatakan Basmalah merupakan ayat tersendiri dan terpisah dari semua surat , dia bukan bagian darinya. Inilah pendapat Daud Azh Zhahiri, diceritakan juga dari Imam Ahmad bin Hambal. Dan, Abu Bakar Ar Razi menceritakan dari Abul Hasan Al Karkhi dan keduanya merupakan pembesar madzhab Abu Hanifah. Perbedaan dengan kelompok kedua adalah kelompok ini menyebut Basmalah sebagai ayat yang tersendiri.

Demikian. Jika kita perhatikan maka pendapat kelompok pertama lebih kuat dan jelas argumennya. Wallahu A’lam Lalu, apa kaitannya pembahasan ini dengan pertanyaan ‘membaca basmalah di keraskan atau dipelankan?’

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan: “ Ada pun yang terkait dengan menjaharkan Basmalah, maka perinciannya adalah sebagai berikut:

bagi yang berpendapat bahwa Basmalah BUKAN bagian dari surat Al Fatihah maka mereka tidak menjaharkan, begitu juga menurut pihak yang mengatakan Basmalah adalah termasuk bagian ayat awal darinya. Ada pun bagi kelompok yang mengatakan bahwa Basmalah adalah termasuk bagian dari surat-surat di bagian awalnya. Maka mereka berbeda pendapat dalam hal ini. Imam Asy Syafi’i Rahimahullah berpendapat bahwa Basmalah DIJAHARKAN, juga pada surat lainnya. Inilah pendapat banyak golongan dari sahabat tabi’in, para imam kaum muslimin, baik salaf dan khalaf. Dari kalangan sahabat yang menjaharkan adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Muawiyah. Ibnu Abdil Bar dan Al Baihaqi menceritakan bahwa ini juga dilakukan Umar dan Ali. Sedangkan Al Khathib menukil dari khalifah yang empat yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Tapi riwayat ini gharib (asing/menyendiri). Dari kalangan tabi’in adalah Said bin Jubeir, Ikrimah, Abu Qilabah, Az Zuhri, Ali bin Al Husein dan anaknya Muhammad, Said bin Al Musayyib, Atha, Thawus, Mujahid, Salim, Muhammad bin Ka’ab Al Qurzhi, Abu Bakar bin Amru bin Hazm, Abu Wail, Ibnu Sirin, Muhammad bin Al Munkadir, Ali bin Abdullah bin Abbas dan anaknya Muhammad, Nafi’,

Demikianlah dalil-dalil bagi kelompok yang menyatakan bahwa membaca Basmalah tidak dikeraskan.

Sementara Imam Malik berpendapat bahwa dalam shalat tidak membaca bacaan Basmalah, baik keras (jahran) atau pelan (sirran). Beliau beralasan bahwa hadits-hadits di atas bukan menunjukkan sirr (pélan), tetapi memang Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak membaca Basmalah. Alasan lainnya adalah: – Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah membaca Bismillahirrahmanirrahim, baik di awal dan di akhirnya.

Yang seperti ini juga diriwayatkan dalam berbagai kitab Sunan dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu ‘Anhu. Tetapi, pendapat Imam Malik ini dianggap lemah, sebab dalam hadits-hadits di atas jelas sekali disebutkan kalimat: tak satu pun dari mereka yang mengeraskan bacaan Basmalah, artinya Basmalah tetaplah dibaca tetapi tidak keras.

Ada pun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi tidak membaca Basmalah, mesti ditakwil dan dikompromi dengan hadits lain, yakni Beliau bukanlah tidak membaca tetapi membacanya, hanya saja suaranya pelan seakan bagi pendengar tidak membacanya. Wallahu A’lam

Nah, dengan demikian ada dua pendapat yang kuat dan sama-sama ditopang oleh dalil-dalil yang shahih, yakni pendapat Pertama. membaca Basmalah secara keras. Pendapat kedua, membacanya secara pelan. Kedua kelompok ini berdalil dengan hujjah yang sama-sama shahih, dan satu sama lain tidaklah dianggap merevisi (nasakh) yang lainnya, atau dianggap riwayat dhaif.

Maka, pandangan yang paling seimbang adalah: Bahwa BENAR Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengeraskan Basmalah sebagaimana yang diriwayatkan secara shahih oleh sahabat yang melihat dan mendengarnya seperti Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ummu Salamah, dan BENAR pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memelankan Basmalah sebagaimana yang diriwayatkan secara shahih pula dari sahabat yang melihat dan mendengarnya seperti Anas bin Malik dan ‘Aisyah. Inilah metode yang ditempuh oleh para ulama muhaqqiq (peneliti) seperti ‘Alim Rabbani Al ‘Allamah Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah. Beliau berkata:

وبهذا الطريق علمنا أنه لم يكن هديُه الجهرَ بالبسملة كلَّ يوم وليلةٍ خَمسَ مرات دائماً مستمراً ثم يُضَيِّعُ أكثر الأمة ذلك، ويخفى عليها، وهذا مِن أمحلِ المحال بل لو كان ذلك واقعاً، لكان نقلُه كنقل عدد الصلوات، وعدد الركعات، والجهر والإِخفات، وعدد السجدات، ومواضع الأركان وترتيبها، واللّه الموفق والإِنصاف الذي يرتضيه العالم المنصف، أنه صلى الله عليه وسلم جهر، وأسر، وقنت، وترك، وكان إسرارُه أكثَر من جهره، وتركه القنوتَ أكثر من فعله

“Dengan metode ini kita bisa mengetahui bahwa bukanlah petunjuk Rasulullah mengeraskan Basmalah setiap hari dan malam sebanyak lima kali dan dilakukan terus menerus, kemudian hal itu diabaikan oleh kebanyakan manusia dan tersembunyi atas mereka. Dan, Ini adalah hal yang mustahil, justru jika hal itu memang benar terjadi, niscaya penukilan dalam hal ini akan sama dengan penukilan tentang jumlah shalat, jumlah rakaat, shalat jahr dan ikhfat (dipelankan), jumlah sujud, tempat rukun dan tertibnya. Wallahul Muwaffiq

Pendapat yang bijak yang dibenarkan oleh para ulama penyusun kitab-kitab adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membaca secara keras dan pelan, pernah berqunut dan pernah meninggalkannya. Hanya saja memelankannya lebih banyak dibanding mengeraskannya, dan meninggalkan qunut lebih banyak dibanding melakukannya.” (Imam Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, 1/272. Cet. 3. 1986M-1406H. Muasasah Ar Risalah. Beirut – Libanon)

Demikian pembahasan ini. Dari sini semoga kita bisa lebih arif dalam menyikapi bacaan Basmalah ini. Dan dapat disimpulkan bahwa Nabi lebih sering tidak mengeraskannya.

Wallahu a'lam

...Berikutnya