Ajaran astangga yoga yang paling mudah diterapkan pada masa brahmacari adalah

Ajaran Astangga Yoga Adapun bagian-bagian dari ajaran astangga yoga yang dimaksud adalah sebagai berikut; 1 Yama. Yama yaitu suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh seorang dari segi jasmani, misalnya, dilarang membunuh (ahimsa), dilarang berbohong (satya), pantang mengingini sesuatu yang bukan miliknya (asteya), pantang melakukan hubungan seksual (brahmacari) dan tidak menerima pemberian dari orang lain (aparigraha). 2 Nyama. Nyama yaitu pengendalian diri yang lebih bersifat rohani, misalnya Sauca (tetap suci lahir batin), Santosa (selalu puas dengan apa yang datang), Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan) dan Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan). 3 Asana Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan disiplin 4 Pranayama Pranayama, yaitu mengatur pernafasan sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu puraka (menarik nafas), kumbhaka (menahan nafas) dan recaka (mengeluarkan nafas). 5 Pratyahara Pratyahara, yaitu mengontrol dan mengendalikan indriya dari ikatan obyeknya, sehingga orang dapat melihat hal-hal suci. 6 Dharana Dharana, yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan. 7 Dhyana Dhyna, yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu obyek. Dhyana dapat dilakukan terhadap Ista Dewata. 8 Samadhi Samaddhi, yaitu penyatuan atman (sang diri sejati dengan Brahman) Bila seseorang melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh-sungguh ia akan dapat menerima getarangetaran suci dan wahyu Tuhan. 1. Yama Yama yaitu suatu bentuk larangan atau pengendalian diri yang harus dilakukan oleh seorang dari segi jasmani, misalnya, dilarang membunuh (ahimsa), dilarang berbohong (satya), pantang mengingini sesuatu yang bukan miliknya (asteya), pantang melakukan hubungan seksual (brahmacari) dan tidak menerima pemberian dari orang lain (aparigraha). “Yaccintayati yadyàti ratin badhnàti yatra ca, tathà càpnotyayatnena prànino na hinasti yah. Kunëng phalanya nihan, ikang wwang tan pamàtimàtin haneng ràt, senangënangënya, sapinaranya, sakahyunya, yatika sulabha katëmu denya, tanulihnya kasakitan. Terjemahan: Pahalanya, orang yang tidak membunuh (menyakiti) selagi ada di dunia ini, maka segala sesuatu yang dicita-citakannya, segala yang ditujunya, segala sesuatu yang dikehendaki atau diingini olehnya, dengan mudah tercapai olehnya tanpa sesuatu penderitaan, (Sarasamuçcaya,142). “Ànrcamsyaý kûmà satyamahinsà dama àrjavam, pritih prasàdo màdhuryam màrdavaý ca yamà daça”. Nyang brata ikang inaranan yama, pratyekanya nihan, sapuluh kwehnya, ànresangsya, kûamà, satya, ahingsà, dama, àrjawa, priti, prasàda, màdhurya, màrdawa, nahan pratyekanya sapuluh, ànresangsya, si harimbawa, tan swàrtha kewala; ksamà, si kelan ring panastis; satya, si tan mrsàwàda; ahingsà, manukhe sarwa bhàwa; dama, si upacama wruh mituturi manahnya; àrjawa, si dugà-dugabener; priti, si gong karuna; prasàda, beningning manah; màduhurya, manisning wulat lawan wuwus; màrdawa, pösning manah. Terjemahan: Inilah brata yang disebut yama, perinciannya demikian; ànresangsya, ksamà, satya, ahingsà, dama, àrjawa, priti, prasàda, màdhurya, màrdawa, sepuluh banyaknya; ànresangsya yaitu harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri saja; ksamà, tahan akan panas dan dingin; satya, yaitu tidak berkata bohong (berdusta); ahingsà, berbuat selamat atau bahagianya sekalian mahluk; dama, sabar serta dapat menasehati dirinya sendiri; àrjawa, adalah tulus hati berterus terang; priti, yaitu sangat welas asih; prasàda, adalah kejernihan hati; màdhurya, yaitu manisnya pandangan (muka manis) dan manisnya perkataan (perkataan yang lemah lembut); màrdawa, adalah kelembutan hati, (Sarasamuçcaya,259). 2. Nyama Nyama yaitu bentuk pengendalian diri yang lebih bersifat rohani, misalnya Sauca (tetap suci lahir batin), Santosa (selalu puas dengan apa yang datang), Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan) dan Iswara pranidhana (selalu bakti kepada Tuhan). “Dànamijyà tapo dhyànam swàdhyàyopasthaningrahah, vratopavasamaunam ca ananam ca niyama daûa”. Nyang brata sapuluh kwehnya, ikang niyama ngaranya, pratyekanya, dàna, ijya, tapà, dhyana, swàdhyàya, upasthanigraha, brata, upawàsa, mauna, snàna, nahan ta awakning niyama, dàna weweh, annadànàdi; ijyà, Devapujà, pitrpujàdi, tapa kàyasangcosana, kasatan ikang ûarira, bhucarya, jalatyagàdi, dhyana, ikang siwaûmarana, swàdhyàya, wedàbhyasa, upasthanigraha, kahrtaning upastha, brata annawarjàdi, mauna wàcangyama, kahrtaning ujar, haywàkeceng kuneng, snàna, trisangdhyàsewana, madyusa ring kàlaning sandhya. Terjemahan: Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama, perinciannya; dàna, ijya, tapà, dhyana, swàdhyàya, upasthanigraha, brata, upawàsa, mauna, snàna, itulah yang merupakan niyama, dàna, pemberian makanan- minuman dan lain-lain; ijya, pujaan kepada Deva, kepada leluhur dan lainlain sejenis itu; tapà, pengekangan nafsu jasmaniah, badan yang seluruhnya kurus kering, layu, berbaring di atas tanah, di atas air dan di atas alas-alas lain sejenis itu; dhyana, tepekur merenungkan Çiwa; swàdhyàya, yakin mempelajari Veda; upasthanigraha, pengekangan upastha, singkatnya pengendalian nafsu seksual; brata/upawàsa, pengekangan nafsu terhadap makanan dan minuman; mauna/mona, itu wacanyama berarti menahan, tidak mengucapkan katakata yaitu tidak berkata-kata sama sekali tidak bersuara; snàna, trisandhyasewana, mengikuti trisandhya, mandi membersihkan diri pada waktu pagi, tengah hari dan petang hari, (Sarasamuçcaya, 260). 3. Asana Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan disiplin (silasana, padmasana, bajrasana, dan sukhasana). 4. Pranayama Pranayama, yaitu mengatur pernafasan sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu puraka (menarik nafas), kumbhaka (menahan nafas) dan recaka (mengeluarkan nafas). 5. Pratyahara Pratyahara, yaitu mengontrol dan mengendalikan indria dari ikatan objeknya, sehingga orang dapat melihat hal-hal suci. 6. Dharana Dharana, yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan. 7. Dhyana Dhyna, yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu objek. Dhyana dapat dilakukan terhadap Ista Devata. 8. Samadhi Samaddhi, yaitu penyatuan atman (sang diri sejati dengan Brahman). Bila seseorang melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh-sungguh ia akan dapat menerima getaran-getaran suci dan wahyu Tuhan. Dalam kitab Bhagavadgita dinyatakan sebagai berikut: “Yogi yuñjita satatam àtmànaý rahasi sthitaá, ekàki yata-citàtmà niràúir aparigrahaá”. Terjemahan: Seorang yogi harus tetap memusatkan pikirannya (kepada Atman yang Maha besar) tinggal dalam kesunyian dan tersendiri, menguasai dirinya sendiri, bebas dari angan-angan dan keinginan untuk memiliki (Bhagavadgita, VI.10). Selanjutnya dijelaskan bahwa ketenangan hanya ada pada mereka yang melakukan yoga. Empat jalan yang ditempuh untuk pencapaian moksa itu sesungguhnya memiliki kekuatan yang sama bila dilakukan dengan sungguh-sungguh. sungguh. Setiap orang akan memiliki kecenderungan memilih jalan-jalan tersebut, maka itu setiap orang memiliki jalan mencapai moksanya bervariasi. Moksa sebagai tujuan hidup spiritual bukanlah merupakan suatu janji yang hampa, melainkan suatu keyakinan yang berakhir dengan kenyataan. Kenyataan dalam dunia batin merupakan alam super transendental yang hanya dapat dibuktikan berdasarkan instuisi yang dalam. Moksa merupakan sesuatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya, demikianlah dijelaskan oleh kitab suci. Oleh sebab itu mari kita melatih diri untuk melaksanakan ajaran Astangga Yoga dengan tuntunan seorang guru yang telah memiliki kemampuan dalam hal tersebut. Moksa adalah terlepasnya Atman dari belenggu maya (bebas dari pengaruh karma dan punarbhawa) dan akhirnya bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hubungan dengan penyatuan dengan Tuhan, renungkanlah dan amalkanlah sloka berikut: “Bhaktyà tvananyanyà úakya, ahaý evam-vidho: ‘rjuna, jñatuý draûþum cha tattvena praveûþuý cha paraýtapa”. Terjemahan: Akan tetapi dengan berbakti tunggal padaku, O Arjuna, Aku dapat dikenal, sungguh dapat dilihat dan dimasuki ke dalam, O penakluk musuh (Bhagawadgita XI. 54). Demikianlah ajaran kitab Astangga Yoga yang ditulis oleh Maharsi Patañjali, mengajarkan umat manusia agar mengupayakan dirinya masing-masing untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup ini. Siapapun juga akan dapat mencapai kesadaran tertinggi ini, apabila yang bersangkutan mau dan mampu melaksanakannya secara sungguh-sungguh. Astangga Yoga Posted on Maret 8, 2011 by iputumardika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut. Jalan rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh. Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan oaring tidak meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang. 1.2 Sejarah Yoga Sejak lebih dari 5000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu alternatif pengobatan melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga diprakarsai oleh Maharsi Patanji, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak kalangan umat Hindu. Cittavrttinirodha adalah kata yang dianggap dapat mengartikan yoga yang sesungguhnya. Artinya sendiri adalah penghentian gerak pikiran. Ajaran yoga ini ditulis Maharsi lewat sastra yoga sutra, yang terbagi menjadi empat dan memuat 194 sutra. Bagian-bagian pada sastra, yaitu Samadhipada (bagian pertama), Sadhapada (bagian kedua), Vidhutipada (bagian ketiga), dan Kailvalyapada (bagian keempat). Ajaran Yoga ternyata juga termuat dalam sastra Hindu. Beberapa sastra Hindu tersebut adalah Upanisad, Bhagavad Gita, Yogasutra, dan Hatta Yoga. Kemudian, ajaran yoga mengalami pengklasifikasian, yang terdapat pada sastra Hindu, Bhagavad gita. Klasifikasi tersebut adalah, 1. Hatha Yoga, yaitu yoga yang dilakukan dengan pose fisik (Asana), teknik pernafasan (Pranayana) disertai dengan meditasi. Ketiga poin ini dilakukan untuk membuat pikiran menjadi tenang dan tubuh sehat penuh vitalitas. 2. Bhakti Yoga, yaitu yoga yang memfokuskan diri untuk menuju hati. Jika seorang yogi berhasil menerapkannya, maka dia akan dapat melihat kelebihan orang lain dan cara untuk menghadapi sesuatu. Keberhasilan yoga ini juga membuat yogis menjadi lebih welas asih dan menerima segala yang ada di sekitarnya, karena dalam yoga ini diajarkan untuk mencintai alam dan beriman kepada Tuhan. 3. Raja Yoga, yaitu yoga yang menitikberatkan pada teknik meditasi dan kontemplasi. Yoga ini nantinya akan mengarah pada cara penguasaan diri sekaligus menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Raja yoga merupakan dasar dari yoga sutra. 4. Jnana Yoga, yaitu yoga yang menerapkan metode untuk meraih kebijaksanaan dan pengetahuan. Teknik ini cenderung untuk menggabungkan antara kepandaian dan kebijaksanaan, sehingga nantinya mengdapatkan hidup yang dapat menerima semua filosofi dan agama. 5. Karma Yoga, yaitu yoga ini mempercayai adanya reinkarnasi. Di sini Anda akan dibuat untuk menjadi tidak egois, karena yakin bahwa perilaku Anda saat ini akan berpengaruh pada kehidupan yang akan datang. 