11 perbedaan bank syariah dan konvensional

tirto.id - Perbedaan bank konvensional dan bank syariah yaitu bank syariah menerapkan pembagian kerugian sementara bank konvensional tidak.

Bank Syariah terus bertambah di Indonesia. Dalam sistem perbankan di Indonesia memang terdapat dua macam sistem operasional perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah.

Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip hukum islam, syariah. Bank syariah tidak didasarkan pada pada orientasi laba dengan menerapkan bunga seperti pada bank konvensional.

Seperti yang dilansir dari Bank Indonesia, sistem perbankan syariah yang beroperasi didasarkan pada prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan bagi masyarakat maupun bank. Perbankan syariah menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema yang lebih variatif. Dengan demikian, Bank Syariah dapat menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat.

11 perbedaan bank syariah dan konvensional

Beberapa hal yang perlu dicermati dari menggunakan Bank Syariah yaitu dari segi akad, investasi, return, orientasi, hubungan bank dengan nasabah, dewan pengawas, dan penyelesaian sengketa.

Dari segi akad, Bank Syariah memiliki konsekuensi dunia dan akhirat karena berdasarkan hukum islam. Setiap akad yang dilakukan harus halal, harga barang dan jasa jelas, tempat penyerahan barang dan jasa jelas, dan barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.

Dari segi Investasi, Bank Syariah memilih proyek yang jelas untuk dibiayai. Proyek tersebut mengandung beberapa hal pokok seperti proyek harus halal, bermanfaat bagi masyarakat, dan menguntungkan bagi bank maupun mitra usaha.

Dari segi return, bank syariah memberikan return kepada investor menggunakan sistem bagi hasil yang adil bagi kedua belah pihak. Sementara dari segi orientasi, Bank Syariah membagikan pembiayaannya tidak terbatas pada keuntungan semata, namun juga mempertimbangkan sisi kemakmuran masyarakat.

Dari segi hubungan bank dengan nasabah, Bank Syariah menjadikan nasabah sebagai mitra. Bank tidak berlaku sebagai kreditor namun sebagai mitra kerja dalam usaha bersama antara Bank Syariah dan debitur. Dari segi dewan pengawas, komisaris, Bank Indonesia, Bapepam dan dewan pengawas syariah merupakan pihak yang dijadikan dewan pengawas.

Sementara dari proses penyelesaian sengketa Bank Syariah, pada saat permasalahan muncul akan diselesaikan secara musyawarah. Namun jika tidak berhasil, maka akan diselesaikan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Selain itu, berikut ini informasi mengenai perbedaan Bank Syariah dengan bank konvensional menurut AIMS.

Pertama, sistem perbankan syariah memiliki produk sebagai aset nyata, uang hanyalah alat tukar, sedangkan sistem perbankan konvensional menggunakan uang sebagai produk selain alat tukar dan penyimpan nilai

Kedua, laba pada pertukaran barang dan jasa pada Bank Syariah adalah dasar untuk mendapatkan laba, sementara nilai waktu adalah dasar untuk membebankan bunga atas modal

Ketiga, anggaran keseimbangan Bank Syariah adalah hasil dari tidak ada ekspansi uang, sementara uang bank konvensional yang diperluas di pasar uang tanpa mendukung aset nyata, menghasilkan pembiayaan yang defisit pada bank konvensional.

Keempat, Bank Syariah mewajibkan eksekusi perjanjian untuk pertukaran barang dan jasa sementara bank konvensioal tidak memiliki perjanjian tertentu.

Kelima, Bank Syariah menerapkan pembagian kerugian sementara bank konvensional tidak. Keenam, memberi kontrol atas inflasi sehingga tidak ada harga tambahan yang dibebankan oleh pengusaha. Sebaliknya, bank konvensional menaikkan harga barang dan jasanya karena inflasi.

Ketujuh, pada Bank Syariah, pemerintah tidak dapat memperoleh pinjaman dari Badan Moneter tanpa memastikan barang ke dana Investasi Nasional, sementara pada bank konvensional pemerintah sangat mudah memperoleh pinjaman tanpa memulai pengeluaran pengembangan modal.

Kedelapan, jumlah ekspor neto menjadi positif karena peningkatan PDB riil pada bank syariah, sehingga mengurangi beban utang luar negeri dan mata uang lokal menjadi lebih kuat.

Sebaliknya pada bank konvensional, jumlah ekspor neto menjadi negatif karena penurunan PDB riil sehingga mengundang hutang luar negeri dan melemahkan mata uang lokal.

