KABARPANDEGLANG.COM – Perlawanan terhadap penjajahan pemerintah Hindia Belanda terjadi di berbagai kawasan di Indonesia. Hindia-Belanda (Indonesia) pada periode ke-17 dan 18 tidak dikuasai secara eksklusif oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). Show Monopoli perdagangan dan mencampuri urusan dalam kerajaan mengakibatkan perlawanan di banyak sekali kawasan. Perlawanan tersebut belum dapat mengusir penjajah, namun membangkitkan semangat anti penjajahan. Abad XIX merupakan puncak perlawanan rakyat Indonesia di aneka macam kawasan dalam menentang Pemerintah Hindia Belanda. Kegigihan perlawanan rakyat Indonesia menyebabkan Belanda mengalami krisis keuangan untuk biaya perang. Perlawanan di aneka macam daerah tersebut belum berhasil membuahkan kemerdekaan. Semua perlawanan dapat dipadamkan dan kerajaan-kerajaan di Indonesia semakin mengalami keruntuhan. Secara umum, kegagalan perjuangan rakyat Indonesia di aneka macam tempat dalam mengusir penjajah yaitu:
Baca Juga : Kerja Sama Seni Dalam Permainan Musik Beberapa contoh perlawanan rakyat Indonesia terhadap Pemerintah Hindia Belanda adalah sebagai berikut. 1) Perang Saparua di AmbonMerupakan perlawanan rakyat Ambon dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam pemberontakan tersebut, seorang pahlawan perempuan bernama Christina Martha Tiahahu melaksanakan perlawanan dengan berani. Perlawanan Pattimura mampu dikalahkan sehabis dukungan pasukan Belanda dari Jakarta tiba. Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan dihukum gantung. 2) Perang Paderi di Sumatra BaratBersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan Belanda, menyebabkan Belanda kesulitan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga tiba untuk mendukung pejuang Paderi. Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh. Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut kesannya Belanda menang ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado sampai wafat tahun 1864. 3) Perang Diponegoro 1825-1830Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda. Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Diponegoro. Baca Juga : Memahami Pesan-Pesan Mulia Q.S. Al-Māidah/5 : 90-91 Pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok-patok tersebut. Perang tidak mampu dihindarkan, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar Belanda. Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu tipu daya karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar sampai wafat tahun 1855. 4) Perang AcehSemangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat Aceh. Jendral Kohler terbunuh ketika pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras. Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje untuk mencari kelemahan rakyat Aceh. Snouck Hugronje menawarkan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh. Taktik yang paling mujarab yaitu dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dengan ulama. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda memperlihatkan anjuran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama mampu dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak. Belanda mengumumkan perang Aceh simpulan tahun 1904. Namun demikian perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930-an. 5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra UtaraPerlawanan di Sumatra Utara dilakukan Sisingamangaraja XII, perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877. Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan sehabis Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda. Baca Juga : Aturan, Macam, Dan Manfaat Pemantulan Suara 6) Perang BanjarPerang Banjar berawal dikala Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi pinjaman kepada Pangeran Tamjid Ullah yang tidak disukai rakyat. Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda, dengan tunjangan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di pulau Kalimantan. Perlawanan benar-benar mampu dipadamkan pada tahun 1866. 7) Perang Jagaraga di BaliPerang Jagaraga berawal saat Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak penguasa di tempat tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak mendapatkan tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini menjadikan Belanda melaksanakan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem. Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi target Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Belanda sesudah rakyat melakukan perang habis-habisan hingga mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.
Terima kasih telah membaca artikel di website kabarpandeglang.com, semoga bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kamu dan bisa dijadikan referensi. Artikel ini telah dimuat pada kategori pendididkan https://kabarpandeglang.com/topik/pendidikan/, Jangan lupa share ya jika artikelnya bermanfaat. Salam admin ganteng..!! |