6. Tantra Yoga. Untuk yoga ini sedikit berbeda dengan yoga yang lain, bahkan ada yang menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Teknik pada yoga ini terdiri atas kebenaran (kebenaran) dan hal-hal yang mistik (mantra). Tujuan dari teknik ini supaya dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup. Dalam masyarakat Indonesia, yoga sudah dikenal luas oleh berbagai kalangan. Kekawin Arjuna Wiwaha 11.1 menyebutkan kata Yoga dengan sangat jelas; “Sasi wimba heneng ghata mesi banu Ndanasing, suci nirmala mesi wulan Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin Ring angambeki Yoga kiteng sakala, Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih tampaklah bulan. Sebagai itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada orang yang melakukan Yoga Engkau menampakkan diri”. Jadi pada dasarnya semua aliran kepercayaan yang menjadikan Yoga atau Meditasi sebagai pegangan utamanya pada dasarnya adalah pengikut ajaran Veda. 1.3 Rmusan Masalah 1 Bagaimana pengertian Yoga? 2. Bagaimanakah konsep Astangga Yoga? 3. Bagaimana aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari? 1.4 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui tentang pengertian Yoga 2. Untuk mengetahui konsep Astangga Yoga 3. Untuk mengetahui aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Yoga Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian Patanjali memberikan definisi tentang yoga yaitu mengendalikan gerak-gerak pikiran. Ada dua hal yang penting sebagai seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus sekaligus tidak terikat dengan hal-hal duniawi. Secara spiritual Yoga merupakan suatu proses di mana identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh seorang yogi, Yogi adalah orang yang menjalani yoga, orang yang telah mencapai persatuan dengan Hyang Agung. Jiwa manusia dibawa kepada kesadaran akan hubungan yang dekat dengan sumber realitas (Hyang Widhi). Seperti setitik air yang bersatu dengan air di samudra. Yoga adalah ketenangan hati, ketentraman, keahlian dalam bertingkah laku, Segala sesuatu yang terbaik dan tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini adalah Yoga juga, Yoga mencakup seluruh aplikasi yang inklusif dan universal yang mengantar kepada pengembangan / pembangunan seluruh badan, pikiran dan jiwa. Yoga pada dasarnya adalah sebuah cara atau jalan hidup. Bukan sesuatu yang keluar dari kehidupan, bukan pula menjauhkan diri dari aktifitas, melainkan merupakan performa yang efisien dengan semangat hidup yang benar. Yoga bukan pula melarikan diri dari rumah dan kebiasaan hidup manusia, melainkan merupakan suatu proses pembentukan sikap untuk hidup di rumah (keluarga) maupun hidup bermasyarakat dengan suatu pengertian baru, Yoga bukan memalingkan dari kehidupan, Dia merupakan spiritual dari hidup. Jadi dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur segala kegelisahankegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik. 2.2 Konsep Astangga Yoga Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturanperaturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri). 1. Panca Yama Brata Panca yama Brata adalah lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus dilakukan tanpa kecuali. Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan pernah bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sutra II.35 – 39. 1. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. (Patanjali Yoga Sutra II.35) 2. Satya atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali Yoga Sutra II.36) 3. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. (Patanjali Yoga Sutra II.37) 4. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga Sutra II.38) 5. Aparigraha atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sutra II.38) 2. Panca Niyama Bratha Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya diuraikan dalam Patanjali Yoga Sutra II.40-45. 1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sutra II.41). 2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sutra II.42). 3. Tapa atau mengekang. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43). 4. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan namanama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya “istadevatasamprayogah, persatuan dengan apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44). 5. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi (Patanjali Yoga Sutra II.45). Kebalikan dari sepuluh kebaikan yang harus diwujudkan (Yama dan Niyama) disebut sebagai vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan, yaitu: 1. Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa 2. Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya 3. Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya 4. Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya 5. Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca 6. Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa 7. Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa 8. Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya 9. Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari isvarapranidhana Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan sendirinya dilindungi terhadap kesalahan yang bertentangan. Jangan menyakiti orang lain belum tentu berarti perlakukan orang lain dengan baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain dan sekaligus melakukan keramah-tamahan. 3. Asana Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan yoga. Buku Yogasutra tidak mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada siswa sikap duduk yang paling disenangi dan relax, asalkan dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran dan tidak terganggu karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan. Selain itu sikap duduk yang dipilih agar dapat berlangsung lama, serta mampu mengendalikan sistim saraf sehingga terhindar dari goncangan-goncangan pikiran. Sikap duduk yang relaks antara lain : silasana (bersila) bagi laki-laki dan bajrasana (metimpuh-bhs. Bali, menduduki tumit) bagi wanita, dengan punggung yang lurus dan tangan berada diatas kedua paha, telapak tangan menghadap keatas. Di bawah ini adalah macam-macam gerakan Asana meburut Gheranda Samhita. GERAKAN MENURUT GHERANDA SAMHITA No Nama Asana Sikap / Pose Manfaat 1 Siddhasan Sikap Duduk Yang Lurus Untuk Mendapatkan Keberhasilan 2 Padmasan Sikap Duduk Teratai Menghilangkan Segala Macam Penyakit 3 Bhadrasan Duduk Diatas Tumit Yang Terbalik Menghilangkan Segala Macam Penyakit 4 Muktasan Duduk Diatas Kaki Yang Kiri Kemudian Untuk Keberhasilan Taruh Diatas 5 Vajrasan Duduk Diatas Kedua Telapak Kaki Untuk Pencernaan Svastikasan Duduk Dengan Kaki Dilipat Dibawah Dan Yang Lainnya Di atas Untuk Keberhasilan 7 Singhasan Duduk Seperti Sikap Singa Untuk Menghilangkan Penyakit 8 Gomukhasan Duduk Seperti Wajah Sapi Mengatasi Penyakit Jantung 9 Virasan Sikap Seorang Pemberani Menumbuhkan Sikap Pemberani 10 Dhanurasan Postur Seperti Busur Melenturkan Tulang Belakang 11 Mritasan Postur Badan Seperti Mayat Untuk Tensi Darah Rendah 12 Guptasan Kedua Kaki Sembunyi Dibawah paha Untuk Melenturkan Kedua Kaki 13 Matsyasan Sikap seperti Ikan Untuk Menghilangkan Penyakit 14 Pascimottanasan Sikap duduk Dengan kedua Kaki Lurus Untuk Penyakit Pencernaan 15 Matsyendrasan Sikap Ikan Terbalik Untuk Penyakit Pencernaan 16 Goraksasan Duduk Diatas Kedua Kaki Untuk Keberhasilan 17 Utkatasan Duduk Diatas Tumit Kaki Untuk Kesehatan Seluruh Tubuh 18 Sankatasan Melipat Kedua Kaki Melenturkan Kedua Kaki 19 Mayurasan Sikap Merak Menguatkan Pencernaan 20 Kukutasan Sikap Ayam Untuk Kedua Tangan Dan Penyakit Wasir 21 Kurmasan Sikap Kura-kura Untuk Memanjangkan Nafas 22 Uttan Kurmasan Sikap Kura-kura II Untuk Nafas,Kesehatan dan Penyakit Perut 23 Uttan Mandukasan Sikap Kodok Untuk Kekuatan Badan 24 Vriksasan Sikap Pohon Untuk Kesetabilan Dua 25 Mandukasan Sikap Kodok II Untuk Pernafasan 26 Garudasan Sikap Garuda Untuk Prostat 27 Vrisasan Sikap Sapi Jantan Untuk Hernia 6 28 Salabhasan Sikap Kalajengking Segala Jenis Penyakit Perut 29 Makarasan Sikap Buaya Untuk Menghilangkan Stress Dan Sangat Bagus Untuk Leher 30 Ustrasan Sikap Unta Untuk Leher Yang Kaku 31 Bhujangasan Sikap Ular Mengeluarkan Racun Dari Badan 32 Yogasan Sikap Duduk Nyaman Dan Stabil Untuk Memberikan Rasa Nyaman Dan Stabil Pada Saat Meditasi 4. Pranayama Pranayama adalah pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui lubang hidung dengan tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh tubuh. Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan suara So, dan saat mengeluarkan nafas berbunyi Ham. Dalam bahasa Sansekerta So berarti energi kosmik, dan Ham berarti diri sendiri (saya). Ini berarti setiap detik manusia mengingat diri dan energi kosmik.. Pranayama terdiri dari : Puraka yaitu memasukkan nafas, Kumbhaka yaitu menahan nafas, dan Recaka yaitu mengeluarkan nafas. Puraka, kumbhaka dan recaka dilaksanakan pelan-pelan bertahap masing-masing dalam tujuh detik. Hitungan tujuh detik ini dimaksudkan untuk menguatkan kedudukan ketujuh cakra yang ada dalam tubuh manusia yaitu : muladhara yang terletak di pangkal tulang punggung diantara dubur dan kemaluan, svadishthana yang terletak diatas kemaluan, manipura yang terletak di pusar, anahata yang terletak di jantung, vishuddha yang terletak di leher, ajna yang terletak ditengah-tengah kedua mata, dan sahasrara yang terletak diubun-ubun. 5. Pratyahara Adalah penguasaan panca indria oleh pikiran sehingga apapun yang diterima panca indria melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi pikiran. Panca indria adalah : pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah dan rasa kulit. Pada umumnya indria menimbulkan nafsu kenikmatan setelah mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak bertujuan mematikan kemampuan indria. Untuk jelasnya mari kita kutip pernyatan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut : Sva viyasa asamprayoga, cittayasa svarupa anukara, iva indriyanam pratyaharah, tatah parana vasyata indriyanam. Artinya : Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat indria dan nafsunya masing-masing, serta menyesuaikan alat-alat indria dengan bentuk citta (budi) yang murni. Makna yang lebih luas sebagai berikut : Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus. 6. Dharana Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek konsentrasi. Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri, misalnya “selaning lelata” (sela-sela alis) yang dalam keyakinan Sivaism disebut sebagai “Trinetra” atau mata ketiga Siwa. Dapat pula pada “tungtunging panon” atau ujung (puncak) hidung sebagai objek pandang terdekat dari mata. Para Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang menggunakan ubun-ubun (sahasrara) sebagai objek karena disaat “ngili atma” di ubun-ubun dibayangkan adanya padma berdaun seribu dengan mahkotanya berupa atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau bagaikan mutiara. Objek lain diluar tubuh manusia misalnya bintang, bulan, matahari, dan gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para yogin menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang digunakan membawa kearah kedamaian bathin, matahari untuk kekuatan phisik, dan gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain misalnya patung dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual. yang bermanfaat bagi terserapnya vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan itu. Kemampuan melaksanakan Dharana dengan baik akan memudahkan mencapai Dhyana dan Samadhi. 7. Dhyana. Dhyana adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek atau gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Gangguan atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indria baik melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Ganguan atau godan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran objek Dharana. Tujuan Dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus kepada Hyang Widhi melalui objek Dharana, lebih jelasnya Yogasutra Maharsi Patanjali menyatakan : “Tatra pradyaya ekatana dhyanam” Artinya : Arus buddhi (pikiran) yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Kaitan antara Pranayama, Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan oleh Maharsi Yajanawalkya sebagai berikut : “Pranayamair dahed dosan, dharanbhisca kilbisan, pratyaharasca sansargan, dhyanena asvan gunan : Artinya : Dengan pranayama terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan pratyahara terbuanglah kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan dengan dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang berada diantara manusia dan Hyang Widhi. 