Akibat dari sukuisme yang berlebihan yaitu dapat merusak


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial, terkadang dalam memandang hubungannya dengan manusia lain serasa dibatasi oleh sekat-sekat perbedaan secara fisik. Masyarakat berperilaku berdasarkan dengan pola pikir yang telah dikondisikan secara social kultural bahwa memiliki kelebihan dari orang lain adalah wajar. Hal tersebut karena manusia dilahirkan dengan membawa gen bawaannya masing-masing. Apabila dari perbedaan ini sampai memunculkan prasangka, maka dapat mengakibatkan fungsi bermasyarakat kita menjadi terganggu. Perasaan dan prasangka akan kelebihan serta perbedaan tersebut  kemudian mengendap dan berpotensi melahirkan rasisme.

Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan  bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu,  bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya. Istilah rasisme sering kali gunakan untuk menggambarkan permusuhan dan perasaan negatif  suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lain. Pengertian rasisme klasik menekankan perbedaan yang tajam terhadap warna kulit, hitam atau putih. Kenyataannya, dalam kehidupan kita sehari-hari, rasisme justru berkembang luas dan merambah dimensi-dimensi lain bahkan hingga perbedaan kodrati  yaitu gender, perempuan atau laki -laki. Sikap antipati terhadap suatu kelompok, tidak lagi sekedar wacana, tetapi telah menjurus pada sikap dan pola perilaku destruktif, melebihi prasangka awalnya. Sekarang rasismepun mengalami penambahan kata, yaitu menunjukkan kelompok etnis tertentu (etnosentris), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe).

Seperti buku karya Frantz Fanon, yang berjudul Black Skin, White Mask. Yang menuliskan tentang diskriminasi dan rasisme terhadap kulit hitam yang terjadi di Eropa.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rasisme dan Sukuisme

A. Pengertian Sukuisme

Sukuisme adalah suatu paham yang memandang bahwa suku bangsanya lebih baik dibandingkan dengan suku bangsa yang lain, atau rasa cinta yang berlebihan terhadap suku bangsa sendiri.

B. Pengertian Rasisme

Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.

Di Australia, Human Rights and Equal Opportunity Commission (1998) mendefinisikannya sebagai berikut:
 a. Rasisme adalah sebuah ideologi yang memberikan pernyataan mitos tentang kelompok ras dan etnis lainnya, yang meremehkan dan merendahkan kelompok-kelompok tersebut, yang dicerminkan dan diabadikan melalui akar sejarah, sosial, budaya dan ketidaksetaraan kekuasaan dalam masyarakat.


b. Rasisme adalah hasil dari interaksi kompleks dari sikap individu, nilai-nilai sosial dan praktek lembaga. Hal ini terlihat dalam tindakan individu dan lembaga dan diangkat dalam bentuk ideologi budaya yang tidak ilmiah (tidak berdasarkan data). Adapun bentuknya berubah seiring dalam menanggapi perubahan sosial.


c. Rasisme berakar pada keyakinan bahwa beberapa orang merasa lebih unggul karena mereka berasal dari kelompok etnis atau ras bangsa tertentu,. Konsep ras berasal dari konstruksi sosial, bukan merupakan hal yang ilmiah.

2.2 Bentuk dan asal kata Rasisme

            A. Asal Rasisme

Asal mula istilah ras diketahui sekitar tahun 1600. Saat itu, Francois Bernier, pertama kali mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah (Alo Liliweri, 2005:21). Berdasarkan  ciri fisiknya, manusia di dunia dapat di bagi kedalam empat ras besar. Ras-ras tersebut  adalah hitam, putih, kuning dan merah.

Rasisme, diskriminasi rasial, prejudice dan berbagai sikap  intoleransi masih hidup subur tidak hanya di bagian-bagian dunia yang secara stereotip dihubungkan dengan keadaan itu seperti halnya Amerika Serikat. Sikap intoleransi itu ada dimana-mana, dengan berbagai baju.

B. Bentuk Rasisme menurut para Ahli

            1. Charles Darwin

 Seorang tokoh yang memperkenalkan konsep tentang ras adalah Charles Darwin. Darwin memperkenalkan ras sebagai sesuatu hal yang mengacu pada ciri-ciri biologis dan fisik.

Pada akhirnya, perbedaan berdasar kan warna kulit tersebut memicu lahirnya gerakan-gerakan yang mengunggulkan rasnya sendiri-sendiri.