Meskipun demikian, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara bersama-sama mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Baca juga:

  • Bank Syariah Didorong untuk Sekuritisasi PPR
  • Pemerintah Susun Rencana Pendirian Bank Syariah Negara

Baca juga artikel terkait BANK SYARIAH atau tulisan menarik lainnya Destri Ananda Prihatini
(tirto.id - dap/yan)


Penulis: Destri Ananda Prihatini
Editor: Yantina Debora
Kontributor: Destri Ananda Prihatini

Array

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Seiring perkembangan waktu dan kebutuhan masyarakat yang dinamis, bank tidak hanya dibedakan menjadi bank umum maupun bank perkreditan rakyat. Kini telah ada pula istilah bank syariah yang sudah banyak ditemukan. Tidak tanggung-tanggung, istilah bank syariah sangat populer dan dianggap sesuai dengan para nasabah muslim yang sangat memperhatikan syariat Islam.

Perbedaan Mendasar Bank Konvensional dan Bank Syariah

Banyak orang bertanya-tanya mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan bank syariah. Mendengar dari namanya, sebagian pihak ingin mengetahui secara rinci benar tidaknya bank ini menerapkan berbagai aturan syariat Islam atau tidak. Banyak juga orang yang pada akhirnya mulai mencari perbedaan bank syariah dengan bank konvensional biasa. 

Mencari perbedaan memang akan membuat Anda lebih mudah mengerti mengenai sesuatu. Begitu pula dalam mengenal apa itu bank syariah. Dibandingkan dengan bank konvensional, sebenarnya ada lima poin perbedaan yang dapat dilihat dari kedua jenis bank ini.

1. Fungsi dan Kegiatan Bank

Dalam menjalankan kegiatannya, bank konvensional berfungsi menyediakan jasa keuangan dan sebagai intermediasi. Sementara itu, untuk bank syariah, selain menjadi intermediasi, jenis bank yang satu ini juga memiliki fungsi sebagai manajer investasi, investor sosial, dan tentu saja penyedia layanan keuangan.

2. Prinsip Dasar

Pada kegiatan usaha, pastinya ada prinsip dasar yang menjadi pegangan dalam menjalankan roda kegiatan. Begitu pula yang terjadi baik pada bank konvensional maupun bank syariah.

  • Prinsip pertama menyangkut nilai. Bank konvensional berprinsip bebas nilai, sedangkan bank syariah menjunjung prinsip syariah Islam yang menyatakan tidak ada pembebasan nilai.
  • Prinsip kedua yaitu mengenai pandangan terhadap uang. Bank konvensional melihat uang sebagai komoditas. Artinya, uang dipandang sebagai barang yang dapat diperjual-belikan. Sementara itu, bank syariah memandang uang sebagai alat tukar. Jadi, dalam bank syariah, uang tidak dapat diperjual-belikan, namun dapat ditukarkan kepada bentuk lain sesuai kebutuhan.
  • Prinsip ketiga menyangkut tentang pertumbuhan dana yang disimpan nasabah  di kedua jenis bank tersebut. Di bank konvensional, uang akan bertumbuh dengan adanya pemberian bunga yang didapat dari pengelolaan pihak bank. Namun, bank syariah menolak sistem bunga tersebut, Untuk menumbuhkan uang nasabahnya, bank ini menerapkan sistem bagi hasil.

3. Sumber Likuiditas Jangka Pendek

Kedua jenis bank ini sama-sama memperoleh likuiditasnya dari dua sumber, yakni pasar uang dan bank sentral. Di Indonesia, yang dimaksud dengan bank sentral adalah Bank Indonesia. Hal yang membedakan antara likuiditas bank konvensional dengan bank syariah terletak di pasar uang. Likuiditas bank konvensional dari pasar uang bebas didapatkan dari emiten mana saja. Sementara itu, bank syariah hanya mengambil sumber dari pasar uang yang menerapkan prinsip-prinsip syariah.

4. Risiko Usaha

Mengenai  risiko usaha, bank syariah menerapkan poin “ringan sama dijinjing, berat sama dipikul” antara bank dan nasabah. Hal ini membuat semua hal yang terjadi ditanggung secara bersama-sama, baik berupa keuntungan maupun kerugian. 

Sementara itu pada bank konvensional biasa, pihak bank tidak berurusan dengan risiko yang mungkin dihadapi nasabahnya. Pihak nasabah juga tidak perlu memikirkan risiko yang mungkin terjadi kepada bank tempatnya melakukan transaksi keuangan ataupun menyimpan dana.

5. Struktur Pengawas

Agar tidak melenceng dari tujuan dan fungsinya, setiap bank memiliki dewan pengawas yang tersusun dalam struktur organisasi lembaga tersebut. Di bank konvensional, struktur pengawas dijabat oleh dewan komisaris. Namun di bank syariah, Anda akan menemui struktur pengawas yang lebih kompleks, mulai dari dewan komisaris, dewan pengawas syariah, hingga dewan syariah nasional.