8. Samadhi Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga, yang dibagi dalam dua keadaan yaitu : 1) Samprajnatta-samadhi atau Sabija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin masih mempunyai kesadaran, dan 2) Asamprajnata-samadhi atau Nirbija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin sudah tidak sadar akan diri dan lingkungannya, karena bathinnya penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih Hyang Widhi. Baik dalam keadaan Sabijasamadhi maupun Nirbija-samadhi, seorang yogin merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa memiliki apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas dari “catur kalpana” (yaitu : tahu, diketahui, mengetahui, Pengetahuan), tidak lalai, tidak ada ke-“aku”-an, tenang, tentram dan damai. Samadhi adalah pintu gerbang menuju Moksa, karena unsur-unsur Moksa sudah dirasakan oleh seorang yogin. Samadhi yang dapat dipertahankan terus-menerus keberadaannya, akan sangat memudahkan pencapaian Moksa. Katha Upanisad II.3.1. : Yada pancavatisthante, jnanani manasa saha, buddhis ca na vicestati, tam ahuh paramam gatim, Artinya : Bilamana Panca Indria dan pikiran berhenti dari kegiatannya dan buddhi sendiri kokoh dalam kesucian, inilah keadaan manusia yang tertinggi. 2.2 Aplikasi Astangga Yoga dengan Kekinian Masa muda adalah saat yang paling tepat untuk berlatih yoga. Ini adalah sifat yang pertama dan yang utama untuk seorang siswa Yoga. Siswa yoga harus kuat dan memiliki vitalitas yang besar. Mereka yang mempunyai pikiran tenang yang percaya pada kata-kata gurunya, ia yang bersahaja, jujur, menginginkan kebebasan dari samsara, adalah orang-orang yang cocok untuk disiplin yoga bagi mereka yang sudah menghapus keakuan, kesombongan, ketamakan dan yang memiliki tempramen tenang adalah orang yang sesuai menjadi sang abadi. Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi Astangga Yoga di di jaman Kali Yuga ini tentu banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan. Banyak orang yang tahu tentang ajaran Astangga Yoga ini, akan tetapi hanya sedikit orang yang mau mengamalkan ajaran ini. Untuk lebih jelasnya marilah kita membahas lebih rinci bagaimana aplikasi daripada ajaran Astangga Yoga ini. A. Aplikasi Panca Yama Bratha Adalah pengendalian diri tingkat jasmani yang menjadi tahap awal bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas spiritualnya. 1. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. Orang yang ingin menapaki jalan spiritual yang lebih tinggi semestinya sudah memulai untuk tidak menyakiti baik dari segi fisik, perkataan maupun pikiran terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan akan tetapi kita lihat kekerasan semakin tinggi saja itu berarti ajaran Ahimsa masih hanya sebatas teori saja. 2. Satya atau kejujuran atau kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. Ajaran satya di jaman sekarang mengalami sebuah degradasi yang sangat tajam dimana sebagian besar orang-orang susah untuk berpikir, berkata dan berbuat yang jujur dan mereka cenderung tidak satya karena suatu tujuan yang sifatnya keduniawiaan seperti kekuasaan, pendidikan, harta dan popularitas. 1. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. Orang kebanyakan selalu merasa tidak puas akan apa yang menjadi miliknya sehingga seringkali menginginkan benda-benda yang bukan menjadi miliknya. Dalam praktek kehidupan sehari-hari sering kita lihat sepertia kasus pencurian, korupsi yang merupakan perbuatan merugikan orang lain. 2. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. Untuk seorang Brahmacarya pekerjaannya adalah menuntut ilmu dan tidak melakukan hubungan layaknya suami istri, namun di jaman sekarang ini banyak yang melakukan hubungan seksual sedangkan mereka masih dalam tahap Brahmacari padahal hubungan seperti itu tidak didahului dengan upacara pernikahan. Ini membuktikan bahwa aplikasi dari ajaran Brahmacarya ini masih sangat rendah di kehidupan sehari-hari. 3. Aparigraha atau pantang akan kemewahan artinya seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. Hidup sederhana bukanlah hidup yang serba dibatasi akan tetapi hidup yang tidak terlalu mengikatkan diri terhadap hal yang sifatnya duniawi. Dalam hal ini kita diajarkan untuk lebih proporsional sesuai dengan kemampuan, sehingga setahap demi setahap kita bisa melepaskan ikatan keduniawiaan. Di jaman sekarang ini kecendrungan seseorang untuk hidup sederhana masih sangat minim, karena hidup yang serba glamour membuat mereka merasa enggan untuk melakukannya sehingga menimbulkan keterikatan terhadap materialisme yang membuat kesulitan untuk meningkatkan kualitas spiritual. B. Aplikasi Panca Niyama Bratha Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya. 1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut. Di Bali sebelum menjadi rohaniawan (Sulinggih) mereka harus disucikan dengan upacara, namun dalam prakteknya masih banyak yang mengingkari akan hal tersebut, misalnya seorang sulinggih yang berbisnis banten sedangkan itu sudah merusak kesucian secara lahiriah dari seorang rohaniawan. Dewasa ini banyak orang yang ingin menjadi seorang rohaniawan, ini menunjukkan bahwa ajaran sauca menjadi hal yang begitu diharapkan oleh banyak orang dan tidak terlepas dari keinginan untuk menjadi pelayan Tuhan. 2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental. Kepuasan atau Atmanastuti merupakan hal yang tidak kita pisahkan dalam kehidupan spiritual. Kepuasan lahir dan bathin dalam melayani Tuhan adalah paling utama sehingga tidak menimbulkan rasa beban dan berat dalam melaksanakan pelayanan. 1. Tapa atau mengekang melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual. Ajaran ini lebih menekankan aspek pengendalian diri dalam segala bidang. Di jaman sekarang banyak orang berusaha mencari tempat-tempat yang menyediakan ketenangan, keheningan untuk mendapatkan ketenangan akibat kepenatan hidup yang cukup berat. 2. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan namanama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya persatuan dengan apa yang dicita-citakannya. Di jaman sekarang orang-orang sudah mulai enggan untuk mempelajari kitab-kitab suci karena kesibukan sehingga orang-orang mulai melupakannya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang mempelajari khusus lewat pendidikan formal di perguruan tinggi merupakan jalan yang cukup bagus khusunya bagi generasi muda yang ingin mendalami ajaran agama. Jadi ada pasang surut terhadap aplikasi swadhyaya di jaman globalisasi ini. 3. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi. Dalam hal ini kita dituntut untuk menjadi pelayan Tuhan dan selalu mepersembahkan hasilnya kepada Beliau. C. Aplikasi Asana Asana merupakan sikap duduk yang nyaman, rileks dan tenang. Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang mungkin mengabaikannya karena tidak tahu bahwa posisi duduk yang salah dapat mengakibatkan penyakit tulang seperti skoliosis, lordosis dan kifosis serta gangguan peredaran darah. Ini kelihatan sepele akan tetati jika posisi asana ini diterapkan dalam kehidupan seharihari baik sedang melakukan yoga ataupun tidak maka akan dapat meminimalisasi penyakit yang ditimbulkan akibat kesalahan duduk. Selama ini kita mengambil sikap asana hanya pada saat bersembahyang ataupun yoga, padahal praktiknya kita lebih banyak menghabiskan waktu di luar kegiatan tersebut. Jadi penting menerapkan sikap asana yang baik dalam kehidupan sehari-hari. D. Aplikasi Pranayama Pranayama berarti mengatur pernafasan. Selama ini menjadi kelalaian dari manusia bahwa menyadari nafas berarti menyadari akan hakekat Ketuhanan. Kita sering mengabaikan bahwa bernafas yang baik merupakan cara untuk menjaga kesehatan. Akan tetapi manusia di jaman sekarang cenderung mengabaikan serta kita sering tidak sadar bahwa selalu berpikir optimis kalau besok kita pasti masih hidup, sedangkan kita tahu bahwa nafas kita ini adalah kuasa dari Tuhan. Pranayama tidak semata-mata mengacu kepada nafas masuk dan keluar dan kaitannya dengan fenomena fisika-kimia, tetapi jauh lebih halus dari itu. Proses menarik, menahan dan mengeluarkan nafas hanyalah gambaran kasar dari prana. Sebagaimana sesungguhnya ruji dikencangkan pada pusat sebuah roda, demikianlah segala apa adalah terikat pada prana. Prana berjalan bersama pada prana. Prana memberikan prana. Memberikan kehidupan pada mahluk yang hidup. Bapak seseorang adalah prana. Ibu seseorang adalah prana. Saudara wanita seseorang adalah prana, guru seseorang adalah prana, seorang Brahmana adalah prana. Sehingga dikatakan bahwa dengan penguasaan pernafasan yang merupakan gambaran kasar dari Prana itu sendiri seseorang dapat mengendalikan pikiran yang bergejolak, hawa nafsu serta kelemahan badan. Bahkan dengan menguasai prana dengan baik, seorang praktisi dapat mengalami fenomena metafisis yang tidak dapat dijelaskan oleh fenomena fisika biasa. Jadi Pranayama tidak kita aplikasikan ketika ingin bersembahyang dan beryoga saja akan tetapi dala praktek kehidupan sehari-hari karena porsi waktu kita jauh lebih besar menjalani hal tersebut. E. Aplikasi dari Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi Keempat sendi yoga yang pertama, yaitu Yama, Nyama, Asana dan Pranayama adalah termasuk persiapan atau dengan kata lain baru “kulit” dari Yoga itu sendiri. Sedangkan keempat sendi berikutnya yaitu Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi barulah merupakan arah menuju inti Yoga itu sendiri. Pratyahara berkaitan dengan alat-alat indria yang secara ilmiah hanya ditujukan untuk menikmati hal-hal material. Dalam kehidupan sehari-hari kita harus bisa mengendalikan semua indria-indria ini karena panca indria ini apabila tidak dikendalikan maka sudah pasti kita akan jatuh ke jurang neraka serta tidak akan bisa manunggal dengan Beliau. Mata sebagai indra penglihatan digunakan untuk menikmati hal-hal yang spiritual, telinga untuk mendengar diarahkan untuk mendengar nama-nama suci dan segala hal yang berkaitan dengan spiritual, demikian juga dengan indra-indra yang lainnya, semuanya ditarik dari kenikmatan duniawi dan diarahkan kepada kenikmatan rohani. Dengan cara demikian orang dapat memperoleh penguasaan penuh atas alat-alat indrianya sehingga kita bisa manunggal dengan Tuhan. Dharana atau pemusatan pikiran adalah tingkatan yoga yang keenam. Dalam Patanjali Yoga Sutra III.1 disebutkan “deåa-bandhaå cittasya dhâraña, menetapkan citta atau pikiran pada suatu tempat disebut dharana”. Dharana dapat diibaratkan sebagai proses “mengetuk pintu” menuju Samadhi sehingga praktisi yang telah menguasai dharana dengan sempurna akan dengan sendirinya terarahkan menuju pada samadhi. Patanjali menganjurkan agar pemusatan pikiran harus hanya ditujukan pada satu objek kontemplasi, tat-pratiæedhârtham eka-tattvâbhyâsai (Patanjali Yoga Sutra I.32). Sehingga dalam proses dharana seorang praktisi dapat bermeditasi dengan memusatkan diri pada ujung hidung, pada berkas cahaya, aksara suci OM atau hal-hal lain yang dibenarkan. Dalam kehidupan sehari kita hendaknya selalu mengingat beliau serta memusatkan pikiran kepada-Nya dan selalu mempersembahkan apa yang kita alami, kerjakan apakah baik atau buruk kepada Tuhan karena itu merupakan jalan untuk penyatuan kepada Brahman. Diantara Dhyana dan Samadhi ada perbedaan mendasar. Dalam keadaan renungan (dhyana) pikiran seseorang merenungkan (dhyata), perbuatan renungan (dhyana) dan tujuan renungan (dhyaya) ketiganya masih dibedakan, namun dalam keadaan samadhi, ketiganya melebur menjadi satu. Jika diasumsikan sebagai pelukis dan lukisannya, kondisi dhyana adalah kondisi dimana sang pelukis masih berbeda dari gagasan tentang melukis dan keduanya berbeda pula dengan lukisannya. Tetapi dalam kondisi samadhi, pelukis tersebut begitu tercebur dalam karyanya sehingga ia, gagasan dan karyanya lebur menjadi satu. Dalam keadaan samadhi, sang jiva berada begitu dekat dengan Tuhan dan merasakan kebahagiaan luar biasa. Sehingga setelah seseorang terbangun dari samadhi, pada dasarnya dia tidaklah sama dengan sebelumnya. Ia menjadi berubah karena begitu lama berdekatan dan berhubungan secara pribadi dengan Tuhan, ia mendapatkan tambahan kehangatan (waranugraha atau ananda dan vijnana). Pada tahap ini seseorang dapat dikatakan sebagai seorang Siddha dan memperoleh kesaktian-kesaktian mistis tertentu. Kita sering temukan khususnya para rohaniawan, sulinggih, orang pintar (Balian) mereka pada umumnya bisa mendapatkan Sunya tersebut, namun akan tetapi tidak menutup kemungkinan orang biasa pada umumnya bisa mendapatkan sunya tersebut asalkan sudah memahami tahapantahapan yang baik dan benar serta mengaplikasikannya. Semua itu bisa kita dapatkan hanya dengan satu kata kunci untuk mencapai jalan sebagai jalan Yang Maha Kuasa, yaitu latihan. Berlatih diri dengan tekun karena dengan berlatih potur-postur yoga serta latihan pernafasannya, dan juga pikiran yang mindfull atau penuh perhatian ketika sedang berlatih akan didapatkan sikap tubuh yang lebih baik dan penuh percaya diri, seperti seekor singa, si raja hutan ketika berjalan, tegap, anggun, berwibawa, dan pernuh percaya diri. Ditambah dengan pola makan yang baik dan berimbang yang akan membantu organ-organ di dalam tubuh mencerna makanan yang masuk dengan semestinya, akan membantu tubuh dan pikiran mendapatkan sikap rileks yang maksimal, seperti tunawisma yang dapat tidur dengan nyamannya di segala tempat, di setiap saat dan dalam kondisi apapun. