Taktik apa saja yang dilakukan Sultan Agung dalam keamanan wilayah Mataram?

Pada mulanya hubungan antara Mataram dengan VOC berjalan baik. Namun, akhirnya VOC menunjukkan sikap yang tidak baik, yaitu ingin memonopoli perdagangan di Jepara, yang merupakan bagian dari kerajaan Mataram.

Hal ini membangkitkan kemarahan rakyat Mataram, kantor VOC diserang. Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen membalasnya dengan memerintahkan pasukannya untuk menembaki daerah Jepara. Menyikapi peristiwa tersebut, Sultan Agung bertekad menyerang kota Batavia. Penyerangan Sultan Agung terhadap VOC di kota Batavia dilakukan sebanyak dua kali.

Serangan pertama dilakukan tahun 1628. Pertengahan bulan Agustus 1628, secara tiba-tiba armada Mataram muncul di perairan kota Batavia. Pasukan Sultan Agung menggunakan taktik perang yang tinggi, antara lain dengan membendung Sungai Ciliwung. Namun penyerangan kali ini mengalami kegagalan.

Meskipun gagal, tetapi tidak membuat patah semangat Sultan Agung dan pasukannya, para bangsawan serta rakyatnya. Kemudian disusunlah strategi baru untuk persiapan serangan kedua. Serangan kedua pada tahun 1629, dengan perencanaan yang lebih sempurna.

Serangan kedua ini berhasil menghancurkan benteng Hollandia dan menewaskan J.P. Coen sewaktu mempertahankan benteng Meester Cornellis. Tetapi, VOC dapat mengetahui tempat lumbung padi di Tegal dan Cirebon. Kemudian lumbung-lumbung tersebut dibakar. Sehingga akhirnya serangan kedua ini juga mengalami kegagalan.

Kedua serangan yang gagal ini tidak membuat Sultan Agung putus asa. Beliau telah memikirkan untuk serangan selanjutnya. Tetapi sebelum rencananya terwujud, Sultan Agung mangkat (1645).

Penyebab Kegagalan Serangan Sultan Agung Adalah :


1)   Jarak yang terlalu jauh membuat para prajurit banyak yang kelelahan.

2)   Kekurangan persediaan makanan (kelaparan).

3)   Kalah dalam persenjataan.

4)   Banyak yang meninggal akibat penyakit malaria.


SEKIAN DARI SAYA. SEMOGA MEMBANTU ;)

KOMPAS.com - Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma atau yang lebih dikenal Sultan Agung adalah sultan ketiga yang memimpin Kesultanan Mataram Islam.

Selama berkuasa, tahun 1613 hingga 1645, Mataram telah berkembang menjadi salah satu kerajaan terbesar dan paling dihormati di Nusantara.

Sultan Agung telah banyak berjuang untuk Kesultanan Mataram, salah satu perjuangannya adalah ketika ia menyerang Batavia yang saat itu dikuasai oleh JP Coen, Gubernur Jenderal VOC tahun 1628. 

Pertempuran keduanya digambarkan dengan detail dalam karya lukis milik S Sudjojono yang dipamerkan dalam acara Pameran Mukti Negeriku, Sabtu (28/8/2021).

Dalam konferensi pers, Jumat (27/8/2021), kurator Pameran Mukti Negeriku Santy Saptari mengatakan bahwa menurut Sudjojono ia ingin menceritakan dua figur yang sangat penting, yaitu Sultan Agung dan JP Coen.

Menurut Sudjojono, keduanya merupakan tokoh kuat dengan kepribadian luar biasa, yang memiliki kepentingan membela negaranya masing-masing. 

Sultan Agung kemudian melakukan serangan pertamanya pada 1628. Namun, mengalami kegagalan, sehingga ia kembali melakukan serangan kedua tahun 1629. 

Baca juga: Ibnu Sutowo, Direktur Pertama Pertamina

Awal Mula Pertempuran

VOC mengirimkan dutanya untuk mengajak Sultan Agung agar mengizinkan VOC mendirikan loji-loji dagang di pantai Utara Mataram.

Namun, hal ini ditolak oleh Sultan Agung karena jika diizinkan maka ekonomi di pantai Utara akan dikuasai oleh VOC.

