Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di sektor keuangan. OJK merupakan lembaga yang baru berdiri pada 16 juli 2012 dan dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011. Sesuai Pasal 4 dalam UU tersebut, OJK dibentuk dengan tujuan agar semua sektor jasa keuangan terselenggara secara adil, teratur, transparan dan akuntabel. Dikutip dari berbagai sumber, berikut sejarah berdirinya OJK di Indonesia. Sejarah OJK di IndonesiaPembentukan OJK merupakan upaya pemerintah Republik Indonesia menghadirkan lembaga yang mampu menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan sektor keuangan, baik perbankan maupun Lembaga Keuangan Non-Bank. Secara fungsi, lembaga ini menggantikan tugas Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), serta mengambil alih tugas Bank Indonesia dalam hal pengawasan perbankan. Setelah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 disahkan, Presiden Republik Indonesia pada saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Juli 2012 menetapkan Sembilan anggota dewan komisioner OJK, termasuk dua anggota komisioner ex-officio dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Pada 15 Agustus 2012 dibentuk Tim transisi OJK Tahap I yang bertugas untuk membantu para Dewan Komisioner OJK dalam melaksanakan tugas. Mulai 31 Desember 2012, OJK secara efektif beroperasi dengan cakupan tugas Pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank. Setelah itu, pada 18 Maret 2013, dibentuk Tim Transisi OJK Tahap II yang bertugas membantu Dewan Komisioner OJK yang melaksanakan pengalihan fungsi, tugas dan wewenang Pengaturan dan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia (BI). Lalu, pada 13 Desember 2013, OJK sepenuhnya menjalani tugasnya dalam mengawasi kinerja Perbankan. Hingga 1 Januari 2015, OJK mulai meluaskan pengawasannya ke industri Non-Bank, yaitu Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Adapun tujuan dibentuknya OJK, yakni pemerintah berharap OJK dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan, sehingga meningkatkan daya saing perekonomian. OJK juga harus mampu menjaga kepentingan nasional yang meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif. (Fadhil Ramadhan) Baca Juga: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.[1] OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Susunan Dewan Komisioner terdiri atas:
[2]
|