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik. Astangga yoga merupakan tahapan-tahapan yang harus dijalankan bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas spiritual. Astangga Yoga berarti delapan tahapan yang harus dilaksanakan dalam beryoga. Bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Prathyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), DHYANA (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri). Aplikasi dari ajaran Astangga Yoga di jaman Kali Yuga ini masih sangat minim. Hal itu disebabkan karena jaman globalisasi membuat pola pikir seseorang untuk benar-benar berniat mengamalkan ajaran ini masih cukup rendah. Jika kita telusuri apa yang disebut Yoga oleh orang-orang moden sangat jauh berbeda dari sistem Yoga aslinya. Saat ini orang-orang hanya fokus mempraktekkan tingkatan Raja Yoga yang ketiga dan yang keempat, yaitu Asana (sikap duduk) dan Pranayama (teknik pernapasan) dan semata-mata hanya untuk alasan kesehatan, umur panjang bahkan meningkatkan nafsu birahai semata. Walaupun secara material bermanfaat, namun mereka tidak memahami tujuan utama dari sistem Yoga itu sendiri. Pada dasarnya Yoga berarti penghubungan atau pengaitan jiva individual dengan Yang Maha Kuasa, dengan kata lain tujuan utama dari sistem Yoga adalah untuk menghubungkan diri kita yang rendah dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan semata-mata hanya untuk kepentingan kesehatan dan hal-hal material lainnya. Dengan demikian syarat utama yang dimiliki oleh seorang calon praktisi Yoga adalah kepercayaan akan adanya Tuhan. Seorang yang atheis tidak bisa mengikuti sistem ini. Kalaupun dia mengikutinya, dia hanya akan mentok sampai pada tingkatan asana dan pranayama yang tujuannya hanya sebatas kesehatan fisik. Disamping itu, seorang praktisi Yoga juga harus memiliki dasar moral dan disiplin tinggi. Meskipun dikatakan bahwa selama kita ada dalam tubuh manusia, tidak perduli berapa umur kita, jenis kelamin dan kondisi fisik, namun tanpa dasar moral yang baik dipastikan seseorang tidak akan pernah bisa menapak sistem Yoga. Karena itulah dua tingkatan pertama Raja Yoga adalah Yama dan Nyama Bratha. Seseorang yang masih memelihara sifat kejam, suka mabuk dan kejahatan-kejahatannya otomatis akan gugur dengan sendirinya. 3.2 Saran-Saran Sebagai generasi muda Hindu yang menuntut pendidikan formal di perguruan tinggi bernafaskan Hindu sudah semestinya kita menjadi pioneer dalam melaksanakan Astangga Yoga tersebut. Karena ajaran yang universal ini apabila dijalankan dengan penuh ketulusan hati kita pasti akan sampai pada cita-cita yang diharapkan yaitu manunggaling dengan Kawula Gusti. Memahami yoga lebih dalam lagi akan membantu meluruskan persepsi seseorang yang kurang akan informasi tentang Yoga yang telah mengundang persepsi keliru dan tidak sedikit di kalangan awam. Yoga sering dikacaukan dengan Tapa, bahkan dengan sesuatu yang berbau takhayul. Atau memandangnya dari sudut pandang kegaiban dan kanuragan saja. Jadi ini menjadi momen baik bagi kita untuk lebih memahami yoga lagi. Daftar Pustaka Ariasa Giri, I Made . 2006, Yoga Asanas, Pranayama, dan Meditasi . Denpasar: IHDN Denpasar Somvir, Dr. 2006. Sehat Dengan Yoga dan Ayur weda. Paramita Surabaya Swami Satya Prakas Saraswati, Patanjali Raja Yoga, Paramita Surabaya. 1996 Yudhiantara Kadek, 2006. Menyikapi Rahasia Yoga. Surabaya: Paramitha http://Astangga Yoga.ucla.edu/portal/ucla/how-to-build-a-bigger-brain-91273.aspx http://Yoga.com/showthread.phpt=32027 http://Sejarah Yoga.com/Hindu.phpt-681988 Astangga Yoga Posted on Maret 8, 2011 by iputumardika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut. Jalan rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh. Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan oaring tidak meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang. 1.2 Sejarah Yoga Sejak lebih dari 5000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu alternatif pengobatan melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga diprakarsai oleh Maharsi Patanji, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak kalangan umat Hindu. Cittavrttinirodha adalah kata yang dianggap dapat mengartikan yoga yang sesungguhnya. Artinya sendiri adalah penghentian gerak pikiran. Ajaran yoga ini ditulis Maharsi lewat sastra yoga sutra, yang terbagi menjadi empat dan memuat 194 sutra. Bagian-bagian pada sastra, yaitu Samadhipada (bagian pertama), Sadhapada (bagian kedua), Vidhutipada (bagian ketiga), dan Kailvalyapada (bagian keempat). Ajaran Yoga ternyata juga termuat dalam sastra Hindu. Beberapa sastra Hindu tersebut adalah Upanisad, Bhagavad Gita, Yogasutra, dan Hatta Yoga. Kemudian, ajaran yoga mengalami pengklasifikasian, yang terdapat pada sastra Hindu, Bhagavad gita. Klasifikasi tersebut adalah, 1. Hatha Yoga, yaitu yoga yang dilakukan dengan pose fisik (Asana), teknik pernafasan (Pranayana) disertai dengan meditasi. Ketiga poin ini dilakukan untuk membuat pikiran menjadi tenang dan tubuh sehat penuh vitalitas. 2. Bhakti Yoga, yaitu yoga yang memfokuskan diri untuk menuju hati. Jika seorang yogi berhasil menerapkannya, maka dia akan dapat melihat kelebihan orang lain dan cara untuk menghadapi sesuatu. Keberhasilan yoga ini juga membuat yogis menjadi lebih welas asih dan menerima segala yang ada di sekitarnya, karena dalam yoga ini diajarkan untuk mencintai alam dan beriman kepada Tuhan. 3. Raja Yoga, yaitu yoga yang menitikberatkan pada teknik meditasi dan kontemplasi. Yoga ini nantinya akan mengarah pada cara penguasaan diri sekaligus menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Raja yoga merupakan dasar dari yoga sutra. 4. Jnana Yoga, yaitu yoga yang menerapkan metode untuk meraih kebijaksanaan dan pengetahuan. Teknik ini cenderung untuk menggabungkan antara kepandaian dan kebijaksanaan, sehingga nantinya mengdapatkan hidup yang dapat menerima semua filosofi dan agama. 5. Karma Yoga, yaitu yoga ini mempercayai adanya reinkarnasi. Di sini Anda akan dibuat untuk menjadi tidak egois, karena yakin bahwa perilaku Anda saat ini akan berpengaruh pada kehidupan yang akan datang. 6. Tantra Yoga. Untuk yoga ini sedikit berbeda dengan yoga yang lain, bahkan ada yang menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Teknik pada yoga ini terdiri atas kebenaran (kebenaran) dan hal-hal yang mistik (mantra). Tujuan dari teknik ini supaya dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup. Dalam masyarakat Indonesia, yoga sudah dikenal luas oleh berbagai kalangan. Kekawin Arjuna Wiwaha 11.1 menyebutkan kata Yoga dengan sangat jelas; “Sasi wimba heneng ghata mesi banu Ndanasing, suci nirmala mesi wulan Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin Ring angambeki Yoga kiteng sakala, Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih tampaklah bulan. Sebagai itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada orang yang melakukan Yoga Engkau menampakkan diri”. Jadi pada dasarnya semua aliran kepercayaan yang menjadikan Yoga atau Meditasi sebagai pegangan utamanya pada dasarnya adalah pengikut ajaran Veda. 1.3 Rmusan Masalah 1 Bagaimana pengertian Yoga? 2. Bagaimanakah konsep Astangga Yoga? 3. Bagaimana aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari? 1.4 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui tentang pengertian Yoga 2. Untuk mengetahui konsep Astangga Yoga 3. Untuk mengetahui aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Yoga Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian Patanjali memberikan definisi tentang yoga yaitu mengendalikan gerak-gerak pikiran. Ada dua hal yang penting sebagai seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus sekaligus tidak terikat dengan hal-hal duniawi. Secara spiritual Yoga merupakan suatu proses di mana identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh seorang yogi, Yogi adalah orang yang menjalani yoga, orang yang telah mencapai persatuan dengan Hyang Agung. Jiwa manusia dibawa kepada kesadaran akan hubungan yang dekat dengan sumber realitas (Hyang Widhi). Seperti setitik air yang bersatu dengan air di samudra. Yoga adalah ketenangan hati, ketentraman, keahlian dalam bertingkah laku, Segala sesuatu yang terbaik dan tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini adalah Yoga juga, Yoga mencakup seluruh aplikasi yang inklusif dan universal yang mengantar kepada pengembangan / pembangunan seluruh badan, pikiran dan jiwa. Yoga pada dasarnya adalah sebuah cara atau jalan hidup. Bukan sesuatu yang keluar dari kehidupan, bukan pula menjauhkan diri dari aktifitas, melainkan merupakan performa yang efisien dengan semangat hidup yang benar. Yoga bukan pula melarikan diri dari rumah dan kebiasaan hidup manusia, melainkan merupakan suatu proses pembentukan sikap untuk hidup di rumah (keluarga) maupun hidup bermasyarakat dengan suatu pengertian baru, Yoga bukan memalingkan dari kehidupan, Dia merupakan spiritual dari hidup. Jadi dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur segala kegelisahankegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik. 2.2 Konsep Astangga Yoga Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturanperaturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri). 1. Panca Yama Brata Panca yama Brata adalah lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus dilakukan tanpa kecuali. Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan pernah bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sutra II.35 – 39. 1. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. (Patanjali Yoga Sutra II.35) 2. Satya atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali Yoga Sutra II.36) 3. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. (Patanjali Yoga Sutra II.37) 4. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga Sutra II.38) 5. Aparigraha atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sutra II.38) 2. Panca Niyama Bratha Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya diuraikan dalam Patanjali Yoga Sutra II.40-45. 1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sutra II.41). 2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sutra II.42). 3. Tapa atau mengekang. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43). 4. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan namanama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya “istadevatasamprayogah, persatuan dengan apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44). 5. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi (Patanjali Yoga Sutra II.45). Kebalikan dari sepuluh kebaikan yang harus diwujudkan (Yama dan Niyama) disebut sebagai vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan, yaitu: 1. Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa 2. Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya 3. Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya 4. Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya 5. Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca 6. Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa 7. Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa 8. Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya 9. Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari isvarapranidhana Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan sendirinya dilindungi terhadap kesalahan yang bertentangan. Jangan menyakiti orang lain belum tentu berarti perlakukan orang lain dengan baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain dan sekaligus melakukan keramah-tamahan. 3. Asana Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan yoga. Buku Yogasutra tidak mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada siswa sikap duduk yang paling disenangi dan relax, asalkan dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran dan tidak terganggu karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan. Selain itu sikap duduk yang dipilih agar dapat berlangsung lama, serta mampu mengendalikan sistim saraf sehingga terhindar dari goncangan-goncangan pikiran. Sikap duduk yang relaks antara lain : silasana (bersila) bagi laki-laki dan bajrasana (metimpuh-bhs. Bali, menduduki tumit) bagi wanita, dengan punggung yang lurus dan tangan berada diatas kedua paha, telapak tangan menghadap keatas. Di bawah ini adalah macam-macam gerakan Asana meburut Gheranda Samhita. GERAKAN MENURUT GHERANDA SAMHITA No Nama Asana Sikap / Pose Manfaat 1 Siddhasan Sikap Duduk Yang Lurus Untuk Mendapatkan Keberhasilan 2 Padmasan Sikap Duduk Teratai Menghilangkan Segala Macam Penyakit 3 Bhadrasan Duduk Diatas Tumit Yang Terbalik Menghilangkan Segala Macam Penyakit 4 Muktasan Duduk Diatas Kaki Yang Kiri Kemudian Untuk Keberhasilan Taruh Diatas 5 Vajrasan Duduk Diatas Kedua Telapak Kaki Untuk Pencernaan Svastikasan Duduk Dengan Kaki Dilipat Dibawah Dan Yang Lainnya Di atas Untuk Keberhasilan 7 Singhasan Duduk Seperti Sikap Singa Untuk Menghilangkan Penyakit 8 Gomukhasan Duduk Seperti Wajah Sapi Mengatasi Penyakit Jantung 9 Virasan Sikap Seorang Pemberani Menumbuhkan Sikap Pemberani 10 Dhanurasan Postur Seperti Busur Melenturkan Tulang Belakang 11 Mritasan Postur Badan Seperti Mayat Untuk Tensi Darah Rendah 12 Guptasan Kedua Kaki Sembunyi Dibawah paha Untuk Melenturkan Kedua Kaki 13 Matsyasan Sikap seperti Ikan Untuk Menghilangkan Penyakit 14 Pascimottanasan Sikap duduk Dengan kedua Kaki Lurus Untuk Penyakit Pencernaan 15 Matsyendrasan Sikap Ikan Terbalik Untuk Penyakit Pencernaan 16 Goraksasan Duduk Diatas Kedua Kaki Untuk Keberhasilan 17 Utkatasan Duduk Diatas Tumit Kaki Untuk Kesehatan Seluruh Tubuh 18 Sankatasan Melipat Kedua Kaki Melenturkan Kedua Kaki 6 19 Mayurasan Sikap Merak Menguatkan Pencernaan 20 Kukutasan Sikap Ayam Untuk Kedua Tangan Dan Penyakit Wasir 21 Kurmasan Sikap Kura-kura Untuk Memanjangkan Nafas 22 Uttan Kurmasan Sikap Kura-kura II Untuk Nafas,Kesehatan dan Penyakit Perut 23 Uttan Mandukasan Sikap Kodok Untuk Kekuatan Badan 24 Vriksasan Sikap Pohon Untuk Kesetabilan Dua 25 Mandukasan Sikap Kodok II Untuk Pernafasan 26 Garudasan Sikap Garuda Untuk Prostat 27 Vrisasan Sikap Sapi Jantan Untuk Hernia 28 Salabhasan Sikap Kalajengking Segala Jenis Penyakit Perut 29 Makarasan Sikap Buaya Untuk Menghilangkan Stress Dan Sangat Bagus Untuk Leher 30 Ustrasan Sikap Unta Untuk Leher Yang Kaku 31 Bhujangasan Sikap Ular Mengeluarkan Racun Dari Badan 32 Yogasan Sikap Duduk Nyaman Dan Stabil Untuk Memberikan Rasa Nyaman Dan Stabil Pada Saat Meditasi 4. Pranayama Pranayama adalah pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui lubang hidung dengan tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh tubuh. Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan suara So, dan saat mengeluarkan nafas berbunyi Ham. Dalam bahasa Sansekerta So berarti energi kosmik, dan Ham berarti diri sendiri (saya). Ini berarti setiap detik manusia mengingat diri dan energi kosmik.. Pranayama terdiri dari : Puraka yaitu memasukkan nafas, Kumbhaka yaitu menahan nafas, dan Recaka yaitu mengeluarkan nafas. Puraka, kumbhaka dan recaka dilaksanakan pelan-pelan bertahap masing-masing dalam tujuh detik. Hitungan tujuh detik ini dimaksudkan untuk menguatkan kedudukan ketujuh cakra yang ada dalam tubuh manusia yaitu : muladhara yang terletak di pangkal tulang punggung diantara dubur dan kemaluan, svadishthana yang terletak diatas kemaluan, manipura yang terletak di pusar, anahata yang terletak di jantung, vishuddha yang terletak di leher, ajna yang terletak ditengah-tengah kedua mata, dan sahasrara yang terletak diubun-ubun. 5. Pratyahara Adalah penguasaan panca indria oleh pikiran sehingga apapun yang diterima panca indria melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi pikiran. Panca indria adalah : pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah dan rasa kulit. Pada umumnya indria menimbulkan nafsu kenikmatan setelah mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak bertujuan mematikan kemampuan indria. Untuk jelasnya mari kita kutip pernyatan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut : Sva viyasa asamprayoga, cittayasa svarupa anukara, iva indriyanam pratyaharah, tatah parana vasyata indriyanam. Artinya : Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat indria dan nafsunya masing-masing, serta menyesuaikan alat-alat indria dengan bentuk citta (budi) yang murni. Makna yang lebih luas sebagai berikut : Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus. 6. Dharana Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek konsentrasi. Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri, misalnya “selaning lelata” (sela-sela alis) yang dalam keyakinan Sivaism disebut sebagai “Trinetra” atau mata ketiga Siwa. Dapat pula pada “tungtunging panon” atau ujung (puncak) hidung sebagai objek pandang terdekat dari mata. Para Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang menggunakan ubun-ubun (sahasrara) sebagai objek karena disaat “ngili atma” di ubun-ubun dibayangkan adanya padma berdaun seribu dengan mahkotanya berupa atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau bagaikan mutiara. Objek lain diluar tubuh manusia misalnya bintang, bulan, matahari, dan gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para yogin menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang digunakan membawa kearah kedamaian bathin, matahari untuk kekuatan phisik, dan gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain misalnya patung dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual. yang bermanfaat bagi terserapnya vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan itu. Kemampuan melaksanakan Dharana dengan baik akan memudahkan mencapai Dhyana dan Samadhi. 7. Dhyana. Dhyana adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek atau gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Gangguan atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indria baik melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Ganguan atau godan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran objek Dharana. Tujuan Dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus kepada Hyang Widhi melalui objek Dharana, lebih jelasnya Yogasutra Maharsi Patanjali menyatakan : “Tatra pradyaya ekatana dhyanam” Artinya : Arus buddhi (pikiran) yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Kaitan antara Pranayama, Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan oleh Maharsi Yajanawalkya sebagai berikut : “Pranayamair dahed dosan, dharanbhisca kilbisan, pratyaharasca sansargan, dhyanena asvan gunan : Artinya : Dengan pranayama terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan pratyahara terbuanglah kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan dengan dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang berada diantara manusia dan Hyang Widhi. 8. Samadhi Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga, yang dibagi dalam dua keadaan yaitu : 1) Samprajnatta-samadhi atau Sabija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin masih mempunyai kesadaran, dan 2) Asamprajnata-samadhi atau Nirbija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin sudah tidak sadar akan diri dan lingkungannya, karena bathinnya penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih Hyang Widhi. Baik dalam keadaan Sabijasamadhi maupun Nirbija-samadhi, seorang yogin merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa memiliki apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas dari “catur kalpana” (yaitu : tahu, diketahui, mengetahui, Pengetahuan), tidak lalai, tidak ada ke-“aku”-an, tenang, tentram dan damai. Samadhi adalah pintu gerbang menuju Moksa, karena unsur-unsur Moksa sudah dirasakan oleh seorang yogin. Samadhi yang dapat dipertahankan terus-menerus keberadaannya, akan sangat memudahkan pencapaian Moksa. Katha Upanisad II.3.1. : Yada pancavatisthante, jnanani manasa saha, buddhis ca na vicestati, tam ahuh paramam gatim, Artinya : Bilamana Panca Indria dan pikiran berhenti dari kegiatannya dan buddhi sendiri kokoh dalam kesucian, inilah keadaan manusia yang tertinggi. 2.2 Aplikasi Astangga Yoga dengan Kekinian Masa muda adalah saat yang paling tepat untuk berlatih yoga. Ini adalah sifat yang pertama dan yang utama untuk seorang siswa Yoga. Siswa yoga harus kuat dan memiliki vitalitas yang besar. Mereka yang mempunyai pikiran tenang yang percaya pada kata-kata gurunya, ia yang bersahaja, jujur, menginginkan kebebasan dari samsara, adalah orang-orang yang cocok untuk disiplin yoga bagi mereka yang sudah menghapus keakuan, kesombongan, ketamakan dan yang memiliki tempramen tenang adalah orang yang sesuai menjadi sang abadi. Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi Astangga Yoga di di jaman Kali Yuga ini tentu banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan. Banyak orang yang tahu tentang ajaran Astangga Yoga ini, akan tetapi hanya sedikit orang yang mau mengamalkan ajaran ini. Untuk lebih jelasnya marilah kita membahas lebih rinci bagaimana aplikasi daripada ajaran Astangga Yoga ini. A. Aplikasi Panca Yama Bratha Adalah pengendalian diri tingkat jasmani yang menjadi tahap awal bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas spiritualnya. 1. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. Orang yang ingin menapaki jalan spiritual yang lebih tinggi semestinya sudah memulai untuk tidak menyakiti baik dari segi fisik, perkataan maupun pikiran terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan akan tetapi kita lihat kekerasan semakin tinggi saja itu berarti ajaran Ahimsa masih hanya sebatas teori saja. 2. Satya atau kejujuran atau kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. Ajaran satya di jaman sekarang mengalami sebuah degradasi yang sangat tajam dimana sebagian besar orang-orang susah untuk berpikir, berkata dan berbuat yang jujur dan mereka cenderung tidak satya karena suatu tujuan yang sifatnya keduniawiaan seperti kekuasaan, pendidikan, harta dan popularitas. 1. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. Orang kebanyakan selalu merasa tidak puas akan apa yang menjadi miliknya sehingga seringkali menginginkan benda-benda yang bukan menjadi miliknya. Dalam praktek kehidupan sehari-hari sering kita lihat sepertia kasus pencurian, korupsi yang merupakan perbuatan merugikan orang lain. 2. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. Untuk seorang Brahmacarya pekerjaannya adalah menuntut ilmu dan tidak melakukan hubungan layaknya suami istri, namun di jaman sekarang ini banyak yang melakukan hubungan seksual sedangkan mereka masih dalam tahap Brahmacari padahal hubungan seperti itu tidak didahului dengan upacara pernikahan. Ini membuktikan bahwa aplikasi dari ajaran Brahmacarya ini masih sangat rendah di kehidupan sehari-hari. 3. Aparigraha atau pantang akan kemewahan artinya seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana. Hidup sederhana bukanlah hidup yang serba dibatasi akan tetapi hidup yang tidak terlalu mengikatkan diri terhadap hal yang sifatnya duniawi. Dalam hal ini kita diajarkan untuk lebih proporsional sesuai dengan kemampuan, sehingga setahap demi setahap kita bisa melepaskan ikatan keduniawiaan. Di jaman sekarang ini kecendrungan seseorang untuk hidup sederhana masih sangat minim, karena hidup yang serba glamour membuat mereka merasa enggan untuk melakukannya sehingga menimbulkan keterikatan terhadap materialisme yang membuat kesulitan untuk meningkatkan kualitas spiritual. B. Aplikasi Panca Niyama Bratha Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya. 1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut. Di Bali sebelum menjadi rohaniawan (Sulinggih) mereka harus disucikan dengan upacara, namun dalam prakteknya masih banyak yang mengingkari akan hal tersebut, misalnya seorang sulinggih yang berbisnis banten sedangkan itu sudah merusak kesucian secara lahiriah dari seorang rohaniawan. Dewasa ini banyak orang yang ingin menjadi seorang rohaniawan, ini menunjukkan bahwa ajaran sauca menjadi hal yang begitu diharapkan oleh banyak orang dan tidak terlepas dari keinginan untuk menjadi pelayan Tuhan. 