Baca Juga: Sejarah dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Karakteristik Bank Syariah

Pada poin-poin yang telah disebutkan perbedaan mendasar yang terdapat antara bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional memang sudah banyak dipahami oleh banyak orang mengenai sistem kerjanya dan karakteristiknya. Begitu pula bank syariah yang juga memiliki cirinya tersendiri. Berikut beberapa karakteristik khas dari bank syariah yang mesti Anda tahu untuk memahami apa itu bank syariah yang sebenarnya.

1. Sistem Bagi Hasil

Pembeda paling jelas antara bank konvensional dengan bank syariah dapat dilihat dari sistem pertumbuhan dana simpanannya. Sistem bagi hasil menjadi ciri khas paten yang dimiliki oleh bank syariah. Ini berbeda dengan sistem bunga yang diberlakukan oleh bank-bank konvensional.

Sistem bagi hasil terjadi ketika pemilik modal bekerja sama dengan pengusaha. Dari kegiatan kerja sama tersebut, didapatkan untung yang nantinya kedua belak pihak akan membagi dua keuntungan tersebut sesuai kesepakatan. Namun jika kegiatan usahanya menimbulkan kerugian, pemilik modal dan pengusaha juga harus sama-sama menanggungnya.

Kesepakatan rasio bagi hasil dari kedua pihak tidak akan pernah berubah sampai kesepakatan baru yang dibuat dengan kesadaran bersama.

Banyak orang melihat sistem ini lebih mengakomodasi keadilan dan transparansi sebab jika diterapkan sistem bunga, pengusaha dalam hal ini adalah pihak bank bebas dapat saja menaikkan atau menurunkan angka persen bunga sesuai keadaan bunga patokan maupun kondisi ekonomi.

2. Akad Transaksi

Yang dimaksud dengan akad dalam bank syariah adalah keputusan atau perjanjian yang telah dijadikan komitmen berdasarkan nilai-nilai syariah. Secara fikih atau sumber hukum Islam, akad dapat diartikan sebagai tekad dari pihak tertentu untuk menjalankan ketentuan yang muncul, baik dari satu pihak maupun dari kedua pihak.

Dalam bank syariah, akad transaksi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni akad transaksi yang mencari keuntungan dengan akad transaksi yang tidak mencari keuntungan. Akad-akad transaksi inilah yang menjadi produk pada bank syariah.

Akad transaksi atau yang mencari keuntungan terbagi menjadi dua produk, yakni pembiayaan dan pendanaan. Sementara itu, akad transaksi yang tidak mencari keuntungan terdiri atas tiga produk bank syariah, yaitu pendanaan, jasa pelayanan, dan kegiatan sosial.

3. Pola Produk

Jika bank konvensional menamai tiap produknya sesuai dengan akivitasnya, bank syariah menerapkan pola untuk membedakan antar kegiatan dari produk-produk yang diterbitkannya. Pola pada produk bank syariah juga bergantung dari akad transaksinya.

Secara umum, ada enam kegiatan yang biasa dipakai dan diatur bank syariah dalam tiap produk keuangannya. Berikut penjabaran tiap jenis polanya.

  1. Pola Titipan
    Pada pola ini dijunjung prinsip bahwa tiap barang ataupun aset nasabah adalah titipan yang mesti dikembalikan kepada pihak yang bersangkutan sesuai kesepakatannya . Ada dua dasar yang harus dipahami dalam pola titipan, yakni wadi'ah yad amanah dan Wadi’ah yad amanah menyatakan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau pun kerusakan yang terjadi pada aset selama di luar kelalaian penerima titipan. Contohnya jika ada kerusakan akibat bencana alam, maka pihak penerima titipan berhak melepaskan tanggung jawabnya terhadap kondisi barang ataupun aset titipannya. Contoh produknya serupa safe deposit box.Sementara itu, wadi’ah yad dhamanah berarti penerima titipan dapat memanfaatkan barang ata pun aset dari pemberi titipan sesuai izin yang telah diberikan. Namun harus dipastikan, penerima dapat mengembalikan barang dan aset tersebut dalam kondisi utuh. Produk dengan pola seperti ini bisa dijumpai dalam bentuk giro.
  2. Pola Pinjaman
    Pola pinjaman dalam bank syariah juga terbagi menjadi dua, yakni qardh dan qardhul hasan

    . Keduanya sama-sama ditujukan untuk produk pinjaman syariah.

    Qardh merupakan pola pinjaman kebaikan yang bersifat lunak atau tanpa imbalan saat pengembaliannya. Melalui qardh,

    masyarakat cukup mengembalikan uang sesuai jumlah pinjaman pokok tanpa harus memikirkan bunga atau pun biaya yang mesti diberikan kepada pihak bank.