Teori Darwin dijadikan sebagai dasar tindakan untuk membenarkan penguasaan ras satu atas ras yang lain.  Maka timbullah superioritas ras, ras  yang merasa lebih unggul menindas  ras yang dianggap lebih rendah.  Konsep tentang keunggulan ras ini kemudian melahirkan rasialisme.  Rasisme secara umum dapat diartikan sebagai serangan sikap,  kecenderungan, pernyataan, dan  tindakan yang mengunggulkan atau  memusuhi kelompok masyarakat terutama karena identitas ras. Rasisme juga di pandang sebagai sebuah kebodohan karena tidak mendasarkan  (diri) pada satu ilmu apapun, serta berlawanan dengan norma-norma etis, perikemanusiaan, dan hak-hak asasi manusia. Akibatnya, orang dari suku  bangsa lain sering didiskriminasikan, dihina, dihisap, ditindas dan dibunuh .

Bentuk-bentuk rasisme yang terjadi bukan hanya rasisme warna kulit saja, melainkan juga rasis mengenai agama, sukuisme, postur tubuh, kewarganegaraan, dan masih banyak lagi.

2. Frantz Fenon ( Dalam buku Black Skin, White Mask)

Buku ini diterbitkan pada tahun 1952,  juga menjelaskan karakteristik kolonialisme dan rasisme, serta kerusakan psikologis yang ditimbulkan kolonialisme pada penduduk terjajah dan penjajah.

Fanon mengeksplorasi karakteristik kolonialisme dan rasisme, serta kerusakan psikologis yang ditimbulkan kolonialisme pada penduduk terjajah dan penjajah. Secara provokatif ia juga menulis peran kekerasan pada perjuangan antikolonial di pertengahan abad kedua puluh. Gagasan-gagasan Fanon berpengaruh luas pada para intelektual di seluruh dunia selama bertahun-tahun setelah wafatnya. Ada tiga tema yang saling berkelindan dalam tulisan Fanon: kritik etnopsikiatri (bertujuan memberi gambaran kehidupan mental penduduk terjajah saat sehat atau sakit), kritik tentang Eurosentrisme pada psikoanalisis, dialog dengan sudut pandang kulit hitam (Negritude), dan sistem pikiran dominan di antara intelektual kulit hitam yang berbahasa Prancis. Ia mempertanyakan kredibilitas kehidupan mental orang-orang kulit hitam dan perkembangan filsafat politik dekolonisasi yang berawal dari premis kerusakan psikologis akibat kolonialisme.

Fanon menegaskan bahwa “yang dinamakan jiwa hitam itu adalah konstruksi yang dibuat orang-orang kulit putih.” Ia mengatakan, klaim bahwa “spirit Kulit Hitam” yang konon dimiliki oleh orang-orang kulit hitam seperti yang digembar-gemborkan oleh penulis kulit hitam itu sebenarnya fantasi orang Eropa belaka.

Fanon juga menentang asumsi kulit hitam tentang solidaritas alami masyarakat kulit hitam –di Karibia dan Afrika– sebagai kesalahan politis. Alih-alih kembali ke masa lalu Afrika, intelektual kulit hitam harus beradaptasi dengan budaya Eropa modern, dan mereka harus membantu perubahan kehidupan sehari-hari masyarakat kulit hitam. Dan meskipun ia banyak melakukan kritik semacam itu, Fanon mengakui bahwa sudut pandang kulit hitam bisa memainkan peranan besar untuk membebaskan intelektual penduduk asli dari ketergantungan mereka pada budaya metropolitan.

Fanon mengembangkan tulisan tentang dampak psikologis rasisme berdasarkan pengalaman sendiri di antara kehidupan kelas menengah kulit hitam di Karibia Prancis.

Budaya kolonial yang dominan, kata Fanon, melihat kulit hitam dengan jijik, dan bangsa Antilles menerima pandangan tersebut, sehingga tanpa disadari justru merendahkan diri mereka sendiri. Para perempuan jajahan mengidentifikasi diri mereka sebagai kulit putih, misalnya, dengan mencoba menghindari berhubungan secara seksual dengan pria kulit hitam, dan lebih mendekati (dan akhirnya hidup bersama) pria kulit putih, proses itu disebut Fanon sebagai “laktifikasi.”

Sikap merendahkan diri tersebut mengejawantah dalam berbagai bentuk: sebagai kegelisahan, di hadapan kulit putih menunjukkan inferioritas kulit hitam “alami”, hipersensitivitas patologis yang disebut Fanon sebagai “eretisme afektif”, ketakutan eksistensial, dan penolakan neurotis untuk menerima diri sebagai orang kulit hitam. Anak-anak kulit hitam yang dibesarkan dengan asumsi kultural sistem kolonial yang rasis bisa sedikit meredakan ketegangan antara hinaan karena menjadi golongan kulit hitam dan karena terlahir berkulit hitam dengan membayangkan diri mereka berkulit putih. (Maka, judul buku ini “white masks”, bertopeng putih). Pendekatan Fanon dalam bukunya Black Skin, White Masks berfokus pada masalah identitas yang diciptakan untuk subjek jajahan oleh rasisme kolonial, dan dorongan untuk lari dari neurosis tersebut, yang diakibatkan oleh kolonialisme.