2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental. Kepuasan atau Atmanastuti merupakan hal yang tidak kita pisahkan dalam kehidupan spiritual. Kepuasan lahir dan bathin dalam melayani Tuhan adalah paling utama sehingga tidak menimbulkan rasa beban dan berat dalam melaksanakan pelayanan. 1. Tapa atau mengekang melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual. Ajaran ini lebih menekankan aspek pengendalian diri dalam segala bidang. Di jaman sekarang banyak orang berusaha mencari tempat-tempat yang menyediakan ketenangan, keheningan untuk mendapatkan ketenangan akibat kepenatan hidup yang cukup berat. 2. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan namanama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya persatuan dengan apa yang dicita-citakannya. Di jaman sekarang orang-orang sudah mulai enggan untuk mempelajari kitab-kitab suci karena kesibukan sehingga orang-orang mulai melupakannya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang mempelajari khusus lewat pendidikan formal di perguruan tinggi merupakan jalan yang cukup bagus khusunya bagi generasi muda yang ingin mendalami ajaran agama. Jadi ada pasang surut terhadap aplikasi swadhyaya di jaman globalisasi ini. 3. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi. Dalam hal ini kita dituntut untuk menjadi pelayan Tuhan dan selalu mepersembahkan hasilnya kepada Beliau. C. Aplikasi Asana Asana merupakan sikap duduk yang nyaman, rileks dan tenang. Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang mungkin mengabaikannya karena tidak tahu bahwa posisi duduk yang salah dapat mengakibatkan penyakit tulang seperti skoliosis, lordosis dan kifosis serta gangguan peredaran darah. Ini kelihatan sepele akan tetati jika posisi asana ini diterapkan dalam kehidupan seharihari baik sedang melakukan yoga ataupun tidak maka akan dapat meminimalisasi penyakit yang ditimbulkan akibat kesalahan duduk. Selama ini kita mengambil sikap asana hanya pada saat bersembahyang ataupun yoga, padahal praktiknya kita lebih banyak menghabiskan waktu di luar kegiatan tersebut. Jadi penting menerapkan sikap asana yang baik dalam kehidupan sehari-hari. D. Aplikasi Pranayama Pranayama berarti mengatur pernafasan. Selama ini menjadi kelalaian dari manusia bahwa menyadari nafas berarti menyadari akan hakekat Ketuhanan. Kita sering mengabaikan bahwa bernafas yang baik merupakan cara untuk menjaga kesehatan. Akan tetapi manusia di jaman sekarang cenderung mengabaikan serta kita sering tidak sadar bahwa selalu berpikir optimis kalau besok kita pasti masih hidup, sedangkan kita tahu bahwa nafas kita ini adalah kuasa dari Tuhan. Pranayama tidak semata-mata mengacu kepada nafas masuk dan keluar dan kaitannya dengan fenomena fisika-kimia, tetapi jauh lebih halus dari itu. Proses menarik, menahan dan mengeluarkan nafas hanyalah gambaran kasar dari prana. Sebagaimana sesungguhnya ruji dikencangkan pada pusat sebuah roda, demikianlah segala apa adalah terikat pada prana. Prana berjalan bersama pada prana. Prana memberikan prana. Memberikan kehidupan pada mahluk yang hidup. Bapak seseorang adalah prana. Ibu seseorang adalah prana. Saudara wanita seseorang adalah prana, guru seseorang adalah prana, seorang Brahmana adalah prana. Sehingga dikatakan bahwa dengan penguasaan pernafasan yang merupakan gambaran kasar dari Prana itu sendiri seseorang dapat mengendalikan pikiran yang bergejolak, hawa nafsu serta kelemahan badan. Bahkan dengan menguasai prana dengan baik, seorang praktisi dapat mengalami fenomena metafisis yang tidak dapat dijelaskan oleh fenomena fisika biasa. Jadi Pranayama tidak kita aplikasikan ketika ingin bersembahyang dan beryoga saja akan tetapi dala praktek kehidupan sehari-hari karena porsi waktu kita jauh lebih besar menjalani hal tersebut. E. Aplikasi dari Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi Keempat sendi yoga yang pertama, yaitu Yama, Nyama, Asana dan Pranayama adalah termasuk persiapan atau dengan kata lain baru “kulit” dari Yoga itu sendiri. Sedangkan keempat sendi berikutnya yaitu Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi barulah merupakan arah menuju inti Yoga itu sendiri. Pratyahara berkaitan dengan alat-alat indria yang secara ilmiah hanya ditujukan untuk menikmati hal-hal material. Dalam kehidupan sehari-hari kita harus bisa mengendalikan semua indria-indria ini karena panca indria ini apabila tidak dikendalikan maka sudah pasti kita akan jatuh ke jurang neraka serta tidak akan bisa manunggal dengan Beliau. Mata sebagai indra penglihatan digunakan untuk menikmati hal-hal yang spiritual, telinga untuk mendengar diarahkan untuk mendengar nama-nama suci dan segala hal yang berkaitan dengan spiritual, demikian juga dengan indra-indra yang lainnya, semuanya ditarik dari kenikmatan duniawi dan diarahkan kepada kenikmatan rohani. Dengan cara demikian orang dapat memperoleh penguasaan penuh atas alat-alat indrianya sehingga kita bisa manunggal dengan Tuhan. Dharana atau pemusatan pikiran adalah tingkatan yoga yang keenam. Dalam Patanjali Yoga Sutra III.1 disebutkan “deåa-bandhaå cittasya dhâraña, menetapkan citta atau pikiran pada suatu tempat disebut dharana”. Dharana dapat diibaratkan sebagai proses “mengetuk pintu” menuju Samadhi sehingga praktisi yang telah menguasai dharana dengan sempurna akan dengan sendirinya terarahkan menuju pada samadhi. Patanjali menganjurkan agar pemusatan pikiran harus hanya ditujukan pada satu objek kontemplasi, tat-pratiæedhârtham eka-tattvâbhyâsai (Patanjali Yoga Sutra I.32). Sehingga dalam proses dharana seorang praktisi dapat bermeditasi dengan memusatkan diri pada ujung hidung, pada berkas cahaya, aksara suci OM atau hal-hal lain yang dibenarkan. Dalam kehidupan sehari kita hendaknya selalu mengingat beliau serta memusatkan pikiran kepada-Nya dan selalu mempersembahkan apa yang kita alami, kerjakan apakah baik atau buruk kepada Tuhan karena itu merupakan jalan untuk penyatuan kepada Brahman. Diantara Dhyana dan Samadhi ada perbedaan mendasar. Dalam keadaan renungan (dhyana) pikiran seseorang merenungkan (dhyata), perbuatan renungan (dhyana) dan tujuan renungan (dhyaya) ketiganya masih dibedakan, namun dalam keadaan samadhi, ketiganya melebur menjadi satu. Jika diasumsikan sebagai pelukis dan lukisannya, kondisi dhyana adalah kondisi dimana sang pelukis masih berbeda dari gagasan tentang melukis dan keduanya berbeda pula dengan lukisannya. Tetapi dalam kondisi samadhi, pelukis tersebut begitu tercebur dalam karyanya sehingga ia, gagasan dan karyanya lebur menjadi satu. Dalam keadaan samadhi, sang jiva berada begitu dekat dengan Tuhan dan merasakan kebahagiaan luar biasa. Sehingga setelah seseorang terbangun dari samadhi, pada dasarnya dia tidaklah sama dengan sebelumnya. Ia menjadi berubah karena begitu lama berdekatan dan berhubungan secara pribadi dengan Tuhan, ia mendapatkan tambahan kehangatan (waranugraha atau ananda dan vijnana). Pada tahap ini seseorang dapat dikatakan sebagai seorang Siddha dan memperoleh kesaktian-kesaktian mistis tertentu. Kita sering temukan khususnya para rohaniawan, sulinggih, orang pintar (Balian) mereka pada umumnya bisa mendapatkan Sunya tersebut, namun akan tetapi tidak menutup kemungkinan orang biasa pada umumnya bisa mendapatkan sunya tersebut asalkan sudah memahami tahapantahapan yang baik dan benar serta mengaplikasikannya. Semua itu bisa kita dapatkan hanya dengan satu kata kunci untuk mencapai jalan sebagai jalan Yang Maha Kuasa, yaitu latihan. Berlatih diri dengan tekun karena dengan berlatih potur-postur yoga serta latihan pernafasannya, dan juga pikiran yang mindfull atau penuh perhatian ketika sedang berlatih akan didapatkan sikap tubuh yang lebih baik dan penuh percaya diri, seperti seekor singa, si raja hutan ketika berjalan, tegap, anggun, berwibawa, dan pernuh percaya diri. Ditambah dengan pola makan yang baik dan berimbang yang akan membantu organ-organ di dalam tubuh mencerna makanan yang masuk dengan semestinya, akan membantu tubuh dan pikiran mendapatkan sikap rileks yang maksimal, seperti tunawisma yang dapat tidur dengan nyamannya di segala tempat, di setiap saat dan dalam kondisi apapun. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik. Astangga yoga merupakan tahapan-tahapan yang harus dijalankan bagi seseorang yang ingin meningkatkan kualitas spiritual. Astangga Yoga berarti delapan tahapan yang harus dilaksanakan dalam beryoga. Bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Prathyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), DHYANA (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri). Aplikasi dari ajaran Astangga Yoga di jaman Kali Yuga ini masih sangat minim. Hal itu disebabkan karena jaman globalisasi membuat pola pikir seseorang untuk benar-benar berniat mengamalkan ajaran ini masih cukup rendah. Jika kita telusuri apa yang disebut Yoga oleh orang-orang moden sangat jauh berbeda dari sistem Yoga aslinya. Saat ini orang-orang hanya fokus mempraktekkan tingkatan Raja Yoga yang ketiga dan yang keempat, yaitu Asana (sikap duduk) dan Pranayama (teknik pernapasan) dan semata-mata hanya untuk alasan kesehatan, umur panjang bahkan meningkatkan nafsu birahai semata. Walaupun secara material bermanfaat, namun mereka tidak memahami tujuan utama dari sistem Yoga itu sendiri. Pada dasarnya Yoga berarti penghubungan atau pengaitan jiva individual dengan Yang Maha Kuasa, dengan kata lain tujuan utama dari sistem Yoga adalah untuk menghubungkan diri kita yang rendah dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan semata-mata hanya untuk kepentingan kesehatan dan hal-hal material lainnya. Dengan demikian syarat utama yang dimiliki oleh seorang calon praktisi Yoga adalah kepercayaan akan adanya Tuhan. Seorang yang atheis tidak bisa mengikuti sistem ini. Kalaupun dia mengikutinya, dia hanya akan mentok sampai pada tingkatan asana dan pranayama yang tujuannya hanya sebatas kesehatan fisik. Disamping itu, seorang praktisi Yoga juga harus memiliki dasar moral dan disiplin tinggi. Meskipun dikatakan bahwa selama kita ada dalam tubuh manusia, tidak perduli berapa umur kita, jenis kelamin dan kondisi fisik, namun tanpa dasar moral yang baik dipastikan seseorang tidak akan pernah bisa menapak sistem Yoga. Karena itulah dua tingkatan pertama Raja Yoga adalah Yama dan Nyama Bratha. Seseorang yang masih memelihara sifat kejam, suka mabuk dan kejahatan-kejahatannya otomatis akan gugur dengan sendirinya. 3.2 Saran-Saran Sebagai generasi muda Hindu yang menuntut pendidikan formal di perguruan tinggi bernafaskan Hindu sudah semestinya kita menjadi pioneer dalam melaksanakan Astangga Yoga tersebut. Karena ajaran yang universal ini apabila dijalankan dengan penuh ketulusan hati kita pasti akan sampai pada cita-cita yang diharapkan yaitu manunggaling dengan Kawula Gusti. Memahami yoga lebih dalam lagi akan membantu meluruskan persepsi seseorang yang kurang akan informasi tentang Yoga yang telah mengundang persepsi keliru dan tidak sedikit di kalangan awam. Yoga sering dikacaukan dengan Tapa, bahkan dengan sesuatu yang berbau takhayul. Atau memandangnya dari sudut pandang kegaiban dan kanuragan saja. Jadi ini menjadi momen baik bagi kita untuk lebih memahami yoga lagi. Daftar Pustaka Ariasa Giri, I Made . 2006, Yoga Asanas, Pranayama, dan Meditasi . Denpasar: IHDN Denpasar Somvir, Dr. 2006. Sehat Dengan Yoga dan Ayur weda. Paramita Surabaya Swami Satya Prakas Saraswati, Patanjali Raja Yoga, Paramita Surabaya. 