Apa yang dimaksud dengan pikir dalam Islam?

Red:

Dalam Alquran banyak sekali bertebaran ayat-ayat yang menunjukkan perintah agar manusia senantiasa memerhatikan alam dan gejala-gejala yang ada. Salah satunya seperti tergambar dalam QS Ali Imran: 120-121 yang menyuratkan istilah ulil albab.

Dalam firman Allah tersebut dijelaskan bahwa ciri-ciri seseorang yang disebut sebagai ulil albab ada dua. Yakni, seseorang yang senantiasa ingat kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring, dan seseorang yang se nantiasa mengkaji atau berpikir tentang penciptaan langit dan bumi. Dengan demikian, tegaslah kiranya bahwa Alquran menempatkan kemam puan zikir dan kemampuan pikir sebagai dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan. Sikap dan perilaku seperti inilah yang pernah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW sebelum beliau menerima wahyu yang pertama di Gua Hira pada 17 Ramadhan. Rasulullah memilih untuk menying kir dari hiruk piruk duniawi dan memilih jalan kontemplatif untuk merenung tentang berba gai fenomena alam dan kebobrokan sosial masyarakat jahiliyah pada saat itu. Dalam perenungan seperti itu, yang sering kali muncul adalah pertanyaan filosofis: apa, mengapa, dan bagaimana. Nabi Muhammad SAW prihatin dan sedih bahwa masyarakat Arab jahiliyah saat itu sedang berada dalam kebobrokan keyakinan dan disparitas sosial yang tajam dalam memperlakukan sesama manusia. Pertanyaanpertanyaan itulah yang melatarbelakangi Muham mad SAW sering kali menyendiri, berkhalwat, dan melakukan kontemplasi (merenung diri) untuk mencari jawaban hakiki atas kondisi masyarakat Arab yang terjadi pada saat itu. Dalam perenungan yang mendalam tersebut terkandung dua aktivitas utama, yakni zikir dan pikir. Keseimbangan yang tepat antara olah rasa dan olah pikir tersebut pada akhirnya akan me ngantarkan ma nusia dalam mencapai kebenaran mutlak tentang ke-Maha-Kuasa-an Allah SWT dan kebenaran relatif tentang ilmu pengetahuan tentang fenomena alam, termasuk sosial, yang tengah dihadapi. Oleh karena itu, sejatinya tidak ada keimanan tanpa pengetahuan dan begitu pula sebaliknya. Ilmu pengetahuan tidak hanya se kadar berorientasi teknis, membantu pencapaian kesejahteraan hidup, tetapi juga harusnya meng hantarkan manusia pada tujuan nor matif, yaitu membimbing manu sia ber iman kepada kelu hu ran budi pe kerti atau akhlak serta menginsyafi se dalam-dalamnya tentang kekua sa an Allah. Dengan demikian, seorang ilmuwan yang dengan kemampuan hipotetis-analitis tingkat tinggi merasa mampu mendapatkan kebenaran ilmu pengetahuan dengan menega sikan keimanan terhadap Allah, sama artinya menyesatkan diri sendiri. Inilah yang terjadi di masyarakat Barat yang sangat antroposentrik. Mereka bereksperimen ilmiah dengan cara melepaskan diri dari keterikatan tran sedental terhadap Tuhan. Apa yang mereka da patkan? Bukannya pencerahan dan keter be basan akal dari belenggu kebodohan, melainkan perasaan anomi, keterasingan diri, dan tak jarang berujung pada bunuh diri. Contohlah Imam Syafiirahimahullah. Keseimbangan zikir dan pikir diwujudkan dalam ben tuk mem bagi aktivitas secara proporsional. Be liau membagi malam menjadi tiga bagian: seper tiga untuk istirahat malam, sepertiganya lagi un tuk shalat Tahajud, dan sepertiga sisanya digu na kan un tuk belajar. Inilah wujud nyata dari upaya membangun keseimbangan zikir dan pikir dalam hidup sehari-hari. Wallahu a’lamu bi as-Shawab

Oleh: Fathur Rahman


Wakil Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah, Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UNY

Apa yang dimaksud dengan pikir dalam Islam?

