Usaha apa saja yang sudah dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional

Covid-19 yang cepat menyebar dan ‘mematikan’ menyebabkan WHO menetapkannya sebagai Pandemi Global pada tanggal 11 Maret 2020. Pandemi Covid-19 yang awalnya hanya mempengaruhi kesehatan, juga mempengaruhi perekonomian nasional dan global.

Mendorong Konsumsi untuk Pemulihan Ekonomi

Pada triwulan II tahun 2020, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar -5,3%. Kontraksi ekonomi Indonesia tersebut cukup dalam namun relatif lebih baik dibandingkan negara lain termasuk negara ASEAN misalnya Singapura. Penurunan kinerja ekonomi nasional antara lain disebabkan penurunan konsumsi rumah, belanja investasi dan realisasi belanja pemerintah.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh 5 (lima) komponen yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pengeluaran investasi, export dan import. Dari kelima komponen tersebut, komponen yang relatif dapat didorong oleh Pemerintah dalam jangka pendek adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Sementara untuk investasi, membutuhkan waktu relatif panjang. Untuk export, membutuhkan upaya yang lebih karena dunia usaha nasional belum pulih dan kondisi ekonomi global yang masih lesu.

Menyadari hal tersebut, dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, salah satu kebijakan yang diambil pemerintah adalah mendorong konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Konsumsi rumah tangga dilakukan oleh pemerintah, dengan mengalokasikan dana sebesar Rp203,9 triliun untuk Perlindungan Sosial. Tujuan Perlindungan Sosial tersebut adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus mendorong konsumsi masyarakat. Perlindungan Sosial tersebut diberikan antara lain melalui Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, subsidi listrik dan Program Keluarga Harapan. Pemerintah juga memberikan BLT BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp600.000 untuk karyawan swasta yang mempunyai gaji Rp5 juta/bulan ke bawah.

Skema Perlindungan Sosial di atas diharapkan berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Walaupun sulit untuk mencapainya namun diharapkan deviasinya tidak melebihi 5%. Demikian juga waktu penyaluran, dapat dilakukan segera, mengingat kebutuhan hidup masyarakat yang mendesak dan akhir tahun anggaran yang semakin mendekat. Realisasi penyalurannya juga diharapkan diatas 95%. Penyaluran Perlindungan Sosial yang dicantumkan dalam jenis Belanja Bansos dalam APBN relatif mudah. Prosedur pencairan harus disederhanakan tanpa menghilangkan akuntabilitasnya.

Di samping pengeluaran belanja untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, Pemerintah juga mengalokasikan belanja yang digunakan Kementerian/Lembaga (K/L). Total belanja belanja K/L (termasuk belanja Pemulihan Ekonomi Nasional) adalah sebesar Rp1.975,2 triliun.

Belanja K/L merupakan belanja untuk konsumsi pemerintah, terdiri dari tiga jenis belanja yaitu belanja Pegawai, Barang, dan Modal. Ketiga jenis belanja tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Belanja Pegawai direalisasikan secara ‘otomatis’ setiap bulan dan capaiannya biasanya tinggi, tahun 2019 mencapai 98,56%. Sementara itu Belanja Barang dan Modal direalisasi berdasarkan kegiatan, sebagian membutuhkan proses pengadaan, biasanya ‘menumpuk’ di akhir tahun dan capaiannya tidak setinggi belanja pegawai (tahun 2019 realisasi belanja Barang sebesar 96,87%, belanja Modal sebesar 93,93%)

Untuk dapat menggerakkan perekonomian, kegiatan pemerintah harus dipercepat dengan tetap menjaga good governance untuk merealisasikan belanja Barang dan Modal. Pengeluaran belanja tersebut seharusnya ditujukan untuk produksi dalam negeri sehingga usaha dalam negeri bergerak sehingga memberikan multiplier effects yang besar.

Peran Pemda dalam Mendorong Konsumsi Masyarakat dan Pemerintah

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, tahun 2020, Pemerintah Pusat (Pempus) mengalokasikan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 763,9 triliun. Dana tersebut dicairkan secara bertahap ke pemerintah daerah (pemda). Untuk pemda yang Pendapatan Asli Daerah kecil, APBD pemda mengandalkan TKDD.

Pemda sebagai bagian integral dari Pemerintah Indonesia mempunyai peran yang strategis dalam mendorong konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah. Jumlah pemda (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) sebanyak 542 mempunyai total APBD (pengeluaran belanja) sebesar Rp1.303,3 triliun (per 8 Juli 2020, Kemenkeu).

Pemda mempunyai otonomi dalam mengelola pemerintahannya dan APBD, mempunyai wilayah dan akses langsung dengan masyarakat. Oleh sebab itu, pemda dapat bersinergi dengan Pempus untuk meningkatkan konsumsi masyarakat. Dua hal yang dapat dilakukan oleh pemda yaitu berkordinasi untuk memberikan data yang valid dalam rangka pelaksanaan program Perlindungan Sosial dan mengalokasikan dana APBD untuk menambah program Perlindungan Sosial. Hal ini sekaligus dapat meng-cover masyarakat yang tidak mendapatkan program Perlindungan Sosial dari APBN.

Selanjutnya, pemda dapat mempercepat realiasi APBD terutama belanja Barang dan Modal. Jika seluruh pemda diasumsikan dapat merealisasikan anggarannya 95% dari total APBD sebesar Rp1.303,3 triliun maka likuiditas untuk menggerakkan perekonomian akan bertambah sebesar Rp1.238,14 triliun. Daya dorong realisasi APBD tersebut akan semakin besar jika ditambah dengan percepatan dan besaran realisasi APBN di daerah.

