Yang merupakan sumber hukum kedua setelah al-quran adalah

Disusun oleh : Dilla Maharani

Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 3, STAI AL-AQIDAH AL-HASYIMIYYAH JAKARTA

Sinar5News.Com – Jakarta – Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan yang menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang sekaligus menjadi pandangan atau pedoman hidup. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam merupakan sumber ajaran yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia, sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran yang sangat luas dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah, sosial, ekonomi, sains, teknologi dan sebagainya.

Islam sendiri sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan, terutama yang bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas dan juga ijtihad.

Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dan  tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari kedua sumber Islam tersebut.

Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang syari’at Islam dengan benar sesuai  dengan tanpa Al-Qur’an dan Hadits. Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti. Baik itu dalam hal perintah ataupun larangan.

Hadits atau sunnah sebagai sumber hukum Islam tidak hanya untuk kaitannya dalam hal ibadah, akan tetapi juga dalam masalah masyarakat sosial. Eksistensi sunnah atau hadits dapat sumber hukum Islam dapat dilihat dari beberapa argumen Al-Qur’an, ijma’  maupun argumen rasional. 

1. Pengertian Al-Hadits

Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.

Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir).

Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan:

a. Hadits Qauliyah ( ucapan)

Yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).

b. Hadits Fi’liyah

Yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak penuduh.

c. Hadits Taqririyah

Yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu.

2. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam

Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam Al-Quran.

Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain.

Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam.

3. Fungsi Hadits

Berikut adalah fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam :

a. Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. 

b. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal :

c. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an

d. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.

e. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum

f. Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an

Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan.

Yang merupakan sumber hukum kedua setelah al-quran adalah

Perbesar

ilustrasi al-quran/pexels

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam tentunya untuk menjelaskan lebih detail apa yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Pada dasarnya, hadits memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada di Al-Qur’an. Para ulama sepakat setiap umat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada hadits-hadits shahih.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13). 

Berikut ini beberapa fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang perlu kamu pahami :

1. Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Qur’an)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang pertama yakni adalah Bayan At-Taqrir atau memperjelas isi Al-Qur’an. Hadits berfungsi untuk memperjalas isi Al-Qur’an, agar lebih mudah dipahami dan menjadi petunjuk umat manusia dalam menjalankan perintah dari Allah SWT.

Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Qur’an. Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:

“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)

Hadits diatas mentaqrir atau menjelaskan dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

يَااَيُّهَاالَّذِ يْنَ اَمَنُوْااِذَاقُمْتُمْ اِلَى الصّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِ يَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)

Contoh lainnya dari Bayan at-Taqrir adalah terkait perintah sholat. Allah SWT berfirman, “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. 4/An-Nisa`: 103)

“Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan juga mungkar.” (QS. 29/Al-Ankabut: 45).

Dalam dua ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah rakaat didalam shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu Rosulullah SAW menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan perkataan. Rasulullah SAW bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).

2. Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Qur’an)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan At-Tafsir atau hadits berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur’an.

Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al-Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At- tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.

أَتَى بِسَا رِقِ فَقَطَعَ يَدَهُ مِنْ مِفْصَلِ الْكَفِّ

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْااَيْدِ يَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)

Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.