2.3 Penyebab Terjadinya Rasisme

Penyebab terjadinya rasisme, bisa dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah keyakinan atau kepercayaan yang ada dalam diri dan lingkungan sekitar kita.

Budaya dan adat istiadat setiap bangsa ataupun negara berbeda beda sehingga mempengaruhi pola pikir dan pemahaman apa dan maksud sentimen ras / suku / etnis, yang pada akhirnya tentu akan mempengaruhi kultur dan paradigma yang berakhir pada rasisme.

Sikap dan keyakinan dari pada rasis adalah mengenai kesalahpahaman yang dirasakan berdasarkan garis rasial dan sering didasarkan pada ketakutan akan perbedaan, termasuk perbedaan adat istiadat, nilai-nilai, agama, penampilan fisik dan cara hidup dan cara melihat dunia seperti sikap negatif terhadap penggunaan bahasa yang berbeda, aksen asing atau penggunaan variasi bahasa yang tidak standar pada komunitas yang dominan.
            Sikap rasis terlihat dalam berbagai bentuk termasuk pernyataan umum tentang prasangka rasial terhadap asumsi dan stereotip tentang budaya lain serta bentuk-bentuk yang lebih ekstrim dari prasangka seperti xenophobia (perasaan benci (takut, waswas) terhadap orang asing atau sesuatu yg belum dikenal; kebencian pada yang serba asing). Keyakinan ini diperkuat oleh sikap sosial yang berlaku terhadap orang yang dianggap berbeda dan sering merupakan cerminan dari nilai-nilai yang mendukung hubungan sosial dan praktek kelembagaan.

Sikap dan keyakinan ini memperlihatkan perilaku rasis baik dalam tindakan individu dan dalam kebijakan dan praktek yang mengakar pada lembaga. Dimana perilaku ini melibatkan hubungan kekuasaan yang tidak setara antara individu atau kelompok dari latar belakang budaya yang berbeda, tindakan rasis pada bagian dari anggota dari budaya yang dominan memiliki efek memarginalkan orang-orang dari kelompok minoritas.

2.4 Contoh perilaku Rasisme

Contoh perilaku rasis antara lain melalui ejekan, pelecehan rasis, kerusakan properti, pelecehan ras, propaganda rasis, fitnah ras dan serangan fisik. Ini juga mencakup praktek yang mengeksploitasi atau mengeluarkan anggota kelompok tertentu dari aspek masyarakat. Contoh ekstrim perilaku rasis meliputi pembersihan etnis dan genosida (pembunuhan besar-besaran secara berencana thd suatu bangsa atau ras).

Perilaku rasis dapat terjadi secara langsung (terang-terangan) maupun tidak langsung (rahasia). Diskriminasi rasial langsung adalah perlakuan yang tidak adil atau tidak sama pada seseorang atau kelompok atas dasar ras. Sebuah contoh seperti majikan yang tidak akan mempekerjakan seseorang berdasarkan latar belakang budaya atau bahasa mereka. Jenis diskriminasi seperti ini biasanya disengaja.

Selanjutnya adalah diskriminasi rasial langsung yang tampaknya adil di permukaan, tetapi dalam prakteknya merugikan orang-orang dari kelompok-kelompok tertentu. Sebagai contoh, aturan yang mengatakan bahwa semua siswa tidak harus memakai apa pun di kepala mereka bisa mengakibatkan diskriminasi terhadap siswa yang agamanya membutuhkan pemakaian tutup kepala. Diskriminasi rasial dapat terjadi secara langsung bahkan ketika tidak ada niat untuk melakukan diskriminasi.

Rasisme Lembaga (rasisme sistemik) menjelaskan bentuk rasisme yang terstruktur ke lembaga-lembaga politik dan sosial. Hal ini terjadi ketika organisasi, lembaga atau pemerintah melakukan diskriminasi, baik sengaja maupun tidak langsung, terhadap kelompok orang tertentu untuk membatasi hak-hak mereka.

Bentuk rasisme mencerminkan asumsi budaya dari kelompok yang dominan, sehingga praktik kelompok yang dipandang sebagai norma sehingga praktek budaya lainnya harus menyesuaikan. Secara teratur dan sistematis menguntungkan beberapa kelompok etnis dan budaya tertentu dan merugikan dan memarginalkan yang lain.