Penolakan ini kemudian membuat hubungan keduanya merenggang.

Pada 1619, VOC berhasil merebut Jayakarta, wilayah yang belum dikuasai Mataram, dan diubah namanya menjadi Batavia.

Markas VOC pun dipindahkan ke Batavia.

Melihat kekuatan dan maskapai dagang Belanda membuat Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingannya menghadapi Surabaya dan Kesultanan Banten.

Usai berhasil menguasai Surabaya, Banten menjadi sasaran selanjutnya.

Namun, posisi Batavia yang saat itu menjadi penghalang perlu lebih dulu diatasi oleh Mataram.

Pada April 1628, Kyai Rangga, Bupati Tegal, dikirim sebagai duta ke Batavia. 

Gambaran pertemuan Kyai Rangga dengan JP Coen dapat dilihat melalui lukisan S Sudjojono yang ditunjukkan dalam acara konferensi pers Pameran Mukti Negeriku! Jumat (27/8/2021). 

Taktik apa saja yang dilakukan Sultan Agung dalam keamanan wilayah Mataram?
Pameran Mukti Negeriku Tangkapan layar konferensi pers Pameran Mukti Negeriku! Pertemuan Kyai Rangga dengan JP Coen

Sudjojono telah menggambarkan pertemuan mereka dengan sangat detail, mulai dari pakaian, bentuk tangan, wajah, hingga situasinya. 

Maria Sudjojono mengatakan ayahnya adalah seorang yang sangat detail, sebelum mulai melukis, Sudjojono akan melalukan riset terlebih dahulu, sehingga hasil lukisannya akan sesuai dengan fakta yang ada. 

Baca juga: Kembalinya Indonesia ke PBB

Pertempuran Pertama

"Pada panel ketiga, Sudjojono ini menggambarkan pertemuan JP Coen dengan Kyai Rangga yang merupakan utusan Sultan Agung untuk berunding dengan membawa beras. Namun, perundingan ini ditolak oleh JP Coen yang menyebabkan pertempuran tersebut", kata Santy, operator Pameran Mukti Negeriku.

Menggunakan Armada Bahureksa, pasukan Mataram membawa 150 ekor sapi, 5.900 karung gula, 26.600 buah kelapa, dan 12.000 karung beras.

Pihak Mataram mengatakan bahwa mereka ingin berdagang di Batavia. Namun, pihak Belanda mulai curiga.

Tiga hari kemudian, tujuh kapal Mataram kembali muncul, dengan alasan minta surat jalan dari pihak Belanda agar dapat berlayar ke Melaka. 

Sore harinya, sekitar 20 kapal Mataram menurunkan pasukannya di depan kastil. Belanda pun terkejut dan bergegas masuk ke benteng kecil.

Pasukan Mataram kemudian dihujani tembakan dari kastil.

Tanggal 25 Agustus 1628, 27 kapal Mataram lagi masuk teluk, mereka telah menyatakan dengan jelas keinginannya untuk menyerang Belanda.

Esok harinya, terhitung 1.000 prajurit Mataram memasang kuda-kuda di depan Batavia. Tanggal 27 Agustus pasukan Mataram menyerang benteng kecil di sebelah tenggara kota. 

Sempat unggul dari Belanda, pasukan Mataram mulai mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. 

Baca juga: Mengapa Serangan Sultan Agung ke Batavia Mengalami Kegagalan?

Serangan Kedua

Pada Mei 1629, Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya. Total prajurit yang dibawa adalah 14.000 orang.

Setelah kegagalan pertama, pasukan Mataram sudah berantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras tersembunyi di Karawang dan Cirebon. 

Namun, VOC berhasil menemukan mereka dan memusnahkan semuanya. 

Pada akhirnya, karena kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera, kekuatan pasukan Mataram melemah. 

Walaupun kembali gagal dalam serangan kedua, Sultan Agung berhasil mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera di Batavia.

JP Coen pun menjadi korban karena wabah tersebut. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Taktik apa saja yang dilakukan Sultan Agung dalam keamanan wilayah Mataram?

