Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 adalah sebuah Undang-undang yang mengatur Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Show Secara historis UU Pengadilan HAM lahir karena amanat Bab IX Pasal 104 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999. Dengan lahirnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tersebut, maka penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkungan Peradilan Umum. Ini merupakan wujud dari kepedulian negara terhadap warga negaranya sendiri. Negara menyadari bahwa perlunya suatu lembaga yang menjamin akan hak pribadi seseorang. Jaminan inilah yang diharapkan nantinya setiap individu dapat mengetahui batas haknya dan menghargai hak orang lain. Sehingga tidak terjadi apa yang dinamakan pelanggaran HAM berat untuk kedepannya. Dengan diundangkannya UU ini, setidaknya memberikan kesempatan untuk membuka kembali kasus pelanggaran HAM berat yang penah terjadi di Indonesia sebelum diundangkan UU Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 43-44 tentang Pengadilan HAM Ad Hoc. Dan Pasal 46 tentang tidak berlakunya ketentuan kadaluwarsa dalam pelanggaran HAM yang berat. Masuknya ketentuan tersebut dimaksudkan agar kasus-kasus yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diadili. Dalam UU No. 26 Tahun 2000 hukum acara atas pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang terdiri dari:
Latuharhary – 5 (lima) Lembaga negara yang tergabung dalam National Preventive Mechanism (NPM) sampaikan keprihatinan atas masih adanya tindakan penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya serta merendahkan martabat di tempat-tempat penahanan di Indonesia dimana hal ini disampaikan pada jumpa pers memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional di Gedung Komnas HAM Menteng Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019). Sebagaimana diketahui, setiap tanggal 26 Juni setiap tahunnya, seluruh dunia memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional, dimana momen ini menjadi pengingat bagi masyarakat dunia bahwa penyiksaan, tindakan tidak manusiawi atau merendahkan martabat adalah perbuatan illegal dan ini berlaku secara universal. Perwakilan 5 (lima) lembaga negara yang terlibat pada jumpa pers ini adalah Susilaningtyas (Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban/LPSK), Rita Pranawati (Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia/KPAI), Sandrayati Moniaga (Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM), Ninik Rahayu (Komisioner Ombudsman Republik Indonesia/ORI) dan Yuniyanti Chozaifah (Komisioner Komnas Perempuan). Sandrayati Moniaga mengungkapkan bahwa masih ada bentuk-bentuk penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya serta merendahkan martabat yang terjadi di tempat-tempat penahanan di Indonesia. "Bisa saja dia (baca: korban) tidak disiksa secara fisik, akan tetapi kondisi tempat-tempat yang tidak memadai membuat mereka diperlakukan tidak manusiawi sehingga hal itu juga bisa disebut sebagai penyiksaan," imbuhnya.
Sandra menyampaikan harapannya agar media dapat membantu mempublikasikan kepedulian 5 (lima) lembaga negara terhadap situasi secara umum dan peringatan kepada kita semua agar penyiksaan segera berakhir di Indonesia. Lebih lanjut, Sandrayati mengungkapkan bahwa salah satu bentuk kerangka pencegahan yang efektif adalah dengan meratifikasi Optional Protocol CAT (OpCAT). "5 (lima) lembaga sepakat untuk mendorong Indonesia terbebas dari penyiksaan. Kita sudah meratifikasi konvensi anti penyiksaan pada tahun 1998 dan kita perlu mendorong ratifikasi Optional Protocol penghapusan penyiksaan (OpCAT) karena opCAT ini dapat membantu kita semua untuk bisa lebih efektif lagi mencegah terjadinya penyiksaan," pungkasnya. Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, dalam rangka menyambut momentum Hari Anti Penyiksaan Internasional, Komnas HAM bersama Komnas Perempuan, KPAI, ORI dan LPSK yang tergabung dalam NPM bersama-sama telah menyelenggarakan dialog publik Mekanisme Pencegahan Penyiksaan di Hotel Aryaduta, Jakarta.(Tari/ENS) tirto.id - Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hal wajib yang patut diberikan kepada setiap manusia di seluruh dunia. Di Indonesia, terdapat beberapa upaya yang dilakukan untuk menegakkan HAM, mulai dari pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), instrumen HAM, dan pengadilan HAM. Melansir catatan Badan Pusat Statistik, definisi HAM telah dijabarkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berikut ini artinya. “hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia"
Berdasarkan catatan Yusnawan Lubis dan Mohamad Sodeli dalam buku ajar PPKn (2017:22), terungkap bahwa semua negara yang ada di dunia menjunjung tinggi HAM. Namun, upaya penegakan dari setiap negara berbeda karena masing-masing punya ideologi, budaya, dan nilai khas tersendiri. Dengan kata lain, Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila dan hukum dasar UUD 1945 tentu menjadikan keduanya sebagai patokan menangani penegakan HAM. Berikut ini tiga upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam menegakkan HAM.
Pembentukan Komnas HAM
Menurut situs resmi Komnas HAM, lembaga ini memiliki status yang setingkat dengan lembaga-lembaga negara lain di Indonesia. Fungsi lembaga yang dibentuk pada 7 Juni 1993 ini adalah melakukan penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi terkait masalah HAM.
Lembaga ini diisi dengan anggota berjumlah 35 orang yang semuanya dipilih oleh DPR dan disahkan presiden. Mereka semua mempunyai wewenang untuk melakukan perdamaian pada pihak yang berkonflik, menyelesaikan masalah dengan cara konsultasi dan negosiasi, merekomendasikan suatu kasus HAM kepada DPR untuk diteruskan penanganannya, serta menyarankan kepada pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalahnya di pengadilan. Bukan hanya itu, setiap individu dari negara Indonesia diizinkan untuk mengadukan masalah kepada lembaga jika terjadi kasus pelanggaran HAM.
Infografik SC Upaya Menegakkan HAM di Indonesia. tirto.id/Fuad
Pembentukan Instrumen HAM
Instrumen HAM meliputi alat-alat yang digunakan untuk melindungi dan menegakkan HAM, di antaranya adalah lembaga (Komnas HAM) serta peraturan-peraturan tentang HAM. Peraturan ini ternyata diciptakan agar jaminan hukum dan arahan proses penegakan HAM bisa berjalan dengan baik. Berikut ini beberapa aturan yang dibuat untuk mengatur perihal HAM di Indonesia.
Pembentukan Pengadilan HAM
Seperti yang tertulis dalam UU RI No 26 Tahun 2000, terdapat Pengadilan HAM yang terbentuk untuk mengadili para pelanggar HAM. Lengkapnya, pengadilan yang satu ini khusus menangani kasus pelanggaran HAM, mulai dari masalah antar individu hingga masyarakat luas. Pengadilan ini diberikan tugas dan wewenang untuk memeriksa serta memutus kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia maupun di luar wilayah negara. Dengan adanya Pengadilan HAM, penegakan, kepastian hukum, keadilan, dan perasaan aman terkait HAM pun diusahakan bisa berjalan.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
HAM
atau
tulisan menarik lainnya
Yuda Prinada
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
|