Cover Buku Yusuf Qardawi Perempuan dalam Pandangan Islam Berbicara tentang perempuan memang tiada habisnya bahkan semua kalangan membicarakannya dan tidak berbatas tempat dan waktu. Dari zaman sebelum masehi hingga sekarang, perempuan akan selalu menjadi topik pembicaraan. Pada abad ke-20 Mesir mempunyai pemikir dan negarawan yang masih menjadi rujukan bagi sebagian muslim saat ini yaitu Yusuf Qardhawi. Beliau juga membicarakan perempuan hingga dibukukan dan kemudian diterjemahkan salah satunya dalam bahsa Indonesia. Berikut deskripsi singkat dari buku tersebut. Judul : Kedudukan Wanita Islam Penulis : Yusuf Qardhawi Alih Bahasa : Melati A. Damayanti Penerbit : Global Cipta Publishing Tahun Terbit : 2003 Tempat Terbit: Jakarta Halaman : 174 halaman Perempuan merupakan separuh penduduk bumi namun pengaruhnya melebihi kuantitasnya. Hal tersebut dikarenakan pola pikir yang baik maupun buruk dapat mempengaruhi suami dan anak-anaknya sehingga untuk menuju masyarakat mulia perempuan harus memiliki pola pikir yang komprehensif. Sejarah perempuan, dimanapun negaranya, tidak terlepas dari penindasan dan kecurangan terhadap perempuan sehingga para perempuan dan pemerhati perempuan menuntut kebebasa. Makna kebebasan itu pun bervariasi-akses pendidikan, ekonomi, pernikahan, kebebasan hubungan seks, pengguguran kandungan dan lain-lain. Kesadaran dan pemahaman agama yang tepat harus dimiliki oleh setiap muslim agar tidak keluar dari nilai-nilai yang syumul. Perempuan Sebagai ManusiaPerempuan juga manusia yang memiliki kedudukan setara dengan laki-laki dalam tanggung jawab pelaksanaan kewajiban agama dan takdir mereka sesuai dengan Firman Allah SWT dalamQ.S. An Nisaa ayat 11. Sudut pandang lain terkait keseteraan terdapat dalam AL Qur’an Surat Al Ahzab ayat 35: kata laki-laki dan perempuan diulang berkali-kali dengan menyebutkan hal yang sama dalam sifat yang harus dimiliki dan amal yang harus dilakukan. Tanggung jawab yang setara dalam kemasyarakatan yakni untuk menyuruh mengerjakan yang makruf dan menjauhi kemungkaran disebutkan dalam Quran Surat At Taubah ayat 71. Kemudian pada surat Al Baqarah ayat 35 perintah Allah tidak hanya ditujukan kepada Adam tetapi juga pada istrinya begitu pula kesalahan yang dilakukan merupakan kesalahan Adam dan Hawa (Q.S. Al A’raf: 23). Perempuan dan laki-laki sebagai manusia setara dalam hal siksa, pahala dan hak atas surga sesuai firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat 134 dan 141. Di bab pendahuluan telah disebutkan bahwa salah satu yang dituntut dalam kebebasan perempuan adalah akses pendidikan. Dalam Islam akses pendidikan dan hak belajar merupakan hal yang mendasar dan dijamin sesuai dengan hadits Nabi, “Mencari pengetahuan diwajibkan atas setiap muslim”. Kata setiap muslim menunjukkan bahwa yang memperoleh akses pendidikan dan hak belajar adalah laki-laki dan perempuan. Kesalahan Pemahaman yang Terbukti KeliruLaki-laki dan perempuan berbeda bukan karena pilih kasih dari Allah, salah satunya lebih mulia dan/atau salah satunya lebih dekat kepada Allah. Satu-satunya yang menjadi pembeda di hadapan Allah nanti adalah derajat takwa manusia (Q.S. Al Hujurat ayat 13). Adanya perbedaan dengan sifat alaminya memberikan kewajiban yang berbeda pula. Yang pertama dibahas adalah tentang hukum. Qur’an surat al Baqarah ayat 282 menetapkan bahwa kesaksian dua orang perempuan setara dengan kesaksian seorang laki-laki. Perbedaan dalam kesaksian hukum tersebut tidak berdasarkan ketidakmampuan perempuan dan kejujurannya. Hak tersebut dikarenakan sifat lamiah