    Pola yang satu lagi adalah  qardhul hasan. Produk yang dihasilkan dari qardhul hasan ditujukan untuk membantu usaha kecil maupun aktivitas sosial. Dalam pemberian pinjaman, penerima bahkan tidak harus mengembalikan dana yang telah dipinjamnya tersebut.
  3. Pola Bagi Hasil
    Ada tiga jenis pola bagi hasil yang biasa digunakan oleh bank-bank syariah. Pola tersebut dibagi menjadi mudharabah, musyarakath, serta mutanaqisahDi pola mudharabah, laba dibagi menurut rasio yang telah ditetapkan kepada bank yang memberi modal dan kepada nasabah yang memberikan keahlian. Pola ini pun mengandung dua tipe, yaitu mutlaqah yang merupakan kondisi pengelola dana diberikan keleluasaan, dan muqayyadah

    di mana nasabah dapat menentukan syarat dan batasan penggunaan kepada pengelola.

    Pola lain dari bagi hasil adalah musyarakah.

    Dalam penerapannya, bank dan nasabah berperan sebagai mitra usaha yang memiliki kesepakatan rasio pembagian hasil dari tiap keuntungan atau pun kerugian yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu.

    Sementara itu, pola bagi hasil mutanaqisah

    menunjukkan situasi kerja sama antara bank dan nasabah. Pada kerja sama tersebut, salah satu pihak dapat membeli bagian yang dimiliki pihak lain.

  4. Pola Jual Beli
    Dalam jual beli, ada tiga pola yang diusung oleh bank syariah. Pertama adalah pola murabahah.

    Pola ini terjadi saat bank menyediakan barang atau pun aset yang diinginkan konsumen dengan imbalan yang telah disepakati. Di sini bank berperan sebagai perantara jual beli tersebut.

    Kedua adalah pola salam.

    Pola ini layaknya pemesanan barang atau pun aset tertentu dari nasabah kepada pihak bank. Dalam pemesanan tersebut, pembayaran dilakukan pada awal transaksi, sedangkan barang baru akan diberikan di kemudian hari.

    Ketiga adalah pola istishna. Pola ini hampir sama dengan salam. Hal yang membedakannya ada di sistem pembayarannya. Dengan pola istishna, nasabah dapat melakukan pembayaran di tengah atau pun akhir pemesanan.
  5. Pola Sewa
    Menyangkut kegiatan atau pun produk sewa, ada dua pola yang digunakan oleh bank syariah. Pola pertama dikenal sebagai ijarah, sementara yang kedua disebut sebagai ijarah wa iqtinaIjarah merupakan kegiatan penyewaan di mana bank dapat menyewakan barang ataupun aset tertentu kepada nasabah dengan imbalan jasa sewa.

Sementara itu, ijarah wa iqtina lebih mengarah pada pola sewa-beli dengan perjanjian untuk menjual atau pun menghibahkan barang atau pun aset tersebut pada akhir masa sewa.

  1. Pola LainnyaKegiatan bank yang beragam membuat bank syariah ikut menentukan berbagai pola yang tidak termasuk dalam lima kegiatan di atas. Hingga kini, terdapat enam pola lain yang aturannya telah dipakai oleh bank syariah.

    Kelima pola tersebut antara lain adalah pola perwalian yang sering disebut sebagai warkalah. Di sini, bank diberikan kuasa oleh nasabah untuk melakukan transaksi keuangan yang mewakilinya, seperti pembayaran gaji maupun transfer. Penerima kuasa akan menerima imbalan dari nasabah setelah transaksinya berhasil. Selain perwalian, ada pola rahn yang menjadi produk pelimpahan kekuasaan dari nasabah, seperti dalam produk gadai. 

Ada pula pola tentang pengalihan tanggung jawab yang dikenal sebagai kafalah. Selain itu, ada hiwalah yang menjadi pola dalam pengalihan utang maupun piutang. Selanjutnya ada pola sharf. Pola ini dipakai dalam jual-beli valuta asing. Yang terakhir adalah pola ujrah, di mana bank akan selalu mendapat imbalan dari transaksi yang dilakukannya.

Baca Juga: Membandingkan Produk Bank dengan Sistem Syariah dan Konvensional

Semua Bisa Menjadi Nasabah Bank Syariah

Pada dasarnya, kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Akan tetapi, mekaninisme dan sistemnya tentu tidak sama karena bank syariah mengedepankan nilai-nilai syariah Islam. Meskipun demikian, semua orang dapat menjadi nasabah bank syariah, tidak mesti umat yang beragama Islam.

Baca Juga: 4 Keunggulan Kartu Kredit Syariah yang Wajib Diketahui