Sultan Agung merupakan raja dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai kejayaannya. Cita-cita Sultan Agung yaitu mempersatukan pulau Jawa dan mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Dengan cita-cita itu Sultan Agung menentang keberadaan VOC di Jawa. Terutama monopoli perdagangan yang di lakukan VOC banyak menghasilkan kerugian di pihak penguasa lokal.

Maka pada tahun 1628 Sultan Agung mempersiapkan pasukan Mataram dengan segenap persenjataan dan pembekalan untuk menyerang VOC di Batavia. Pada waktu itu Gubernur Jenderal VOC adalah J.P. Coen. Pada bulan Agustus 1628 pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureska menyerang Batavia, selanjutnya laskar Jawa yang kedua datang pada bulan Oktober.

Pihak Mataram  menderita kerugian yang besar dalam betrokan itu, namun lebih dari satu kali benteng VOC benar-benar terancam jatuh. Serangan kembali di lakukan dengan berusah membendung Sungai Ciliwung  namun hal itu gagal. Sehingga serangan pertama yang di lakukan oleh Sultan Agung gagal dengan gugurnya pemimpin pasukan Tumenggung Baureska.

Dengan demikian, maka jawaban yang tepat adalah "C". 

Kemerdekaan dalam suatu kerajaan tidak begitu saja didapatkan karena pasti telah melalui perjalanan yang tidak mudah sebelumnya dan tentu memiliki banyak hambatan dan rintangan yang ditemui saat pelaksanannya. Sejak dahulu, tidak sedikit kerajaan-kerajaan di Indonesia yang sangat memperjuangkan kemerdekaan kerajaannya dari VOC hingga membuat Indonesia seperti saat ini. Dalam keberhasilannya tersebut, tentu peran raja dalam suatu kerajaan sangat berpengaruh. Salah satu kerajaan yang berhasil dalam memperjuangkan kemerdekaannya adalah Kerajaan Mataram.

Raja ke-3 dari kerajaan Mataram bergelar Sultan Agung. Sultan Agung memiliki nama kecil Raden Mas Jatmika atau biasa disebut Raden Mas Rangsang. Faktanya, Sultan Agung bukanlah merupakan mahkota raja. Hal ini dikarenakan adik tiri dari Sulthan Agung yang memiliki kelainan mental sehingga membuat adik tirinya tersebut dianggap tidak sesuai dengan kriteria sebagai raja, oleh karena itu Raden Mas Rangsang-pun naik tahta dan menjadi Raja ke-3 Mataram untuk menggantikan ayahnya, Panembahan Hanyakrawati yang telah wafat. Saat kepemimpinannya, Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan di sekitar Pulau Jawa kecuali Banten dan Batavia. 

Kepemimpinannya berhasil menjadi buah bibir para tumenggung dan para adipati karena penolakannya secara halus terhadap VOC yang sempat datang menemui Sultan Agung dalam rangka meminta izin untuk berdagang di wilayah sekitar Kerajaan Mataram. Penolakannya tersebut tidak berlaku jika VOC berkenan untuk membayar mahar atau pajak sebesar 60% dari penjualannya. Hal tersebutpun membuat pamannya yang bernama Tumenggung Notoprojo tidak menyetujui keputusan dari Sultan Agung dengan alasan adanya perdagangan VOC di wilayah Kerajaan Mataram dapat membuat Bumi Mataram semakin maju.

Namun, Sultan Agung tetap pada pendiriannya, sebab ia tidak ingin Mataram menjadi budak Belanda seperti wilayah yang lainnya. Bukan hanya itu, Sultan Agung menyindir VOC yang membawa senjata dalam negosiasinya tersebut sebab dinilai tidak seharusnya VOC membawa senjata dengan alasan keamanannya di wilayah Mataram yang memiliki masyarakat yang cenderung tidak memiliki senjata yang mumpuni untuk menyerangnya. Sultan Agung kemudian mengambil senjata-senjata tersebut untuk dijadikan contoh dalam memproduksi senjatanya sendiri.