perempuan yang lebih memusatkan perhatiannya sebagai ibu rumah tangga. Selain itu juga sebagai perlindungan terhadap perempuan dengan menjauhkan mereka dari perasaan, menjaga kehormatannya dan menjaga hak milik mereka. Misalnya perempuan cenderung menutup mata atau lari menjauh dari tempat pertumpahan darah sehingga sulit memberikan kesaksian. Sedangkan hal yang paling penting dalam kesaksian tersebut adalah bukti dan penjagaan keamanan rahasia bukan tentang keputusan. Namun dalam kasus lain yaitu sumpah li’an, kesaksian laki-laki dan perempuan bobotnya sama. Berdasarkan Q.S. An Nuur: 6-9, kesaksian laki-laki yang diakhiri dengan doa laknat Allah atasnya jika dia berdusta dilawan dan dimentahkan dengan kesaksian perempuan yang juga diikuti dengan doa laknat Allah atasnya jika dia berdusta. Kasus yang sering disalahpahami lainnya adalah warisan yang telah ditetapkan Allah dalam Q.S. An Nisaa’: 11 dimana disini jelas adanya perbedaan karena kewajiban dan biaya yang ditanggung keduannya berdasarkan syariah. Namun dalam beberapa kasus perempuan mendapatkan bagian yang lebih besar dari laki-laki. Kemudian, berkaitan dengan uang darah Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa baik hadits Muhammad saw maupun ijma’ ulama tidak ada satupun menetapkan bahwa uang darah yang diayarkan untuk pembunuhan seorang perempuan adalah setengah dari jumlah yang dibayarkan untuk pembunuhan seorang laki-laki. Pendapatnya dirujuk dari Q,S, An Nisaa ayat 92 dan ijma’ ulama yaitu Ibnu Ulayya, al Asam dan syeh Syaltut. Perempuan Sebagai Makhluk yang Berbeda dengan Laki-lakiIslam menganggap perempuan memainkan peran yang menyatu dengan laki-laki dan begitu pula sebaliknya. Laki-laki dan perempuan, satu sama lain hubungannya bukanlah musuh, lawan atau saling bersaing. Keduanya saling tolong menolong baik sebagai laki-laki dan perempuan maupun sebagai manusia secara keseluruhan dalam mencapai kesempurnaannya. Dalam pemaparan selanjutnya Yusuf Qardhawi menggunakan contoh kata positif dan negatif sebagai bentuk saling melengkapi. Kata positif dan negatif sangat riskan dan memberikan konotasi berbeda-beda seiring berkembangnya kosakata. Namun Yusuf Qardhawi menjelaskan lebih lanjut bahwa suatu kebijaksanaan Allah membentuk jasmani dan rohani perempuan berbeda yakni membawa unsur yang dapat menarik dan tertarik kepada laki-laki begitu pula sebaliknya sehingga kelestarian terjaga dengan keturunan yang berlanjut. Perlindungan Islam terhadap perempuan agar terjaga dan terus mengalir sungai kelembutan dan keindahan sehingga berkaitan dengan ini beberapa hal dilarang untuk laki-laki yaitu emas dan sutra. Penyadaran akan sifat keperempuanannya, perempuan ditempatkan di tangan seorang laki-laki yang mendukung, memenuhi biaya hidup dan nafkah kebutuhan-kebutuhannya baik itu dengan perlindungan dari bapaknya, suaminya, anak laki-lakinya atau saudara laki-lakinya. Pergaulan yang Dibenarkan antara Laki-laki dengan PerempuanPembahasan diawali dengan konotasi kata “bergaul” atau “bercampur”. Makna dari kata tersebut awalnya mengacu pada bertemunya laki-laki dan perempuan di suatu tempat. Dimana pada masa Rasulullah, untuk pertemuan yang dibenarkan dan dengan alasan baik seperti kajian tidaklah terlarang dan merupakan hal wajar. Namun arti kata “bergaul” atau “bercampur” konotasinya sekarang berbeda yakni mengarah ke hubungan laki-laki dan perempuan yang diumpamakan seperti melarutnya gula atau garam dalam air. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan dipaparkan Yusuf Qardhawi melalui kisah-kisah berikut.
