Apa yang pemerintah lakukan terhadap alih fungsi lahan jakarta

Pemerintah terus berkomitmen untuk mendorong dan menjaga sektor pertanian Indonesia, salah satunya melalui perlindungan lahan pertanian terutama lahan sawah. Upaya tersebut dilakukan melalui implementasi Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan.

Perpres tersebut bertujuan untuk mempercepat penetapan peta lahan sawah yang dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional, mengendalikan alih fungsi lahan sawah yang semakin pesat, memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan lahan sawah, dan menyediakan data dan informasi lahan sawah untuk bahan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Upaya menahan laju alih fungsi lahan tidak hanya dilakukan melalui penetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) tetapi juga diperlukan dukungan dari Pemerintah Pusat melalui insentif ke Pemerintah Daerah dan masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan topik Insentif Lahan Sawah Dilindungi yang diselenggarakan di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (6/09), dan dihadiri berbagai pihak seperti legislatif, birokrat pusat dan daerah, akademisi, dan asosiasi.

“Pemerintah Daerah dan petani perlu ditanamkan pemikiran bahwa dengan penetapan LSD akan memberi banyak manfaat dan penguatan insentif melalui kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Insentif tersebut diharapkan bisa menahan alih fungsi lahan pertanian,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Musdhalifah Machmud pada kesempatan tersebut.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Budi Situmorang selaku Ketua Tim Pelaksana Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah mengungkapkan hingga saat ini, Kementerian/Lembaga terkait secara reguler sudah memberikan insentif kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat melalui subsidi pupuk, bantuan alsintan, bantuan benih, percepatan sertifikasi lahan pertanian, DAK pertanian dan irigasi, Dana Insentif Daerah (DID), dan penghargaan kepada Pemerintah Daerah dan petani yang berprestasi.

Direktur Dana Transfer Khusus Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Dr. Purwanto mengungkapkan agar insentif LSD yang diberikan kepada Pemerintah Daerah dan petani efektif dan tepat sasaran perlu disusun strategi dan road map insentif tersebut. Kementerian Keuangan akan mendorong insentif LSD dengan memasukkan parameter besar Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus yang didasarkan pada luasan LSD yang sudah diintegrasikan dalam penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Rinci Tata Ruang.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi turut menyampaikan bahwa untuk mewujudkan pertanian yang berkesinambungan, lahan sawah seharusnya tidak hanya dipandang sebagai kekuatan ekonomi semata, tetapi juga sebagai kekuatan spiritualitas, dimana lahan sawah selain sebagai sumber pendapatan bagi petani tetapi juga harta abadi yang akan diwariskan turun temurun.

Sejalan dengan hal tersebut,  Deputi Bidang Perencanaan Strategis dan Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN Perdananto Aribowo mengatakan dibentuknya Bank Tanah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 juga dimaksudkan untuk ekonomi berkeadilan dalam menyediakan tanah untuk kepentingan umum yang bersumber dari tanah hasil penetapan Pemerintah dan tanah pihak lain untuk selanjutnya didistribusikan untuk kepentingan umum termasuk petani.

Guru Besar IPB Prof. Dwi Andreas Santoso menanggapi bahwa selama ini regulasi yang dikeluarkan Pemerintah belum efektif untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah, data BPS menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun, Indonesia kehilangan lahan sawah 1 juta ha. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peningkatan kesejahteraan petani menjadi kata kunci.

Dalam FGD tersebut, peserta turut memberikan masukan agar pemberian insentif LSD tidak tumpang tindih dengan insentif yang selama ini telah berjalan reguler, kebijakan keberpihakan kepada petani melalui program sertifikasi lahan sawah, jaminan pendidikan bagi anak petani sampai jenjang sarjana, pelayanan kesehatan, ketersediaan infrastruktur dan kemudahan layanan Pemerintah perlu menjadi pertimbangan alternatif insentif yang akan diberikan kepada petani. (dep2/dlt/fsr)

***

Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan sawah dengan penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) merupakan bukti keseriusan pemerintah menjaga lahan sawah. Hal ini mengemuka dalam Forum Group Discussion (FGD) tentang Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan Nasional yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Rabu (10/3).

Perpres 59 tahun 2019 merupakan dasar hukum pengendalian alih fungsi lahan sawah yang bertujuan untuk mempercepat penetapan peta lahan sawah yang dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional, mengendalihkan alih fungsi lahan sawah yang semakin pesat, memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan lahan sawah dan menyediakan data dan informasi lahan sawah untuk bahan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Perpres ini kemudian mengamanatkan pembentukan Tim Terpadu yang memiliki tugas sinkronisasi hasil verifikasi dan mengusulkan Lahan Sawah yang Dilindungi. Untuk mempercepat implementasi Perpres tersebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 18 Tahun 2020 dan Keputusan Menko Perekonomian Nomor 224 Tahun 2020 tentang tugas, tata kerja, dan keanggotaan Tim Terpadu.

Proses Penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi dimulai dari proses verifikasi Lahan Baku Sawah dengan citra satelit, data pertanahan dan tata ruang, data irigasi, data cetak sawah dan data kawasan hutan yang dilanjutkan dengan kegiatan klarifikasi dengan pemerintah daerah. Peta yang dihasilkan disinkronisasi oleh Tim Terpadu untuk Usulan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi yang akan ditetapkan oleh Menteri ATR/BPN. Peta Lahan Sawah yang Dilindungi ini menjadi acuan dalam pengendalian alih fungsi lahan sawah oleh Menteri ATR/BPN.

Implementasi Perpres 59 Tahun 2019 dimulai pada 2019 melalui pelaksanaan kegiatan verifikasi lahan sawah di 8 propinsi lumbung pangan Indonesia (Banten, Jabar, Jatim, Jateng, DI Yogyakarta, Bali, NTB, dan Sumbar), kemudian dilanjutkan dengan kegiatan verifikasi di 12 provinsi (Aceh, Sumut, Jambi, Kepulauan Riau, Riau, Bengkulu, Babel, Lampung, Sumsel,  Kalsel, Kalbar dan Sulsel) tahun 2020 dan 13 provinsi (Kalteng, Kaltim, Kaltara, Sulbar, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulut, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, NTT, Papua, dan Papua Barat) pada 2021. Hasil verifikasi dan klarifikasi 20 provinsi (Aceh, Sumut, Jambi, Kepulauan Riau, Riau, Bengkulu ,Babel, Lampung, Sumsel,  Kalsel, Kalbar, Sulsel, Aceh, Sumut, Jambi, Kepulauan Riau, Riau, Bengkulu ,Babel, Lampung, Sumsel,  Kalsel, Kalbar, dan Sulsel) tersebut kemudian akan ditetapkan menjadi Lahan Sawah yang Dilindungi pada 2021.

Dengan keluarnya UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya semakin menguatkan pentingnya menjaga lahan pertanian pangan ditengah upaya pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perpres 59 Tahun 2019 menjadi regulasi untuk mengontrol tingkat alih fungsi lahan sawah.

“Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah ini merupakan terobosan kebijakan dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan nasional untuk menghasilkan padi/beras sebagai  bahan makanan pokok utama di negara ini,” kata Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis, Ismariny. “Penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi di samping sebagai upaya keberpihakan pemerintah terhadap perlindungan lahan sawah, juga bertujuan mendorong agar Pemerintah Daerah segera menetapkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan peta lahan sawah secara spasial,” tambahnya.

Dalam diskusi ini disepakati perlunya segera menetapkan Lahan Sawah yang Dilindungi di 8 provinsi melalui Tim Terpadu secara bertahap berdasarkan kabupaten/kota dan paralel dengan indentifikasi Lahan Sawah yang Dilindungi dengan peta kawasan hutan dan peta daerah irigasi. Selanjutnya Lahan Sawah yang Dilindungi menjadi bahan pemutakhiran Lahan Baku Sawah 2019. (dep2/ltg/iqb)

***

Oleh:

Bisnis/Rachman Ilustrasi petani memanen padi.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu segera melakukan langkah-langkah pencegahan alih fungsi lahan persawahan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas berbagai komoditas sektor pertanian nasional.

Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo unjuk kemampuan dalam 100 hari kerja, salah satunya dengan mampu mencegah alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain.

"Kita lihat bersama 100 hari ke depan. Langkah-langkah apa yang dilakukan untuk mengurangi laju alih fungsi tersebut," kata Hermanto melalui keterangan tertulis pada Kamis (7/11/2019).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyoroti pentingnya perbaikan infrastruktur pertanian serta meningkatkan kesejahteraan terkait dengan nilai tukar petani (NTP).


Sebagaimana diwartakan, pemerintah akan merilis data terbaru lahan baku sawah pada 1 Desember mendatang setelah dilakukan verifikasi lapangan terhadap data lahan yang telah diterbitkan sebelumnya pada 2018 seluas 7,1 juta hektare.

Kesepakatan ini menyusul setelah kedatangan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyambangi kantor Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil di Jakarta, Kamis.

"Karena masih hitung-hitungan akhir, mudah-mudahan tanggal 1 Desember bisa kita keluarkan data koreksi dari data yang sudah 'publish' sebelumnya," kata Menteri ATR Sofyan Djalil.


Sebelumnya, luas lahan baku sawah Indonesia tercatat hingga seluas 7,1 juta hektare yang diterbitkan melalui Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No 339/2018 tanggal 8 Oktober 2018.

Luas lahan baku sawah ini pun sudah disepakati dan disahkan oleh sejumlah lembaga, antara lain Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik, Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Kementerian ATR/BPN.

Sofyan menegaskan akan ada revisi atau penambahan jumlah luas lahan baku sawah, menyusul verifikasi dan validasi menggunakan bantuan citra satelit dari BIG, Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Sebelumnya, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai pemerintah perlu benar-benar mengatasi alih fungsi lahan guna meningkatkan produktivitas pertanian sehingga dapat mencapai swasembada pangan nasional.

"Pemerintah perlu fokus pada peningkatan produktivitas lahan untuk mengatasi alih fungsi yang sudah banyak terjadi," kata peneliti CIPS Arief Nugraha.

Menurut dia, permasalahan alih fungsi lahan semakin menyulitkan tercapainya swasembada pangan. Namun, peningkatan produktivitas lahan bisa dilakukan untuk tetap mendukung produktivitas pertanian nasional.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan, pertama adalah pemerintah harus memperhatikan ketersediaan akses irigasi sebagai sumber pengairan dari lahan-lahan pertanian.

"Lahan yang memiliki akses irigasi, biasanya akan cenderung memiliki produktivitas yang lebih tinggi," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : lahan, sawah

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Source: Antara

Editor: M. Syahran W. Lubis