Demikian juga di Kalimantan Barat (Kalbar), pemda se-Kalbar harus mempercepat realisasi APBD untuk menggerakkan ekonomi Kalbar. Kalbar yang mempunyai 15 pemda (satu pemerintah provinsi dan 14 pemerintah kabupaten/kota), pada tahun 2020 memperoleh TKDD sebesar Rp18,585 triliun dengan total APBD sebesar Rp27,285 triliun. Sementara itu, total angaran belanja K/L di Kalbar sebesar Rp8,859 triliun.

Disamping mempercepat dan meningkatkan persentase realisasi anggaran, Pemda se-Kalbar diharapkan juga meningkatkan nilai tambah pengeluaran pemda dengan membeli produk lokal dan menciptakan lapangan kerja. Penciptaan lapangan kerja dapat dilakukan dengan melaksanakan program padat karya tunai baik pada proyek pembangunan yang didanai APBD maupun Dana Desa.

Penulis : Edward UP Nainggolan (Kakanwil DJKN Kalimantan Barat)

Dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional dan global sangat terasa pada triwulan II tahun 2020. Triwulan I tahun 2020, ekonomi nasional masih tumbuh 2,97%, walau turun dibandingkan dengan triwulan I tahun 2019 yang sebesar 5,07. Hal ini terjadi karena pengaruh eksternal di mana Covid-19 sudah merebak di beberapa negara seperti Cina.

Pada triwulan II, walaupun belum ada data resmi, Indonesia diperkirakan mengalami kontraksi (pertumbuhan ekonomi negatif) sekitar 3%. Hal ini terjadi karena kebijakan social distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) baru di mulai pada pertengahan Maret. Social distancing dan PSBB tersebut sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi.

Keadaan ekonomi Indonesia tersebut masih lebih bagus di tingkat regional maupun dunia. Beberapa negara mengalami kontraksi yang sangat dalam misalnya Singapura sebesar 41,2%, Amerika Serikat diperkirakan sekitar 10%, dan Inggris sekitar 15%. Sementara itu, Bank Dunia memprediksi ekonomi global pada tahun 2020 akan mengalami kontraksi sebesar 5,2% dan Indonesia 0,3%, merupakan negara kedua terbaik ekonominya sesudah Vietnam yang diperkirakan pertumbuhan ekonominya positif.

Para pengamat ekonomi dan Lembaga Internasional (IMF, Bank Dunia, OECD) memprediksi akan terjadi resesi ekonomi dunia pada tahun 2020. Resesi tersebut akan dialami lebih dalam oleh negara-negara maju. Indonesia diperkirakan akan mengalami resesi namun resesi ringan (mild recession) karena kontraksi ekonomi diperkirakan “hanya” sekitar -3%-0% dan tidak akan berlangsung lama, sekitar 2 triwulan.

Sinergi dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Prediksi tersebut tentu membuat kita semakin optimis untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pemulihan ekonomi nasional secara konsisten dan membangun kerjasama dari seluruh komponen bangsa. Pemerintah Pusat mengambil kebijakan pemulihan ekonomi yang holistic. Pelaksanaan kebijakan tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah.

Pemda mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional. Pemda memahami struktur ekonomi daerah, demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Di samping itu, kebijakan APBD dapat disinergikan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah.

Di samping itu, masyarakat dan pelaku usaha termasuk UMKM juga mempunyai peran yang strategis dalam mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah memberikan kemudahan/stimulus fiskal dan moneter, seyogyanya disambut dengan positif oleh pelaku usaha dengan menggerakkan usahanya secara baik.

Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional

Pemulihan ekonomi nasional dilakukan dengan mengambil kebijakan fiskal dan moneter yang komprehensif. Di samping itu, Pemerintah juga mengalokasikan dana APBN untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 695,2 triliun.

Pemulihan ekonomi nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III. Meskipun tidak bertumbuh positif, diharapkan ekonomi nasional tidak berkontraksi sebesar triwulan II. Selanjutnya triwulan IV, diharapkan ekonomi nasional bertumbuh positif sehingga kontraksi tahun 2020 bisa ditekan sekecil mungkin. Sementara itu, pada tahun 2021, diharapkan ekonomi nasional akan mengalami recovery secara siginifkan.

Untuk mencapai tujuan di atas, terdapat 3 (tiga) kebijakan yang dilakukan yaitu peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekpansi moneter. Kebijakan tersebut dilaksanakan secara bersamaan dengan sinergy antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan moneter dan institusi terkait.

Salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri, semakin banyak konsumsi maka ekonomi akan bergerak. Konsumsi sangat terkait dengan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik dan lain-lain. Pemerintah juga mendorong konsumsi kementerian/Lembaga/pemerintah daerah melalui percepatan realisasi APBN/APBD. Konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga memberikan multiplier effects yang signifikan.

Pemerintah berusaha menggerakkan dunia usaha melalui pemberian insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Untuk UMKM, pemerintah antara lain memberikan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga melalui Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro, penjaminan modal kerja sampai Rp10 miliar dan pemberian insentif pajak misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) Ditanggung Pemerintah. Untuk korporasi, Pemerintah memberikan insentif pajak antara lain bebas PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pengembalian pendahuluan PPN; menempatkan dana Pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur. Pemerintah juga memberikan penjaminan modal kerja untuk korporasi yang strategis, prioritas atau padat karya.

Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian Surat Berharga Negara, dan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tujuan penurunan suku bunga adalah meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.

Mari bekerjasama dan membangun sinergi untuk memulihkan perekonomian nasional. The only thing that will redeem mankind is cooperation.(Bertrand Russell)

Penulis : Edward UP Nainggolan, Kakanwil DJKN Kalimantan Barat