Menurut Yusuf Qardhawi menjadi batasan pergaulan dengan kebebasan seluas-luasnya atau kita sering sebut sebagai pergaulan bebas. Menurutnya akibat dari pergaulan bebas sudah nyata terlihat melalui kemerosotan akhlak, anak tidak sah, merosotnya angka pernikahan, tingginya kehancuran keluarga dan menyebabkan penyakit yang mematikan. Yusuf Qardhawi menekankan pentingnya pergaulan sesuai syariat dengan menambahkan teori psikoanalisis Freud dan pengikutnya yaitu diangkatnya batasan-batasan tradisional atas naluri seksual akan mengakibatkan meredanya ketegangan syaraf dan kesadaran, menyembuhkan perasaan tertekan dan memberi jiwa perasaan nyaman dan ketenangan. Page 2
Perempuan adalah yang pertama kali ditemui manusia dan kita pun hidup di dalamnya. Sebagian berpikir hanya itulah fungsi hadirnya seorang perempuan. Namun sebagian lainnya tidak sependapat dengan hal tersebut. Dan dalam ketidak sepandapat pun ada variasi persepsi. Kita akan menyimak bagaimana persepsi yang dibangunoleh seorang ulama mashsyur di nusantara ini yang hingga kini pendapatnya pun masih dipakai oleh pelajar di negeri tetangga. Beliau adalah Buya HAMKA. Pandangan beliau tentang perempuan ini dibukukan yang pada mulanya adalah tulisan-tulisannya dalam majalah “Panji Masyarakat” pada tahuan 1990-an dimana saat itu juga lagi banyak diperbincangkan UU Perkawinan. Penerbit pertama buku ini adalah Pustaka Panji Emas pada tahun 1996 yang tujuan penerbitan buku ini adalah menjelaskan kemuliaan perempuan dalam Islam dan membantah pendapat pengusung RUU perkawinan yang baru. Melanjutkan misi tersebut dalam konteks kekinian dalam bentuk perang pemikiran maupun tindakan yang berkedok sosial Geman Insani menerbitkan buku ini kembali. Buya Hamka melakukan studi komparatif terhadap tafsir Qur’an Surat An Nisaa’ ayat 1 dari hadits Mauquf shahabi dari Ibnu Abbas dengan tafsir lainnya. Ibnu Abbas berpendapat bahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam. Sedangkan dalam tafsir lainnya, yang tidak disebutkan referensi yang dipakai, menyebutkan bahwa makna dari “diri yang satu” adalah “manusia”. Dengan kata lain, baik laki-laki maupun perempuan hakikat jenisnya tetap sama yaitu manusia. Buya Hamka lebih lanjut menyatakan bahwa dalam Q.S. An Nisaa’ ayat 1 ini ada dua hal yang harus menjadi perhatian utama yakni yang pertama, Allah sebagai Maha Pencipta alam dan manusia; yang kedua yaitu kasih sayang dan hungan satu dengan yang lainnya. Dengan bahasa sederhana namun mengena Buya Hamka menjelaskan tentang kasih sayang dan hubungan tersebut dengan mengatakan bahwa manusia hadir ke dunia dipimpin oleh kasih ibu dan rasa sayang bapak sehingga lembaga untuk menumbuhkannya dalam diri ibu disebut rahim. Pertemuan antara laki-laki dan perempuan tersebut meyakinkan kita bahwa adanya perbedaan yang membuat mereka berbeda namun dapat menyatu kembali karena hakikat mereka sama, manusia. Buya Hamka memaparkan betapa Islam memuliakan perempuan dengan memberikan pengetahuan bahwa dalam Al Qur’an nama perempuan banyak disebut bahkan dijadikan teladan. Teladan yang disebutkan Buya Hamka adalah Maryam ibunda Nabi Isa yang menjadi nama surat, ibunda Nabi Musa, kakak Nabi Musa, putri Nabi Syuaib yang salah satunya menjadi istri Nabi Musa, istri Fir’aun, ratu Balqis, kehidupan perempuan-perempuan dalam kisah Nabi Yusuf, perempuan yang datang dan mengajukan gugatan kepada Rasulullah terkait perlakuan aniaya suaminya, keteguhan iman perempuan-perempuan yang hijrah dan datang kepada Rasulullah, perempuan dalam rumah tangga, perempuan dalam bersikap dan bertindak. Simpulannya Buya Hamka menjelaskan bahwa perempuan harus memiliki harga diri yang tinggi karena mereka sama pentingnya dengan laki-laki dalam hal memikul tanggung jawab beragama, mengokohkan aqidah dan ibadah sehingga timbul ilham perjuangan menegakka izzul Islam wal muslimin. Page 3logo Wanita Islam ☐ Bersatu padu bergerak maju, Di bawah naungan-Mu ☐ Berjuang lillahi kalimat ilahi, Membangun negeri ☐ Limpahkan Rahmat dan Hidayah-MU ☐ Curahkan taufiq dan barokah-MU ☐ Indonesia karunia-MU ☐ Ku bertekad Islam agamaku, Muhammad Nabiku ☐ Ku bertekad Al Qur’an kitabku, Pedoman hayatku ☐ Wanita Islam ☐ Wanita Islam ☐ Wanita Islam baktiku ☐ Pancasila dasar Negara, falsafah bangsa kita ☐ Wanita Islam berjuang maju ☐ Tingkatkan Perananmu ☐ Berjuang menuju keridhoan ilahi wal maghfiroti ☐ Marilah maju amalkan ilmu ☐ Mendidik Putra harapan bangsa ☐ Menuju Akhlak nan mulia ☐ Indonesia tanah pusaka aman sejahtera ☐ Al Qur’an membawa bahagia dunia akhiratnya ☐ Wanita Islam ☐ Wanita Islam ☐ Wanita Islam baktiku ☐ Baldatun Thoyibatun wa robbun ghofur ☐ Cita harapan kita |