Apa tujuan diadakannya pesta adat dan berapa lama pesta berlangsung

Kenduri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, meminta berkah, dan sebagainya.[1] Kenduri atau yang lebih dikenal dengan sebutan selamatan atau kenduren (sebutan kenduri bagi masyarakat Jawa) telah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke Nusantara.[1]

Apa tujuan diadakannya pesta adat dan berapa lama pesta berlangsung

Kenduri hari jadi dusun

Dalam praktiknya, kenduri merupakan sebuah acara berkumpul, yang umumnya dilakukan oleh laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari sang penyelenggara yang mengundang orang-orang sekitar untuk datang yang dipimpin oleh orang yang dituakan atau orang yang memiliki keahlian dibidang tersebut.[2] [3]

Pada umumnya, kenduri dilakukan setelah ba'da isya, dan disajikan sebuah nasi tumpeng dan besek (tempat yg terbuat dari anyaman bambu bertutup bentuknya segi empat yang dibawa pulang oleh seseorang dari acara selametan atau kenduri) untuk tamu undangan.[2][3]

Sedangkan bagi kaum perempuan, kenduri memberikan ruang privasi untuk kaum wanita dalam berbagi informasi baik tentang keluarga sendiri maupun tetangga yang lain.[1] Di sinilah wanita bisa saling bertukar cerita dengan bebas tanpa gangguan dari kaum lelaki selama mereka menyiapkan makanan, karena wanita akan bekerja mempersiapkan kenduri dalam waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 4-7 hari pada masa perayaan.[1]

Pada zaman sekarang, kenduri masih banyak dilakukan oleh segala lingkup masyarakat baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan.[4][3] Karena kenduri merupakan sebuah mekanisme sosial untuk merawat keutuhan, dengan cara untuk memulihkan keretakan, dan meneguhkan kembali cita-cita bersama, sekaligus melakukan kontrol sosial atas penyimpangan dari cita-cita bersama. Kenduri sebagai suatu institusi sosial menampung dan merepresentasikan banyak kepentingan.[3][4]

  • Kenduri selapanan

Tujuan kenduri selapanan adalah untuk mendoakan anak tersebut (yang didoakan) terhindar dari penyakit, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, terhindar dari bencana, dan menjadi anak yang bermanfaat dalam bermasyarakat.[3] Biasanya kenduri ini diadakan setelah anak berumur 35 hari atau selapan.[3]

  • Kenduri suronan

Tujuan diadakan kenduri suronan adalah untuk memperingati tahun jawa.[3] Biasanya tanggal 10 suro dan laksanakan oleh semua warga desa dengan membawa berkat sendiri-sendiri.[3]

  • Kenduri mitoni

Tujuan kenduri mitoni adalah untuk memperingati kehamilan anak pertama yang masih dalam kandungan dan berumur kurang lebih tujuh bulan.[3]

  • Kenduri puputan

Tujuan diadakan kenduri puputan adalah untuk memperingati terlepasnya tali pusar anak.[3] Biasanya dilakukan sebelum anak berumur selapan atau kalau tali pusarnya terlepas.[3]

  • Kenduri syukuran

Tujuan diadakan kenduri syukuran adalah untuk mengucapkan rasa syukur karena yang sebuah hal yang diinginkan sudah tercapai dan orang yang mengadakan kenduri syukuran ini bersedekah dengan masyarakat sekitar.[3]

  • Kenduri munggahan

Kenduri ini menurut cerita tujuannya untuk menaikkan para leluhur ke Surga (beberapa tempat menyebutnya dengan selamaten pati).[5] Kenduri ini ditujukan sebagai do’a untuk ahli kubur dari keluarga yang menggelar kenduri tersebut.[5][3] Dan, kenduri ini dapat dibagi menjadi beberapa macam, yakni kenduren/selamatan ke-3(Kenduri Telongdinanan), ke-7 (Kenduri Pitungdinanan), ke-40 (Kenduri Patangpuluhan), ke-100 (Kenduri Nyatusan), dan ke-1000 (Kenduri Nyewu) hari wafatnya seseorang.[5][3]

  • Kenduri badan (lebaran/mudunan)

Kenduri ini dilaksanakan pada hari Raya Idul Fitri, pada tanggal 1 syawal (aboge).[5] Kenduri ini sama seperti kenduri Likuran, konon hanya tujuannya yang berbeda yaitu untuk menurunkan leluhur agar dapat bertemu dan bertegur sapa.[5] Yang membedakan hanya, sebelum kenduri badan, biasanya didahului dengan nyekar ke makam leluhur dari masing-masing keluarga.[5]

  • Kenduri weton

Kenduri ini dinamakan wetonan karena tujuannya untuk selametan pada hari lahir (weton, jawa) seseorang.[5] Di beberapa tempat, kenduri jenis ini dilakukan oleh hampir setiap warga, biasanya satu keluarga satu weton yang dirayakan, yaitu yang paling tua atau dituakan dalam keluarga tersebut.[5] Kenduri ini di lakukan secara rutinitas setiap selapan hari (1 bulan).[5]

  • Kenduri Sko

Kenduri ini merupakan kendurian terbesar dalam masyarakat Kerinici.[6] Kenduri ini biasanya dilaksanakan setelah panen hasil sawah yang pada awalnya dilakukan untuk tujuan meningkatkan rasa kebersamaan antar sesama masyarakat yang memanen.[6]