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Sudah dimaklumi dan disadari bahwa, umat Islam di mana-mana masih tertinggal dari umat lain, baik di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, social, dan lain-lain. Di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, terasa sekali bahwa perguruan tinggi di negara-negara yang mayoritas muslim belum berhasil menempati urutan atas. Demikian pula, pusat-pusat riset belum dikembangkan hingga berhasil memperoleh temuan-temuan unggul dibanding kegiatan riset yang dilakukan oleh negara-negara maju yang muslimnya minoritas.

Kebanyakan negera-negara muslim juga masih berada di kubangan persoalan-persoalan ekonomi, social, politik, dan lain-lain. Dengan begitu, Islam dalam tataran empirik masih menunjukkan wajah yang belum membanggakan dan atau kurang hebat. Padahal dilihat dari jumlah penganutnya dan bahkan juga negara yang mayoritas muslim sudah cukup besar. Di antara sekitar 7 milyard penduduk dunia, sudah lebih dari satu setengah milyard beragama Islam. Jumlah muslim itu tergolong besar dibanding penganut masing-masing agama-agama lainnya.

Kenyataan itu seringkali mengundang pertanyaan kritis, yaitu mengapa kaum muslimin yang dalam jumlah besar itu tidak segera berhasil bangkit dan meraih keunggulan sebagaimana disebutkan dalam ajarannya. Bahwa kaum muslimin adalah sebaik-baik umat, yang dilahirkan agar mengajak untuk melakukan kebaikan, dan menjauhkan dari kemungkaran serta agar beriman kepada Allah.

Manakala kemajuan itu kuncinya adalah ilmu pengetahuan, maka bukankah ayat al Qur'an yang pertama kali diturunkan adalah memberi inspirasi agar umat Islam melakukan hal yang terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan menciptakan sesuatu. Atas dasar ayat itu, semestinya umat Islam memiliki identitas lebih kaya ilmu dan juga lebih kreatif. Tegasnya bahwa ciri khas umat Islam semestinya adalah gemar mengembangkan ilmu pengetahuan dan mampu menciptakan sesuatu yang baru, sebagaimana doktrin yang diberikan lewat kitab suci yang selalu dijadikan pegangannya.

Selain itu, bahwa pada fase awal diturunkannya ayat suci al Qur'an, umat Islam juga diingatkan tentang betapa pentingnya kebangkitan. Bahkan, perintah bangkit itu dirangkai dengan sebutan 'al mudatsir', atau orang yang sedang berselimut. Sebutan berselimut menggambarkan keadaan orang yang sedang tidur, pasif, tertutup, atau bahkan terbelenggu. Sebutan itu juga menggambarkan bahwa keadaan masyarakat sebelum kedatangan Muhammad saw., sebagai orang-orang yang pasif, diam, tidak beraktifitas, atau terbelenggu oleh selimut kehidupan. Mereka yang dalam keadaan seperti itu diseru untuk segera bangkit.

Sebutan berselimut itu seharusnya menginspirasi kepada siapapun bahwa, kehidupan manusia yang telah dilengkapi dengan berbagai potensi, baik alam di mana mereka hidup, pikiran, ketajaman mata dan telinga, hati, dan bahkan juga ajaran yang datang langsung dari Tuhan berupa kitab suci dan tauladan nabi-nya, seharusnya mampu bergerak, berusaha, berkarya untuk membangun kehidupan yang bermartabat. Berbagai potensi sebagaimana dimaksudkan itu manakala dimanfaatkan maksimal maka akan menjadikan kehidupan ini lebih mulia, beradab, bermartabat, dan bahkan selamat, baik di dunia maupun di akherat.

Umat manusia, melalui al Qur'an dan hadits nabi, diingatkan pada kehidupan yang jauh lebih sempurna, dan bahkan juga jauh berjangka panjang hingga tidak terbatas. Umat Islam tidak saja diharapkan meraih kebahagiaan dan keselamatan jangka pendek di dunia, melainkan kehidupan jangka panjang hingga kelak di akherat, yakni pada kehidupan setelah mati. Melalui ajaran itu, umat Islam tidak boleh sebatas memikirkan kehiduan di dunia, melainkan juga harus mempersiapkan masa yang amat jauh, yakni kehidupan di akherat. Selain itu, lewat kitab suci al Qur'an dan hadits nabi, manusia tidak saja diajarkan untuk menjalin komunikasi dengan sesama manusia, melainkan secara rutin, --------melalui kegiatan ritual, juga berkomunikasi dengan Tuhan.

Bahwa kunci sukses di dalam menempuh kehidupan yang berjangka panjang, --------dunia dan akherat itu, adalah ilmu pengetahuan. Berawal atau bermodalkan ilmu pengetahuan, maka manusia diharapkan memperkukuh keimanannya, akhlaknya, dan amal shaleh. Sedangkan bagaimana mengembangkan ilmu pengetahuan telah pula diberi contoh oleh Nabi Muhammad saw, yaitu agar menghargai para ilmuwan, produk ilmu, dan berbagai kebaikan bagi siapapun yang mempermudah terhadap terbukanya pintu dan jalan menuju pengembangan ilmu.

Melalui wahyu, bahwa semua yang diciptakan oleh Allah tidak ada yang sia-sia. Namun, semua ciptaan Tuhan itu agar tidak sia-sia, harus diolah melalui teknologi. Dahulu, orang tidak mengerti kegunaan batu bara, boksit, tembaga, timah dan lain-lain. Baru setelah ditemukan teknologi, maka semua itu membuahkan manfaat bagi kehidupan manusia. Demikian pula, berbagai jenis benda cair, getaran-getaran, dan bahkan sinar, setelah diolah dengan teknologi, maka menjadi sesuatu yang amat besar kegunaannya. Sebagai hasil teknologi pula, sekarang ini, jarak yang jauh bisa ditempuh dalam waktu singkat dengan alat-alat transportasi. Demikian pula dengan teknogi informasi, orang bisa mengetahui kejadian di berbagai tempat dengan cepat.

Namun demikian, sebagaimana dikemukakan di muka, umat Islam dalam soal riset, pendidikan, dan pengembangan teknologi, ternyata masih tertinggal. Umat Islam kadangkala masih disibukkan oleh soal-soal yang semestinya sudah diselesaikan oleh generasi atau ulama terdahulu. Tentang bagaimana menjalankan shalat secara tepat, dan lain-lain yang terkait dengan ritual, maupun sejenisnya, semestinya tinggal menjalani saja. Begitu pula, umat Islam, waktunya masih digunakan untuk berdiskusi panjang tentang sunny, syi'ah, dan lain-lain hingga menyita banyak energy. Sementara itu, berbagai persoalan dimaksud, manakala didiskusikan dan atau diperdebatkan, justru menjadikan persatuan umat Islam semakin sulit diwujudkan. Padahal, persatuan adalah ajaran yang seharusnya dipegangi dan diwujudkan oleh umat Islam, kapan dan di mana saja.

Maka, untuk menjadikan umat Islam sukses dalam kehidupan, baik di dunia dan di akherat sekaligus, maka tidak ada jalan lain kecuali harus lewat pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan peradaban. Kekayaan itu juga masih harus disempurnakan dengan akhlak mulia. Selanjutnya untuk mengembangkian itu semua diperlukan lembaga pendidikan yang memadai, unggul, dan berkualitas. Oleh sebab itu, mengembangkan lembaga pendidikan unggul dan bermutu, bagi umat Islam, adalah merupakan tuntutan yang tidak boleh sedikitpun diabaikan, dianggap sederhana, dan apalagi dilupakan. Islam memberi tuntutnan terhadap kehidupan yang menyelamatkan dan membahagiakan, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang, -----dunia dan akherat, dan semuanya harus diraih secara keseluruhan. Wallahu a'lam.