Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Show
UU 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian merupakan pengganti UU 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang memuat pembaharuan hukum, sehingga mampu mewujudkan Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh, serta terpercaya sebagai entitas bisnis, yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip Koperasi. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian menegaskan bahwa pemberian status dan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan mengenai hal tertentu merupakan wewenang dan tanggung jawab Menteri. Pun Pemerintah memiliki peran dalam menetapkan kebijakan serta menempuh langkah yang mendorong Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk mendorong langkah tersebut, Pemerintah wajib menghormati jati diri, keswadayaan, otonomi, dan independensi Koperasi tanpa melakukan campur tangan terhadap urusan internal Koperasi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian disahkan pada tangagl 29 Oktober 2012 di Jakarta oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian diundangkan oleh Menkumham Amir Syamsudin dan mulai berlaku pada tanggal 30 Oktober 2012. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian diumumkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, dan Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian diumumkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355, agar seluruh orang Indonesia mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian mencabut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Latar belakang pertimbangan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian adalah:
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ketentuan tersebut sesuai dengan prinsip Koperasi, karena itu Koperasi mendapat misi untuk berperan nyata dalam menyusun perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang-seorang. Dalam rangka mewujudkan misinya, Koperasi tak henti-hentinya berusaha mengembangkan dan memberdayakan diri agar tumbuh menjadi kuat dan mandiri sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Di samping itu, Koperasi berusaha berperan nyata mengembangkan dan memberdayakan tata ekonomi nasional yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur. Untuk mencapai hal tersebut, keseluruhan kegiatan Koperasi harus diselenggarakan berdasarkan nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta nilai dan prinsip Koperasi. Pembangunan Koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari segi kuantitas, hasil pembangunan tersebut sungguh membanggakan ditandai dengan jumlah Koperasi di Indonesia yang meningkat pesat. Namun, jika ditinjau dari segi kualitas, masih perlu diperbaiki sehingga mencapai kondisi yang diharapkan. Sebagian Koperasi belum berperan secara signifikan kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Pembangunan Koperasi seharusnya diarahkan pada penguatan kelembagaan dan usaha agar Koperasi menjadi sehat, kuat, mandiri, tangguh, dan berkembang melalui peningkatan kerjasama, potensi, dan kemampuan ekonomi Anggota, serta peran dalam perekonomian nasional dan global. Banyak faktor yang menghambat kemajuan Koperasi. Hal tersebut berakibat pada pengembangan dan pemberdayaan Koperasi sulit untuk mewujudkan Koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kerja sama, potensi, dan kemampuan ekonomi Anggota dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Salah satu faktor penghambat tersebut adalah peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ternyata sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan Koperasi. Sebagai suatu sistem, ketentuan di dalam Undang-Undang tersebut kurang memadai lagi untuk dijadikan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi, terlebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan. Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan yang mengatur nilai dan prinsip Koperasi, pemberian status badan hukum, permodalan, kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi dan peranan Pemerintah. Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai faktor penghambat kemajuan Koperasi, perlu diadakan pembaharuan hukum di bidang Perkoperasian melalui penetapan landasan hukum baru berupa Undang-Undang. Pembaharuan hukum tersebut harus sesuai dengan tuntutan pembangunan Koperasi serta selaras dengan perkembangan tata ekonomi nasional dan global. Undang-Undang tentang Perkoperasian ini merupakan pengganti Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang memuat pembaharuan hukum, sehingga mampu mewujudkan Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh, serta terpercaya sebagai entitas bisnis, yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip Koperasi. Undang-Undang ini menegaskan bahwa pemberian status dan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan mengenai hal tertentu merupakan wewenang dan tanggung jawab Menteri. Selain itu, Pemerintah memiliki peran dalam menetapkan kebijakan serta menempuh langkah yang mendorong Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam menempuh langkah tersebut, Pemerintah wajib menghormati jati diri, keswadayaan, otonomi, dan independensi Koperasi tanpa melakukan campur tangan terhadap urusan internal Koperasi. Di bidang keanggotaan, Undang-Undang ini memuat ketentuan yang secara jelas menerapkan prinsip Koperasi di bidang keanggotaan, yaitu bahwa keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka, satu orang satu suara, pengawasan Koperasi oleh Anggota, dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi. Ketentuan mengenai perangkat organisasi Koperasi memuat adanya Pengawas dan Pengurus yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pengawas bertugas memberi nasihat kepada Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus, sedangkan Pengurus bertugas mengelola Koperasi. Ketentuan mengenai tugas dan wewenang Pengawas dan Pengurus disusun agar Pengawas dan Pengurus bekerja secara profesional. Dalam hal pengawasan Koperasi Simpan Pinjam, peran Pemerintah diperkuat dengan pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri. Selain itu dalam hal jaminan terhadap Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Simpan Pinjam diwajibkan menjamin Simpanan Anggotanya. Dalam kaitan ini, Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam. Undang-Undang ini mendorong perwujudan prinsip partisipasi ekonomi Anggota, khususnya kontribusi Anggota dalam memperkuat modal Koperasi. Salah satu unsur penting dari modal yang wajib disetorkan oleh Anggota adalah Sertifikat Modal Koperasi yang tidak memiliki hak suara. Sekalipun terdapat keharusan pemilikan Sertifikat Modal Koperasi ini, namun Koperasi tetap merupakan perkumpulan orang dan bukan perkumpulan modal. Undang-Undang ini juga memuat ketentuan mengenai lembaga yang didirikan oleh Gerakan Koperasi. Ditegaskan bahwa Gerakan Koperasi mendirikan suatu lembaga yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, berupa dewan Koperasi Indonesia. Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi menyatakan bahwa pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota, jangka waktu berdirinya telah berakhir, atau keputusan Menteri. Ketentuan tentang ketiga alternatif tersebut beserta penyelesaiannya diatur di dalam Undang-Undang ini. Berdasarkan hal-hal tersebut, Undang-Undang ini disusun untuk mempertegas jati diri Koperasi, asas dan tujuan, keanggotaan, perangkat organisasi, modal, pengawasan, peranan Gerakan Koperasi dan Pemerintah, pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan penjaminan Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam, serta sanksi yang dapat turut mencapai tujuan pembangunan Koperasi. Implementasi Undang-Undang ini secara konsekuen dan konsisten akan menjadikan Koperasi Indonesia semakin dipercaya, sehat, kuat, mandiri, dan tangguh serta bermanfaat bagi Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Berikut adalah isi kebijakan negara tentang Koperasi dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian (bukan format asli): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan. Pasal 4Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan. BAB IIINILAI DAN PRINSIPPasal 5
Pasal 6
Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan, Menteri harus menolak permohonan secara tertulis disertai alasannya. Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditolak apabila:
Pasal 23Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 15. Bagian KeempatPengumumanPasal 24
Pasal 25
Koperasi mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat Anggota, Pengawas, dan Pengurus. Bagian KeduaRapat AnggotaPasal 32Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Pasal 33Rapat Anggota berwenang:
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39Persetujuan terhadap laporan pertanggungjawaban tahunan merupakan penerimaan terhadap pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota. Pasal 40
Pasal 41Rapat Anggota dianggap sah apabila diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan tata cara Rapat Anggota yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46Setiap penyelenggaraan Rapat Anggota wajib dibuat Risalah Rapat Anggota yang disertai tanda tangan pimpinan rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang Anggota yang ditunjuk oleh Rapat Anggota. Pasal 47Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara, dan ketentuan lain mengenai penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 46 diatur dalam Anggaran Dasar. Bagian KetigaPengawasPasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54Ketentuan mengenai pengisian jabatan Pengawas yang kosong atau dalam hal Pengawas diberhentikan atau berhalangan tetap, diatur dalam Anggaran Dasar. Bagian KeempatPengurusPasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi akan:
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65Ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Pengurus yang kosong atau dalam hal Pengurus diberhentikan untuk sementara atau berhalangan tetap diatur dalam Anggaran Dasar.
Perubahan nilai Sertifikat Modal Koperasi mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku dan ditetapkan dalam Rapat Anggota. Pasal 72
Pasal 73Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjualan dan pemindahan Sertifikat Modal Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 diatur dalam Anggaran Dasar. Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76Perjanjian penempatan Modal Penyertaan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya memuat:
Pasal 77Ketentuan lebih lanjut mengenai modal Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 sampai dengan Pasal 76 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha pada Koperasi Simpan Pinjam, Anggota wajib menyetor tambahan Sertifikat Modal Koperasi. Bagian KetigaDana CadanganPasal 81
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 terdiri dari:
Pasal 84
Pasal 85Ketentuan mengenai tata cara pengembangan jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 84 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian KeduaTingkatanPasal 86
Bagian KetigaUsahaPasal 87
BAB XKOPERASI SIMPAN PINJAMPasal 88
Pasal 89Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) meliputi kegiatan:
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
Pasal 94
Pasal 95Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 93 diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB XIPENGAWASAN DAN PEMERIKSAANBagian KesatuPengawasanPasal 96
Pasal 97
Bagian KeduaPemeriksaanPasal 98
Pasal 99Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pemeriksaan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 sampai dengan Pasal 98 diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian KetigaPengawasan Koperasi Simpan PinjamPasal 100
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:
Pasal 103
Pasal 104
Pasal 105Menteri dapat membubarkan Koperasi apabila:
Bagian KeduaPenyelesaianPasal 106
Pasal 107Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi tetapi Koperasi tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, Anggota hanya menanggung sebatas Setoran Pokok, Sertifikat Modal Koperasi, dan/atau Modal Penyertaan yang dimiliki. Pasal 108Tim Penyelesai mempunyai tugas dan fungsi:
Pasal 109Tim penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dan ayat (3) dapat diganti apabila tidak melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108. Bagian KetigaPenghapusan Status Badan HukumPasal 110Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia. Bagian KeempatPengaturan Lebih LanjutPasal 111Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya status badan hukum Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 110 diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XIVPEMBERDAYAANBagian KesatuPeran PemerintahPasal 112
Pasal 113
Pasal 114
Bagian KeduaGerakan KoperasiPasal 115
Pasal 116Dewan Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi yang bertugas:
Pasal 117Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dewan Koperasi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 berasal dari:
Pasal 118
Pasal 119
BAB XVSANKSI ADMINISTRATIFPasal 120
BAB XVIKETENTUAN PERALIHANPasal 121Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Pasal 122
Pasal 123
BAB XVIIKETENTUAN PENUTUPPasal 124
Pasal 125Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang- Undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 126Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
[ Foto Dewan Koperasi Indonesia Daerah By Akhmad Fauzi, CC BY 3.0, Link ] |