  • Kenduri selikuran

Tujuan diadakan kenduri selikuran adalah untuk memperingati puasa sudah 21 hari.[3] Biasanya dilaksanakan oleh semua warga desa dengan membawa berkat sendiri-sendiri.[3]

  • Kenduri angsumdahar

Tujuan diadakan kenduri ini adalah untuk memperingati calon pengantin sebelum resmi menikah dan biasanya dilaksanakan 2 hari sebelum calon pengantin tersebut menikah.[3] Tujuan diadakan kenduri ini adalah untuk memperingati calon pengantin sebelum resmi menikah dan biasanya dilaksanakan 2 hari sebelum calon pengantin tersebut menikah.[3]

  1. ^ a b c d (Indonesia) nuzuli ziadatun ni'mah. "Kenduri dalam bahasa jawa" (pdf). Diakses tanggal 26 April 2014. 
  2. ^ a b (Indonesia) "Kenduri antara tradisi dan agama". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-13. Diakses tanggal 26 April 2014. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r (Indonesia) "Kenduri". Diakses tanggal 26 April 2014. 
  4. ^ a b (Indonesia) "Kenduri". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-13. Diakses tanggal 28 April 2014. 
  5. ^ a b c d e f g h i (Indonesia) "Kenduren". Diakses tanggal 26 April 2014. 
  6. ^ a b (Indonesia) Fitria Anggraini. "Tenggelamnya Makna Asli Upacara Adat Kenduri Sko di Kerinci, Jambi" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2014-05-13. Diakses tanggal 26 April 2014. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kenduri&oldid=19614079"

Apa tujuan diadakannya pesta adat dan berapa lama pesta berlangsung

Perbesar

Perempuan Ngada saat menggelar ritual reba (Liputan6.com/Ola Keda)

Pesta Reba dapat anda saksikan di Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Provinsi NTT, yang dalam kegiatannya melibatkan beberapa kecamatan, yaitu Aimere, Bajawa, Jerebu`u, Mataloko, dan So`a.

Setiap kecamatan yang ikut serta dalam upacara adat khas flores ini akan bergiliran menjadi tuan rumah setiap tahunnya, hal ini ditujukan agar setiap kecamatan diberi kehormatan dan memiliki peran secara adil.

Rangkaian Kegiatan Adat Reba

Sebelum upacara dihelat, Sehari sebelum perayaan, akan dilaksanakan upacara pembukaan Reba (su`i uwi). Malamnya, warga melakukan acara makan dan minum bersama (ka maki Reba) sembari menunggu pagi. Dan pada saat pagi harinya, warga dijamu dengan disediakan makanan dan minuman (Ngeta kau bhagi ngia, mami utu mogo).

Sebelum Upacara Adat Reba, warga melakukan upacara “o uwi”. O uwi adalah kegiatan kesenian daerah berupa tari-tarian dan nyanyian yang kemudian digelar misa inkulturasi di gereja pimpinan pater atau romo. Kegiatan ini sebagai sebuah bentuk perpaduan adat tradisional dengan agama Katolik. Upacara ini juga menyajikan koor nyanyian gereja dengan menggunakan bahasa lokal daerah Ngada.

Di luar gereja, Peserta upacara dan penari akan disuguhi satu dua gelas arak, dimana masyarakat menyebutnya dengan tua ara. Kegiatan adat Reba bukan sekedar pesta hura-hura, tapi merupakan wujud kegembiraan masyarakat dengan tetap menjaga nuansa rohani.

Upacara Adat Reba adalah salah satu bentuk rasa syukur masyarakat Ngadha yang ditujukan bagi leluhurnya. Ubi menjadi hidangan utama dalam upacara adat ini. Hal ini karena bagi masyarakat Ngada, ubi merupakan sumber makanan yang tidak akan habis disediakan oleh bumi manusia. Sehingga, dari sini diharapkan masyarakat Ngada tidak akan pernah mengalami rawan pangan.

Kata Reba jika dihubungkan dengan bahasa melayu memiliki makna “ribut”, dan ribut berarti angin topan.

Mengikuti Upacara reba, anda akan mendapatkan pengalaman melihat langsung atraksi tarian yang tarian tersebut berupa tarian yang penarinya menggunakan pedang panjang yang digengggam dengan liukan “tuba” yaitu tongkat berhias bulu kambing yang berwarna putih.

Pengiring penari akan menyajikan musik back sound dengan menggunakan alat musik yang terbuat dari tempurung kelapa atau labu hutan. Alat musik ini sangat unik karena wadah resonansinya ditutupi dengan kulit kambing dan bagian tengahnya dilubangi. Penggeseknya adalah sebilah bambu yang diikat dengan benang tenun dan digosok lilin.

Anda akan melihat beberapa desa tradisional yang secara jelas menampilkan bongkahan batu-batu berdiri, hal ini seolah Anda sedang berada di tengah-tengah masyarakat yang masih bertahan dari zaman batu. Masyarakat Ngada juga mengenal istilah Ngadhu dan Bhaga. Ngadhu adalah perlambangan sosok leluhur laki-laki, dan Bhaga adalah sosok leluhur perempuan. Ada salah satu batu di kampong Bena, dimana batu berdiri yang dianggap sangat sakral yaitu ture.