1996 Yudhiantara Kadek, 2006. Menyikapi Rahasia Yoga. Surabaya: Paramitha http://Astangga Yoga.ucla.edu/portal/ucla/how-to-build-a-bigger-brain-91273.as px http://Yoga.com/showthread.phpt=32027 http://Sejarah Yoga.com/Hindu.phpt-681988 Yoga memiliki delapan komponen yang dikenal dengan istilah astangga yoga. Delapan komponen itu adalah: yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi. Di dalam yogasutra adhyaya II sloka 29, menyebutkan: “Yama niyamasana asanas pranayama pratyahara dharana dhyana samadhys stavanggani” Yang artinya: yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi, inilah semua delapan bagian ajaran yoga. Delapan tahap ajaran yoga ini, merupakan tangga untuk mengendalikan diri dan sekaligus merupakan aspek etika dalam ajaran yoga. Di bawah ini diuraikan masing-masing bagian astangga yoga tersebut, yaitu: 1. Yama Yama adalah pengendalian diri tahap pertama atau awal dan menampakkan pengendalian diri. Pada tahap ini latihan diawali dengan tingkah laku yang penuh cinta kasih (ahimsa/ tidak menyakiti). Tujuan dari tahap ini adalah melatih menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta kasih seseorang sebelum lanjut pada tahap – tahap berikutnya, sebab dengan cintakasih maka akan timbul rasa tulus ikhlas dan pikiran yang tenang dan damai. Dengan keadaan seperti itu, akan sangat membantu seseorang dalam tajap – tahap berikutnya hingga akhirnya tercipta sebuah kebahagiaan rohani dan ketenangan pikiran yang mendalam. Yama terdiri dari lima aspek yang prinsip, yaitu: ahimsa, satya, asteya, brahmacarya, dan aparigraha. 1. a. Ahimsa Ahimsa berarti tidak menyakiti atau melukai perasaan orang lain baik melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan. Pengertian ahimsa banyak menyimpang dari segi makna yang sebenarnya. Pengertian tidak menyakiti atau melukai orang atau membunuh sesuatu yang hidup, janganlah ditafsirkan artinya yang sangat ekstrim. Pengertian yang sedemikian itu bukanlah didasari pengertian terhadap ahimsa yang benar, karena sikap sedemikian ini jelas mengakibatkan keresahan dimasyarakat. 1. b. Satya Satya diartikan sebagai gerak pikiran yang patut untuk diambil menuju kebenaran, yang di dalam prakteknya meliputi penggunaan kata-kata yang tepat dan dilandasi kebijakan untuk mencapai kebaikan bersama. Jadi satyam tidak dapat sepenuhnya diterjemahkan dengan “benar” atau “kebenaran” karena kedua kata ini dalam bahasa sansekerta disebut “rta”. Seorang sadhaka tidak selamanya dituntut untuk menempuh jalan rta tetapi tegas harus menempuh satya. Di dalam pelaksanaanya satya mempertimbangkan pula berbagai faktor situasi yang bersifat relative, walaupun yang ditujukan pada akhirnya adalah kebenaran mutlak di dalam penyatuan dengan param brahma. Brahma sendiri sering disebut “esensi satya” itu. 1. c. Asteya Asteya artinya tidak mencuri. Menurut jenisnya perbuatan mencuri dibagi menjadi empat jenis, yaitu: mencuri barang nyata dalam bentuk apapun juga, mempunyai rencana untuk mencuri, mengambil kepunyaan orang lain tidak untuk kepentingan sendiri tetapi untuk membuat pemiliknya mengalami kerugian, upaya untuk merugikan orang lain baik belum atau tidak dilakukan tetapi rencana sudah direka-reka dalam pikiran. 1. d. Brahmacarya Secara harafiah kata brahmacarya berarti tetap melekat kepada brahma. Ketika orang melakukan kegiatan, pikirannya tercurah menuju arah luar (ekstroversal) dan dirinya terlibat pada materi kasar yang sifatnya terbatas. Brahmacarya memandang dan memperlakukan benda-benda kasar yang dihadapi sebagai manifestasi brahma dan bukan semata-mata sebagai benda kasar. 1. e. Aparigraha Aparigraha adalah tidak berlebihan dalam menikmati benda kesenangan untuk mempertahankan kehidupan. Sejumlah faktor perlu diperhatikan unutk menentukan batas minimal yang terbaik guna mempertahankan kehidupan ini. 1. Niyama Niyama merupakan tahapan yang kedua dari delapan komponen astangga yoga. Niyama ini mengajarkan seseorang untuk mengikuti aturan – aturan tertentu sebelum melakukan yoga, seperti misalnya kejujuran, bebas dari rasa iri hati, pembujangan, kesucian, pemberian sedekah, dan melakukan puasa pada waktu yang ditentukan. Tahap ini merupakan tahap yang lebih dalam dari tahapan Yama, karena sudah menggunakan tingkat ketulus ikhlasan hati seseorang. Seperti diuraikan dalam Patanjali Yoga Sutra II.40-45, Niyama dibagi kedalam lima bagian yaitu: 1. a. Sauca kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut. Sauca juga menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri. 1. b. Santosa atau kepuasan Santosa berasal dari kata Tosa yang artinya keadaan mental yang terbatas dari ketegangan dan tekanan. Oleh karena itu santosa berarti suatu keadaan yang menyenangkan dan wajar, tanpa tekanan dan tanpa kepura-puraan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental. 1. c. Tapah atau mengekang Tapah artinya melakukan usaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu tujuan. Seperti dalam sauca sadana, maka dalam melakukan tapah tidak boleh sedikitpun didasari oleh keinginan mendapat keuntungan. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual. 1. d. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci Svadhyaya diartikan sebagai pemahaman dengan sebaik-baiknya setiap permasalah kerohanian. Melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya “istadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang dicitacitakannya. 1. e. Isvarapranidhana Secara umum iisvarah diartikan sebagai pengendalian alam semesta raya, dengan kata lain dia itu adalah Tuhan. Tuhan atau ishvara itu mengendalikan berbagai gelombang pikiran di alam raya ini. Penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi. 1. Asana Asana merupakan anggota atau unsur yang ketiga dari astangga yoga. Asana ini adalah sikap pada waktu melaksanakan yoga. Dalam melaksanakan yoga, sikap duduk yang baik adalah sikap duduk yang paling disenangi dan rileks, asalkan dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran serta tidak terganggu karena badan terasa sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan. Selain itu sikap duduk yang dipilih agar dapat berlangsung lama, serta mampu mengendalikan sistem saraf sehingga terhindar dari goncangan-goncangan pikiran. Patanjali menganggap setiap asana sebagai sukha asana (asana yang menyenangkan), bilamana tidak memaksa dan membantu untuk menstabilkan badan dan budi. Ada beberapa bentuk-bentuk asana, antara lain: GERAKAN MENURUT YOGA ASANAS Jenis-jenis Asana 1. Padmasana Penjelasan Manfaat Kedua kaki diluruskan kedepan lalu Dapat menopang tubuh tempatkan kaki kanan diatas paha dalam jangka waktu yang kiri, kemudian kaki kiri diatas paha lama, hal ini disebabkan kanan. Kedua tangan boleh karena tubuh mulai dapat ditempatkan dilutut. dikendalikan oleh pikiran. 1. 1. Siddhasana Letakan salah satu tumit dipantat, Memberikan efek ketenangan dan lain tumit dipangkal kemaluan. pada seluruh jaringan saraf Kedua kaki diletakkan begitu rupa dan mengendalikan fungsi sehingga kedua ugel-ugel mengenai seksual. satu dengan lain. 1. Swastikasana Kedua kaki lurus kedepan Menghilangkan reumatik kemudian lipat kaki dan taruh dekat menghilangkan penyakit otot paha kanan, bengkokkan kaki empedu dan lendr dalam kanan dan dorong telapak kaki keadaan sehat, membersihkan dalam ruang antara paha dengan dan menguatkan urat-urat otot betis. kaki dan paha. 1. Sarvangasana Berbaring dengan punggung diatas Memelihara kelenjar thyroid. selimut, angkat kedua kaki perlahan kemudian angkat tubuh bagian atas, pinggang, paha, dan kaki lurus ke atas. Punggung ditunjang oleh kedua tangan. 1. Halasana Posisi tubuh rebah dengan telapak tangan telungkup disamping badan. Kedua kaki rapat lalu diangkat keatas dengan posisi lurus. Tubuh jangan bengkok. Kaki dan tubuh buat siku lebar. Turunkan kedua kaki melalui muka sampai jari kaki mengenai lantai. Paha dan kaki membentuk garis lurus. Menguatkan urat dan otot tulang belakang dan susunan urat-urat disisi kanan kiri tulang punggung. 1. Matsyasana Rebahkan diri diatas punggung, dengan kepala diletakkan pada Membasmi bermacam penyakit seperti asma, paru- kedua tangan yang disalipkan. 1. Paschimottanasana Duduk dilantai dengan kaki Membuat nafas berjalan di menjulur lurus, pegang jari kaki brahma nadi (sungsum) dan dengan tangan, tubuh dibengkokkan menyalakan api pencernaan, ke depan. dan Untuk menguarngi lemak diperut. 1. Mayurasana (Burung Berlutut diatas lantai, jongkok Merak) diatas jari kaki, angkat tumit keatas dengan kedua tangan berdekatan, dengan telapak tangan diatas lantai, ibu jari kedua tangan harus mengenai lantai dan harus berhadapan dengan kaki. 1. Ardha Matsyendrasana 1. Salabhasana paru, bronchitis. Menguatkan pencernaan, membetulkan salah pencernaan dan salah perut seperti kembung, juga murung hati dan limpa yang bekerja lemah akan baik kembali. Latakkan tumit kiri didekat lubang Memperbaiaki alat-alat pantat dan dibawah kemaluan pencernaan, member nafsu mengenai tempat diantara lubang makan. Kundalini akan pantat dan kemaluan. Belokkan lutu dibangunkan juga dan kanan dan letakkan ugel-ugel kanan membuat candranadi dipangkal paha kiri, dan kaki kanan mengalir tetap. diletakkan diatas lantai berdekatan dengan sambungan kiri, letakkan ketiak kiri diatas lutut kanan kemudian dorong sedikit kebelakang sehingga mengenai bagian belakang dari ketiak. Pegang lutut kiri dengan telapak tangan kiri perlahan punggung belokkan ke sisi dan putar sedapat mungkin ke kanan, belokkan jidat ke kanan sehingga segaris dengan pundak kanan, ayunkan tangan kanan kebelakang pegang paha kiri dengan tangan kanan, tulang punggung lurus. Rebahkan diri dengan telungkup, Menguatkan otot perut, paha, kedua tangan disisi badan dan kaki, menyembuhkan terlentang. Tangan diletakkan penyakit perut dan usus juga dibawah perut, hirup nafas penyakit limpa dan penyakit seenaknya kemudian keluarkan bungkuk dapat dikurangi. perlahan. Keraskan seluruh badan dan angkat kaki ke atas + 40 cm, dengan lurus sehingga paha dan perut bawah dapat terangkat juga. 1. Bhuyanggasana Merebahkan diri dengan telungkup, lemaskan otot, dan tenangkan hati, letakkan telapak tangan dilantai dibawah bahu dan siku, tubuh dan pusar sampai jari-jari kaki tetap di lantai, angkat kepala dan tubh ke atas perlahan seperti cobra ke atas, bengkokkan tulang punggung ke atas. Istimewa untuk wanita, dapat memberi banyak faedah, tempat anak dan kencing akan dikuatkan, menyembuhkan amenorhoea (datang bulan tidak cocok), dysmenorhoea (merasa sakit pada waktu datang bulan, leucorrhoea (sakit keputihan), dan macam penyakit lain di kantung kencing dan indung telor dan peranakan. 1. Dhanurasana Rebahkan diri dengan dada dan Menghilangkan sakit muka dibawah, kedua tangan bungkuk, reumatik di kaki, diletakkan disisi, kedua kaki lutut, dan tangan. ditekuk kebelakang, naikkan tangan Mengurangi kegemukan, dan kebelakang dan pegang ugel-ugel, melancarkan peredaran angkat dada dan kepala ketas, darah. lebarkan dada, tangan dan kaki kaku dan luruskan, tahan nafas dan keluarkan nafas perlahan. 1. Gomukhasana Tumit kaki kiri diletakkna dibawah pantat kiri, kaki kanan diletakkan sedemikian rupa, sehingga lutut kanan berada diatas lutut kiri dan telapak kaki kana ada disebelah paha kiri berdekatan. 1. Trikonasana Berdiri tegak, kedua kaki terpisah, Menguatkan urat-urat tulang + 65 – 70 cm, kemudian luruskan punggung dan alat-alat di tangan dengan lebar, segaris dengan perut, menguatkan gerak usus pundak, tangan sejajar dengan dan menambah nafsu makan. Menghilangkan reumatik di kaki, ambein, sakit kaki dan paha, menghilangkan susah BAB. lantai. 1. Baddha Padmasana Duduk dengan sikap Padmasana, Asana ini bukan untuk tumit mengenai perut, tangan kanan bermeditasi tetapi untuk kebelakang memegang ibu jari memperkuat kesehatan dan kanan, begitu juga tangan kiri. menguatkan badan. Dapat Tekan janggut ke dada, lihat pada menyembuhkan lever, ujung hidung dan bernafas pelan- uluhati, usus. pelan. 