Rasisme lembaga merupakan hal yang paling sering terjadi dan sulit untuk dikenali dan dihadapi, terutama bila dilakukan oleh lembaga dan pemerintah yang tidak melihat diri mereka sebagai rasis. Ketika hadir dalam berbagai konteks sosial, bentuk rasisme memperkuat kelemahan yang sudah dialami oleh beberapa anggota masyarakat.

Misalnya, rasisme yang dialami siswa di sekolah dapat mengakibatkan putus sekolah lebih awal dan hasil pendidikan yang lebih rendah.

Bersama dengan diskriminasi dalam pekerjaan, rasisme dapat mengakibatkan kesempatan kerja yang lebih sedikit dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi bagi para siswa tersebut ketika mereka meninggalkan sekolah. Diikuti oleh tingkat pendapatan yang lebih rendah dikombinasikan dengan diskriminasi dalam penyediaan barang dan jasa, membatasi akses ke perumahan, perawatan kesehatan dan kesempatan hidup pada umumnya. Dengan cara ini, rasisme lembaga dapat sangat merusak bagi kelompok minoritas dan lebih membatasi akses mereka terhadap layanan dan partisipasi dalam masyarakat.

2.5 Akibat dan Cara mengatasi Rasisme

Penelitian menyimpulkan rasisme dan trauma memiliki efek somatisasi (tekanan psikologis yang mengakibatkan rasa sakit atau gangguan kesehatan fisik), menjadi terlalu peka, dan menyebabkan kecemasan. Semakin besar tekanan berkaitan dengan rasisme, semakin besar tekanan mental yang dialami.

Akibat dari fenomena rasisme juga bukan hanya berakibat pada mental seseorang, namun berakibat pada hubungan masyarakat dengan lingkungannya, hubungan antar masyarakat dengan masyarakat yang lain, atau bahkan hubungan antar satu Negara dengan Negara lainnya.

Sedangkan cara mengatasi rasisme yaitu, saling menghargai. Dengan menghargai berbagai perbedaan, maka rasisme ataupun sukuisme dapat di atasi.

 BAB III

          PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.

Sukuisme adalah suatu paham yang memandang bahwa suku bangsanya lebih baik dibandingkan dengan suku bangsa yang lain, atau rasa cinta yang berlebihan terhadap suku bangsa sendiri.

Bentuk-bentuk rasisme yang terjadi bukan hanya rasisme warna kulit saja, melainkan juga rasis mengenai agama, sukuisme, postur tubuh, kewarganegaraan, dan masih banyak lagi.

Penyebab terjadinya rasisme, bisa dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah keyakinan atau kepercayaan yang ada dalam diri dan lingkungan sekitar kita.

Budaya dan adat istiadat setiap bangsa ataupun negara berbeda beda sehingga mempengaruhi pola pikir dan pemahaman apa dan maksud sentimen ras / suku / etnis, yang pada akhirnya tentu akan mempengaruhi kultur dan paradigma yang berakhir pada rasisme.

Akibat dari fenomena rasisme juga bukan hanya berakibat pada mental seseorang, namun berakibat pada hubungan masyarakat dengan lingkungannya, hubungan antar masyarakat dengan masyarakat yang lain, atau bahkan hubungan antar satu Negara dengan Negara lainnya.

Sedangkan cara mengatasi rasisme yaitu, saling menghargai. Dengan menghargai berbagai perbedaan, maka rasisme ataupun sukuisme dapat di atasi. Dengan menghargai perbedaan, berarti kita telah mencegah terjadinya rasisme.

3.2 Saran

            Rasisme dan Sukuisme merupakan bentuk dari pengembangan keyakinan yang berdampak buruk. Rasisme bisa berakhir dengan perusakan budaya ataupun mental seseorang atau kelompok. Maka sudah seharusnya kita saling menghargai antar masyarakat, umat beragama, dan antar Negara sebagai bentuk generasi yang cerdas. Dengan mempelajari rasisme, berarti kita harus mengubah rasisme yang tak sengaja terjadi dengan saling menghargai dan menghormati, untuk menghindari terjadinya rasisme di sekitar kita.

     DAFTAR PUSTAKA

1.      Buku Karya Frantz Fenon “Black Skin, White Mask” ( Tahun 1952)

2.      Jurnal Karya Dian Wahyu Nurvita, tentang “RASISME DALAM IKLAN MEDIA CETAK PRANCIS PADA MASA KOLONIAL ” (2014)


Page 2