Bagaimana upaya pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat dalam mengatasi pemberontakan APRA)

Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil atau Kudeta 23 Januari adalah peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 di mana kelompok milisi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.

Bagaimana upaya pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat dalam mengatasi pemberontakan APRA)
Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Kudeta 23 JanuariBagian dari Revolusi Nasional Indonesia
Para prajurit TNI yang tewas dalam Peristiwa Kudeta APRA
Tanggal22 Januari–23 Januari 1950[2]
LokasiBandung dan Jakarta, Jawa
Hasil Pendudukan sementara Bandung oleh Tentara APRA [3]
Percepatan integrasi negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat ke dalam Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1950.[4]
Pihak terlibat
Bagaimana upaya pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat dalam mengatasi pemberontakan APRA)
TNI
[1]
Bagaimana upaya pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat dalam mengatasi pemberontakan APRA)
Tentara APRATokoh dan pemimpin Kolonel Sadikin [5]
[6]
Adolf Gustaaf Lembong   Raymond Westerling [5]
Letnan tak teridentifikasi[5]Kekuatan Divisi Siliwangi[2]
4,500 Prajurit TNI[3] 523 prajurit APRA [3]Korban Sekitar 100 jiwa[3] Ringan[3]

Pada bulan November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan yang melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST. Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota Medan.

Pada 5 Desember malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menelepon Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda, pengganti Letnan Jenderal Spoor. Westerling menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden, apabila setelah penyerahan kedaulatan Westerling berencana melakukan kudeta terhadap Soekarno dan kliknya. Van Vreeden memang telah mendengar berbagai kabar, antara lain ada sekelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan. Juga dia telah mendengar mengenai kelompoknya Westerling.

Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran "penyerahan kedaulatan" pada 27 Desember 1949, memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan tersebut, tetapi van Vreeden tidak segera memerintahkan penangkapan Westerling.

Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS yang isinya adalah suatu ultimatum. Ia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalam waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar.

Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, tetapi juga di pihak Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld (kelahiran Jerman), Nederlandse Hoge Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerja sama dengan Westerling.

Pada 10 Januari 1950, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. Sebelum itu, ketika A.H.J. Lovink masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda, dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal exorbitante rechten terhadap Westerling. Saat itu Westerling mengunjungi Sultan Hamid II di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebelumnya, mereka pernah bertemu bulan Desember 1949. Westerling menerangkan tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling tersebut. Namun dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari Westerling. Pertemuan hari itu tidak membuahkan hasil apapun. Setelah itu tak jelas pertemuan berikutnya antara Westerling dengan Hamid. Dalam otobiografinya, Mémoires, yang terbit tahun 1952, Westerling menulis, bahwa telah dibentuk Kabinet Bayangan di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, oleh karena itu dia harus merahasiakannya.

Pertengahan Januari 1950, Menteri UNI dan Urusan Provinsi Seberang Lautan, Mr. J.H. van Maarseveen berkunjung ke Indonesia untuk mempersiapkan pertemuan Uni Indonesia-Belanda yang akan diselenggarakan pada bulan Maret 1950. Hatta menyampaikan kepada Maarseven, bahwa dia telah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Westerling.

Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda pada 20 Januari 1950 menyampaikan kepada Menteri Götzen, agar pasukan elit RST yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya dievakuasi dari Indonesia. Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah dievakuasi ke Ambon dan tiba di Ambon tanggal 17 Januari 1950. Pada 21 Januari Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST.

Pada 22 Januari pukul 21.00 dia telah menerima laporan, bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar.

Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa kompi "Erik" yang berada di Kampemenstraat malam itu juga akan melakukan desersi dan bergabung dengan APRA untuk ikut dalam kudeta, tetapi dapat digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt. Engles segera membunyikan alarm besar. Dia mengontak Letnan Kolonel TNI Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga melaporkan kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta.

Antara pukul 8.00 dan 9.00 dia menerima kedatangan komandan RST Letkol Borghouts, yang sangat terpukul akibat desersi anggota pasukannya. Pukul 9.00 Engles menerima kunjungan Letkol. Sadikin. Ketika dilakukan apel pasukan RST di Batujajar pada siang hari, ternyata 140 orang yang tidak hadir. Dari kamp di Purabaya dilaporkan, bahwa 190 tentara telah desersi, dan dari SOP di Cimahi dilaporkan, bahwa 12 tentara asal Ambon telah desersi.

Namun upaya mengevakuasi Regiment Speciale Troepen (RST), gabungan baret merah dan baret hijau telah terlambat untuk dilakukan. Dari beberapa bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana tersebut, dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23 Januari 1950, Westerling melancarkan kudetanya. Subuh pukul 4.30, Letnan Kolonel KNIL T. Cassa menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung."

Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolonel Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban seorang pun.

Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan maksud untuk menangkap Presiden Soekarno dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta gagal dilakukan.

Setelah melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, dan pada 24 Januari 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi meninggalkan hotel.

Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam waktu itu.

Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman muka: "Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara." Duta Besar Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "de zwarte hand van Nederland" (tangan hitam dari Belanda).

  • Kahin, George McTurnan (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, N.Y.: Cornell University Press. ISBN 0-8014-9108-8. 
  • Westerling, Raymond Paul Pierre (1952). Mes aventures en Indonesie (dalam bahasa Prancis).  – diterjemahkan dari bahasa Prancis ke Inggris oleh Waverley Root sebagai – Challenge to terror. London: W. Kimber. 
  • Pembantaian Westerling II

  1. ^ Westerling (1952), p. 170
  2. ^ a b Westerling (1952), p. 180-81
  3. ^ a b c d e Westerling (1952), p. 189
  4. ^ Kahin (1952), p. 456
  5. ^ a b c Westerling (1952), p. 183
  6. ^ Kahin (1952), p. 454

 

Artikel bertopik sejarah Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kudeta_APRA&oldid=21189617"


Page 2

5 Januari adalah hari ke-5 dalam kalender Gregorian dengan 360 hari (atau 361 dalam tahun kabisat) menjelang akhir tahun.

1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31  
  • 1895 - Alfred Dreyfus, seorang tentara Yahudi dalam angkatan bersenjata Prancis yang secara tidak benar dinyatakan bersalah atas pengkhianatan terhadap negara, dicopot pangkatnya dan divonis hukuman penjara seumur hidup di Île du Diable (Pulau Setan).
  • 1896 - Fisikawan Jerman, Wilhelm Conrad Rontgen menemukan alat radiasi sinar X yang kelak disebut seperti namanya.
  • 1900 - Pemimpin Irlandia John Redmond mengumumkan revolusi terhadap kekuasaan Inggris atas negerinya.
  • 1919 - Partai Pekerja Jerman (Deutsche Arbeiterpartei, DAP), cikal bakal Partai Pekerja Nasional Sosialis Jerman (Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei, NAZI) didirikan di Munich, Jerman oleh Anton Drexler.
  • 1933 - Konstruksi Jembatan Golden Gate di sepanjang Teluk San Fransisco mulai dikerjakan.
  • 1945 - Uni Soviet mengakui pemerintahan baru Polandia yang pro-Soviet.
  • 1949 - Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman mengumumkan program Fair Deal.
  • 1957 - Dalam pidato di depan Congress, Presiden Amerika Serikat Dwight D. Eisenhower menyampaikan Doktrin Eisenhower.
  • 1963 - Universitas Brawijaya berdiri di Kota Malang lewat SK Menteri PTIP No. 1 tahun 1963.
  • 1968 - Alexander Dubcek mulai berkuasa di Cekoslovakia, memulai reformasi politik yang disebut "Sosialisme dengan wajah manusia" dan terkenal dengan "Musim Semi Praha" (Prague Spring)
  • 1972 - Presiden Amerika Serikat Richard M. Nixon mengumumkan Program Pesawat Ulang Alik Ruang Angkasa (Space Shuttle) yang digarap oleh National Aeronatics and Space Administration (NASA).
  • 1973 - Pendirian Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
  • 1976 - Khmer Merah mendeklarasikan Kamboja Demokratik.
  • 2013 - Menteri BUMN, Dahlan Iskan, mengalami kecelakaan saat melakukan uji coba purwarupa mobil listrik Tucuxi.
  • 1928 - Walter Mondale, Wakil Presiden Amerika Serikat ke 42
  • 1928 - Zulfikar Ali Bhutto, Presiden Pakistan ke-4 (w.1979)
  • 1986 - Deepika Padukone, aktris India
  • 1988 - Harsh Rajput, aktor India
  • 1991 - Daniel Pacheco, pemain sepak bola Spanyol
  • 1996 - Kevin Lilliana, Miss International 2017 dari perwakilan Indonesia.
  • 1999 - Aninditha Rahma Cahyadi, anggota grup idola Indonesia JKT48
  • 1999 - Diani Amalia Ramadhani, anggota grup idola Indonesia JKT48
  • 1762 - Elizabeth dari Rusia (l. 1709)
  • 1948 - A. M. Sipahoetar, wartawan Indonesia, salah satu pendiri Antara (l. 1914)
  • 1960 - Albert Camus, filsuf, penulis Prancis kelahiran Aljazair (l. 1913)
  • Hari Korps Wanita Angkatan Laut (KOWAL).

4 Januari - 5 Januari - 6 Januari

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=5_Januari&oldid=21092280"