1. Padahasthasana Berdiri tegak, tangan digantung Menghilangkan hawa nafsu, disebelah badan, kedua tumit harus tamas, menghilangkan lemak. rapat tapi jari harus terpisah, agkat tangan kedua-duanya ke atas kepala. Perlahan bengkokkan badan ke bawah, jangan bengkokkan siku lalu pegang jari kaki dengan ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. 1. Matsyendrasana Duduk dengan kaki menjulur, Menghilangkan reumatik, letakkan kaki kiri diatas pangkal menguatkan prana shakti paha kanandan letakkan tumit kaki (gaya batin) dan kiri di pusar. Kaki kanan letakkan menyembuhkan bayak dilantai di pinggir lutut kiri. Tangan penyakit. kiri melalui lutut kanan diluarnya memegang jari kaki kanan dengan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah lalu tekankan pada lutut kanan dan kiri. 1. Chakrasana Berdiri dengan tangan diangkat Melatih kegesitan, tangkas, ketas, perlahan-lahan turunkan segala pekerjaan akan kebelakang dengan dilaksanakan dengan cepat. membengkokkan tulang punggung. 1. Savasana Tidur terlentang, tangan lurus Memberikan istirahat pada disamping badan, luruskan kaki dan badan, pikiran, dan sukma. tumit berdekatan. Tutup mata bernafas perlahan, lemaskan semua otot. 1. Janusirasana 1. Garbhasana 1. Kukutasana Letakan tumit kiri di antara lubang pantat dan kemaluan, dan tekanlah tempat itu. Kaki kanan menjulur dengan lurus. Pegang jari kaki kanan dengan dua tangan. Kedua tangan diantara paha dan betis, keluarkan kedua siku lalu pegang telinga kanan dengan tangan kanan dan sebaliknya. Lebih dulu menbuat padmasana. Masukan tangan satu persatu dalam betis hingga sampai kira-kira di siku, telapak tangan diletakkan di lantai dengan jari terbuka kedepan, angkat badan keatas salib kaki kiakira sampai di siku. Menambah semangat dan menolong pencernaan. Asana ini menggiatkan surya chakra. Memperkuat pencernaan dan menambah nafsu makan Menguatkan otot-otot, dada dan pundak. 1. Pranayama Pranayama adalah pengaturan pernapasan atau pengendalian keluar masuknya nafas ke paru-paru melalui lubang hidung dengan tujuan menyebarkan energi ke seluruh tubuh. Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan suara So, dan saat mengeluarkan nafas berbunyi Ham. Dalam bahasa Sansekerta So berarti energi kosmik, dan Ham berarti diri sendiri (saya). Ini berarti setiap detik manusia mengingat diri dan energi kosmik.. Pranayama dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: adhama, madhyama, dan uttama (yang rendah, sedang atau yang paling tinggi). Pranayama terdiri dari: Puraka yaitu menarik nafas, Kumbhaka yaitu menahan nafas, dan recaka yaitu menghembuskan nafas. Puraka, khumbaka, dan recaka dilaksankan pelan-pelan, bertahap masing-masing dalan tujuh detik. Hitungan tujuh detik ini dimaksudkan untuk menguatkan kedudukan ketujuh cakra yang ada pada tubuh manusia yaitu : muladhara yang terletak di pangkal tulang punggung diantara dubur dan kemaluan, svadishthana yang terletak diatas kemaluan, manipura yang terletak di pusar, anahata yang terletak di jantung, vishuddha yang terletak di leher, ajna yang terletak ditengah-tengah kedua mata, dan sahasrara yang terletak diubun-ubun. Pranayama bermanfaat memberi pemurnian dan cahaya pengetahuan. Dengan melakukan pranayama maka karma dari seorang yogi, yang menutupi pengetahuan untuk membedakan yang akan dihancurkan, oleh panorama keinginan magis. Jika hakekat yang bercahaya itu tertutupi maka jiwa pribadi akan diarahkan menuju kejahatan. Karma dari sang yogi yang menutupi cahaya dan membelenggunya untu mengulangi kelahiran, akan berkurang dengan latihan pranayama stiap saat hingga pada akhirnya dapat dilenyapkan. Didalam pranayama, prana merupakan hal yang sangat penting. Prana ini adalah jumlah total dari daya dan kekuatan terpendam yang terdapat pada tubuh manusia, serta terdapat dimanamana, dan bermanifestasi pada panas, cahaya, listrik, dan magnet. Atman adalah semua tenaga dan prana yang memancarkannya. Semua kekuatan fisik dan mental dapat dikategorikan sebagai prana. Prana ini merupakan dasar kekuatan pada setiap keberadaan makhluk hidup, dari makhluk hidup tertinggi sampai pada yang terendah. Apapun yang bergerak atau bekerja dan memiliki nyawa, adalah bentuk atau wujud dari prana. Akasa merupakan salah satu wujud prana, prana tersebut dihubungkan dengan pikiran dan melalui pikiran menuju kehendak kemudian melalui kehendak menuju roh individual dan melalui ini, ia akan mencapai suatu keberadaan yang tertinggi. Penaklukan prana terletak pada pengendalian gelombang kecil prana pada pikiran. Dengan dikendalikannya prana maka akan tercipta keselarasan hidup individual dengan kehidupan kosmis. Prana memiliki peranan yang sangat penting dalam pikiran, bahkan prana ada pada saat pikiran tidak ada yaitu saat tertidur. Oleh sebab itu Pranavadin atau Hatha Yogin mengatakan bahwa prana tattva mengungguli manas tattva. Prana tersebut memiliki lima sub bagian yaitu: Naga, Kurma, Krikara, Devadatta, dan Dhananjaya. 1. Pratyahara Pratyahara adalah penguasaan panca indria oleh pikiran sehingga apapun yang diterima panca indria melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi pikiran. Panca indria adalah : pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah dan rasa kulit. Pada umumnya indria menimbulkan nafsu kenikmatan setelah mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga citta menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak bertujuan mematikan kemampuan indria. Menurut Maharsi Patanjali: Sva viyasa asamprayoga, cittayasa svarupa anukara, iva indriyanam pratyaharah, tatah parana vasyata indriyanam. Artinya : Pratyahara terdiri dari pelepasan alatalat indria dan nafsunya masing-masing, serta menyesuaikan alat-alat indria dengan bentuk citta (budi) yang murni. Makna yang lebih luas sebagai berikut : Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus. 1. Dharana Dharana (pemusatan) adalah memusatkan citta/ budi pada suatu obyek. Pemusatan atau dharana berarti membebaskan diri dari keragu-raguan dan keresahan. Dalam teknik yoga, pemusatan budi pada berbagai alat indra yang melahirkan cara suatu pengamatan. Konsentrasi mental (pemusatan pikiran) dan sikap-sikap membantu kita dalam produksi zat-zat kimia oleh kelenjar-kelenjar dan dengan demikian menghasilkan akibat-akibat fisiologis yang dapat dilihat dan cara yang sama konsentrasi mental dapat menghasilkan apa yang dapat disebut perasaan supra berupa rabaan, rasa, warna, bunyi, bau, dll. Pikiran ini disampaikan dalam bahasa yoga kuna dengan perkataan “Meditasi pada ujung hidung membangunkan unsur bumi dan menciptakan bau ajaib, meditasi pada ujung lidah membangunkan unsur air dan menciptakan rasa luar biasa, meditasi pada matahari atau bulan atau bintang-bintang membangunkan unsur cahaya dan menciptakan bentukbentuk keindahan luar biasa, meditasi pada OM atau pada perkataan suci lain membangunkan unsur udara dan menciptakan benuk-bentuk musik batin luar biasa, meditasi pada pikiran bahwa anda berada di pangkuan Tuhan membangunkan unsur angin dan menciptakan perasaan sentuhan luar biasa; semua ini membawa keyakinan pada budi yang goncang dan keyakinan itu membawa kedamaian”. Kemampuan melaksanakan dharana denggan baik, akan memudahkan mencapai dhyana dan samadhi. 1. Dhyana Dhyana adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada obyek yang disebutkan dalam dharana, tanpa tergoyahkan oleh obyek atau gangguan/ godaan lain, baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Gangguan yang nyata dirasakan oleh panca indria baik melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah, maupun rasa kulit. Gangguan atau godaan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran obyek dharana. Tujuan dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus kepada Hyang widhi melalui obyek dharana. Patanajali menguraikan “tatra pradyaya ekatanata dhyanam” yang artinya arus budi atau pikiran yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Wujud dhyana adalah sebagai peleburan segenap usaha diri rendah menuju tercapainya diri agung. Jiwa rendah sudah tidak memikirkan apalagi melainkan untuk mencapai Tuhan. 1. Samadhi Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari astangga yoga yang dibagi kedalam dua keadaan, yaitu: 1. Samprajnatta-Samadhi atau Sabija-Samadhi, adalah suatu keadaan dimana yogin masih mempunyai kesadaran. 2. Asamprajnatta-Samadhi atau Nirbija-samadhi adalah keadaan dimana yogin sudah tidak sadar akan diri dan lingkungannya karena bhatinnya penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih Hyang Widhi. Baik dalam keadaan Sabija-Samadhi maupun nirbija-Samadhi. Samadhi dirumuskan dalam patanjali sebagai “tad eva harta matra nirbhasam savarta sunyiam iva samadhi” (III. 3) yang artinya sesungguhnya adalah samadhi, didalam yang mana hanya artha (arti daripada tujuan) bercahaya dan bentuk sendiri (svarupa) hilang. Dalam keadaan transenden ini, pemikir diresap kedalam pikiran, aktivitas budi berhenti seperti orang menjadi satu dengan obyek yang dipikirkan atau direnungkan. Aplikasi Astangga yoga Seperti yang disebutkan dalam banyak sastra, dan sekarang ini sedang didengung-dengungkan oleh banyak kalangan, dikatakan bahwa jaman sekarang ini adalah jaman yang disebut kaliyuga, pada jaman ini sangat sulit untuk mencari kebenaran yang sebenarnya. Hal tersebut merupakan

masalah yang serius dikalangan sosial. Kekerasan, penipuan, perselisihan, perseteruan, dan yang lainnya lagi menjadi irama hangat dalam perjalanan hidup sekarang ini. Untuk mengembalikan kondisi yang seperti itulah diperlukan kesadaran akan pentingnya hidup bersama dalam kelompok, baik itu dalam kelompok yang kecil maupun kelompok yang besar. Seperti dalam Sarasamuscaya Sloka 2, 3, dan 4 disebutkan “manusah sarvabhutesu varttate vai subhasubhe, asubhesu samavistam subhesvevavakarayet, upabhogaih parityaktam natmanamavasadayet, candalatvepi manusyam sarvvatha tata durlabham, iyam hi yonih prathama yam prapya jagatipate, atmanam sakyate tratum karmabhih subhalaksanaih” yang artinya “diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah yang dapat melakukan perbuatan baik atau buruk, leburlah perbuatan buruk itu menjadi perbuatan baik, jangan sekali – kali bersedih meskipun hidup hidup ini tidak makmur. Dilahirkan sebagai manusia itu hendaknya menjadikan kamu besar hati sebab amat sukar untuk terlahir menjadi manusia. Menjelma menjadi manusia itu sungguh – sungguh utama, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan samsara (kelahiran berulang-ulang) dengan jalan berbuat kebaikan, demikianlah keutamaan menjadi maniusia”. Pada saat seperti sekarang ini, kesadaran untuk menyadari keutamaan dan tujuan hidup inilah yang sangat sulit. Maka dari itu ajaran yoga merupakan salah satu ajaran yang menuntun setiap orang untuk berusaha menyadari pentingnya menjadi manusia, dan apa tujuan diturunkannya manusia ke dunia ini. Dengan delapan komponen Astangga yoga tersebut, akan mengarahkan manusia menuju jalan Tuhan, mulai Dari mengatur posisi tubuh, mengatur pernafasan, mengatur pengendal;ian diri, dan selanjutnya seperti apa yang telah dipaparkan sebelumnya. Dalam Bhagawadgita bab III sloka 34 disebutkan “indriyasye ‘ndriyasya ‘rthe, raga dvesau vyavasthitau, tayor na vasam agacchet tau hy asya paripanthinau” yang artinya “cinta dan benci dikendalikan oleh rasa keinginan pada suatu objek keinginan itu sendiri, karenanya janganlah ada yang menyerah kepada keduanya sebab keduanya itu merupakan penghalang belaka”. Musuh manusia yang paling uatama adalah musuh yang munculnya dari dalam diri seseorang itu sendiri, seperti yang dijelaskan dalam Bhagawadgita bab III Sloka 37 “kama esa krodha esa rajoguna samudbhavah, mahasano mahapapma viddhy enam iha vairinam” artinya adalah “itu adalah nafsu, itu adalah amarah yang lahir dari sifat rajaguna keduanya memusnahkan, penuh dosa, ketahuilah ini adalah musuh yang disini”. Sehingga dari uraian – uraian sloka itu dapat diketahui bahwa untuk dapat menyadari pentingnya kesadaran diri, diperlukan pengendalian diri terlebih dahulu, dan selalu menggunakan akal pikiran yang sehat dalam segala tindak tanduk perbuatan ini, karena menjadi manusia itu adalah yang terbaik dari makhluk ciptaan lainnya.