Awal dari peperangan antara Kerajaan Mataram dan VOC dimulai saat kekejaman VOC semakin terdengar ke bumi Mataram serta fakta bahwa wilayah jajahan yang dimiliki oleh VOC semakin luas di Indonesia. Kabar tersebutpun membuat Sulthan Agung yang tetap ingin Mataram, Batavia dan Banten bebas dari jajahan VOC, mengumpulkan para tumenggung dan para adipati untuk berdiskusi yang akhirnya membuat Sultan Agung memutuskan untuk mengibarkan bendera perang di Batavia serta mengirim beberapa adipati untuk memata-matai VOC.

Strategi awal Sultan agung dalam rangka mengalahkan VOC ialah mengerahkan semua masyarakat laki-laki biasa Mataram yang sudah dewasa untuk berperang serta melakukan pelatihan mental dan fisik mereka dalam hal berkuda, memanah, serta menembak yang pistolnya berhasil dibuat mirip dengan yang telah disita oleh Sultan Agung sebelumnya. Namun, disaat semua persiapan tersebut dilakukan, ternyata Tumenggung Notoprojo mencoba untuk menggagalkan penyerangan yang akan dilakukan di Batavia tersebut. Sultan Agung yang akhirnya mengetahui kabar penghianatan pamannya tersebutpun membuat dirinya mewajibkan Tumenggung Notoprojo beserta pengikutnya untuk berangkat ke Batavia agar ikut berperang.

Pada awalnya, penyerangan oleh pasukan Mataram berhasil menggempur banteng dari VOC yang terletak dipinggir pantai, bahkan berhasil menerobos banteng tersebut dengan strategi pengepungan banteng, walaupun pada akhirnya, penyerangan pertama ini gagal sebab pasukan Mataram dipukul mundur secara paksa oleh VOC dengan menggunakan persenjataan yang lebih maju tentunya dibandingkan dengan senjata yang digunakan oleh pasukan Mataram. Akibat kekalahannya tersebut, tidak sedikit pasukan mengalami luka-luka yang cukup serius dan membuat pasukan Mataram memutuskan untuk beristirahat di sebuah hutan disekitaran Sungai Ciliwung. 

Lembayung, yang merupakan satu-satunya pasukan perempuan Mataram yang juga kekasih hati Sultan Agung mengatakan bahwa hutan tersebut merupakan jalur patroli VOC, namun apa yang dikatakannya diabaikan oleh para tumenggung. Hingga pada malam hari, VOC yang sedang melakukan patroli berhasil menyergap pasukan Mataram melalui sekoci-sekoci mereka. Keguguran pasukan Matarampun semakin terasa sebab banyak dari mereka yang mati kelaparan karena VOC membakar lumbung yang menjadi tempat persediaan makanan milik pasukan Mataram.

Strategi penyerangan kedua yang dilakukan oleh pasukan Mataram ialah mencemari Sungai Ciliwung yang merupakan sumber kehidupan dari VOC dengan bangkai hewan sehingga aliran sungai tersebut mengandung bakteri yang kemudian menimbulkan wabah penyakit Kolera. Strategi tersebutpun berhasil membuat Gubernur Jenderal VOC, K.P Coen wafat dan Mataram berhasil mempertahankan Batavia dan Banten dari jajahan VOC.

Dari apa yang telah dijelaskan diatas, saya sangat mengagumi ketegasan Sultan Agung dalam merespon kedatangan bangsa asing ke Indonesia. Seperti keputusan Sultan agung yang menolak perdagangan yang ingin dilakukan VOC di bumi Mataram dengan alasan beliau tidak ingin Kerajaan Mataram menjadi jajahan VOC seperti diwilayah lainnya walaupun hal tersebut menciptakan pro dan kontra didalamnya. Sebab, jika Sultan Agung menyetujui rencana perdagangan tersebut, memang akan membuat Kerajaan Mataram semakin maju, namun itu berarti sama saja dengan menyetujui VOC untuk berkuasa di Kerajaan Mataram. Selain itu, strategi Sultan Agung dalam merebut senjata yang dibawa VOC saat kerjasamapun memiliki tujuan yang sangat tidak disangka-sangka.


Taktik apa saja yang dilakukan Sultan Agung dalam keamanan wilayah Mataram?

Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya