Apakah wudhu batal jika menyentuh alat kelamin?

Apakah menyentuh alat vital (kemaluan) dari anak yang belum baligh saat memandikannya atau kondisi lainnya membatalkan wudhu?

Hadits yang membicarakan bahwa menyentuh kemaluan itu membatalkan wudhu yaitu hadits dari dari Busrah binti Shafwan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud no. 181, An Nasai no. 163, Ibnu Majah no. 479, dan Tirmidzi no. 82. Al Hafizh Abu Thahir menyatakan bahwa hadits ini shahih)

Sedangkan dalil yang menyatakan wudhunya tidak batal adalah hadits dari Thalq bin ‘Ali di mana ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya,

مَسِسْتُ ذَكَرِى أَوِ الرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ قَالَ « لاَ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ

“Aku pernah menyentuh kemaluanku atau seseorang menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah ia diharuskan untuk wudhu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kemaluanmu itu adalah bagian darimu.” (HR. Ahmad 4: 23. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Apakah menyentuh kemaluan anak membatalkan wudhu?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Menyentuh aurat anak kecil tidaklah membatalkan wudhu. Bahkan menyentuh kemaluan orang dewasa pun tidak membatalkan wudhu kecuali jika menyentuhnya dengan syahwat. Ini adalah hasil kompromi dari dua dalil. Dalil pertama, hadits dari Thalq bin ‘Ali dan dalil kedua adalah hadits dari Busrah binti Shafwan. Hadits Thalq bin ‘Ali disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai seseorang yang menyentuh kemaluannya dalam shalat, apakah ia wajib mengulangi wudhu? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, itu hanya sepotong daging milikmu.” Sedangkan dalam hadits Busroh disebutkan, “Siapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah berwudhu.”

Kami katakana bahwa jika menyentuh kemaluan dengan syahwat, maka wajib wudhu. Namun jika tidak dengan syahwat, maka tidaklah wajib wudhu. Pendapat ini disimpulkan dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemaluan itu adalah sekerat daging milikmu. Jika seseorang menyentuh kemaluan tadi, maka itu sama saja dengan menyentuh anggota tubuh yang lain, tentu saja menyentuh anggota tubuh lainnya tidaklah dengan syahwat sama sekali. Pasti betul kan seperti itu?

Thayyib, kami katakan bahwa jika menyentuhnya sama seperti menyentuh anggota tubuh yang lain tanpa syahwat, maka tidak ada wudhu baginya. Sedangkan jika menyentuhnya dengan syahwat, maka wajib wudhu karena saat itu dikhawatirkan ada sesuatu yang keluar tanpa terasa ketika disentuh dengan syahwat.

Ringkasnya, menyentuh kemaluan orang dewasa dan anak-anak tidaklah membatalkan wudhu kecuali dengan syahwat. Sedangkan menyentuh kemaluan anak kecil sama sekali tidak dengan syahwat.” (Liqa’ Al-Bab Al-Maftuh, kaset no. 162).

Begitu pula Syaikh Abu Malik dalam Fiqh As-Sunnah li An-Nisaa’ hal. 41 menyatakan bahwa menyentuh kemaluan anak tidaklah membatalkan wudhu.

Baca secara lebih lengkap: Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu?

Semoga bermanfaat.

Referensi:

Liqa’ Al-Bab Al-Maftuh. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Maktabah Syamilah.

Fiqh As-Sunnah li An-Nisaa’. Cetakan tahun 1422 H. Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Penerbit Maktabah At-Taufiqiyyah.

Selesai disusun di Darush Sholihin 7:33 AM, 16 Rajab 1436 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.

Apakah wudhu batal jika menyentuh alat kelamin?

Seseorang yang menyentuh kemaluan (farji), baik kepunyaannya sendiri maupun kepunyaan orang lain, maka wudhunya menjadi batal. Dalam hadits disebutkan :

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ عَنِ النَّبِىِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا رَجُلٍ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ وَأَيُّمَا امْرَأَةٍ مَسَّتْ فَرْجَهَا فَلْتَتَوَضَّأْ

Dari Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi saw, berliau bersabda : Laki-laki manapun yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah berwudhu. Dan perempuan manapun yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah berwudhu. (H. R. Daruquthni no. 544, Baihaqi no. 652, Ahmad no. 7275)

Sesungguhnya yang membatalkan wudhu itu adalah jika tersentuh oleh telapak tangan bagian dalam. Tapi jika tersentuhnya oleh punggung (bagian luar)  telapak tangan atau tersentuh oleh kemaluan binatang, maka wudhunya tidaklah batal.

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya menegaskan :

يَنْتَقِضُ الْوُضُوْءُ بِمَسِّ فَرْجِ الْأَدَمِيِّ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ غَيْرِهِ، صَغِيْرًا أَوْ كَبِيْرًا، حَيًّا أَوْ مَيِّتًا، بِشَرْطِ كَوْنِهِ بِبَاطِنِ الْكَفِّ، فَلَا يَنْقُضُ بِظَاهِرِ الْكَفِّ، لِأَنَّ ظَاهِرَ الْكَفِّ لَيْسَ بِآلَةِ اللَّمْسِ، فَأَشْبَهَ مَا لَوْ مَسَّهُ بِفَخْذِهِ

Wudhu menjadi batal dengan sebab menyentuh kemaluan manusia, baik kepunyaannya sendiri ataupun kepunyaan orang lain, masih kecil ataupun sudah besar, masih hidup ataupun telah mati, dengan syarat tersentuhnya oleh telapak tangan bagian dalam. Maka tidak menjadi batal wudhu jika tersentuh oleh telapak tangan bagian belakang (luar), karena telapak tangan bagian belakang (luar) itu bukanlah alat untuk menyentuh, sama saja dengan kalau ia menyentuhnya dengan paha. (Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Juz I, halaman 278-279).

Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menegaskan :

(وَ) ثَالِثُهَا (مَسُّ فَرْجِ آدَمِيٍّ) أَوْ مَحَلِّ قَطْعِهِ، وَلَوْ لِمَيِّتٍ أَوْ صَغِيْرٍ، قُبُلًا كَانَ الْفَرْجُ أَوْ دُبُرًا، مُتَّصِلًا أَوْ مَقْطُوْعًا، إِلَّا مَا قُطِعَ فِي الْخِتَانِ

Dan yang ketiga (yang membatalkan wudhu) adalah menyentuh kemaluan manusia atau tempatnya jika kemaluan itu putus, baik kemaluan orang mati, anak-anak, qubul, dubur, masih menempel maupun sudah lepas selain potongan khitan. (Kitab Fathul Mu'in, halaman 9)

وَخَرَجَ بِآدَمِيٍّ فَرْجُ الْبَهِيْمَةِ إِذْ لَا يُشْتَهَى، وَمِنْ ثَمَّ جَازَ النَّظَرُ إِلَيْهِ. (بِبَطْنِ كَفٍّ) لِقَوْلِهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ، وَفِي رِوَايَةٍ : مَنْ مَسَّ ذَكَرًا فَلْيَتَوَضَّأْ.

Dengan ditentukannya kemaluan manusia, maka kemaluan binatang tidak termasuk, dan karena itu pula tidak berdosa jika melihatnya. (Menyentuh itu dengan telapak tangan). Berdasarkan sabda Nabi saw : Barang siapa telah menyentuh kemaluannya - dalam riwayat lain : Barang siapa menyentuh penis - maka hendaklah berwudhu kembali. (Kitab Fathul Mu'in, halaman 9)


Apakah memegang alat kelamin dapat membatalkan wudhu?

Dan yang kelima, yaitulah keterangan terakhir dari perkara yang membatalkan wudhu adalah menyentuh (farji) alat kelamin manusia dengan telapak tangan, baik alat kelamin sendiri maupun alat kelamin orang lain, laki-laki maupun perempuan, anak kecil ataupun orang dewasa, hidup ataupun mati.

Apa hukum menyentuh kemaluan setelah wudhu?

Sebaliknya Hadis Busrah bin Shafwan dimaknai bahwa menyentuh kemaluan dapat membatalkan wudu. Adapun jika menggunakan penghalang (atau tidak bertemu langsung antara tangan dengan kemaluan secara langsung) seperti Hadis Talq bin Ali, maka hukumnya tidak membatalkan wudu.